Fuyunghai, udang cabai garam, dan mapo tofu sudah terhidang di atas meja. Membuat Su Li takjub dengan kemampuan masak yang dimiliki oleh suaminya tersebut. Tidak hanya penampilannya yang menggiurkan, manik Su Li melebar saat ia mencicipi rasanya yang ternyata tidak kalah dengan visualnya.“Ini semuanya enak,” ucapnya dengan manik yang berbinar bahagia. Membuat senyum puas terbit dari wajah tampan Ziang Wu. Untung saja mereka dapat menyelesaikan sesi belanja yang sedikit panjang itu tepat waktu. Pemuda itu kemudian tersenyum saat mengingat tatapan penuh kecemburuan yang Su Li layangkan untuknya.Ziang Wu sama sekali tidak menyangka bahwa Su Li bisa merasa cemburu. Satu kemajuan besar bagi hubungan mereka. Ziang Wu merasa semakin optimis jika kontrak di antara mereka bisa dibatalkan.“Kau tidak makan?” tanya Su Li saat melihat Ziang Wu hanya menyiapkan satu mangkuk nasi. Suaminya itu mengangguk.“Tadi aku sudah makan dengan Ayah setelah mengantarnya check up.”“Bagaimana keadaan Ayah?”
Su Li membuka matanya perlahan. Menatap wajah tampan suaminya yang tertidur. Karena perasaan canggung setelah akhirnya mereka kembali bersatu dalam keadaan sadar, Su Li memutuskan untuk pura-pura tertidur. Tangan Su Li terangkat menyentuh jembatan hidung Ziang Wu perlahan, berusaha agar tidak mengusik tidur lelakinya. Jika mengingat bagaimana hubungan di antara mereka bisa terjalin, Su Li sama sekali tidak memprediksi jika akhir dari hubungan mereka akan seperti ini. Bagaimana dirinya yang tidak mempercayai sebuah hubungan dan membatasi diri dengan dinding yang kokoh, dapat luluh dengan perlakuan Ziang Wu yang tidak pernah lelah untuk terus memberinya sebuah cinta dengan wujud kepedulian dan perhatian yang tidak berkesudahan. Memberinya bukti bahwa hubungan setiap orang itu tergantung dari siapa yang terlibat. Su Li pernah membaca sebuah buku yang menyatakan, jika manusia akan mengalami tiga fase dalam jatuh cinta. Fase pertama first love yang akan memperkenalkan apa itu cinta, fase
Suasana makan siang di kediaman Su Li dan Ziang Wu siang ini terlihat sedikit meriah. Ziang Chen mampir untuk menjenguk putra dan menantunya. Hal itu juga yang membuat Su Li sedikit membuat kekacauan di dapur walau Ziang Wu dapat dengan sigap membereskannya. ketiga orang tersebut akhirnya bisa duduk dengan tenang mengelilingi sebuah meja bundar yang penuh dengan hidangan. “Jadi kalian belum ada rencana untuk pergi bulan madu?” Kalimat pertanyaan Ziang Chen membelah kesunyian dan juga kecanggungan yang terjadi. Ziang Wu dan Su Li hanya mampu saling tatap. Merasa takut membuat Su Li merasa tidak nyaman, Ziang Wu berinisiatif untuk berbicara, tetapi tidak disangka ucapan Su Li menginterupsinya. “Setelah finalisasi proyek dengan SOHO Group, kami berencana untuk pergi ke Luzern. Ayah pasti mengerti bagaimana padatnya pekerjaanku maupun Ziang Wu saat ini.” Su Li menjawab sambil mengambilkan lauk ke dalam piring sang Suami. Walau sedikit merasa terkejut, tetapi Ziang Wu dapat dengan
“Liburan itu artinya kita akan menikmati perjalanan kita. Jadi sebaiknya kita memilih kereta api,” ucap Su Li sambil meratakan masker wajahnya. Sejak dua hari yang lalu, pasangan itu berdebat mengenai moda transportasi apa yang akan mereka gunakan ketika berangkat ke Yunnan. “Kita akan kehabisan waktu di jalan, Nyonya.” Sang Suami yang sedang membaca buku di atas kasur itu pun tidak mau mengalah. Menurutnya waktu sebanyak itu seharusnya bisa digunakan untuk kegiatan yang lain. “Bagaimana jika waktu cutimu diperpanjang menjadi seminggu?” Ziang Wu menutup buku yang ia pegang. “Empat hari itu batas toleransi dari timku. Aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku terlalu lama. Bukankah anda yang meminta kami untuk lekas menyelesaikan program terbaru itu, Nyonya CEO? Kecuali anda memundurkan waktu perilisan hingga tahun depan, saya rasa bisa mengajukan cuti hingga dua minggu.” Su Li yang sudah berhasil merapikan sheet masknya berjalan menuju kasur. Ia kemudian merebahkan diri dan menjadik
Su Li tidak bisa memejamkan matanya barang sedetik pun. Ziang Wu yang berada di sebelahnya sudah terlelap. Semenjak melihat berita terbunuhnya Shen Juan, ada rasa gelisah yang terus menanggapi dirinya. Su Li kemudian bangkit dari tempat tidur, diam-diam keluar dari kamar agar tidak mengusik tidur lelap sang suami. Wanita itu memutuskan keluar untuk mencari udara segar. Su Li melangkahkan kakinya ke luar menuju halaman. Sejak awal menginjakkan kaki di rumah ini, Su Li merasa takjub. Rumah dengan gaya tradisional Tiongkok itu sudah sangat jarang ditemukan pada era modernisasi seperti saat ini. Langkahnya terus menyusuri pelataran hingga sampai pada taman yang berada tepat di tengah halaman. Ada empat bangunan yang mengelilinginya. Letak kamar yang ia tempati bersama Ziang Wu ada di seberang bangunan yang ada di sebelah selatan. Keadaan taman itu sedikit temaram, hanya sinar bulan purnama memantul lembut di sebuah kolam ikan mas yang dikelilingi oleh tanaman yang berada di pojok taman
“Su Li.”Panggilan Ziang Wu yang baru keluar dari lift membuat Su Li berhenti lalu menghambur dalam pelukan sang Suami. Air mata yang tadi ia tahan akhirnya tumpah. Melihat sang Istri yang sedang berusaha menghindari sesuatu itu membuat Ziang Wu kemudian membawa Su Li masuk ke dalam pintu yang mengarah ke tangga darurat.Beberapa menit ia membiarkan Su Li menumpahkan seluruh air matanya. Sambil sesekali ia mengusap punggung sang Istri yang terlihat bergetar. “Apa yang terjadi?” tanya Ziang Wu saat Su Li sudah berhenti menangis dan sedikit lebih tenang. “Pipimu kenapa?” ucapnya lagi saat menyadari pipi kiri Su Li terlihat sedikit bengkak dan berwarna kemerahan.“Ayah memukulku,” jawab Su Li dengan suara sengaunya, membuat Ziang Wu terkejut. Karena seingatnya Su Liang tidak akan mampu memukul Su Li separah atau senakal apapun wanita itu.Ia memang dikabari oleh Nona Lin jika Ayah Mertuanya datang dengan aura yang tidak menyenangkan, hanya saja ia tidak menyangka bahwa hal itu bisa terj
“Letakkan ponselmu,” tegur Ziang Wu dan meletakkan semangkuk stroberi yang sudah dipotong ke pangkuan Su Li.Masalah pelaporan yang dilakukan Su Li berbuntut panjang. Semua media saat ini sedang menggila. Bahkan sampai membuat Su Li tidak bisa keluar dari rumah bahkan sekedar untuk masuk kantor. Para wartawan mengerubunginya seperti semut yang mengerubungi gula.“Aku hanya ingin tahu perkembangan terkini.”Ziang Wu tetap mengambil ponsel yang berada di dalam genggaman sang Istri. Dokter Bao sama sekali tidak main-main dengan tuntutannya. Bahkan ia ramai membagikan masalah tersebut di akun media sosial miliknya. Membuat Liang Tech bersama dirinya menjadi trending di pencarian.“Apakah kita bisa mengalahkan mereka?” tanya Su Li. Ziang Wu sadar jika beberapa hari setelah kunjungan mendadak Bai Wan, Su Li menjadi lebih murung dan pendiam. Wanitanya selalu menghabiskan waktu untuk berpikir. “Kebenaran pasti akan terungkap. Walau tidak mudah, tetapi kau harus selalu mengingat bahwa aku t
“Menurutmu, bukti baru apa yang ditemukan oleh Bai Wan?” tanya Su Li kemudian mencomot satu sendok es krim vanilla yang berada di mangkuk Ziang Wu mengabaikan es krim choco mint yang berada di mangkuknya.Pilihan Ziang Wu itu selalu terasa lebih enak, jadi wanita itu menukar mangkuk es krim mereka. Mengabaikan tatapan bingung sang Suami.“Entahlah, aku juga tidak bisa menebak.”Setelah mendapat telepon dari Bai Wan, pasangan suami istri itu langsung menuju lokasi yang dikirimkan oleh pengacara muda tersebut. Mereka mengira bahwa Bai Wan sudah berada di lokasi, ternyata pemuda itu belum datang.Su Li mengedarkan pandangannya. Kedai es krim itu terlihat penuh, sebagian besar pengunjungnya adalah rombongan keluarga dengan anak-anak yang masih menggunakan seragam sekolah.Tatapannya terhenti pada sepasang balita kembar yang berada di seberang meja mereka. Melihat pipi bulat dengan tawa khas bayi saat sang Ayah mengajaknya berbicara, membuat rasa hangat memenuhi rongga dada Su Li. Tatapann