“Selamat siang, Nyonya Su.”Su Li tersenyum sambil sesekali mengangguk membalas sapaan beberapa pegawai yang berpapasan dengannya. Langkahnya ia pacu menuju Divisi Pengembangan di mana Ziang Wu bertugas. Kaki berbalut sepatu jenis oxfords itu melenggang dengan langkah mantap. Langkahnya berhenti tepat di depan pintu sejenak sebelum akhirnya masuk ke dalam ruangan.Seperti terakhir kali ia mengunjungi Divisi Pengembangan, tidak banyak yang berubah. Ruangan yang didesain dengan gaya industrial itu dipenuhi oleh beberapa layar monitor dan beberapa perangkat komputer di setiap meja.Dua buah papan tulis terlihat penuh dengan tulisan-tulisan yang tidak Su Li pahami. Hanya ada Huo Yan dan juga Ziang Wu di ruangan ini, senyum lega Su Li terpatri kala maniknya tidak mendapati keberadaan Shen Yue.Sebuah pantry dengan konsep mini bar terdapat di pojok ruangan, berhadapan langsung dengan jendela kaca yang menampilkan kemegahan kota Beijing.Huo Yan yang pertama kali menyadari kehadiran Su Li, m
Ziang Wu melirik ponselnya berkali-kali. Setelah mengirim pesan bahwa dirinya tidak bisa pulang, ponsel Su Li tidak bisa dihubungi. Tidak bisa dipungkiri ia khawatir, hanya saja tidak mungkin ia meninggalkan timnya saat ini. Pemuda itu kemudian mengingat-ingat, rasanya tidak ada yang salah dari sikap sang Istri. Ia masih menerima pesan saat makan siang. “Sebentar,” ucap Ziang Wu kemudian beranjak dari kursinya. Ia tidak bisa fokus bekerja jika seperti ini. Pemuda itu melipir ke pantri dan mencoba menelepon sang Istri. Namun nihil. Panggilannya berakhir dijawab oleh kotak pesan suara. ia kemudian mendial nomor Nona Lin. Besar harapannya bahwa Su Li masih bersama sekretarisnya itu. “Nyonya Lin, ini saya. Apakah kau bersama Su Li?” [Maaf Tuan, Nyonya sudah pulang dari sejam yang lalu.] Ziang Wu memijat kepalanya yang terasa pening. Jika itu sejam yang lalu, berarti Su Li mengirimkan pesan setelah ia berpisah dengan Nona Lin. “Baiklah, terima kasih, Nona Lin,” ucap Ziang Wu kemu
Kesiap memenuhi wajah letih Ziang Wu kala menghidupkan lampu ruang tamu, istrinya meringkuk di atas sofa. Ia merasa lega karena ternyata sang Istri benar-benar pulang ke rumah. Walaupun kelegaan itu sirna kala mendapati Su Li yang menangis. Wanita itu memejamkan matanya bukan karena tertidur. Semakin ia mendekat dapat terdengar isakan halus, bahkan air mata itu masih mengalir dengan deras. Melihat keadaan sang Istri, Ziang Wu bergegas melepaskan tasnya dan jongkok di depan Su Li. “Su Li, ada apa?” tanya lembut sambil mengusap pelan pipi sang Istri. Su Li mengerjap pelan, melihat kehadiran Ziang Wu membuat tangisnya semakin kencang. Pemuda itu kemudian merengkuh sang Istri dalam pelukan. Hatinya ikut sesak melihat manik kecokelatan itu mengeluarkan sekresi air mata. Su Li pernah menangis beberapa kali dalam pelukannya. Namun, baru kali ini mendengar tangisan Su Li yang sangat menyayat hati. Tidak ada sosok Su Li yang kuat, yang mampu menaklukan dunia dengan segala tindakan dan pe
Su Li duduk di salah satu kursi yang menghadap sebuah cermin besar. Membiarkan seorang wanita memotong rambutnya sedikit demi sedikit. Jika bukan karena paksaan sang Suami, ia tidak akan terdampar di sebuah ruangan yang dipenuhi oleh para wanita yang sibuk memoles diri.Sejak dulu ia sama sekali tidak pernah menghabiskan waktu berjam-jam hingga seharian penuh berdiam diri di tempat yang menjadi favorit kaum hawa tersebut.Ia kecolongan saat Ziang Wu diam-diam mengajukan cuti untuknya selama dua hari kepada Nona Lin. Jadwal Su Li selama dua hari ini telah Nona Lin kosongkan sehingga ia tidak perlu ke kantor. Walau tidak banyak yang mereka bicarakan, tetapi obrolan singkatnya dengan Ziang Wu semalam berhasil membuat sang Suami memikirkan ide macam-macam untuk menghiburnya.“Aku sangat iri dengan Nona.”Su Li menatap penata rambut itu dari kaca, sebagai tanda ia tidak paham dengan apa yang dimaksudkan oleh penata rambut tersebut.“Jarang-jarang seorang suami mengantar istrinya untuk k
“Selamat pagi, Nyonya Su,” sapa Nona Lin ketika Su Li sampai di kantor. Melihat senyum lebar sang Atasan mambuat Nona Lin yakin, bahwa Su Li tidak mempermasalahkan libur dadakan yang Ziang Wu atur untuknya.“Selamat pagi, Nona Lin. Bagaimana dengan jadwalku hari ini?”Nona Lin kemudian mengekori Su Li sambil memberitahukan beberapa agenda yang harus diselesaikan hari ini. “Selain itu Nyonya tidak ada agenda lain di luar, hanya saja banyak hal yang harus segera Nyonya selesaikan,” ucap Nona Lin sambil melirik tumpukan berkas di atas meja kerja Su Li.Su Li hanya tersenyum tipis, mimpi buruk dari liburan adalah tumpukan pekerjaan. Melihat tumpukan map hitam itu, menyadarkan Su Li bahwa hari-hari menyenangkannya telah usai.“Tidak masalah, sesuatu yang menyenangkan memang tidak pernah memiliki harga yang murah,” ucapnya sambil menyemangati dirinya sendiri di dalam hati.Ponselnya berdering saat Su Li sedang memeriksa berkas dari peninjauan perkembangan proyek smart city bersama SOHO Gru
“Ada rumor yang mengatakan bahwa Nyonya Wu Xia membunuh Nyonya Su terdahulu untuk menjadi pemilik perusahaan.” Xiao Lu menepuk pundak kekasihnya. “Jangan katakan yang tidak-tidak,” ucapnya kemudian menyuapi Shu Liam dengan irisan chicken katsu miliknya. “Aku hanya menyampaikan apa yang aku dengar,” ucap gadis itu lagi setelah menelan makanannya. Su Li hanya tersenyum tipis, berusaha tetap tenang walau isi kepalanya sudah mulai berisik saling berebut menyimpulkan. Wu Xia memang pernah menjadi tersangka utama di kepalanya, tetapi ia tidak pernah punya bukti yang cukup untuk membuktikan hipotesisnya tersebut. “Rumor hanyalah rumor. Kita tidak bisa menarik kesimpulan dari sesuatu yang tidak pasti kebenarannya,” ucap Su Li kemudian memulai sesi makan siangnya. “Tetapi, Shu. Siapa yang pertama kali menyebarkan rumor ini?” “Siapa yang memulainya saya tidak tahu. Tetapi saya mendengar dari teman saya dari Divisi Pemasaran.” Su Li mengangguk mengerti. Wu Xia memang memanipulasi keuangan
Nona Lin membawakan mangkuk yang berisi air hangat dan sebuah handuk yang Su Li minta. Bagaimana tampilan Su Li pagi ini membuatnya sedikit terkejut. Atasannya yang selalu rapi itu terlihat sedikit berantakan dengan kantung mata yang terpampang nyata. Nona Lin tahu, Su Li adalah wanita pekerja keras, bahkan sampai mengorbankan waktunya untuk beristirahat. Namun baru kali ini ia melihat bagaimana Su Li terlihat sangat lelah. “Nyonya, saya membawakan air hangat dan juga kompresan.” Su Li membuka matanya. Sejak Ayahnya pulang, ia tidak bisa memejamkan mata barang sejenak. Pikirannya terlalu berisik dengan berjuta argumen yang tumpang tindih. Untung saja ia tidak memiliki agenda penting hari ini sehingga dirinya bisa mencuri-curi waktu untuk beristirahat. “Terima kasih, Nona Lin,” ucapnya kemudian kembali terpejam. Nona Lin membantunya untuk memposisikan kompres mata itu dengan benar. “Saya sudah mengatur semua dokumen yang harus anda selesaikan hari ini. Juga ada beberapa email dan
“Ada apa? Istrimu tidak mengangkat panggilanmu?” Huo Yan menatap Ziang Wu yang terlihat sedikit kecewa. “Mungkin saja istrimu sudah tidur. Sekarang di Beijing sudah pukul sepuluh malam.” Ziang Wu sebenarnya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Huo Yan. Su Li bukan tipikal orang yang tidur tepat waktu. Setidaknya ia akan tidur di atas pukul sebelas malam. Ada sedikit rasa yang tidak nyaman mengusiknya. “Sudahlah, Bung. Besok kita sudah pulang, jadi kau bisa bertemu dengan istrimu.” Ziang Wu mengangguk. Konferensi yang ia hadiri, selesai hari ini yang ditutup dengan jalan-jalan keliling kota Hamburg. Selain karena merindukannya, Ziang Wu ingin memperlihatkan keindahan dari kota Hamburg kepada Su Li. Istrinya itu bilang, jika salah satu kota impiannya adalah kota di benua Eropa tersebut. Ia kemudian memenuhi dirinya dengan afirmasi positif, mungkin saja Su Li memang sudah terlelap jadi tidak bisa menerima panggilannya. Ziang Wu kemudian mengambil beberapa foto. [Ziang Wu 22