Nona Lin membawakan mangkuk yang berisi air hangat dan sebuah handuk yang Su Li minta. Bagaimana tampilan Su Li pagi ini membuatnya sedikit terkejut. Atasannya yang selalu rapi itu terlihat sedikit berantakan dengan kantung mata yang terpampang nyata. Nona Lin tahu, Su Li adalah wanita pekerja keras, bahkan sampai mengorbankan waktunya untuk beristirahat. Namun baru kali ini ia melihat bagaimana Su Li terlihat sangat lelah. “Nyonya, saya membawakan air hangat dan juga kompresan.” Su Li membuka matanya. Sejak Ayahnya pulang, ia tidak bisa memejamkan mata barang sejenak. Pikirannya terlalu berisik dengan berjuta argumen yang tumpang tindih. Untung saja ia tidak memiliki agenda penting hari ini sehingga dirinya bisa mencuri-curi waktu untuk beristirahat. “Terima kasih, Nona Lin,” ucapnya kemudian kembali terpejam. Nona Lin membantunya untuk memposisikan kompres mata itu dengan benar. “Saya sudah mengatur semua dokumen yang harus anda selesaikan hari ini. Juga ada beberapa email dan
“Ada apa? Istrimu tidak mengangkat panggilanmu?” Huo Yan menatap Ziang Wu yang terlihat sedikit kecewa. “Mungkin saja istrimu sudah tidur. Sekarang di Beijing sudah pukul sepuluh malam.” Ziang Wu sebenarnya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Huo Yan. Su Li bukan tipikal orang yang tidur tepat waktu. Setidaknya ia akan tidur di atas pukul sebelas malam. Ada sedikit rasa yang tidak nyaman mengusiknya. “Sudahlah, Bung. Besok kita sudah pulang, jadi kau bisa bertemu dengan istrimu.” Ziang Wu mengangguk. Konferensi yang ia hadiri, selesai hari ini yang ditutup dengan jalan-jalan keliling kota Hamburg. Selain karena merindukannya, Ziang Wu ingin memperlihatkan keindahan dari kota Hamburg kepada Su Li. Istrinya itu bilang, jika salah satu kota impiannya adalah kota di benua Eropa tersebut. Ia kemudian memenuhi dirinya dengan afirmasi positif, mungkin saja Su Li memang sudah terlelap jadi tidak bisa menerima panggilannya. Ziang Wu kemudian mengambil beberapa foto. [Ziang Wu 22
[Ziang Wu!] Bentakan Huo Yan dari seberang telepon berhasil membuat Ziang Wu tersadar. Ziang Wu menaruh kembali foto yang ia temukan ke dalam tas istrinya. “Ada denganku,” ucapnya saat melihat map merah yang berisi laporan milik Huo Yan terselip di antara berkas miliknya. Ziang Wu baru ingat jika di bandara Swiss, Huo Yan memintanya untuk memeriksa lagi apa yang sudah dikerjakan oleh pemuda itu. Helaan lega dari Huo Yan dapat Ziang Wu dengar dengan jelas. [Hampir saja. Seingatku terakhir kali membukanya waktu di Jenewa.] “Apakah ada hal lain?” tanya Ziang Wu lagi. Ia benar-benar tidak memiliki mood untuk meladeni Huo Yan. [Kau benar-benar tidak ingin menginap di rumahku?] Tanpa menjawab, Ziang Wu memutuskan panggilan itu sepihak. Ia yakin bahwa Huo Yan pasti sedang memakinya saat ini, tetapi ia tidak peduli. Sebenarnya ia masih terkejut dengan fakta yang baru saja ia temukan. Sebenarnya, Ziang Wu tidak masalah jika sang Ayah ingin mencari pasangan lagi. Karena ia pun sadar
“Jadi Tuan Ziang, bisa kau jelaskan padaku sekarang. mengapa kau ada di sini.” Su Li melipat kedua tangannya di depan dada sambil memandang Ziang Wu lurus. Saat ini keduanya sudah berada di kamar hotel yang Su Li tinggali. Kedatangan Ziang Wu benar-benar kejutan untuknya. Terlebih lagi, sang Suami bisa menemukan keberadaannya secara akurat. Walaupun Su Li yakin ada campur tangan sang Sekretaris, hanya saja ia ingin mendengar penuturan langsung dari sang Suami. “Aku bertanya pada Nona Lin. Seharusnya kau pulang kemarin. Jadi jangan salahkan aku jika menghubungi Nona Lin untuk menanyakan alasan mengapa kau belum sampai di Beijing kemarin.” Su Li akui mengunjungi Otaru adalah perjalanan di luar agenda yang sudah dirancang oleh Nona Lin. Ziang Wu berjalan mendekati sang Istri. “Aku merindukanmu. Sangat merindukanmu.” Menurunkan kedua lengan Su Li perlahan dan menariknya dalam pelukan. “Apakah hanya aku yang menderita di sini?” ucapnya lagi dengan suara memelas. Pelukan Ziang Wu berh
Sinar mentari yang mengintip malu-malu di balik tirai, mengusik tidur lelap Ziang Wu. Perlahan ia mengerjapkan mata berusaha untuk beradaptasi. Senyumnya tercipta kala melihat Su Li yang masih tertidur lelap. Wajah tenang yang sangat jarang terlihat itu tak pernah bosan ia pandangi. Jika kedua mata itu terbuka, tidak akan ada lagi sosok tenang yang tersisa. Fokus Ziang Wu turun ke bibir merah muda yang sedikit terbuka. Membuat pemuda itu mencuri satu kecupan. Pemuda itu tersentak kala Su Li bergerak dan tidak sengaja kaki wanita itu menyentuh area terlarang miliknya. Membuat Ziang Wu bergegas bangun menuju kamar mandi. Ia tidak mau mengusik tidur tenang sang Istri. Biarlah pagi ini ia menghabiskan waktu sedikit lebih lama di kamar mandi. Senyum lebar Ziang Wu terbit kala mendapati Su Li yang masih betah bergelung di bawah selimut ketika dirinya selesai membersihkan diri. Ternyata jika tidak sedang bekerja, Su Li memiliki kebiasaan yang sama dengan orang lain. Ziang Wu memilih unt
Su Li mengerjapkan matanya. Kali pertama yang ia lihat adalah wajah tertidur suaminya. Walau terpejam, Su Li dapat melihat begitu jelas mata Ziang Wu yang bengkak. Sampai pemuda itu tertidur dalam pelukannya, ia sama sekali tidak bersuara. Hanya isak tangis yang mengantarnya hingga terlelap.Su Li memainkan telunjuknya pada rambut sang Suami yang terlihat lebih panjang dari terakhir kali ia memperhatikan. Pucuk hidung Ziang Wu memerah. Su Li yakin, suaminya itu pasti akan pilek, karena Ziang Wu memiliki rhinitis yang membuatnya mudah sekali pilek ketika terjadi peradangan pada saluran pernapasannya. Setelah menangis selama berjam-jam, sudah pasti hidung dan juga tenggorokkan suaminya itu akan meradang.“Apa yang membuatmu sampai menangis tersedu seperti itu?” gumam Su Li. Setelah menyadari hampir waktu untuk berangkat kerja, Su Li beranjak dari tempat tidur dengan perlahan. Ia tidak mau mengusik tidur Ziang Wu.***“Apakah ada jadwal pertemuan selanjutnya?”Nona Lin menggeleng dan mem
“Jadi, ada apa Nyonya menghubungiku?”Su Li dan Nona Lin sedang berada di sebuah kafe yang tidak jauh dari Park Hyatt Tower. Ia sedang menunggu pesan dari Ziang Wu yang sedang bersama Ayah mertuanya. Tadi ia meminta Nona Lin untuk menjemputnya dan mengelabui semua orang. Seakan dirinya mempunyai pekerjaan yang mendesak. Selain karena rencananya dengan Ziang Wu, Su Li juga sampai di batas kesabaran untuk bersama dengan para pembunuh sang Ibu.Jika saja telepon masuk dari Nona Lin terlambat sedikit saja, bisa dipastikan rencana mereka malam ini gagal karena dirinya tersulut emosi.“Aku hanya perlu kau mengeluarkanku dari situasi yang mendesak. Terima kasih Nona Lin,” ucap Su Li kemudian menyesap ice Americano miliknya.“Sudah seharusnya menjadi tugas saya untuk selalu memenuhi panggilan anda, Nyonya.”Diam-diam Su Li meneliti ekspresi wajah dari gadis yang berada di hadapannya saat ini. Ia sedang menimbang apakah memutuskan untuk mempercayai Nona Lin atau tidak. Sejauh ini ia belum mene
Langit Beijing masih gelap dengan sedikit kabut tipis. Sebagian besar penghuni kompleks apartemen itu pun masih terlelap. Tidak ada pergerakan selain dua bayangan hitam yang terlihat mengendap-endap keluar dari salah satu gedung. Dua bayangan itu kemudian menyelinap memasuki sebuah mobil.“Untung saja mereka masih memiliki akal sehat untuk tidur di dalam kamar,” ucap Su Li setelah keduanya berhasil masuk ke dalam mobil. Napasnya naik turun, tak jauh berbeda dengan Ziang Wu.“Kenapa kita harus sembunyi-sembunyi?”Ziang Wu terkejut kala Su Li membangunkan dirinya, padahal ia baru saja terlelap. Terlebih lagi, sang Istri mengajaknya bergerak dengan mengendap-endap seperti pencuri.“Ayahmu tidak tahu kalau aku datang. Bukankah kau mengatakan bahwa kita bertengkar?”Pemuda itu mengangguk setuju dengan alasan masuk akal Su Li. “Apakah Wu Xia juga melakukan hal yang sama seperti yang kita lakukan?”Su Li mengangkat bahunya. Ia tidak mau ambil pusing, tujuannya hanyalah untuk mendapatkan bukt