Hari ini adalah hari yang mereka nantikan yaitu hari UTS pertama. Berbeda dengan hari-hari biasanya, sudah banyak siswa/i yang datang ke sekolahan. Mereka berjalan ke tujuan yang sama yaitu papan pengumuman untuk mencari tahu di mana kelas yang akan mereka tempati.
Fia berjalan ke arah papan pengumuman dengan tenang, saat melihat betapa banyaknya orang di sana. Fia hanya menatap sekilas dan tujuannya berganti ke koperasi sekolahan untuk membeli air putih. Di dalam koperasi ternyata ada sekelompok orang yang cukup membuatnya risi. Bagaimana tidak beberapa dari mereka menatap tak suka ke arah Fia.
‘Abaikan saja’ batin Fia dan masih dengan langkah tenangnya menuju ke lemari pendingin.
Dia mengambil satu botol air putih dan kembali berjalan ke arah kasir. Saat dia berjalan ke arah kasir tatapan tadi ternyata masih menatapnya dengan datar tapi dia menganggapnya tak ada. Toh, dia juga sudah terbiasa dengan situasi ini, bukan hal mengejutkan lagi bagi Fia b
Di tengah-tengah perdebatan mereka tiba-tiba ada pengumuman dari pengurus UTS yang menjelaskan tentang beberapa Siswa/i yang mendapat gedung F. “Di umumkan kepada Siswa/i yang mendapatkan gedung F bisa langsung berjalan ke arah gedung belakang sekolah dan mencari ruang sesuai yang tertera di papan pengumuman. Sekali lagi di umumkan kepada Siswa/i yang mendapatkan gedung F bisa langsung berjalan ke arah gedung belakang sekolah dan mencari ruang sesuai yang tertera di papan pengumuman. Sekian pengumuman dari saya dan selamat belajar” kata sang pengurus UTS tahun ini. “Beneran gedung belakang dong” kata Sasa dengan lesu. “Ambil hikmahnya aja” kata Alvin dengan tenang dan mulai berjalan ke arah gedung belakang di ikuti oleh Yuan dan Fia. Melihat itu dengan langkah lesu Sasa juga mulai berjalan mengikuti langkah teman-temannya. “Tungguin gue!” kata Sasa dengan suara sedikit keras. Mereka berjalan ke arah gedung belakang bersama-sama. Di belakang me
Bel berbunyi, menandakan jam pertama telah usai.“Kumpulkan jawaban kalian di atas meja saya dan kalian boleh keluar dari kelas” kata pak Ridwan dengan nada suara serius.Mendengar perkataan pak Ridwan barusan, beberapa siswa/i mulai berjalan ke arah meja depan dan meletakkan jawaban mereka dengan rapi dan tertib.Fia berjalan keluar dari kelas dengan raut wajah puas. Dia cukup merasa puas saat mengerjakan soal-soal tadi. Fia sangat yakin dengan jawabannya, kalau pun salah dia yakin tak akan lebih dari dua.“Serasa di eksekusi gue” kata Sasa saat keluar dari kelas.“Biasa aja kali” kata Alvin dengan raut wajah malas.“Soalnya juga gak terlalu sulit” kata Fia dengan tenang sambil memasukkan alat tulisnya di kantung seragam.“Itu mah buat elu Fi” kata Sasa dengan raut wajah kesal.“Seharusnya sih iya, kalau elu belajar dengan benar” kata Yuan membenarkan kata
Sudah cukup lama Fia menunggu di sana sendirian hingga membuatnya merasa bosan. Di dalam kebosanannya tanpa sadar matanya bertatapan dengan seseorang.“Huh..” helaan nafas berat yang keluar dari Fia.‘Anggap gak ada’ batin Fia sambil mengalihkan pandangan.Orang yang tadi bertatapan dengan Fia merasa sedikit sedih saat melihat respons yang di beri oleh Fia. Dengan langkah berat dia terus berjalan hingga melewati tubuh Fia.Fia hanya diam dan menganggap mereka tak ada. Saat mereka akan memasuki kantin tanpa di ketahui mereka berpapasan dengan Yuan, Alvin dan Sasa.Yuan yang menyadari kehadiran mereka hanya menatap sekilas setelah itu berjalan dengan tenang ke arah Fia. Sedangkan Alvin dan Sasa hanya diam tanpa menatap ke arah mereka.“Di gangguin sama mereka?” tanya Yuan saat sampai di dekat Fia sambil memberikan pesanan Fia tadi.“Enggak” balas Fia sambil menerima pesanannya.&lsq
Jam kedua sudah di mulai dan semua Siswa/i sedang fokus ke dalam soal.Fia memasang raut wajah tenang dan tangannya sibuk menulis jawaban di kertas jawaban. Waktu terus berlalu dan Fia sudah menyelesaikan semua pertanyaan. Dengan gerakan tenang dia menata semua kertas pertanyaan dan jawaban dengan rapi di atas meja, setelah itu dia menatap ke sekelilingnya dan ternyata baru dia yang sudah selesai mengerjakan soal. Dengan lesu Fia menaruh kepalanya di atas lipatan tangan, dia memutuskan untuk tidur terlebih dahulu dari pada bingung ingin melakukan apa.Waktu terus berlalu dan para Siswa/i masih fokus ke soal ujian. Fia yang ingin tidur pun tak bisa, mungkin karena suasana yang terasa tegang. Saat Fia ingin menutup matanya tiba-tiba...‘Brak!’Jendela kelas di bagian belakang mengeluarkan suara seperti di banting oleh seseorang. Para Siswa/i yang tadinya sibuk dengan soal di hadapan mereka mulai tak fokus dan mencari sumber suara. Fia yang mende
Fia menunggu teman-temannya dengan tenang. Dia fokus ke dalam dunianya sendiri. Dengan earphone di telinga di temani oleh musik dan minuman kesukaannya membuat waktu berlalu dengan indah. Sudah terlalu dalam dia terhanyut dalam dunianya hingga tak sadar bahwa kantin mulai ramai. Dia sudah mengabari teman-temannya di mana lokasinya sekarang, jadi dia tak perlu memedulikan teman-temannya yang sibuk mencarinya di seluruh sekolah.Fia masih fokus ke dalam dunianya, bahkan saat ada seseorang duduk di depannya dia masih tak menyadarinya.Sedangkan orang tadi sibuk memandangi wajah Fia. Dia menatap wajah Fia seperti itu adalah objek paling bagus di hadapannya.Fia yang menyadari tatapan seseorang mulai mencari siapa orang yang sedang menatapnya.“Ngapain lu di sini?” tanya Fia dengan raut wajah heran.“Mau makan” balas Arif dengan raut wajah lesu.“Oh” balas Fia tanpa memedulikan lawan bicaranya dan kembali sibuk
Sepulangnya sekolah Fia berjalan sendirian di sepanjang trotoar. Tadi dia sudah di tawari Yuan tapi dia menolak, berhubung Yuan sedang buru-buru jadi dia menitipkan Fia kepada Alvin. Saat Alvin akan mengantarkan Fia pulang tiba-tiba Arif datang dan berniat untuk mengantarkan Fia tapi tak di setujui oleh Alvin dan akhirnya terjadi pertengkaran di antara mereka dan itu di manfaatkan Fia untuk kabur.Fia berjalan dengan langkah pelan sambil menikmati suasa tenang di sekitarnya. Itu sangat membantunya untuk memulihkan tenaganya, serasa bebannya di angkat dalam sekejap.Fia terus berjalan hingga ada sesuatu yang membuat kakinya berhenti melangkah. Tak jauh dari tempatnya berhenti ada satu sosok yang berdiri dengan darah di sekujur tubuhnya serta nafas yang tak beraturan.Fia menatap sosok tadi dengan raut wajah tanpa ekspresi dan perasaan malas. Hanya beberapa detik Fia menghentikan langkahnya setelah itu dia kembali melangkahkan kakinya tanpa memedulikan sosok tadi.
Sudah hari ketiga mereka melakukan UTS dan selama itu belum ada gangguan dari penunggu gedung. Mungkin mereka sudah mulai terbiasa dengan kehadiran para Siswa/i di sekitar sana.Saat ini mereka sudah memasuki jam ke dua dan jam kedua ini berhasil menguras tenaga mereka. Fia yang biasanya santai dalam mengerjakan soal, hari ini dia cukup terlihat pusing.‘Ini alasan gue gak suka mapel Matematika, di suruh nulis rumus yang gak bisa di hitung’ batin Sasa dengan frustrasi.Bukan hanya Sasa yang kualahan tapi rata-rata penghuni kelas memperlihatkan raut wajah yang sama.Waktu terus berlalu dan sebentar lagi jam ke dua selesai tapi belum ada tanda-tanda dari siswa yang sudah selesai. Mereka masih fokus ke soal dan menulis jawaban dengan raut wajah tegang.Di tengah-tengah keheningan gedung belakang tiba-tiba ada suara benda jatuh yang membuat beberapa siswa/i terkejut.‘Bruk!’“Apa itu?!” kata salah satu
Yuan yang melihat itu dengan gerakan cepat melepaskan tangan Fia dari genggaman orang tadi. Yuan menatap orang tadi dengan sorot mata tajam dan tak bersahabat. Orang tadi menatap tak suka ke arah Yuan dan mata yang secara perlahan memerah seperti orang kerasukan. “Ayo” kata Yuan sambil menarik tangan Fia. “Dia kerasukan?” tanya Fia sambil menatap orang tadi berada, di sana sudah ada beberapa guru dan siswa yang memegangi orang tadi. “Hm” balas Yuan dengan tenang. “Kenapa tiba-tiba ada kerasukan masal?” tanya Fia dengan raut wajah heran. “Coba gunain kelebihan elu” kata Yuan dengan santai. “Boleh?” tanya Fia dengan raut wajah tak percaya. “Coba dulu” balas Yuan dengan raut wajah tenang sambil melepaskan tangan Fia dari genggamannya. Mendengar perkataan Yuan tadi dengan perlahan Fia berjalan ke arah tembok terdekat dan mulai menyentuhnya. Dengan perlahan Fia mulai menutup matanya dan bayangan kejadian demi kejadia
Sudah satu minggu setelah kejadian itu, dan Fia sudah tak sesedih kemarin dan menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Yara.Dia juga sesekali mampir ke rumah Yara untuk menjenguk mama Yara atau di ajak adik Yara untuk mampir ke rumah. Dengan senang hati Fia menerima ajakan adik Yara.Satu yang membuatnya heran, kenapa orang tua Sasa tak pernah sekali pun mencari keberadaan sang anak yang hilang bagaikan tertelan bumi? Dan ternyata Fia mendapat satu fakta yang tak terduga, Sasa adalah anak dari papanya dengan selingkuhannya, sebab itu mereka tak peduli dengan sosok Sasa, bahkan saat ini orang tua Sasa sedang menyiapkan sidang penceraian mereka.Fia yang mendengar cerita itu hanya memasang raut wajah sedih dan prihatin.Tapi, walau orang tua tak mencarinya, masih ada Alvin yang menanyai keadaan Sasa dan menanyakan kondisi Sasa kepada Fia. Seperti menanyakan ‘Sasa di mana ya? Bagaimana kondisinya? Kenapa dia menghilang tanpa memberi kabar?’ dan di jawab Fia dan Yuan dengan mengangkat b
Yuan yang melihat tingkah lucu Fia hanya memasang raut wajah gemas dan senyum geli.“Ayo” ucap Yuan sambil menatap Fia dengan senyum yang masih terpatri di bibirnya.“Iya” balas Fia dengan lesu dan dengan malas Fia membuka pintu mobil. Fia keluar dan di sambut oleh Yuan dengan senyum kecil.Yuan memegang tangan Fia dengan lembut dan membawanya ke arah pintu rumah. Mereka memasuki rumah Fia dengan kerutan di dahinya.Bagaimana tidak, di depan mereka sudah berkumpul keluarga Fia. Fia yang melihat keluarganya yang sedang canda tawa hanya memasang raut wajah datar dan sorot mata ke tidak sukaan.Yuan yang tahu akan pikiran Fia hanya bisa menguatkan pegangannya di tangan Fia dan memberi usapan kecil di punggung tangannya.“Fia, sini sayang” ucap salah satu bibinya dengan senyum mengembang indah.Fia yang mendengar panggilan dari sang bibi hanya diam membisu dan masih di tempatnya dengan raut wajah datar.“Fia?” kata sang bibinya lagi dengan kerutan di dahinya.“Ada apa ini?” tanya Fia den
Pemakaman Yara berjalan dengan sangat hikmat, banyak orang yang meneteskan air mata saat melihat peti Yara memasuki lian lahat.Fia mengikuti acara pemakaman dengan raut wajah datar dan sorot mata kesedihan. Dia berada di samping mama Yara. Mama Yara yang memintanya untuk di sampingnya dan Fia hanya menurut tak bisa membantah. Dengan langkah pelan keluarga Yara mulai menjauh dari mekan Yara. Mama Yara sudah mengajak Fia untuk pulang tapi Fia menolaknya, dia ingin menetap di sini untuk beberapa saat.Fia menatap ke arah gundukan tanah di depannya dengan sorot mata kepedihan. Dia masih merasa bersalah dengan Yara, tak jauh dari tempatnya berdiri ada sosok Disa yang menatap ke arah gundukan di depannya dengan air mata yang masih mengalir.Fia menatap ke arah Disa dengan senyum kecil dan berjalan ke arah Disa dengan perlahan.“Ayo” ajak Fia sambil memegang pundak Disa dengan senyum kecil di bibirnya.Disa menatap ke arah Fia sebentar dan kembali menatap ke gundukan tanah tadi setelahnya
Hari pemakaman Yara, Fia datang dengan Yuan di sampingnya. Dia sudah membulatkan tekatnya, entah di terima atau tidak kehadirannya di sana. Niatnya untuk mengantarkan Yara ke peristirahatan terakhirnya, sebagai bentuk terima kasih dan penyesalan.Fia berjalan memasuki ambang pintu rumah Yara, saat dia masuk matanya sudah melihat banyak orang di sana dan tak lupa peti jenazah Yara yang di kelilingi oleh keluarganya. Sanak saudara berhilir mudik dan bergantian melihat wajah Yara untuk terakhir kalinya. Sosok Yara terlihat sangan memukau di hari terakhirnya sebelum di kebumikan.Fia mulai berjalan memasuki rumah Yara dengan Yuan di belakangnya. Mereka berdua memakai baju berwarna hitam polos tanpa ada corak seperti yang lainnya.Saat Fia memasuki rumah Yara, ada beberapa pasang mata yang menatap ke arahnya tapi tak dia anggap.Dengan langkah pelan, Fia mendekat ke arah peti Yara, saat langkah kakinya semakin dekat dengan peti Yara berada tiba-tiba langkahnya terhenti saat sosok mama Yara
“Semua ini di sebabkan oleh saya” ucap Fia setelah menguatkan dirinya untuk jujur.Saat mendengar perkataan Fia barusan, membuat pandangan mama Yara langsung tertuju ke arah Fia.“Apa maksudmu?” tanya Mama Yara dengan sorot mata tak bersahabat.“Yara meninggal karena saya, dia mengorbankan nyawanya untuk saya,” ucap Fia terhenti sejenak untuk mengambil nafasnya karena dadanya terasa sesak.“Dia melindungi saya dari tusukan yang seharusnya saya terima, seharusnya saya yang berada di posisi Yara” ucap Fia dengan tertunduk dalam.Mama Yara yang mendengar perkataan Fia hatinya merasa marah, bahkan tangannya terkepal sangat erat. Dengan langkah cepat dia berjalan ke arah Fia dan menamparkan begitu keras untuk melampiaskan kemarahannya.Plak!Sang suami yang melihat tingkah sang istri merasa sedikit terkejut dan mencerna semua kejadian tadi, ucapan Fia tadi kembali mengulang di otaknya.“Pembawa sial!” ucap Mama Yara di depan wajah Fia.“Mah!” ucap sang suami saat sadar akan keterkejutannya
Lama Fia dan Yuan berpelukan hingga Fia melepaskan pelukan itu, dengan raut wajah sembab Fia menatap Yuan.“Makasih” gumam Fia dengan senyum tulus.“Hm” balas Yuan sambil mengelus rambut Fia dengan senyum simpul.“Ayo” ajak Yuan sambil menggenggam tangan Fia dan menuntunnya masuk ke dalam ruangan tadi.Di dalam ruangan ada sosok Disa yang menangis sesegukan sambil menatap sosok Yara yang terbaring kaku di depannya.Fia berjalan mendekat ke arah Yara dan menggenggam tangannya pelan.“Maaf” ucap Yara dengan lirih dan sorot mata sedih.‘Maaf, semua ini gara-gara gue Yar. Andai dulu lu gak deket sama gue, andai lu gak ngelindungi gue pasti lu masih ada di sini’ batin Fia dengan senyum getir.“Gue bener-bener minta maaf” ucap Fia penuh sesal.Suara hening mulai mengisi ruangan tadi, Disa yang menangis dalam diam sedangkan Yuan dan Fia menatap ke sosok Yara dengan raut wajah sedih.Tak lama, suara langkah kaki terdengar di dalam ruangan tadi. Dengan refleks mereka melihat ke sumber suara, d
Mereka masih di posisinya, dengan pemikiran masing-masing. Sedangkan Ridwan sedikit menjauh untuk memberi kabar orang tua Yara akan kondisi anaknya. Setelah memberi kabar orang tua Yara , Ridwan mulai memberi kabar keluarganya tentang keberhasilan Fia. Kabar yang di beri tahukan Ridwan membawa kebahagiaan di keluarganya.Beberapa menit kemudian pintu UGD mulai terbuka, terlihat sosok berjas putih keluar dari ruangan dengan raut wajah penuh penyesalan.“Bagaimana keadaan teman saya dok?” tanya Disa sambil berjalan mendekat ke arah sang dokter. Dalam diam Fia berjalan mengikuti langkah Disa.“Kami sudah melakukan yang terbaik tapi Tuhan mempunyai jalan yang lebih baik. Maaf, Tuhan berkehendak lain, teman adik dinyatakan meninggal karena telat akan penanganan yang seharusnya dia terima. Teman adik terlalu banyak kehilangan darah” ucap sang dokter dengan raut wajah lesu, karena pasiennya gagal untuk dia selamatkan.“Gak, dokter pasti salah” ucap Disa dengan raut wajah tak percaya dan memu
Fia mulai membuka matanya dan menatap ke arah Disa dengan raut wajah serius.“Dis” panggil Fia tanpa emosi.“Iya?” balas Disa dengan raut wajah heran.“Pegang batu ini dan baca mantra yang tertulis di sini” ucap Fia sambil menatap ke arah Disa dengan raut wajah masih sama.“Kenapa?” tanya Disa dengan raut wajah heran.“Ini kunci keluar dari sini” balas Fia apa adanya.“Oke” balas Disa dan mulai berjalan mendekat ke arah Fia. Tanpa membutuhkan waktu lama Disa mulai membaca mantra yang ada di batu tadi. Mantra tadi tertulis dengan aksara Jawa, dan entah kenapa Disa dengan lancar mengucapkannya, setiap kata terdengar sangat jelas.Tak lama cahaya di batu tadi semakin terang, cahaya yang tadinya putih berubah menjadi abu-abu. Tak lupa ada juga beberapa kunang-kunang yang hadir mengelilingi mereka.Fia yang melihat pemandangan di depannya sedikit menatap dengan sorot mata memuja. Tak lama, cahaya tadi mulai redup dan mereka sudah berada di luar gerbang sekolah.“Kondisinya semakin memburuk
Fia yang mendengar jeritan Sasa hanya menatapnya dengan raut wajah tanpa emosi.“Fia tolongin gue” ucap Sasa dengan raut wajah memohon ke arah Fia.“Gue gak bisa” balas Fia dengan acuh tak acuh.“Gue minta maaf, gue ngaku gue salah. Gue mohon bantu gue, lepasin gue dari rantai ini” ucap Sasa dengan air mata yang menetes melewati pipinya.“Gue gak bisa, itu bukan kemampuan gue” balas Fia apa adanya.Tak lama dari itu Fia mulai mendengar jeritan tak jauh darinya.“Yara!” ucap Disa saat baru saja bangun dari pingsannya, dan saat dia membuka mata pandangan pertamanya adalah sosok Yara dengan darah di tubuhnya. Dengan raut wajah panik Disa menatap ke arah Yara.“Yar, aku minta maaf jangan kayak gini” ucap Disa sambil menepuk pipi Yara beberapa kali.“Dia akan mati kalau gak ambil tindakan dengan cepat” ucap Fia dengan raut wajah tanpa emosi.“Yuan, boleh minta tolong? Tolong gendong Yara, karena gak mungkin kalau gue atau Disa yang gendong” ucap Fia sambil menatap ke arah Yuan dan di anggu