Part 15 (Malam Yang Terasa Panas) Aku begitu risih dengan tatapan Mas Hanzel, diam-diam pria itu curi-curi pandang padaku. Ada gumpalan penyesalan yang menyeruput masuk di dasar hati, menyesali aku datang sebagai Jasmin bukan Kinan yang ia benci. “Hanzel aku dengar kamu sudah menikah?” tanyaku sambil memotong steak menjadi beberapa potongan kecil. Mas Hanzel nampak terkejut, pria itu menghentikan kegiatannya mengunyah, rahangnya terkatup rapat. “Tahu dari mana?” tanyanya dingin. Ish, apa susahnya sih tinggal di jawab. “Aku ga sengaja dengar omongan karyawan mu di kantor, benar kamu sudah menikah? Terus wanita itu siapa? Selingkuhanmu?” tanyaku penasaran, Mas Hanzel menghembuskan napas kasar. Pria itu meletakkan pisau serta garpu di atas piring, menatap steak tersebut tanpa minat, seolah nafsu makannya hilang. Apa ada yang salah? Aku hanya bertanya? Toh, pertanyaan yang kuajukan benar adanya. “Baiklah aku minta maaf, sepertinya pertanyaanku menyinggung perasanmu.” lirihku mera
Part 16 (Hanzel Si Menyebalkan) Malam kian pekat, tiba-tiba hujan turun deras, cahaya kilat itu menerobos melalui celah jendela, aku semakin erat memeluk tubuh Mas Hanzel. Jedar! Lagi-lagi suara yang menggelegar di udara itu menggema, sontak saja aku menenggelamkan wajahku pada dada bidang Mas Hanzel. Pria ini mulai bergerak tak nyaman, aku memejamkan mata merasakan ada pergerakan selimut yang digeser paksa. “Sialan, tangan saya kebas.” ucap Mas Hanzel, nada bicaranya terdengar kesal. Mas Hanzel bersiap bangkit, namun aku segera memeluknya bersamaan dengan cahaya kilat yang terpancar di langit. “Mas takut,” lirihku, Mas Hanzel menghembuskan napasnya gusar. Ia menyugar rambutnya kebelakang. “Gak usah sok Kinan, minggir ... saya mau tidur di sofa, tidur sama kamu bukannya tenang saya malah ketambahan beban.” cibirnya, aku mengerucutkan bibir kesal. “Aku ikut kalo gitu,” “Tidur aja di sini, gak usah ganggu saya.” jawabnya sambil membawa bantal. Aku lekas turun dan mengekori Ma
Part 17 (Kepergok Mama!)***POV Hanzel“Mas aku numpang yah?” ucap Kinan saat aku baru saja keluar dari kamar.Aku meliriknya sekilas, ia nampak rapi dengan dress selutut senada dengan high heels yang ia kenakan. Rambutnya diikat, tak lupa kacamata yang selalu menempel di sana.Cupu, jelek, culun, itu lah gambaran dirinya dari awal bertemu sampai sekarang.“Mas Hanzel!” sambungnya lagi, ia melambaikan tangan didepan wajahku.Aku segera mengumpulkan kesadaran penuh, hari ini aku berencana kencan dengan Mega, mumpung ada waktu luang. Sekaligus melepas rindu yang menumpuk pada wanitaku.“Kamu bisa kan naik taksi, saya sedang sibuk,” kilahku padanya. Aku berlalu begitu saja melewatinya, namun diluar dugaan Kinan terus mengekoriku sampai di ambang pintu.“Mas ayo lah, kali ini aja kamu antar aku ke rumah Mama,” rengeknya sambil menarik ujung bajuku.Aku menoleh, kilatan amarah terpancar di mataku.“Kamu bisa ngerti ga sih, Kinan! Saya sibuk. Tolong sehari ga usah ganggu saya! Bisa?! Say
Part 18 (Diantara Luka dan Benci?)***“Ma,” lirih Hanzel pelan, di hadapkan pilihan rumit membuatnya mengeram frustasi. Meninggalkan Mega atau kehilangan semua fasilitas mewah ini. Aaaa, sialan, takdir macam apa yang sedang ia jalani sekarang. Menikahi seorang wanita tanpa cinta. Bertahan karena terpaksa. Ingin pergi hatinya seakan tak rela. “Hanzel, kamu tinggalkan wanita itu, atau mulai hari ini semua fasilitas kamu Mama ambil, dan Mama pastikan kamu tak akan kebagian warisan,” ujar Mamanya tegas, nada bicaranya seolah tak ingin di bantah. Mamanya menunjuk-nunjuk ke arah Mega. Wanita yang menjadi duri dalam rumah tangga putranya. Dari mana Mamanya bisa tahu ia ada di sini bersama sang kekasih? Kinan, nama itu yang terlintas dalam benaknya, rasa benci Hanzel pada Istrinya kian menumpuk. “Ma jangan gini dong, Mama salah paham,” kekeh Hanzel, Mega masih memegangi pipinya, jejak tamparan tersebut masih ada. Ingin marah, namun Mega tahan. Menjaga image di hadapan orang tua Ha
Part 19 (Dalam Mode Aman)*** "Bagaimana Kinan, apa kau sudah puas sekarang?" tanya Stev, refleks, Kinan menganggukkan kepala, ada rasa lega yang Stev rasakan. Sepulang dari mall Kinan langsung menuju rumah Stev, tadi mertuanya sempat mengajaknya pulang bersama. Akan tetapi Kinan menolak, ia mengatakan sudah ada janji dengan temannya. "Waw Stev, aku masih tidak menyangka, Mega bakalan segila ini, dan kurasa Mas Hanzel akan merasakan sakitnya di khianati," tutur Kinan masih membungkam mulut dengan telapak tangan. Wanita itu sulit menggambarkan isi hatinya sekarang. Ada bahagia bercampur kasihan, dua sisi itu benar-benar bersemayam dalam jiwa Kinan. Bagaimana tidak, orang yang menjalin hubungan dengan Mega tak lain dan tak bukan adalah teman dekat Mas Hanzel. Tak bisa Kinan bayangkan, reaksi Hanzel nantinya saat kedok Mega terbongkar, apa pria itu akan memprioritaskan Mega di atas segalanya, atau justru sebaliknya. "Sekarang kau harus berhati-hati Kinan, jangan ceroboh, Hanzel p
Part 20 (Sedikit Mengikis Jarak) POV Hanzel. Aku menarik tubuh Kinan hingga jatuh tepat di atasku. Aku benar-benar dibuat geram dengan Istri luguku ini. Bagaimana tidak, sejumlah masalah berawal darinya. Entah ia sengaja atau tidak, nyatanya telah membuat kekacauan besar dalam sejarah sepanjang aku bernapas. Beberapa kesalahan Kinan yang baru saja kualami hari ini. Dan tidak bisa di maklumi. Pertama, Kinan membawa Mama pergi ke cafe, tempat di mana aku dan Mega saling melepas rindu. Kedua, Kinan mengambil kartu ATM berserta uang tunai yang ada di dompetku. Sampai-sampai aku menghubungi Delta untuk membayar bill makanan. Dan, masih banyak lagi masalah lain, seakan berlomba-lomba memecahkan kepalaku. Sepulang dari cafe aku langsung menuju ke rumah Mama. Setibanya di sini aku langsung di hadiahi pukulan oleh Papa. Ia juga mengatakan, jika keamanan perusahaan di bobol oleh seorang hacker, beberapa data penting berhasil di curi, semua berimbas pada masa depan perusahaan. Hingga s
Part 21 (Kinan dan Stev?) “Informasi apa saja yang kamu ketahui tentang Istri saya?” tanyaku pada Manuela, kini kami berada di taman belakang. Manuela tak lama kemudian mengulurkan sebuah map berwarna merah, mataku menyipit, lantas tak urung jua aku tetap mengambil map tersebut. “Semua informasi yang Anda minta ada di map itu.” jawabnya. Dengan cepat tanganku bergerak membuka map, kudapati ada sebuah foto bayi, dari wajahnya saja mirip sekali dengan Kinan. Lucu, dan menggemaskan, Kinan kecil memegang permen sambil mengarah ke kamera. Di sini juga ada sebuah foto yang memperlihatkan Kinan sedang di gendong oleh seorang wanita. Entah siapa wanita ini, kalung yang mereka kenakan itu sama, bedanya hanya di ukurannya saja. Aku pernah melihat kalung itu, tapi di mana? “Istri Anda tinggal lama di pant—” “Saya sudah tahu hal itu, Manuela,” potongku cepat, helaan napas berat terdengar, yang ku butuhkan sekarang informasi Kinan sedetail mungkin. Bukan tempatnya meneduh selama kurang lebih
Part 22 (Gertakan Dari Papa) “Mas, kamu di panggil Papa tuh, kayaknya kamu bakalan kena omel lagi.” ujar Kinan yang tiba-tiba muncul di ambang pintu, aku menoleh, nampak ia berdiri dengan senyum melengkung. Bicara apa saja ia dengan Mama sampai sebahagia itu, gumamku dalam hati. Aku enggan beranjak dari sofa, malas juga menatapnya, persetan, gara-gara membaca pesan sialan itu, aku jadi tak tenang sama sekali, entah perasaan apa ini, aku jadi takut Kinan lebih memilih Steven ketimbang diriku. Padahal jelas-jelas aku lebih tampan dan menggoda jika bandingkan dengan kepar*t itu. “Mas kamu kenapa sih? Udah sana, di tungguin Papa.” lanjutnya. Aku masih bergeming, pura-pura tak mendengar perkataannya. “Ish Mas Hanzel, kamu tuh yah, dengerin aku ga sih!” pekiknya lagi, ia berderap menghampiriku. “Mas!” “Apalagi sih, Kinan.” “Di panggil Papa,” ujar Kinan jengkel, kemudian mendudukan dirinys di sebelahku. Kalau di tatap dari jarak sedekat ini, sekilas memang mirip dengan Jasmin. Argh