Atas perintah Gamma, Vicky mendapat ijin untuk mengikuti interogasi Jeff Hopkins–dari balik dinding kaca satu arah.
Selama interogasi, Jeff menyangkal dia melakukan pembunuhan sahabatnya sendiri. Malam itu, dia memang berjanji untuk minum dengan Moreano. Moreano yang mengundangnya saat mereka bertemu di taman. Hampir setiap pagi, mereka memang bertemu di taman. Jeff jogging dan Moreano mengajak jalan-jalan anjingnya.
Semenjak Mala dan Gama menikah, mereka memang lebih sering bertemu. Tidak hanya di taman, kadang Jeff makan siang di rumah Moreano. Rekaman CCTV sebelum kejadian pembunuhan membenarkan penjelasan Jeff. Namun rekaman CCTV di hari Moreano terbunuh tidak ditemukan. Seseorang telah menghapusnya.
“Aku tidak membunuh Lowkey, percayalah padaku!” Jeff yang didampingi pengacaranya sama sekali tidak menunjukkan wajah bersalah.
Vicky yang berada di balik kaca satu arah mengamati perilaku Jeff selama interogasi. Dia tidak percaya begitu saja pada Jeff. Jeff Hopkins seorang pensiunan polisi, sudah pasti dia sangat memahami tabiat para pelaku kriminal. Dia juga sangat tahu bagaimana cara para tersangka memanipulasi polisi saat interogasi. Penghargaan yang diterimanya setelah pensiun sudah jelas menunjukkan bagaimana Jeff menghadapi drama saat ini.
“Kurasa interogasi ini tidak akan berhasil,” ucap Vicky pada Detektif Taylor yang berada di sebelahnya. “Interogasi, TKP dan barang bukti–menurutmu dia sangat piawai memanipulasi semua kan?”
Detektif Taylor mendengus, sembari memencet hidungnya berkali-kali. “Kau benar, tapi dia tetap punya hak sebagai tersangka yang belum bisa kita tetapkan sebagai terdakwa hingga semua bukti menunjukkan.”
“Semua bisa direkayasa,” ucap Vicky. “Baik itu kebenaran atau kejahatan.”
Detektif Taylor melirik Vicky. “Dengar, Vicky Adams. Aku tidak akan menutup mata dan telinga terhadap isu-isu yang bertebaran di luar sana seperti bulu burung yang dihambur-hamburkan. Posisi Moreano tidak jauh lebih baik dari Hopkins. Mereka berada di dua dunia yang berbeda, yang berusaha mereka sambungkan dengan pernikahan Gamma dan Mala.”
“Sebaiknya kau tidak usah memakai kalimat sindiran.” Vicky hanya melirik Detektif Taylor. Dia tidak boleh memberikan pernyataan apapun terkait bisnis rahasia mendiang majikannya.
“Sepekan sebelum kematian Moreano, ada markas mafia yang diobrak-abrik. Salah seorang anaknya tewas. Sebaiknya kau tingkatkan keamanan Gamma. Dia akan mewarisi harta dan hutang Moreano. Juga dendam para musuhnya.” Detektif Taylor menepuk bahu Vicky, lalu keluar dari ruangan.
Vicky terdiam. Dia sudah melakukan saran Taylor sejak sepasang pengantin baru itu menginjak bumi Nashville. Pengamanan ketat dengan pengawal Moreano yang selama ini selalu disembunyikan. Tapi Taylor salah. Prioritas keamanan yang dijalankannya saat ini adalah Mala Hopkins. Bukan Gamma Moreano.
Vicky mengeluarkan ponselnya yang bergetar. Gamma menelpon.
“Halo? Aku di kantor polisi, Gamma.”
Gamma mendengus kasar di seberang sana. “Bawa Mala ke rumah nenek. Sekarang!”
Hubungan telepon terputus seketika. Vicky membuka galeri foto dan mengelus wajah cantik Mala. Sepertinya Gamma akan bertindak nekad. Dia harus melakukan sesuatu.
***
Mala sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Gamma. Dia menyuruh driver untuk mempercepat laju mobil. Namun Vicky tenang-tenang saja duduk di sampingnya. Sesekali dia memperhatikan Mala yang tampak tidak tenang di sebelahnya. Kelebatan ingatannya saat memvideo Mala kemarin malam, membuat senyum smirk kembali menghiasi wajahnya.
“Ayahku terbukti tidak bersalah kan Vic?”
“Belum ada laporan resmi dari Kepolisian. Mereka masih menginterogasi banyak orang.”
Mala merapikan rambutnya yang berantakan. “Mustahil ayah membunuh Tuan Moreano. Selama ini mereka bersahabat baik. Kalau tidak, mana mungkin mereka menikahkan aku dan Gamma. Benar, kan Vic?”
Vicky tidak menjawab. Mereka sudah sampai depan rumah nenek Gamma. Mala bergegas keluar dari mobil begitu melihat Gamma berdiri di depan pintu utama, didampingi oleh seorang lelaki yang mengenakan jas panjang dan membawa koper. Mala pernah bertemu dengan lelaki itu, dia adalah notaris Keluarga Moreano.
“Gamma …” Mala berlari mendekat, memeluk Gamma erat-erat. Namun sejurus kemudian, dia merenggangkan pelukannya ketika menyadari Gamma hanya berdiri seperti patung. “Sayang?”
Gamma membalik badan, acuh tak acuh pada Mala. Mala heran dengan sikap Gamma yang berubah menjadi begitu dingin. Tak pernah selama ini Gamma memperlakukannya seolah dia orang asing. Gamma selalu memuja dan menyanjungnya sejak pertama kali mereka bertemu. Terlebih selama bulan madu di Maldives, dia tak mengijinkan Mala lepas dari pandangan matanya lebih dari sepuluh menit.
Mala mengikuti langkah Gamma dan notarisnya masuk ke dalam rumah. Vicky berada paling belakang.
“Kuharap kita bisa duduk dengan tenang,” ucap notaris ketika melihat ketiga orang di hadapannya berdiri dengan tegang.
“Aku tidak ada waktu,” ucap Gamma, tanpa menatap Mala yang sejak tadi tidak melepaskan pandangannya dari Gamma–berusaha memahami mengapa suaminya berubah begitu drastis. “Katakan sekarang juga.”
Vicky memberi kode pada notaris untuk segera membuka kopernya. Dengan agak gugup, notaris itu pun mengambil tempat duduk dan membuka kopernya. Mengeluarkan secarik kertas dari dalamnya.
“Baiklah, aku akan membacakan surat wasiat dari Lowkey Moreano. Surat wasiat ini ditulis sebulan yang lalu. Sepekan sebelum pernikahan kalian berdua.”
Gamma mengangkat dagu. “Teruskan.”
Situasi menjadi begitu menegangkan. Mala tidak mengerti kenapa situasinya seolah di persidangan. Kenapa surat wasiat itu tidak dibacakan setelah pemakaman saja? Apakah akan ada petunjuk di dalamnya tentang pembunuhan Lowkey Moreano, sehingga harus dibacakan saat ini–saat proses penyidikan sedang berlangsung.
“Surat wasiat ini aku buat untuk kedua buah hatiku. Gamma dan Mala, yang akan melanjutkan kehidupan setelah kematianku. Untuk Mala, aku memberikan Lowkey Mansion dan The Dots. Untuk Gamma, dia mendapatkan rumah neneknya dan The Keys.”
Notaris itu melipat kertas dan menatap ketiga orang di hadapannya.
“Sudah? Itu saja?” tanya Gamma dengan nada meninggi. “Mansion dan The Dots? Kau tidak menipuku?”
Notaris itu menggeleng. “Tidak. Tuan Moreano sendiri yang menulis ini.”
Gamma merampas kertas di tangan notaris, membacanya dengan cepat, lalu melemparkannya ke muka notaris itu. “Ini semua perampokan! Bagaimana bisa Mala mengambil lebih dari delapan puluh persen harta Papa!”
Mala terkesiap. Delapan puluh persen? Dia sama sekali tidak tahu menahu soal The Dots dan Lowkey Mansion.
“Gamma … aku tidak mengerti.”
Gamma memutar badan, kini menghadap istrinya. Sepasang matanya memerah dan membeliak marah. Untuk pertama kali dalam pernikahannya, Mala melihat Gamma seolah monster yang hendak menelannya hidup-hidup.
“Kau ….” desisnya sembari menuding Mala.
Seketika Mala merasa sekujur tubuhnya gemetar, Dan …
Plak!
Telapak tangan Gamma tahu-tahu mendarat di pipi Mala, membuat wanita itu terhuyung dan limbung. Vicky yang berada di belakang Mala dengan cepat menangkap tubuh Mala yang nyaris jatuh.
“Kau dan ayahmu telah merekayasa semua ini untuk merampas harta Papa!” tuduh Gamma. Dia menarik lengan Mala, lalu kembali mendaratkan tamparan di pipi istrinya. Mala menjerit kesakitan. Gamma masih belum puas melampiaskan amarahnya, dia kembali mengangkat tangan untuk menampar Mala, namun Vicky dengan cepat menarik Mala dan melindungi dengan punggungnya.
“Gamma, hentikan!” seru Vicky. “Kau hilang kendali!”
“Pergi kau dari hadapanku! Kau bukan istriku lagi!” teriak Gamma sembari meraih koper di atas meja dan menghantamkannya ke arah punggung Vicky yang sedang melindungi Mala.
“Kau tidak apa-apa?”Mala menepis tangan Vicky yang menyentuh bahunya. Pengawal pribadi Gamma adalah orang yang akan membela kepentingan Gamma–bukan dirinya. Perhatian dari Vicky sejak lelaki itu membawanya tergesa meninggalkan rumah nenek Gamma hanya sekedar agar Gamma tidak mencelakainya.“Untung saja koper itu tidak mengenaimu tadi,” ucap Vicky sembari memindai wajah Mala. Mata bengkak dan sembab, tanpa make up dan rambut berantakan–tidak membuat Mala kehilangan kecantikannya. Vicky hanya bisa mengaguminya dalam hati. Meski majikannya sudah mengusir dan meneriaki Mala bukan istrinya lagi, dia tetap harus memperlakukan Mala sebagai istri majikannya.“Aku tidak menginginkan warisan apapun,” sergah Mala, beringsut pelan menjauhi Vicky. Vicky mengangguk, lalu mengambil jarak dari Mala. Sopir yang membawa mereka kembali ke rumah Mala, memberi kode kalau sebentar lagi mereka sampai.“Aku akan menempatkan beberapa pengawal di rumahmu.”“Tidak usah! Kau dengar sendiri apa kata Gamma tadi.
Mala membuka mata ketika sayup-sayup mendengar suara sirene polisi di kejauhan. Dia terdiam beberapa lama, berusaha mengumpulkan ingatan. Sejurus kemudian air mukanya berubah murung. Teringat kembali dengan permasalahan besar yang kini sedang dialaminya.Dia duduk perlahan dan melihat alarm. Rupanya dia terlelap cukup lama, sekarang sudah pukul dua dini hari–dan perutnya mulai bersuara minta diisi. Namun Mala tak segera turun dari tempat tidur, tapi menajamkan telinga–sebagaimana kebiasaannya saat masih bersama ayahnya.Waspada adalah sikap yang menjadi aturan ayahnya. Sikap yang semenjak dia bersama Gamma perlahan menghilang–apalagi dengan adanya Vicky yang selalu siap sedia melindungi–sejak dia dan Gamma belum menikah. Lelaki itu benar-benar pengawal yang sempurna.Samar-samar telinga Mala
“Pergilah dari Nashville, sayang. Please …”Jeff menggenggam jemari putri semata wayangnya dari balik jeruji besi. Jemari itu begitu dingin dan gemetar. Jeff tak kuasa membendung air mata–padahal dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak meneteskan air mata di hadapan Mala.“Aku tidak akan meninggalkan Ayah!” bisik Mala gemetar. Dadanya bergemuruh, antara marah, duka dan putus asa.“Kau tidak akan sanggup melawan Moreano dan anak buahnya. Apalagi mereka sekarang di bawah kendali Gamma. Pergilah sayang, Papa tidak ingin melihat kamu menderita.”Mala menggeleng kuat. Memasukkan tangan ke dalam jeruji hingga bisa merengkuh badan gempal ayahnya yang terlihat kurus hanya dalam beberapa hari saja. Dia tidak akan mening
Seumur hidup Mala, dia tak pernah bermimpi akan meninggalkan Nashville untuk selamanya, kecuali kematian yang membawa pergi. Namun ketika menoleh ke belakang menatap pucuk Bellsouth Building–bangunan tertinggi di Nashville–jiwanya seakan lepas melayang tak tentu arah.“Jika bersamaku, tidak boleh ada air mata.”Uncle Jimmy memang bukan orang yang hangat. Namun Mala memahami kenapa kalimat itu menjadi kesepakatan antara mereka berdua saat Mala duduk di belakang Uncle Jimmy.Harley Davidson paman yang tak pernah disayanginya itu meraung kencang ketika mereka memasuki batas kota Nashville. Tak ada lagi yang membuatnya harus bertahan di kota kelahirannya. Baik itu Gamma Moreano–lelaki yang padanya sudah Mala serahkan segenap hati dan raganya. Juga Jeff Hopkins sang ayah tercinta yang
Mala tidak tahu kenapa pondok di tepi danau ini dinamai Pearl House. Mungkin karena di malam hari, dia seperti mutiara dalam kegelapan. Benderang dibandingkan sekelilingnya. Sampai dengan radius satu kilometer, tidak ada satu pun rumah. Tidak jauh berbeda dengan kondisi ketika Mala masih kecil.Yang jelas, papan nama bertuliskan Pearl House menempel di dindingnya yang berdebu.Jeff Hopkins tinggal di Pearl House sejak menikah dengan mendiang Ibu Mala. Hingga Mala lahir dan bersekolah, mereka masih tinggal di sana. Namun kemudian memutuskan untuk pindah ke Tennessee setelah Jeff mendapat tawaran di Kantor Polisi Nashville.Menjadi polisi di kota kecil memang sudah dijalaninya sejak sebelum menikah. Demi pendidikan Mala yang kerap tidak masuk sekolah karena menempuh jarak terlalu jauh–membuat keluarga Hopk
Jeff Hopkins duduk tepekur di sudut sel. Sebagai pensiunan polisi, seharusnya dia mengistirahatkan badan dan isi kepalanya–tidak lagi memikirkan kasus-kasus yang sudah membuat rambutnya memutih.Namun nasibnya kini adalah, dia harus memikirkan kasusnya sendiri.“Apa yang kau rencanakan, Lowkey?”Jeff mendesah panjang. Dia yakin Lowkey punya rencana besar sebelum kematiannya, kalau tidak, dia tidak akan membuat janji untuk bertemu di malam nahas itu. Saat Mala dan Gamma berbulan madu, saat tidak ada satu pun pengawal di dalam rumah.Lowkey mengadakan pesta kebun kecil-kecilan untuk pengawalnya–tanpa memperingati apapun. Dia memang sering mengadakan acara seperti itu untuk beberapa teman dekatnya. Semua sedang menikmati minuman ketika pelayan
Sepanjang Vicky menjadi pengawal pribadi Gamma, baru kali ini dia melihat lelaki itu begitu kacau. Meski baju mahal dan makanan lezat mengelilinginya, tapi ternyata kehilangan seorang wanita membuat semuanya tidak berarti. Ditambah kini beban perusahaan Moreano ada padanya. Beberapa dewan direksi yang berusaha menghadap untuk memberikan laporan, harus menerima nasib malang karena dilempar botol minuman atau perabot. Bahkan, ada salah seorang sopir yang terpaksa masuk rumah sakit karena luka di kepala karena dilempar vas. “Bila kau terus-terusan seperti ini, aku akan berhenti dan mencari kerja di tempat lain.” Vicky sebenarnya hanya menggertak–dia tidak akan melakukan hal itu karena bagaimanapun juga, dia sudah terikat dengan keluarga Moreano. Bahkan bisa dikatakan, dia sudah sangat mengenal keluarga ini dari A sampai Z. Sampai ke lobang-lobang semut di
“Kau tidak selincah dulu lagi dengan perut gendutmu, Jim.”Jimmy meraba perut gendutnya. “Kalian yang membuatku seperti ini.”Temannya yang lebih muda dan berbadan atletis hanya mencibir. “Kau memang seharusnya sudah istirahat, atau besi di kakimu akan mencuat lagi seperti dulu. Salah sendiri, kenapa istirahat kau artikan dengan minum dan duduk manis di kandangmu itu.”Jimmy mendengus. “Besi di kakiku sudah lama berkarat, jadi sebaiknya dibilas dengan alkohol.”Jimmy menarik celananya hingga setinggi lutut. Terlihat bekas luka jahitan memanjang, pintu masuk besi panjang penunjang langkahnya. Sejak besi bersemayam di dalam kakinya, dia tidak lagi berada di jalanan, dan itu membuatnya depresi.
Dengan dalih kasih sayang pada keponakan semata wayang dari sepupunya, Bibi Laela bersedia mengumpulkan data seakurat mungkin. Data yang tak pernah terpikir oleh Gamma sebelumnya. Yaitu daftar selingkuhan Papanya. Dan yang membuat jantung Gamma menjengit nyeri ketika Bibi Laela menyampaikan bahwa Papanya sudah terbiasa melakukan itu sejak Mama masih hidup. Bahkan di tahun pertama pernikahan mereka. “Entahlah, apakah mendiang Mamamu mengetahui atau tidak kelakuan suaminya. Yang jelas, dia wanita yang sangat setia. Percayalah padaku soal itu. Kami sama-sama wanita, jadi aku bisa melihat betapa dia selalu berusaha untuk menjadi ibu yang baik. Tapi, Lowkey … ah, laki-laki kukira di mana-mana sama saja. Dia begitu manis di rumah, tapi menjadi liar begitu melangkah keluar pintu rumah.” Gamma tidak hendak merespon apapun. Bagaimanapun juga, dia sangat menghormati Papa yang sudah membesarkannya. Di matanya selama Mama masih hidup, mereka berdua adalah orang tua yang hangat dan sangat menya
"Nyonya Laela menelpon, Tuan."Gamma yang sedang menghadap televisi, menerima telepon yang dihulurkan oleh pelayanannya. Sepasang matanya tidak beralih dari televisi yang sedang menayangkan ulasan kematian Papanya. Dua jam lagi, pemakaman Lowkey Moerano akan dilaksanakan. Semua televisi, radio dan media lainnya sibuk memberitakan kembali kasus pembunuhan Moreano–bahkan lebih menghebohkan dari berita saat kematian di hari pertamanya. Karena kali ini disertai berbagai ulasan dan kemungkinan siapa pembunuh Moreano yang sebenarnya.Vicky mengabarkan, kalau Jeff Hopkins kini ditempatkan di penjara isolasi, guna menghindarkannya dari serangan tahanan lain di Riverbend. Hal yang cukup menenangkan Gamma–karena yakin bisa mempertahankan Hopkins tetap hidup hingga penyelidikan tuntas dan menyeret mantan Kepala Polisi sekaligus mantan mertuanya itu ke pengadil
Detektif Taylor menemukan bukti bahwa Mala terlibat dalam pembunuhan Notaris Rayyes. Bukti yang cukup mengejutkan bagi Gamma."Katakan, kenapa kau bisa menyebutkan Mala terlibat?" Gamma tampak gusar. Antara marah, kecewa dan tidak percaya. Perkara wasiat dan warisan yang ditangani Notaris Rayyes saja sudah membuatnya murka, ditambah bukti bahwa Mala terlibat pembunuhan Rayyes. Semakin menguatkan dugaan Gamma bahwa Mala memang sudah membuat skenario sedemikian rapi dan terencana. Bahkan mungkin sebelum mereka menikah."Kami menemukan pistol berperedam yang digunakan untuk membunuh Rayyes. Tidak jauh dari rumah Jeff Hopkins.""Siapapun bisa melakukannya," tukas Vicky. "Hanya pembunuh bodoh yang membuang senjatanya di dekat lokasi perkara."Gamma terdiam. Vicky benar. "Bisa kukatakan, bila Mala merencanakan semuanya sejak awal, dia tidak akan sebodoh itu. Tapi, bila Rayyes mati, maka sudah tertutup pintu untuk membuktikan kebenaran surat wasiat Papa."Detektif Taylor mengamati sekilas du
“Kurasa kau sudah tahu apa yang sedang terjadi di luar sana, Jeff Hopkins.”Vicky menatap mertua majikannya dengan tatapan penuh tuduhan, namun yang ditatap tidak merespon apapun. Hanya duduk tenang menikmati salad yang dibawa oleh Vicky. “Kau bahkan tidak takut keracunan lagi seperti saat di Kantor Polisi.”Jeff menghentikan suapan, melirik Vicky tanpa ekspresi, lalu melanjutkan santapannya. Jarang-jarang dia bisa menikmati salad buah di dalam penjara. Apalagi dikirim oleh menantu yang menjebloskannya ke penjara. Entah apa yang ada dalam pikiran si menantu, tapi setidaknya dia telah berbuat baik dengan mengirim salad tanpa selai kacang.“Setidaknya, tidak ada yang meracuniku di dalam penjara dengan keamanan maksimum seperti saat ini.” Jeff tersenyum sembari mengunyah.
Detektif Taylor baru saja tiba di rumah Gamma. Dilihatnya lelaki itu berdiri di balkon, menatap jauh ke depan. Mungkin dia sedang menanti istrinya kembali–yang tentu saja itu mustahil. Detektif Taylor sudah mendapatkan laporan tentang Mala yang sudah meninggalkan Nashville pasca peristiwa pembunuhan di rumah ayahnya. Membuat semakin menguatkan dugaan bahwa Mala terlibat dalam pembunuhan Notaris Rayyes.Vicky mengantar Detektif Taylor menemui Gamma di balkon. Sebelumnya dia berpesan, kondisi emosi Gamma sedang tidak baik. Pemakaman Lowkey Moreano akan digelar dua hari lagi setelah proses otopsi selesai. Vicky sudah mempersiapkan semuanya–tinggal Gamma yang tampak kurang siap.“Kuharap anda membawa kabar baik buat Gamma Moreano,” ucap Vicky sebelum mereka menaiki anak tangga. “Perusahaan Moreano harus segera dipikirkan kelanjutannya.
“Kau tidak selincah dulu lagi dengan perut gendutmu, Jim.”Jimmy meraba perut gendutnya. “Kalian yang membuatku seperti ini.”Temannya yang lebih muda dan berbadan atletis hanya mencibir. “Kau memang seharusnya sudah istirahat, atau besi di kakimu akan mencuat lagi seperti dulu. Salah sendiri, kenapa istirahat kau artikan dengan minum dan duduk manis di kandangmu itu.”Jimmy mendengus. “Besi di kakiku sudah lama berkarat, jadi sebaiknya dibilas dengan alkohol.”Jimmy menarik celananya hingga setinggi lutut. Terlihat bekas luka jahitan memanjang, pintu masuk besi panjang penunjang langkahnya. Sejak besi bersemayam di dalam kakinya, dia tidak lagi berada di jalanan, dan itu membuatnya depresi.
Sepanjang Vicky menjadi pengawal pribadi Gamma, baru kali ini dia melihat lelaki itu begitu kacau. Meski baju mahal dan makanan lezat mengelilinginya, tapi ternyata kehilangan seorang wanita membuat semuanya tidak berarti. Ditambah kini beban perusahaan Moreano ada padanya. Beberapa dewan direksi yang berusaha menghadap untuk memberikan laporan, harus menerima nasib malang karena dilempar botol minuman atau perabot. Bahkan, ada salah seorang sopir yang terpaksa masuk rumah sakit karena luka di kepala karena dilempar vas. “Bila kau terus-terusan seperti ini, aku akan berhenti dan mencari kerja di tempat lain.” Vicky sebenarnya hanya menggertak–dia tidak akan melakukan hal itu karena bagaimanapun juga, dia sudah terikat dengan keluarga Moreano. Bahkan bisa dikatakan, dia sudah sangat mengenal keluarga ini dari A sampai Z. Sampai ke lobang-lobang semut di
Jeff Hopkins duduk tepekur di sudut sel. Sebagai pensiunan polisi, seharusnya dia mengistirahatkan badan dan isi kepalanya–tidak lagi memikirkan kasus-kasus yang sudah membuat rambutnya memutih.Namun nasibnya kini adalah, dia harus memikirkan kasusnya sendiri.“Apa yang kau rencanakan, Lowkey?”Jeff mendesah panjang. Dia yakin Lowkey punya rencana besar sebelum kematiannya, kalau tidak, dia tidak akan membuat janji untuk bertemu di malam nahas itu. Saat Mala dan Gamma berbulan madu, saat tidak ada satu pun pengawal di dalam rumah.Lowkey mengadakan pesta kebun kecil-kecilan untuk pengawalnya–tanpa memperingati apapun. Dia memang sering mengadakan acara seperti itu untuk beberapa teman dekatnya. Semua sedang menikmati minuman ketika pelayan
Mala tidak tahu kenapa pondok di tepi danau ini dinamai Pearl House. Mungkin karena di malam hari, dia seperti mutiara dalam kegelapan. Benderang dibandingkan sekelilingnya. Sampai dengan radius satu kilometer, tidak ada satu pun rumah. Tidak jauh berbeda dengan kondisi ketika Mala masih kecil.Yang jelas, papan nama bertuliskan Pearl House menempel di dindingnya yang berdebu.Jeff Hopkins tinggal di Pearl House sejak menikah dengan mendiang Ibu Mala. Hingga Mala lahir dan bersekolah, mereka masih tinggal di sana. Namun kemudian memutuskan untuk pindah ke Tennessee setelah Jeff mendapat tawaran di Kantor Polisi Nashville.Menjadi polisi di kota kecil memang sudah dijalaninya sejak sebelum menikah. Demi pendidikan Mala yang kerap tidak masuk sekolah karena menempuh jarak terlalu jauh–membuat keluarga Hopk