Part 9 (Darah Mega Mendidih)***“Apa yang kalian berdua lakukan? Dan kamu Mas, kenapa wanita tak tahu malu ini bisa ada di sini?” tanya Mega seraya menghampiri kami, suaranya melengking tinggi. Ia menunjuk-nunjukan tangannya padaku. Binar kekesalan itu terpancar jelas. Terlebih Mega baru saja ku permalukan. Sekilas ekor mataku melirik Mas Hanzel, pria berwajah tampan itu nampak begitu tenang, deru napasnya terdengar teratur, ia sama sekali tak menaruh rasa gugup dan bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Berbeda denganku. “Ini tidak seperti yang kamu lihat, Mbak,” bantahku, Mas Hanzel perlahan bangkit, ia berdiri di sampingku, memperbaiki jasnya. Sepertinya aku sudah berhasil mendidihkan darah, Mega. Tidak lama lagi, kerentanan hubungan mereka akan terjadi. Pelan-pelan, peranku sebagai Jasmin mulai terlihat, saat Jasmin datang masalah akan terus menimpa mu, Mas. Jasmin menghampiri mu bukan perihal cinta, melainkan rasa sakit yang menjadi parasit. “Kamu pikir aku ini buta! Jelas-jela
Part 10 (Perjanjian Konyol)Aku membersihkan tubuh usai melakukan aktivitas yang melelahkan, bagaimana tidak sepanjang hari aku menjalankan peran ganda, menjadi Kinan lalu Jasmin, setelah itu kembali menjadi diriku sendiri. Aku merasa peran ini tak terlalu buruk, hanya perlu sedikit beradaptasi untuk beberapa saat ke depan. Aku duduk di tepi ranjang, melepas handuk yang melilit rambutku, aku melirik jam yang berdenting di dinding, pukul 7 malam. Aku dan Mas Hanzel sepakat untuk tinggal di sebuah apartemen elite. Salah satu apartemen milik keluarga Mas Hanzel. Dengan sebuah alasan klasik, karena jaraknya dekat dengan kantornya. Padahal sangat luar biasa jauh. Aku mengulurkan tangan, mengambil kacamata, lalu mengenakannya, selama ini aku dan Mas Hanzel memang tidak tidur seranjang. Kami akan berbagi ranjang jika menginap di rumah Mama, itu pun ia rela tidur di lantai. Namun, malam ini aku akan membuat sejarah yang berbeda. Kinan yang dulu akan berubah, ya setidaknya satu bulan ke depa
Part 11 (Ucapan Selamat Pagi!)POV HanzelAku melempar jasku ke ranjang, mengacak-acak rambutku frustasi. Hari ini sangat melelahkan, pasalnya Mega datang ke kantor marah-marah, belum lagi berkas di kantor yang menumpuk, dan Minggu depan aku ada perjalanan bisnis keluar kota. Aku tak bisa berpikir jernih sekarang, bagaimana mungkin berlian dengan harga miliyaran yang kubeli, ternyata palsu. Jelas-jelas berlian itu aku pesan dari toko perhiasan langganan keluargaku, pasti ada yang menukarnya. Aku yakin ini, tapi siapa? Atau jangan-jangan Kinan, ah tidak mungkin. Ia saja tak tahu jika aku memiliki hubungan dengan Mega—Sahabatnya.Aku menunduk, satu persatu masalah mulai datang, aku merogoh gawaiku, melihat fotoku dengan Mega yang di kirim seseorang. Apa tujuan orang itu, dan dari mana ia mendapatkan foto ini? Padahal ketika aku dengan Mega keluar, sebisa mungkin pergi mencari tempat yang aman. Atau kami bertemu di hotel bintang lima.Ah, sialan, bisa kacau hidupku nanti, jika Mama sampa
Part 12 (Mendadak Bertemu?) Aku keluar dari kamar sembari merapikan rambut, sebelum ke kantor aku berencana singgah dulu ke rumah Mega. Rasanya rinduku sudah menumpuk, tak apa lah menjalin hubungan seperti ini, asal aku tetap bersama dengannya. Lagi pula perjanjianku dengan Kinan tersisa 24 hari lagi, dan setelah itu aku akan menceraikan Kinan, dan lekas menikahi Mega. Aku melewati kamar Kinan, biasanya ia sudah berisik dan menyuruhku untuk sarapan, tapi hari ini ia seolah menghilang. Ah, sudahlah itu bukan urusanku. Lagi pula sejak kapan aku perduli padanya, ia hanya batu loncatan yang tak bisa kuhindari. Aku menggulung lengan kemeja sampai sikut, lalu berjalan ke dapur, aku melihat sepiring nasi goreng lengkap dengan segelas susu sudah tersaji di meja. Ada sepucuk surat yang Kinan tinggalkan di sana. [[Tolong sarapannya di makan, Mas. Ingat perjanjian kita bagaimana, awas saja jika tidak di makan.]] Aku tersenyum kecut membaca isi surat itu, kemudian meletakkannya kembali, lanta
Part 13 (Kinan Bikin Hanzel Kesan!) Aku membuka pintu dan di kejutkan dengan Mega yang tidur tanpa sehelai benangpun. Tubuhnya di lilit dengan selimut, pemandangan seperti ini memang sudah biasa kulihat sejak menjalin hubungan dengannya. Namun, aku merasakan sensasi yang berbeda di kamar ini. Aku masuk ke dalam, menelisik ke penjuru tempat, ekor mataku menangkap jendela kamar Mega yang terbuka. Dengan gontai aku mendekat, tidak ada siapa pun. Atau jangan-jangan Mega—ah, itu hanya pikiranku saja. Mega tak mungkin seperti itu, dia wanita yang setia. Aku percaya padanya. “Mas.” panggil Mega, suaranya khas orang baru bangun tidur. Aku menghampirinya, lalu duduk di tepi ranjang, seketika dahiku membentuk sebuah kerutan. Aku menemukan pakaian pria yang bergeletak di kolong ranjang. Ah, sial*n. Pekiku, pikiran kotor tak dapat terelakkan. Rasa yang tak pernah timbul, kini malah muncul, mendadak aku mencurigai Mega. “Mas.” lanjut Mega kesal, aku segera menoleh padanya. “Ini baju sia
Part 14 (Sandiwara)***POV Kinan.Aku berbisik pelan di telinga Mas Hanzel, sontak tubuhnya menegang.Perlahan tanganku bergerak menyentuh wajahnya, meraba permukaan kulitnya, sesaat tatapan kami bertemu, bahkan kini aku sudah berpindah di pangkuannya.Andai kamu tahu Mas, wanita yang sedang kamu perjuangkan itu, tengah memadu kasih dengan pria lain.Menyebut namanya, bukan namamu.“Mas,” kataku sambil melingkarkan tangan di lehernya. Netra itu kembali menatapku tajam, ada guratan kebencian terpendam di sana.Ketahuilah, seiring berjalannya waktu, semua pasti akan berubah.Yang hari ini begitu berharga, pada saatnya akan terlupakan.Di hari berikutnya, dia yang kamu sia-siakan akan kamu cari.Dan tanpa kamu sadari, ia telah beranjak pergi, dan tak bisa lagi kamu miliki.Mungkin saat ini kamu belum merasakan apa pun Mas, Kinan bagimu hanya sebuah benalu yang tengah menumpang di pundakmu.Tapi percaya, Istri mu ini sedang tidak menunda perpisahan, hanya saja aku sedang menunggu waktu
Part 15 (Malam Yang Terasa Panas) Aku begitu risih dengan tatapan Mas Hanzel, diam-diam pria itu curi-curi pandang padaku. Ada gumpalan penyesalan yang menyeruput masuk di dasar hati, menyesali aku datang sebagai Jasmin bukan Kinan yang ia benci. “Hanzel aku dengar kamu sudah menikah?” tanyaku sambil memotong steak menjadi beberapa potongan kecil. Mas Hanzel nampak terkejut, pria itu menghentikan kegiatannya mengunyah, rahangnya terkatup rapat. “Tahu dari mana?” tanyanya dingin. Ish, apa susahnya sih tinggal di jawab. “Aku ga sengaja dengar omongan karyawan mu di kantor, benar kamu sudah menikah? Terus wanita itu siapa? Selingkuhanmu?” tanyaku penasaran, Mas Hanzel menghembuskan napas kasar. Pria itu meletakkan pisau serta garpu di atas piring, menatap steak tersebut tanpa minat, seolah nafsu makannya hilang. Apa ada yang salah? Aku hanya bertanya? Toh, pertanyaan yang kuajukan benar adanya. “Baiklah aku minta maaf, sepertinya pertanyaanku menyinggung perasanmu.” lirihku mera
Part 16 (Hanzel Si Menyebalkan) Malam kian pekat, tiba-tiba hujan turun deras, cahaya kilat itu menerobos melalui celah jendela, aku semakin erat memeluk tubuh Mas Hanzel. Jedar! Lagi-lagi suara yang menggelegar di udara itu menggema, sontak saja aku menenggelamkan wajahku pada dada bidang Mas Hanzel. Pria ini mulai bergerak tak nyaman, aku memejamkan mata merasakan ada pergerakan selimut yang digeser paksa. “Sialan, tangan saya kebas.” ucap Mas Hanzel, nada bicaranya terdengar kesal. Mas Hanzel bersiap bangkit, namun aku segera memeluknya bersamaan dengan cahaya kilat yang terpancar di langit. “Mas takut,” lirihku, Mas Hanzel menghembuskan napasnya gusar. Ia menyugar rambutnya kebelakang. “Gak usah sok Kinan, minggir ... saya mau tidur di sofa, tidur sama kamu bukannya tenang saya malah ketambahan beban.” cibirnya, aku mengerucutkan bibir kesal. “Aku ikut kalo gitu,” “Tidur aja di sini, gak usah ganggu saya.” jawabnya sambil membawa bantal. Aku lekas turun dan mengekori Ma