Meyra cukup lama menunggu jawaban dari sang suami. “Bagaimana Mas, katakan di mana adiknya Arka sekarang dirawat biar aku yang akan menjenguknya sendiri sama Arka di sana?” Meyra masih saja mendesak suaminya. Tapi sebelum mendapatkan jawaban dari Nehan mendadak terdengar suara sahutan dari seseorang. “Sebaiknya jangan bawa Arka ke sana Mey,” ucap Cyntia yang sekarang sudah berjalan mendekat. Sejak semalam Cyntia ikut menunggu di rumah sakit dan pagi ini baru saja datang. Meyra segera melirik pada mertuanya yang segera ikut bergabung di meja makan bersama mereka. ”Apa kamu tak tahu kalau sekarang lagi banyak virus bertebaran, aku tak mau kalau Arka mengalami sesuatu?” Cyntia mulai mengatakan alasannya. Meyra segera membenarkan apa yang dikatakan mertuanya. ”Lagipula keadaan Ceria sudah lebih baik sekarang, mungkin besok dia sudah bisa pulang ke rumah. Jadi sebaiknya kamu tak usah menjenguk ke rumah sakit,” imbuh Cyntia. ”Benar apa yang dikatakan Mami, sebaiknya kamu tak usah ke
”Sekar?!” ungkap Meyra kaget sembari segera mendekat membuat sosok kurus itu tak lagi bisa menghindar. Wanita berambut sebahu itu kini hanya bisa menatap Meyra gamang dengan hati yang memendam bermacam rasa yang tak lagi mampu untuk ia lukis. Tatapan wanita bermata lebar itu segera berubah luruh ketika melihat senyum sahabat yang terkembang sempurna untuknya. ”Ya Allah Sekar? Sudah lama sekali kita tidak bertemu, bagaimana kabar kamu Sekar? Kenapa kamu sama sekali nggak bisa aku hubungi?” cecar Meyra dengan sangat antusias sembari meraih tubuh ringkih sahabatnya itu untuk ia peluk dengan sangat erat meluapkan segala kerinduan yang selama ini ia pendam. Bagi Meyra, Sekar bukan hanya sekedar sahabat. Kedekatan mereka sudah melebihi saudara. Selama mereka masih tinggal di Surabaya sudah terlalu banyak Sekar dan keluarganya memberikan pertolongan padanya. Sekar yang sering memberikan dia makan saat dulu Meyra kelaparan karena selama tinggal dengan ibu kandungnya sendiri Meyra sama seka
Meyra memasuki restoran bernuansa Betawi di depannya itu dengan langkah pasti karena matanya sudah menangkap sosok yang sudah menunggunya di sana sejak dari jauh. ”Sudah lama Mas, datangnya?” tanya Meyra pada sang suami yang siang ini mengajaknya makan bersama di restoran langganan mereka dulu. ”Barusan sampai, kamu mau pesan apa Mey? Apa soto betawi?” tanya Nehan bertanya penuh perhatian pada sosok wanita yang selalu dicintainya itu. Meyra tersenyum simpul. ”Aku kangen banget makan soto di tempat ini Mas, sudah sangat lama ya Mas kita nggak makan di sini,” ucap Meyra dengan tatapan matanya yang tampak berbinar. ”Sejak kita tinggal di New York, kita nggak pernah nyicipi makanan khas Indonesia kayak gini. Makanya sekarang aku ngajak kamu makan di sini,” tukas Nehan dengan tatapannya yang tampak sangat bahagia dengan kebersamaan mereka saat ini. Meyra segera melirik penuh arti pada sang suami masih menyunggingkan senyum gembiranya. “Aku seneng banget Mas, akhirnya kita bisa tingga
Untuk beberapa saat wanita cantik berambut indah itu menarik nafas sangat dalam. Ia ingin menguatkan dirinya untuk melihat lebih jelas sesuatu yang segera menjadi mimpi buruk untuknya. Dengan tangan gemetar ia raih bingkai foto itu yang memampang wajah sang suami bersanding dengan seorang wanita yang tak asing untuknya. Dia adalah sahabatnya sendiri yang bahkan baru saja ia temui di rumah sakit tadi pagi. Kesedihan dan rasa kecewa bercampur jadi satu. Menghujam hati Meyra dengan kepedihan, yang segera mengkristal dalam air mata yang kini mulai mengalir pada kedua pipinya yang sehalus pualam. Sampai kemudian Meyra mulai menyadari Arka yang ada di dalam gendongannya. Segera ia menelisik wajah Arka lebih dalam dan menemukan gambaran lain sang suami di wajah polos itu. Tangisnya semakin deras, meski ia menahan suara pilu agar tak menjadi sebuah isakan. ”Mama Mey, kenapa nangis?” tanya Arka polos. Meyra segera mengusap wajahnya yang basah dengan kasar. Ia menarik nafas dalam sembari
Nehan tetap menelisik wajah sendu istrinya dengan penuh rasa penasaran. ”Katakan sayang apa yang kamu inginkan?” Nehan kembali mengulangi pertanyaannya. Meyra memalingkan wajahnya bahkan mengurai pelukan sang suami yang membuat Nehan kian gusar. Meyra masih harus berusaha untuk menegarkan diri. ”Aku ingin kita bercerai Mas,” desah Meyra lirih namun terdengar tegas. Sontak permintaan itu mengagetkan Nehan hingga lelaki berkumis tipis itu membeliakkan mata. ”Apa maksud ucapanmu ini?” sergah Nehan sembari meraih lagi kedua bahu istri dan memaksa Meyra untuk menentang tatapannya. Meyra dengan kuat menentang tatapan itu, berusaha menunjukkan ketegasannya. ”Ceraikan aku Mas,” tandas Meyra lebih tegar. Nehan segera menggeleng gelisah. ”Kamu ini kenapa Mey?” Nehan semakin terlihat cemas. ”Aku mencintaimu jadi bagaimana mungkin aku akan menceraikan kamu.” ”Tapi aku wanita mandul Mas, dan aku tak akan pernah bisa membuatmu menjadi seorang ayah.” ”Itu tidak penting untukku.” ”Tidak
Nehan bertindak cepat ia segera memeluk pinggang ramping istri pertamanya, meminta pada Meyra untuk masuk ke dalam mobil yang sudah ia siapkan. Meyra bergeming dengan tatapan yang masih ia arahkan pada Sekar yang sedang menggendong bayinya. Pagi ini Sekar sudah diperbolehkan untuk membawa bayinya kembali ke rumah setelah hari sebelumnya sempat tertunda kepulangannya karena serangan demam yang tiba-tiba. Tak disangka ia malah bertemu dengan Meyra yang ia pikir sudah dibawa oleh suaminya untuk menempati rumah baru yang sudah dibeli. ”Ayo sayang, jangan sampai kamu datang terlambat ke klinik.” Nehan memberikan perhatiannya begitu lembut untuk istri pertamanya itu. Sebuah perhatian yang dilihat Sekar dengan tatapannya yang menunjukkan luka. Perhatian selembut itu selalu tak pernah ia dapatkan dari lelaki yang juga menjadi suaminya itu. Meyra termangu masih memandang pada wajah pias sahabatnya yang bahkan sekarang enggan menentang tatapannya. ”Bagaimana keadaan Ceria?” tanya Meyra pa
Meyra menjadi tak sabar dan kian mendesak, saat mendapati Rida masih saja diam tak segera menanggapi permintaan Meyra. ”Kumohon Bun, ceritakan semuanya padaku, saat mereka menikah,” desak Meyra mulai memohon. Rida memandang wajah putrinya yang pias dengan ekspresi yang sedih. ”Untuk apa menceritakan momen yang hanya akan menyakiti kamu?” Meyra menggeleng kecewa. ”Nyatanya sekarang mereka sudah menikah, dan memiliki anak-anak,” imbuh Rida begitu lugas. Kini Meyra tak dapat lagi menahan laju air matanya. Rasa kecewa dan sedihnya menjadi tak bisa ia kendalikan lagi. ”Jika kamu memang tak sanggup untuk menjalani kehidupan seperti yang juga aku jalani, lepaskan saja semuanya, jangan memaksa bertahan,” tegas Rida. Meyra tercekat diam masih terseret oleh kesedihannya. ”Sepertinya ini sudah menjadi garis takdirmu, mengikuti jejakku. Kita sama-sama wanita mandul dan suami kita terpaksa menikahi wanita lain demi mendapatkan keturunan. Nyatanya memang Nehan terpaksa menikahi Sekar karena
Nehan hanya bisa diam. Untuk beberapa saat ia tak membalas pertanyaan Meyra. ”Jawab aku Mas, apa kamu akan meninggalkan anak-anak Mas, bahkan sekarang Ceria baru saja keluar dari rumah sakit?” Meyra kemudian menggeleng tegas. ”Sebaiknya kamu pulang Mas, mereka lebih membutuhkan kamu daripada aku.” Kini ganti Nehan yang menggeleng lugas. ”Aku akan tetap bersama kamu karena aku merasa kamu yang lebih membutuhkan aku. Kamu sedang terpuruk saat ini dan aku ingin tetap berada di sisimu untuk menguatkan kamu.” Meyra berdecih lirih. ”Aku tak selemah itu Mas, aku bisa menghadapi ini sendiri. Jangan meremehkan aku Mas,” sergah Meyra tandas. Nehan menatap istrinya lekat lalu ia raih kedua lengan Meyra untuk mereka bisa saling berhadapan. ”Tapi aku mengkhawatirkan kamu, dan jangan mencegahku untuk selalu memberikan perhatian padamu. Aku yang tak bisa jauh dari kamu Mey, jadi aku mohon jangan suruh aku untuk pergi.” Meyra menarik nafas dalam-dalam, kesedihannya hadir dengan sangat terang
Meyra sungguh tak menduga Kenrich akan mempersiapkan pesta pernikahan yang begitu luar biasa seperti saat ini. Walau sebenarnya Meyra agak enggan menyetujui nyatanya ia tak bisa mengabaikan keinginan semua orang jika pernikahannya yang kedua ini digelar dengan meriah di salah satu hotel terbaik di Ibukota. Pesta pernikahan yang mengundang banyak orang bahkan juga mengundang anak-anak yatim dari beberapa panti asuhan itu berlangsung dengan sangat meriah. Semua orang memasang aura bahagianya, bahkan Meyra terus menerus mengumbar senyumnya. Namun ketika melihat sosok yang tak diundangnya ikut datang pada pesta pernikahannya ini, wajah Meyra segera berubah tegang. Saat melihat gurat kecewanya Meyra mendadak merasa resah. Kenrich yang berada di sisinya langsung mendekat meraih tangan Meyra dan menggenggamnya erat seakan menegaskan keberadaan dirinya yang akan selalu mendampingi. “Aku tahu cepat atau lambat kalian pasti akan melakukan ini,” tukas Nehan dengan terus mengunggah raut kecew
“Jangan sampai kamu menyesal jika Kenrich memilih yang lain karena ia sudah terlampau lelah menunggumu.”Rida kembali memberi peringatan kepada putrinya.Meyra termangu semakin galau dengan apa yang sudah ia dengar.Meski kemudian Meyra memilih untuk menyunggingkan segaris senyum walau tampak samar dan ragu.“Sudahlah Bun, aku sudah memasrahkan semuanya pada kehendakNya, jika memang Tuhan menakdirkan aku kembali menikah dan orang itu adalah Kenrich, aku akan menerimanya.”Rida menggeleng tampak sangat tak puas dengan jawaban Meyra.“Tapi jika kamu tak memberikan isyarat bahwa kamu mau menerima Kenrich, aku yakin dia tetap akan berpaling. Ingat Mey, takdir manusia meski sudah ditetapkan tapi Tuhan juga mengharuskan hambaNya untuk berusaha. Kamu seharusnya berusaha untuk menunjukkan penerimaanmu terhadap cinta Kenrich, bukan terus menerus menolaknya.”Rida kemudian menegaskan tatapannya pada Meyra yang kini tampak mulai gamang..“Aku sudah memperingatkan kamu, jangan salahkan aku kalau
“Sekar,” gumam Meyra ketika mendapati seorang wanita hamil mulai mendekat ke arah dirinya.Meyra melihat perubahan dari wanita yang sekarang sedang menghampirinya itu tampak begitu luruh dengan tubuh yang lebih kurus terlihat kontras dengan perutnya yang membuncit.Meyra menyusut sejenak bening di matanya dan memusatkan perhatian pada wanita yang pernah menjadi madu di dalam rumah tangganya bersama sang mantan suami dulu, sesuatu yang sebenarnya sudah tak ingin Meyra ingat lagi.“Aku turut berbela sungkawa atas meninggalnya Tante Lia,” gumam Sekar yang memang selalu memanggil ibu Meyra dengan sebutan Tante Lia.Meyra menganggukkan kepalanya dan merasa gamang dengan kesedihan yang terunggah di wajah wanita yang pernah menjadi seteru juga sahabatnya itu.Kesedihan yang ditampakkan Sekar saat ini memancing tanya di dalam Meyra atas kehidupan wanita itu yang s
Meyra benar-benar mengikuti kemauan Kenrich tanpa berkata apapun lagi.Kenrich segera membantu Meyra berkemas.Bahkan lelaki itu tampak sangat sibuk tak membiarkan Meyra melakukan apapun.Dalam diam Meyra menyaksikan bagaimana lelaki itu menyiapkan segala keperluannya.Dalam hatinya Meyra memendam kekaguman meski selalu saja ada rasa takut menggayuti setiap kali Kenrich mengulik tentang pernikahan.Meyra masih terlalu takut untuk memulai hubungan baru dengan keadaan dirinya yang selalu dikatakan sebagai wanita yang tidak sempurna.Meyra selalu tak bisa mempercayai Kenrich bisa menerima dirinya. Karena nyatanya dulu Nehan juga pernah mengucapkan hal yang sama tapi segalanya tetap tak berjalan dengan benar.Meyra terus saja menolak meski hatinya diliputi rasa bersalah juga pada Kenrich yang bahkan pernah hampir mengorbankan nyawanya ketika
Suara yang terdengar tegas dengan nada sarkas yang terunggah itu segera membuyarkan pelukan Meyra dan Nehan.Mereka sontak memandang ke arah Sekar yang sedang mendekat dengan menyajikan gurat sinis di wajahnya.“Kumohon jangan salah paham dulu, Sekar,” gumam Nehan yang seketika gelisah ketika mendapati kedatangan Sekar yang tak terduga.Bahkan wanita yang berstatus sebagai istri keduanya itu tadi belum ada mendampingi saat sidang awal tadi.Sekar masih memberikan tatapan sarkas bahkan menyergap Meyra dengan kesinisan.“Apa kamu masih belum bisa merelakan Mas Nehan? Bukankah sebentar lagi sidang putusan perceraian kalian akan ditetapkan lalu kenapa kamu masih sengaja menggoda Mas Nehan?”Sekar mencecar dengan tuduhan yang picik.Meyra membalasnya dengan tatapan yang sama nyalangnya.Dirinya suda
“Mey kita harus bicara sebentar!”Nehan mengutarakan keinginannya tanpa ragu.“Apa yang mesti dibicarakan?” Meyra menanggapi dengan datar ajakan Nehan.Nehan memandang lurus pada sosok yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya itu. Tapi lelaki itu sekarang menampakkan kesabarannya yang besar.“Mey, maafkan aku sebelumnya, tolong beri aku kesempatan untuk berbicara.”Nehan mulai memohon.Meyra melirik dengan memendam kebimbangan.Meski kemudian ia mengiyakan dengan memberi isyarat anggukan kepala yang ringan.Pada akhirnya mereka menepi di sebuah tempat yang lebih sepi, di dekat sebuah taman.“Katakan saja apa yang ingin kamu bicarakan Mas,” ungkap Meyra ketika mendapati Nehan masih saja diam dan hanya memandanginya dengan lekat.
“Ayah Hilman!” seru Kenrich spontan sembari segera mempersilakan pria paruh baya itu segera masuk ke dalam apartemennya.Kenrich sempat terlupa jika ia memiliki janji dengan Hilman, ayah tiri Meyra yang memang sudah ia ijinkan untuk membantunya saat ia usai menjalani proses khitan.Bahkan seharusnya pria itu juga ikut mendampinginya saat masih di klinik tadi.“Maaf tadi mendadak aku ada urusan yang tak bisa ditunda jadi aku tak bisa memenuhi janjiku untuk menemani kamu di klinik.”Hilman kemudian mulai memindai seluruh detail diri Kenrich dengan lebih lekat.“Bagaimana keadaan kamu?” tanya Hilman mengunggah rasa khawatirnya.“Aku baik-baik saja.”Kenrich menjawab dengan sedikit canggung, karena ia ragu dengan respon yang akan ditunjukkan Hilman saat lelaki itu tahu jika saat ini ia sedang be
“Menurutmu dokter itu melarang kita melakukan apa?”Mendengar pertanyaan Kenrich yang ambigu segera membuat wajah Meyra bersemu merah.“Aku tak perlu menerjemahkannya untukmu,” sergah Meyra kesal sembari memalingkan mukanya yang sudah seperti kepiting rebus.“Untuk sementara, selama satu hari ini sebaiknya Anda beristirahat di rumah, jangan terlalu banyak bergerak dulu.”Dokter paruh baya yang menangani Kenrich kembali memberikan pengarahan.“Tolong diperhatikan kesehatan suaminya dengan baik, saya akan resepkan obat-obatan untuk mempercepat kesembuhan lukanya.”Setelah menerima resep obat itu, Meyra kemudian segera membantu Kenrich untuk melangkah keluar dari ruang praktek dokter.Langkah Kenrich agak tertatih yang membuat mereka segera menjadi pusat perhatian pada pasien yang sedang menung
Pagi-pagi sekali ketika Meyra sedang asyik berkebun di taman depan, mendadak ia melihat mobil Kenrich memasuki halaman rumah.Meyra meletakkan sejenak pekerjaannya dan mengarahkan tatapannya pada sosok tampan yang kini sudah keluar dari dalam mobil dengan melemparkan pandangan pada dirinya.Ketika akhirnya Kenrich mulai melangkah mendekat, Meyra perlahan mulai berdiri sembari menarik sarung tangannya yang kotor penuh tanah.Kenrich melontarkan senyum terbaiknya ketika melihat tatapan Meyra yang terlihat intens.“Kurasa kamu sudah melupakan janji kamu semalam.”Meyra mengernyit tak paham sembari menautkan kedua alis indahnya.“Janji apa?”Kenrich tersenyum santai sembari ia melepaskan kacamata hitamnya hingga menampakkan dengan lugas gurat ketampanan dari sepasang matanya bercahaya.“Aku d