Malam harinya Fia sedang duduk santai di meja belajarnya. Awalnya dia berniat untuk belajar beberapa materi tapi pikiran dan hatinya sedang tak sejalan. Saat dia ingin memfokuskan pikirannya dalam materi tiba-tiba hatinya berkata lain. Dengan perasaan lelah Fia mulai menutup buku pelajarannya. Saat dia berbalik dan berniat untuk tidur, betapa terkejutnya dia saat melihat sosok tak di udang datang ke kamarnya dan duduk dengan tenang di atas kasurnya.
Raut wajah terkejut yang ada di wajah Fia sudah di ganti dengan raut wajah bahagia. Dengan rasa bahagia yang sudah tak terelakkan, Fia mulai bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah kasurnya.
"Clesia?" kata Fia dengan bahagia dan nada suara tak percaya.
'Hai' sapa Clesia dengan senyum manisnya.
"Kamu udah gak marah?" tanya Fia dengan nada suara semangat.
'Aku mau minta maaf karena udah salah paham sama kamu. Setelah aku memikirkan perkataanmu, aku mulai sadar bahwa aku yang salah' kata Clesia dengan k
Dengan heran Fia kembali melihat ke sekelilingnya dan ada satu titik yang membuat keheranan Fia bertambah. Di salah satu pojok ruangan dia seperti melihat sosok yang misterius. Dengan langkah hati-hati Fia mulai berjalan ke sosok tadi. Baru beberapa langkah dia berjalan ke sosok tadi, tiba-tiba sosok tadi hilang entah ke mana.“Hilang ke mana dia?” gumang Fia sambil menatap ke sekelilingnya.“Ini mimpi atau gimana?” gumang Fia bertambah bingung dengan situasi yang dia hadapi. Bagaimana dia tak bingung, jika ini mimpi seharusnya tak ada kejadian semacam ini.Saat Fia sedang sibuk memikirkan nasibnya tiba-tiba ada sesuatu yang mengarah ke arahnya.‘Bruk’Benda tadi tiba-tiba hancur sebelum menyentuh tubuh Fia. Fia yang melihat itu sedikit terkejut dan kembali fokus ke sekelilingnya dan benar saja dia melihat sosok berwarna merah dan mata merahnya yang sedang menatap tajam ke arahnya.Dengan perasaan cemas Fi
Sesampainya di sekolahan Fia hampir saja telat jika tak berlari mengejar waktu. Dengan nafas tersengal Fia menyusuri koridor sekolah yang mulai sepi.“Capek” gumang Fia sambil berjalan dengan lesu.Sebentar lagi dia akan sampai di kelas. Tapi saat dia akan berbelok tiba-tiba ada seseorang datang.“Lu kenapa?” tanya Arif dengan heran.“Capek” balas Fia dengan lesu dan terus berjalan.“Telat lu?” tanya Arif dengan heran.“Enggak” balas Fia dengan malas.“Lah terus lu capek kenapa?” tanya Arif bercanda.“Bisa diem gak sih lu? Gue buru-buru” balas Fia dengan nada kesal dan berjalan begitu saja.“Nanti istirahat gue traktir!” kata Arif dengan nada suara sedikit keras.“Gak, makasih” kata Fia membalas ucapan Arif tadi.Sesampainya di kelas Fia duduk di kursinya dengan perasaan sedikit kesal. Yuan yang
Fia duduk di bangku kantin dengan tenang dan mulai memakan makanannya. Sasa yang baru datang dengan santai ikut duduk dan menatap ke arah Arif dengan heran.“Gak usah di anggep ada” kata Fia dengan santai.Arif yang mendengar perkataan Fia tadi mulai menatap protes ke arah Fia tapi di acuhkan oleh Fia, dengan tenang Fia menyantap baksonya.Mereka mulai sibuk dengan makanan masing-masing. Saat itu tiba-tiba ada panggilan masuk di ponsel Fia. Dengan heran Fia menatap ke arah ponselnya.“Siapa Fi?” tanya Sasa saat melihat raut wajah Fia.“Yuan” jawab Fia dan mulai mengangkat panggilan dari Yuan.‘Dimana?’ tanya Yuan tanpa basa-basi.“Kantin” balas Fia dengan malas dan tanpa permisi Yuan menutup panggilannya secara sepihak.‘Aneh nih orang’ batin Fia sambil menatap ke arah layar ponselnya dengan datar.“Kenapa Fi?” tanya Sasa dengan heran.
Malam harinya Fia sedang duduk di pinggir jendela kamarnya. Dia sedang menatap ke atas, menikmati suasana malam yang cukup tenang.Sudah cukup lama dia berada di sana, tanpa memedulikan yang lain. Saat dia merasakan terpaan angin malam dia merasa beban di pundaknya terangkat secara perlahan dan kejadian buruk yang menimpanya seharian ini lenyap dengan sendirinya.Sedangkan di atas kasurnya sudah ada sosok remaja yang duduk dengan santai sambil menatap ke arah punggung Fia.‘Dia ada masalah?’ tanya Arsin dengan tatapan tertuju ke arah Fia.‘Mana gue tau, tapi kayaknya iya’ jawab Yilo dan sama seperti Arsin, dia juga menatap Fia tanpa mengalihkan pandangannya.‘Udah berapa lama ya kita natep dia dari sini?’ gumang Arsin sambil menatap ke arah Yilo dengan tatapan datar.‘Sekitar setengah jam yang lalu’ kata Yilo dengan tatapan malas.‘Gue mulai bosan’ kata Arsin sambil tid
Sudah hampir dua bulan Fia memantau teman-temannya dari jauh dan selama itu pula tak ada hal yang mencurigakan di sekitar teman-temannya. Walaupun ada beberapa kendala yang dia dapat selama itu. Saat ini dia sudah bisa mengendalikan kelebihannya serta sudah mulai menerima kenyataan. Fia juga sudah mulai dekat dengan penjaga jiwanya. Terkadang juga Clesia datang menemuinya dan berbincang-bincang dengannya.Sebentar lagi ujian pertengahan semester dan saat ini dia sedang sibuk untuk menyiapkan diri untuk ujian itu. Dia belajar di temani oleh ‘teman-temannya’ dan terkadang belajar bersama Sasa atau Yuan dan Alvin.Fia sedang berada di kolam ikan yang ada di sekolah, dia sedang menikmati suasana sunyi sambil membaca buku paket miliknya.Dalam sunyi Fia mencoba mengfokuskan pikirannya dalam materi. Sendari tadi dia tak bisa fokus, pikirannya entah kenapa tiba-tiba kosong dan hatinya merasa tak nyaman. Seperti ada sesuatu hal yang tak menyenang
Hari ini adalah hari yang mereka nantikan yaitu hari UTS pertama. Berbeda dengan hari-hari biasanya, sudah banyak siswa/i yang datang ke sekolahan. Mereka berjalan ke tujuan yang sama yaitu papan pengumuman untuk mencari tahu di mana kelas yang akan mereka tempati.Fia berjalan ke arah papan pengumuman dengan tenang, saat melihat betapa banyaknya orang di sana. Fia hanya menatap sekilas dan tujuannya berganti ke koperasi sekolahan untuk membeli air putih. Di dalam koperasi ternyata ada sekelompok orang yang cukup membuatnya risi. Bagaimana tidak beberapa dari mereka menatap tak suka ke arah Fia.‘Abaikan saja’ batin Fia dan masih dengan langkah tenangnya menuju ke lemari pendingin.Dia mengambil satu botol air putih dan kembali berjalan ke arah kasir. Saat dia berjalan ke arah kasir tatapan tadi ternyata masih menatapnya dengan datar tapi dia menganggapnya tak ada. Toh, dia juga sudah terbiasa dengan situasi ini, bukan hal mengejutkan lagi bagi Fia b
Di tengah-tengah perdebatan mereka tiba-tiba ada pengumuman dari pengurus UTS yang menjelaskan tentang beberapa Siswa/i yang mendapat gedung F. “Di umumkan kepada Siswa/i yang mendapatkan gedung F bisa langsung berjalan ke arah gedung belakang sekolah dan mencari ruang sesuai yang tertera di papan pengumuman. Sekali lagi di umumkan kepada Siswa/i yang mendapatkan gedung F bisa langsung berjalan ke arah gedung belakang sekolah dan mencari ruang sesuai yang tertera di papan pengumuman. Sekian pengumuman dari saya dan selamat belajar” kata sang pengurus UTS tahun ini. “Beneran gedung belakang dong” kata Sasa dengan lesu. “Ambil hikmahnya aja” kata Alvin dengan tenang dan mulai berjalan ke arah gedung belakang di ikuti oleh Yuan dan Fia. Melihat itu dengan langkah lesu Sasa juga mulai berjalan mengikuti langkah teman-temannya. “Tungguin gue!” kata Sasa dengan suara sedikit keras. Mereka berjalan ke arah gedung belakang bersama-sama. Di belakang me
Bel berbunyi, menandakan jam pertama telah usai.“Kumpulkan jawaban kalian di atas meja saya dan kalian boleh keluar dari kelas” kata pak Ridwan dengan nada suara serius.Mendengar perkataan pak Ridwan barusan, beberapa siswa/i mulai berjalan ke arah meja depan dan meletakkan jawaban mereka dengan rapi dan tertib.Fia berjalan keluar dari kelas dengan raut wajah puas. Dia cukup merasa puas saat mengerjakan soal-soal tadi. Fia sangat yakin dengan jawabannya, kalau pun salah dia yakin tak akan lebih dari dua.“Serasa di eksekusi gue” kata Sasa saat keluar dari kelas.“Biasa aja kali” kata Alvin dengan raut wajah malas.“Soalnya juga gak terlalu sulit” kata Fia dengan tenang sambil memasukkan alat tulisnya di kantung seragam.“Itu mah buat elu Fi” kata Sasa dengan raut wajah kesal.“Seharusnya sih iya, kalau elu belajar dengan benar” kata Yuan membenarkan kata
Sudah satu minggu setelah kejadian itu, dan Fia sudah tak sesedih kemarin dan menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Yara.Dia juga sesekali mampir ke rumah Yara untuk menjenguk mama Yara atau di ajak adik Yara untuk mampir ke rumah. Dengan senang hati Fia menerima ajakan adik Yara.Satu yang membuatnya heran, kenapa orang tua Sasa tak pernah sekali pun mencari keberadaan sang anak yang hilang bagaikan tertelan bumi? Dan ternyata Fia mendapat satu fakta yang tak terduga, Sasa adalah anak dari papanya dengan selingkuhannya, sebab itu mereka tak peduli dengan sosok Sasa, bahkan saat ini orang tua Sasa sedang menyiapkan sidang penceraian mereka.Fia yang mendengar cerita itu hanya memasang raut wajah sedih dan prihatin.Tapi, walau orang tua tak mencarinya, masih ada Alvin yang menanyai keadaan Sasa dan menanyakan kondisi Sasa kepada Fia. Seperti menanyakan ‘Sasa di mana ya? Bagaimana kondisinya? Kenapa dia menghilang tanpa memberi kabar?’ dan di jawab Fia dan Yuan dengan mengangkat b
Yuan yang melihat tingkah lucu Fia hanya memasang raut wajah gemas dan senyum geli.“Ayo” ucap Yuan sambil menatap Fia dengan senyum yang masih terpatri di bibirnya.“Iya” balas Fia dengan lesu dan dengan malas Fia membuka pintu mobil. Fia keluar dan di sambut oleh Yuan dengan senyum kecil.Yuan memegang tangan Fia dengan lembut dan membawanya ke arah pintu rumah. Mereka memasuki rumah Fia dengan kerutan di dahinya.Bagaimana tidak, di depan mereka sudah berkumpul keluarga Fia. Fia yang melihat keluarganya yang sedang canda tawa hanya memasang raut wajah datar dan sorot mata ke tidak sukaan.Yuan yang tahu akan pikiran Fia hanya bisa menguatkan pegangannya di tangan Fia dan memberi usapan kecil di punggung tangannya.“Fia, sini sayang” ucap salah satu bibinya dengan senyum mengembang indah.Fia yang mendengar panggilan dari sang bibi hanya diam membisu dan masih di tempatnya dengan raut wajah datar.“Fia?” kata sang bibinya lagi dengan kerutan di dahinya.“Ada apa ini?” tanya Fia den
Pemakaman Yara berjalan dengan sangat hikmat, banyak orang yang meneteskan air mata saat melihat peti Yara memasuki lian lahat.Fia mengikuti acara pemakaman dengan raut wajah datar dan sorot mata kesedihan. Dia berada di samping mama Yara. Mama Yara yang memintanya untuk di sampingnya dan Fia hanya menurut tak bisa membantah. Dengan langkah pelan keluarga Yara mulai menjauh dari mekan Yara. Mama Yara sudah mengajak Fia untuk pulang tapi Fia menolaknya, dia ingin menetap di sini untuk beberapa saat.Fia menatap ke arah gundukan tanah di depannya dengan sorot mata kepedihan. Dia masih merasa bersalah dengan Yara, tak jauh dari tempatnya berdiri ada sosok Disa yang menatap ke arah gundukan di depannya dengan air mata yang masih mengalir.Fia menatap ke arah Disa dengan senyum kecil dan berjalan ke arah Disa dengan perlahan.“Ayo” ajak Fia sambil memegang pundak Disa dengan senyum kecil di bibirnya.Disa menatap ke arah Fia sebentar dan kembali menatap ke gundukan tanah tadi setelahnya
Hari pemakaman Yara, Fia datang dengan Yuan di sampingnya. Dia sudah membulatkan tekatnya, entah di terima atau tidak kehadirannya di sana. Niatnya untuk mengantarkan Yara ke peristirahatan terakhirnya, sebagai bentuk terima kasih dan penyesalan.Fia berjalan memasuki ambang pintu rumah Yara, saat dia masuk matanya sudah melihat banyak orang di sana dan tak lupa peti jenazah Yara yang di kelilingi oleh keluarganya. Sanak saudara berhilir mudik dan bergantian melihat wajah Yara untuk terakhir kalinya. Sosok Yara terlihat sangan memukau di hari terakhirnya sebelum di kebumikan.Fia mulai berjalan memasuki rumah Yara dengan Yuan di belakangnya. Mereka berdua memakai baju berwarna hitam polos tanpa ada corak seperti yang lainnya.Saat Fia memasuki rumah Yara, ada beberapa pasang mata yang menatap ke arahnya tapi tak dia anggap.Dengan langkah pelan, Fia mendekat ke arah peti Yara, saat langkah kakinya semakin dekat dengan peti Yara berada tiba-tiba langkahnya terhenti saat sosok mama Yara
“Semua ini di sebabkan oleh saya” ucap Fia setelah menguatkan dirinya untuk jujur.Saat mendengar perkataan Fia barusan, membuat pandangan mama Yara langsung tertuju ke arah Fia.“Apa maksudmu?” tanya Mama Yara dengan sorot mata tak bersahabat.“Yara meninggal karena saya, dia mengorbankan nyawanya untuk saya,” ucap Fia terhenti sejenak untuk mengambil nafasnya karena dadanya terasa sesak.“Dia melindungi saya dari tusukan yang seharusnya saya terima, seharusnya saya yang berada di posisi Yara” ucap Fia dengan tertunduk dalam.Mama Yara yang mendengar perkataan Fia hatinya merasa marah, bahkan tangannya terkepal sangat erat. Dengan langkah cepat dia berjalan ke arah Fia dan menamparkan begitu keras untuk melampiaskan kemarahannya.Plak!Sang suami yang melihat tingkah sang istri merasa sedikit terkejut dan mencerna semua kejadian tadi, ucapan Fia tadi kembali mengulang di otaknya.“Pembawa sial!” ucap Mama Yara di depan wajah Fia.“Mah!” ucap sang suami saat sadar akan keterkejutannya
Lama Fia dan Yuan berpelukan hingga Fia melepaskan pelukan itu, dengan raut wajah sembab Fia menatap Yuan.“Makasih” gumam Fia dengan senyum tulus.“Hm” balas Yuan sambil mengelus rambut Fia dengan senyum simpul.“Ayo” ajak Yuan sambil menggenggam tangan Fia dan menuntunnya masuk ke dalam ruangan tadi.Di dalam ruangan ada sosok Disa yang menangis sesegukan sambil menatap sosok Yara yang terbaring kaku di depannya.Fia berjalan mendekat ke arah Yara dan menggenggam tangannya pelan.“Maaf” ucap Yara dengan lirih dan sorot mata sedih.‘Maaf, semua ini gara-gara gue Yar. Andai dulu lu gak deket sama gue, andai lu gak ngelindungi gue pasti lu masih ada di sini’ batin Fia dengan senyum getir.“Gue bener-bener minta maaf” ucap Fia penuh sesal.Suara hening mulai mengisi ruangan tadi, Disa yang menangis dalam diam sedangkan Yuan dan Fia menatap ke sosok Yara dengan raut wajah sedih.Tak lama, suara langkah kaki terdengar di dalam ruangan tadi. Dengan refleks mereka melihat ke sumber suara, d
Mereka masih di posisinya, dengan pemikiran masing-masing. Sedangkan Ridwan sedikit menjauh untuk memberi kabar orang tua Yara akan kondisi anaknya. Setelah memberi kabar orang tua Yara , Ridwan mulai memberi kabar keluarganya tentang keberhasilan Fia. Kabar yang di beri tahukan Ridwan membawa kebahagiaan di keluarganya.Beberapa menit kemudian pintu UGD mulai terbuka, terlihat sosok berjas putih keluar dari ruangan dengan raut wajah penuh penyesalan.“Bagaimana keadaan teman saya dok?” tanya Disa sambil berjalan mendekat ke arah sang dokter. Dalam diam Fia berjalan mengikuti langkah Disa.“Kami sudah melakukan yang terbaik tapi Tuhan mempunyai jalan yang lebih baik. Maaf, Tuhan berkehendak lain, teman adik dinyatakan meninggal karena telat akan penanganan yang seharusnya dia terima. Teman adik terlalu banyak kehilangan darah” ucap sang dokter dengan raut wajah lesu, karena pasiennya gagal untuk dia selamatkan.“Gak, dokter pasti salah” ucap Disa dengan raut wajah tak percaya dan memu
Fia mulai membuka matanya dan menatap ke arah Disa dengan raut wajah serius.“Dis” panggil Fia tanpa emosi.“Iya?” balas Disa dengan raut wajah heran.“Pegang batu ini dan baca mantra yang tertulis di sini” ucap Fia sambil menatap ke arah Disa dengan raut wajah masih sama.“Kenapa?” tanya Disa dengan raut wajah heran.“Ini kunci keluar dari sini” balas Fia apa adanya.“Oke” balas Disa dan mulai berjalan mendekat ke arah Fia. Tanpa membutuhkan waktu lama Disa mulai membaca mantra yang ada di batu tadi. Mantra tadi tertulis dengan aksara Jawa, dan entah kenapa Disa dengan lancar mengucapkannya, setiap kata terdengar sangat jelas.Tak lama cahaya di batu tadi semakin terang, cahaya yang tadinya putih berubah menjadi abu-abu. Tak lupa ada juga beberapa kunang-kunang yang hadir mengelilingi mereka.Fia yang melihat pemandangan di depannya sedikit menatap dengan sorot mata memuja. Tak lama, cahaya tadi mulai redup dan mereka sudah berada di luar gerbang sekolah.“Kondisinya semakin memburuk
Fia yang mendengar jeritan Sasa hanya menatapnya dengan raut wajah tanpa emosi.“Fia tolongin gue” ucap Sasa dengan raut wajah memohon ke arah Fia.“Gue gak bisa” balas Fia dengan acuh tak acuh.“Gue minta maaf, gue ngaku gue salah. Gue mohon bantu gue, lepasin gue dari rantai ini” ucap Sasa dengan air mata yang menetes melewati pipinya.“Gue gak bisa, itu bukan kemampuan gue” balas Fia apa adanya.Tak lama dari itu Fia mulai mendengar jeritan tak jauh darinya.“Yara!” ucap Disa saat baru saja bangun dari pingsannya, dan saat dia membuka mata pandangan pertamanya adalah sosok Yara dengan darah di tubuhnya. Dengan raut wajah panik Disa menatap ke arah Yara.“Yar, aku minta maaf jangan kayak gini” ucap Disa sambil menepuk pipi Yara beberapa kali.“Dia akan mati kalau gak ambil tindakan dengan cepat” ucap Fia dengan raut wajah tanpa emosi.“Yuan, boleh minta tolong? Tolong gendong Yara, karena gak mungkin kalau gue atau Disa yang gendong” ucap Fia sambil menatap ke arah Yuan dan di anggu