Jam menunjukan pukul 08.02 pagi, saat ini regu Fia masih bersantai bersama dengan regu laki-laki tadi. Ada yang tiduran dan ada yang duduk sambil menikmati suasana alam yang masih asri.
‘Bener-bener terjebak dengan situasi yang sangat membosankan’ batin Fia sambil memejamkan matanya dengan raut wajah tenang.
“Jam berapa sekarang?” tanya Liza dengan nada suara bosan.
“Jam 8 lebih 2 menit” balas Lida sambil melihat ke dalam ponselnya untuk melihat jam berapa sekarang.
“Bosen” gumang Lulu dengan mata yang masih tertutup.
“Hai semua” sapa Disa dengan senyum manisnya dan duduk di samping Putri dan di susul oleh Yara.
“Hm” balas Putri seadanya.
“Lu pada kenapa?” tanya Yara dengan nada suara heran.
“Bosen” balas Liza tanpa minat.
“Main gimana?” ucap Yara membuat beberapa pasang mata menatap ke arahnya.
“Main apa?” tanya Disa dengan heran.
“TOD” balas Yara dengan alis naik dan turun.
“Boleh
“Punya mantan banyak bukan sebuah aip” kata Fia dengan tenang dan memasang wajah datarnya. Mendengar ucapan Fia barusan membuat mereka menatap ke arahnya dengan raut wajah tak percaya. Sedangkan Lida membenarkan ucapan Fia tadi dengan senyum senang.“Gila, gue hampir tertampar dengan kenyataan” kata Liza dengan raut wajah terkejut saat mengetahui arti dari kata ‘jangan pernah menilai orang dari kovernya’.“Lanjut-lanjut” kata Lulu dengan semangat. Mendengar ucapan Lulu membuat mereka sadar dan kembali dari rasa terkejut. Mereka kembali melanjutkan permainan yang sempat tertunda tadi dengan raut wajah sedikit terkejut.“Disa” kata Yara saat melihat ujung botol berhenti di Disa.“Emm, Truth juga deh” kata Disa dengan senyum manisnya.“Mantan terakhir lu siapa?” tanya Yara dengan enteng.“Dari tadi bahasnya manta mulu” kata Disa protes.&ldquo
Di sinilah mereka sekarang, di tengah lapangan dengan tubuh tegap. Mereka sedang berbaris dengan rapi sebelum acara di laksanakan.Menurut jadwal hari ini lebih tepatnya jam 10 mereka melaksanakan kegiatan jelajah alam. Seperti kegiatan kemah lainnya, nanti mereka akan di tunjuk ke pos-pos dan menjawab pertanyaan dari sang penjaga pos atau di beri tantangan oleh penjaga pos. Kalau mereka berhasil mereka akan mendapatkan tanda tangan sebagai bukti dan arahan ke pos selanjutnya. Itulah kegiatan yang membuat beberapa siswa semangat. Apalagi ada hadiah yang menunggu.Beberapa menit kemudian, akhirnya satu persatu regu berjalan menuju ke pos satu. Regu Fia sendiri mendapat antrean paling belakang karena ada kendala sedikit tadi. Biasalah siswa yang terlalu teladan, di suruh pakai sepatuh malah memakai sandal. Saat di tanyai alasannya mereka menjawab dengan alasan malas mengikat tali sepatu. Akhirnya ada perdebatan di antara teman seregunya dengan kakak pembina. Fia bertamba
Mereka terus berjalan menaiki jalan menanjak dengan tawa yang menghiasi. Terkadang mereka juga saling menakuti dengan cerita-cerita mistis yang mereka buat-buat sendiri.Mereka terus berjalan hingga salah satu di antara mereka menghentikan langkah dan berhasil membuat satu regu itu berhenti dan menatap ke arah temannya dengan raut wajah heran.“Kenapa lu?” tanya Putri dengan sewot karena langkahnya terhenti.“Tadi gue denger suara langkah kaki dari arah sana” kata Liza sambil menunjuk ke arah hutan lebat.“Gak usah ngacok deh lu, di sini sepi” kata Lulu dengan raut wajah sedikit takut.“Bener, suaranya kayak langkah kaki di seret” kata Liza dengan yakin dan raut wajah serius. Teman-temannya yang melihat itu mulai merasa was-was dan takut.“Lanjut aja lah, bentar lagi mungkin sampai di pos ke-2” kata Yara dengan tangan yang sudah memeluk lengah Disa erat.“Ayo lanj
Di perjalanan menuju pos ke-3 regu Fia cukup hening, mungkin mereka sudah mulai lelah dan letih. Langkah yang tadinya semangat menjadi tak minat.“Duh capek juga ya?” kata Lulu dengan nada suara lelah.“Capek karena jalannya naik terus” kata Disa menimpali. Jujur saja jalan menanjak lebih melelahkan dari pada jalan datar, apalagi jalan yang mereka lalui masih berbatu.“Mau istirahat” kata Liza dengan lesu.“Ayo semangat, sebentar lagi sampai” kata Lida menyemati teman-temannya, walau pun dia juga merasa letih. Mereka terus berjalan, walau dengan lesu dan ogah.Sebenarnya posisi setiap pos sudah di perhitungkan, mereka berjalan menuju ke pos satu dengan pos yang lain seperti memutari pegunungan. Jadi saat mereka sampai di pos ke-5 maka tak jauh dari pos ke-5 adalah tempat berkemahnya.Di lain sisi, wajah Fia sudah cukup pucat. Dia membutuhkan istirahat dan minum untuk memulihkan tenaganya, tapi
Saat ini mereka sudah baris di belakang garis start. Aba-aba sudah di dengar dengan ragu-ragu Fia meniup balon di tangannya. Fia terus meniup balon itu tapi masih kalah cepat dengan regu yang lainnya.“Fia ayo semangat” kata Lida dengan raut wajah menyemangati.“Ayo Fi buruan” kata Liza dengan raut wajah gereget.“Segini?” tanya Fia sambil menyodorkan balonnya ke arah teman seregunya. Terlihat balon itu masih terlihat cukup kecil, nafas Fia semakin pendek.“Kurang Fia, ayo tiup lagi” kata Putri dengan nada suara kesal.Mendengar perkataan Putri barusan Fia hanya bisa diam dan kembali meniup balon tadi. Anggap saja Fia cupu karena tak bisa mengutarakan keinginannya.“Udah, gue capek” kata Fia saat baru meniup balon tadi beberapa saat karena dadanya mulai terasa sakit.“Masih kecil itu, tiup lagi!” kata Liza dengan nada suara kesal saat mendengar perkataan Fia.
Mendengar penjelasan dari sang kakak pembina membuat raut wajah mereka menjadi panik dan cemas.“Ini masih bisa di tangani kalian tenang saja” kata seseorang yang baru saja sampai, sepertinya dia tenaga kesehatan.“Yang akan ganti ‘in dia siapa? Lomba akan segera di mulai” kata sang kakak pembina dengan datar.“Biar gue aja” kata Lulu dan mulai bangkit dari duduknya dan berlari ke arah teman seregunya berada.Lomba pun di mulai, seperti kejadian tadi bukanlah sesuatu hal yang bisa mengganggu.Di lain sisi.Tubuh Fia mulai di dudukkan dan punggungnya di senderkan di kaki sang tenaga kesehatan. Posisi kaki tadi sebagai penyanggah dan kepala Fia sedikit di dongakkan. Dengan perlahan sang tenaga kesehatan mulai memberi instruksi untuk Fia untuk mengendalikan sesak yang ada di dadanya. Dia di suruh untuk mengambil nafas secara perlahan.“Kamu kendalikan emosimu, jangan berpikir negatif. Tenan
Malam harinya, saat ini Fia sedang duduk termenung di dalam mes. Malam ini tak ada kegiatan karena semua kegiatan sudah di selesaikan tadi sore. Besok siang mereka akan pulang ke rumah masing-masing dan besok mereka di bebaskan untuk jalan-jalan di dekat perkemahan.Dengan perasaan lesu Fia melihat ke dalam ponselnya dan Jam menunjukan pukul 19.06, setelah itu dengan gerakan tenang Fia bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari mes sendirian. Karena semua teman regunya sedang keluar dan Fia juga sudah terbiasa dengan kesendirian, jadi dia tak ambil pusing jika dia di tinggal sendirian oleh seseorang. Saat ini Fia berjalan sendirian di tengah gelapnya malam. Bukannya merasa takut akan kegelapan, Fia malah merasa tenang dan nyaman.Fia terus berjalan di jalan setapak yang ada di belakang mes, dengan pencahayaan dari lampu senter ponsel, Fia mulai berjalan mengikuti arus. Fia terus berjalan hingga tanpa sadar pandangannya tertuju ke kebun kosong di samping kirinya, ke
Lama mereka saling diam akhirnya ada yang memecahkan dinding kecanggungan itu.“Gak patroli?” tanya Fia tanpa menatap ke arah Arif.“Enggak, ini waktunya pembina istirahat” ucap Arif dengan kekehan di akhir kalimat.“Oh” balas Fia sambil menganggukkan kepala paham.Setelah itu kesunyian kembali menerpa mereka tapi hanya untuk beberapa saat.“Menurut lu gue itu orang yang kayak gimana?” tanya Fia dengan nada suara lirih dan sorot mata yang masih menatap ke arah depan dengan tatapan hampa dan kosong.“Lu aneh,” ucap Arif menjawab pertanyaan Fia barusan.Mendengar perkataan Arif barusan membuat Fia menatap ke aranya dengan sekilas dan raut wajah tak suka.“Iya lu aneh, lu cewek teraneh yang pernah gue temui” ucap Arif dengan tenang dengan senyum gelinya.“Sulit bagi gue buat paham tentang sifat lu, kasih gue bocoran kek biar bisa lebih paham tenta
Sudah satu minggu setelah kejadian itu, dan Fia sudah tak sesedih kemarin dan menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Yara.Dia juga sesekali mampir ke rumah Yara untuk menjenguk mama Yara atau di ajak adik Yara untuk mampir ke rumah. Dengan senang hati Fia menerima ajakan adik Yara.Satu yang membuatnya heran, kenapa orang tua Sasa tak pernah sekali pun mencari keberadaan sang anak yang hilang bagaikan tertelan bumi? Dan ternyata Fia mendapat satu fakta yang tak terduga, Sasa adalah anak dari papanya dengan selingkuhannya, sebab itu mereka tak peduli dengan sosok Sasa, bahkan saat ini orang tua Sasa sedang menyiapkan sidang penceraian mereka.Fia yang mendengar cerita itu hanya memasang raut wajah sedih dan prihatin.Tapi, walau orang tua tak mencarinya, masih ada Alvin yang menanyai keadaan Sasa dan menanyakan kondisi Sasa kepada Fia. Seperti menanyakan ‘Sasa di mana ya? Bagaimana kondisinya? Kenapa dia menghilang tanpa memberi kabar?’ dan di jawab Fia dan Yuan dengan mengangkat b
Yuan yang melihat tingkah lucu Fia hanya memasang raut wajah gemas dan senyum geli.“Ayo” ucap Yuan sambil menatap Fia dengan senyum yang masih terpatri di bibirnya.“Iya” balas Fia dengan lesu dan dengan malas Fia membuka pintu mobil. Fia keluar dan di sambut oleh Yuan dengan senyum kecil.Yuan memegang tangan Fia dengan lembut dan membawanya ke arah pintu rumah. Mereka memasuki rumah Fia dengan kerutan di dahinya.Bagaimana tidak, di depan mereka sudah berkumpul keluarga Fia. Fia yang melihat keluarganya yang sedang canda tawa hanya memasang raut wajah datar dan sorot mata ke tidak sukaan.Yuan yang tahu akan pikiran Fia hanya bisa menguatkan pegangannya di tangan Fia dan memberi usapan kecil di punggung tangannya.“Fia, sini sayang” ucap salah satu bibinya dengan senyum mengembang indah.Fia yang mendengar panggilan dari sang bibi hanya diam membisu dan masih di tempatnya dengan raut wajah datar.“Fia?” kata sang bibinya lagi dengan kerutan di dahinya.“Ada apa ini?” tanya Fia den
Pemakaman Yara berjalan dengan sangat hikmat, banyak orang yang meneteskan air mata saat melihat peti Yara memasuki lian lahat.Fia mengikuti acara pemakaman dengan raut wajah datar dan sorot mata kesedihan. Dia berada di samping mama Yara. Mama Yara yang memintanya untuk di sampingnya dan Fia hanya menurut tak bisa membantah. Dengan langkah pelan keluarga Yara mulai menjauh dari mekan Yara. Mama Yara sudah mengajak Fia untuk pulang tapi Fia menolaknya, dia ingin menetap di sini untuk beberapa saat.Fia menatap ke arah gundukan tanah di depannya dengan sorot mata kepedihan. Dia masih merasa bersalah dengan Yara, tak jauh dari tempatnya berdiri ada sosok Disa yang menatap ke arah gundukan di depannya dengan air mata yang masih mengalir.Fia menatap ke arah Disa dengan senyum kecil dan berjalan ke arah Disa dengan perlahan.“Ayo” ajak Fia sambil memegang pundak Disa dengan senyum kecil di bibirnya.Disa menatap ke arah Fia sebentar dan kembali menatap ke gundukan tanah tadi setelahnya
Hari pemakaman Yara, Fia datang dengan Yuan di sampingnya. Dia sudah membulatkan tekatnya, entah di terima atau tidak kehadirannya di sana. Niatnya untuk mengantarkan Yara ke peristirahatan terakhirnya, sebagai bentuk terima kasih dan penyesalan.Fia berjalan memasuki ambang pintu rumah Yara, saat dia masuk matanya sudah melihat banyak orang di sana dan tak lupa peti jenazah Yara yang di kelilingi oleh keluarganya. Sanak saudara berhilir mudik dan bergantian melihat wajah Yara untuk terakhir kalinya. Sosok Yara terlihat sangan memukau di hari terakhirnya sebelum di kebumikan.Fia mulai berjalan memasuki rumah Yara dengan Yuan di belakangnya. Mereka berdua memakai baju berwarna hitam polos tanpa ada corak seperti yang lainnya.Saat Fia memasuki rumah Yara, ada beberapa pasang mata yang menatap ke arahnya tapi tak dia anggap.Dengan langkah pelan, Fia mendekat ke arah peti Yara, saat langkah kakinya semakin dekat dengan peti Yara berada tiba-tiba langkahnya terhenti saat sosok mama Yara
“Semua ini di sebabkan oleh saya” ucap Fia setelah menguatkan dirinya untuk jujur.Saat mendengar perkataan Fia barusan, membuat pandangan mama Yara langsung tertuju ke arah Fia.“Apa maksudmu?” tanya Mama Yara dengan sorot mata tak bersahabat.“Yara meninggal karena saya, dia mengorbankan nyawanya untuk saya,” ucap Fia terhenti sejenak untuk mengambil nafasnya karena dadanya terasa sesak.“Dia melindungi saya dari tusukan yang seharusnya saya terima, seharusnya saya yang berada di posisi Yara” ucap Fia dengan tertunduk dalam.Mama Yara yang mendengar perkataan Fia hatinya merasa marah, bahkan tangannya terkepal sangat erat. Dengan langkah cepat dia berjalan ke arah Fia dan menamparkan begitu keras untuk melampiaskan kemarahannya.Plak!Sang suami yang melihat tingkah sang istri merasa sedikit terkejut dan mencerna semua kejadian tadi, ucapan Fia tadi kembali mengulang di otaknya.“Pembawa sial!” ucap Mama Yara di depan wajah Fia.“Mah!” ucap sang suami saat sadar akan keterkejutannya
Lama Fia dan Yuan berpelukan hingga Fia melepaskan pelukan itu, dengan raut wajah sembab Fia menatap Yuan.“Makasih” gumam Fia dengan senyum tulus.“Hm” balas Yuan sambil mengelus rambut Fia dengan senyum simpul.“Ayo” ajak Yuan sambil menggenggam tangan Fia dan menuntunnya masuk ke dalam ruangan tadi.Di dalam ruangan ada sosok Disa yang menangis sesegukan sambil menatap sosok Yara yang terbaring kaku di depannya.Fia berjalan mendekat ke arah Yara dan menggenggam tangannya pelan.“Maaf” ucap Yara dengan lirih dan sorot mata sedih.‘Maaf, semua ini gara-gara gue Yar. Andai dulu lu gak deket sama gue, andai lu gak ngelindungi gue pasti lu masih ada di sini’ batin Fia dengan senyum getir.“Gue bener-bener minta maaf” ucap Fia penuh sesal.Suara hening mulai mengisi ruangan tadi, Disa yang menangis dalam diam sedangkan Yuan dan Fia menatap ke sosok Yara dengan raut wajah sedih.Tak lama, suara langkah kaki terdengar di dalam ruangan tadi. Dengan refleks mereka melihat ke sumber suara, d
Mereka masih di posisinya, dengan pemikiran masing-masing. Sedangkan Ridwan sedikit menjauh untuk memberi kabar orang tua Yara akan kondisi anaknya. Setelah memberi kabar orang tua Yara , Ridwan mulai memberi kabar keluarganya tentang keberhasilan Fia. Kabar yang di beri tahukan Ridwan membawa kebahagiaan di keluarganya.Beberapa menit kemudian pintu UGD mulai terbuka, terlihat sosok berjas putih keluar dari ruangan dengan raut wajah penuh penyesalan.“Bagaimana keadaan teman saya dok?” tanya Disa sambil berjalan mendekat ke arah sang dokter. Dalam diam Fia berjalan mengikuti langkah Disa.“Kami sudah melakukan yang terbaik tapi Tuhan mempunyai jalan yang lebih baik. Maaf, Tuhan berkehendak lain, teman adik dinyatakan meninggal karena telat akan penanganan yang seharusnya dia terima. Teman adik terlalu banyak kehilangan darah” ucap sang dokter dengan raut wajah lesu, karena pasiennya gagal untuk dia selamatkan.“Gak, dokter pasti salah” ucap Disa dengan raut wajah tak percaya dan memu
Fia mulai membuka matanya dan menatap ke arah Disa dengan raut wajah serius.“Dis” panggil Fia tanpa emosi.“Iya?” balas Disa dengan raut wajah heran.“Pegang batu ini dan baca mantra yang tertulis di sini” ucap Fia sambil menatap ke arah Disa dengan raut wajah masih sama.“Kenapa?” tanya Disa dengan raut wajah heran.“Ini kunci keluar dari sini” balas Fia apa adanya.“Oke” balas Disa dan mulai berjalan mendekat ke arah Fia. Tanpa membutuhkan waktu lama Disa mulai membaca mantra yang ada di batu tadi. Mantra tadi tertulis dengan aksara Jawa, dan entah kenapa Disa dengan lancar mengucapkannya, setiap kata terdengar sangat jelas.Tak lama cahaya di batu tadi semakin terang, cahaya yang tadinya putih berubah menjadi abu-abu. Tak lupa ada juga beberapa kunang-kunang yang hadir mengelilingi mereka.Fia yang melihat pemandangan di depannya sedikit menatap dengan sorot mata memuja. Tak lama, cahaya tadi mulai redup dan mereka sudah berada di luar gerbang sekolah.“Kondisinya semakin memburuk
Fia yang mendengar jeritan Sasa hanya menatapnya dengan raut wajah tanpa emosi.“Fia tolongin gue” ucap Sasa dengan raut wajah memohon ke arah Fia.“Gue gak bisa” balas Fia dengan acuh tak acuh.“Gue minta maaf, gue ngaku gue salah. Gue mohon bantu gue, lepasin gue dari rantai ini” ucap Sasa dengan air mata yang menetes melewati pipinya.“Gue gak bisa, itu bukan kemampuan gue” balas Fia apa adanya.Tak lama dari itu Fia mulai mendengar jeritan tak jauh darinya.“Yara!” ucap Disa saat baru saja bangun dari pingsannya, dan saat dia membuka mata pandangan pertamanya adalah sosok Yara dengan darah di tubuhnya. Dengan raut wajah panik Disa menatap ke arah Yara.“Yar, aku minta maaf jangan kayak gini” ucap Disa sambil menepuk pipi Yara beberapa kali.“Dia akan mati kalau gak ambil tindakan dengan cepat” ucap Fia dengan raut wajah tanpa emosi.“Yuan, boleh minta tolong? Tolong gendong Yara, karena gak mungkin kalau gue atau Disa yang gendong” ucap Fia sambil menatap ke arah Yuan dan di anggu