DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 40PoV SALMADua bulan yang lalu"Kenapa wajahmu?" Tanyaku pada Jenny, yang baru mau masuk apartemen dengan wajah tertekuk. Meski aku tahu dengan pasti apa yang membuatnya marah, tentu saja di hadapan semua orang, aku tak bisa menampilkan wajah asliku yang sebenarnya."Kau tahu apa yang terjadi denganku Salma. Jangan banyak basa basi!" Bentaknya.Aku menggeram dalam hati. Dasar perempuan sombong. Padahal kehancuran hidup telah menanti di depan matamu. Aku menyaksikan sendiri dia didemo mahasiswa di kampus dan dilarang menginjakkan kaki di dalamnya. Dan bahkan surat pemecatannya baru saja keluar tadi siang."Hey tenanglah Jen. Tak ada masalah yang tak bisa diatasi." Aku tersenyum, mengeluarkan sebotol anggur dari dalam kantung kertas yang memang sudah kusiapkan. "Kita minum dulu. Kalau kau sudah tenang, kau akan tahu bahwa masalah ini tidaklah begitu besar."Jenny mendengus, menyibak rambut hitam sebahunya yang indah lalu melangkah masuk dan membiarkan
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 41Pov NADYA"Sayang, kau lihat siapa?"Aku terkejut mendengar suara Aryan. Tangannya yang hangat kini meraih tanganku yang dihiasi ukiran henna berwarna putih. Dia menggenggamnya dengan lembut."Tanganmu dingin. Kau melihat siapa? Atau hemm… kau gugup menanti malam pertama kita nanti malam?"Aku tersenyum malu mendengar kata-kata Aryan. Jujur saja, kemarin kemarin aku memang memikirkan sedikit tentang hal itu. Tapi kini, sorot mata tajam di balik hodie jaket hitam milik seseorang mengalihkan perhatian ku. Aku yakin dia bukan tamu. Tentu saja, tak ada tamu yang memakai jaket hitam berhodie.Aku kembali menoleh ke tempat dimana sosok itu tadi terlihat berdiri. Dan ternyata dia sudah tak ada. Aku memang mendesah. Ah, mungkin saja aku salah lihat."Aryan, sepertinya tadi aku melihat seseorang di sana. Tapi sekarang sudah nggak ada." Aryan mengikuti arah telunjuk ku. Dia menggeleng, lalu meraih wajahku dengan kedua tangan."Sayang. Berhentilah untuk cema
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 42"Aryan! Berhenti… itu Salma! Cepat telepon polisi!"Aryan terkejut dan tanpa bertanya segera menuruti kata-kata ku. Sementara mobil di depan mulai bergerak. Rupanya wanita di dalam mobil yang kuduga adalah Salma, tidak turun. Entah apa maksudnya berhenti begitu saja. Telepon Aryan tampaknya tidak terhubung sehingga dia meletakkan lagi ponsel di atas dashboard dan melaju."Cepat sedikit Ar…" Keluhku menatap mobil di depanku semakin menjauh.Aryan menyentuh tanganku sebentar."Aku tidak mempertaruhkan keselamatan anak dan istriku. Kita tidak punya masalah dengan Salma dan menangkapnya adalah urusan polisi."Aku menyandarkan tubuh ke jok mendengar kata-kata suamiku yang tak ingin dibantah. Selain itu, aku memang merasakan perutku sedikit kram karena tegang. Di depan, lampu merah menunggu kami, tepat ketika mobil itu baru saja melewatinya. Aku kembali kehilangan jejak."Mau apa dia berhenti di depan penjara? Aku takut dia mencelakai Intan.""Tidak. Dia
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 43Pov NADYALima bulan kemudian.Pagi-pagi, kesibukan telah terasa di dapurku. Hari ini Intan akan bebas. Dia mendapat potongan hukuman satu bulan karena sikapnya yang baik selama dalam tahanan. Aku sangat bersyukur karena jika aku berhitung masa bebasnya dengan kehamilanku, dia baru akan bebas ketika usia kandungan ku sembilan bulan. Padahal itu masa yang sangat rawan karena bagiku bisa lahir kapan saja."Pindang Iga, ikan Nila bakar, sambal terasi, aneka sayuran kukus. Apa lagi Mbak?" Tanya Mbok Asih yang kini membantuku di rumah. Aryan tak tega membiarkan aku mengurus rumah sendirian dengan perutku yang semakin besar. "Tempe tahu bacem ya Mbok. Oh ya sama rujak petis yang seperti kemarin."Aku mengingat masa masa gadis kami yang sering menghabiskan waktu sambil membuat rujak buah. Seandainya saja Intan tak di penjara, tentu dia akan dengan senang hati menemani masa ngidamku yang hampir setiap hari makan rujak. Ah, aku tak perlu menyesalinya. Yang
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 44Aku menangkup tubuh Intan yang lemas, memapahnya agar duduk di atas sofa. Sementara Aryan memungut ponselnya dari atas lantai. Panggilan dari ponsel tersebut telah mati. Dicobanya menghubungi nomor yang baru saja menghubungi Intan. Tapi sepertinya tak tersambung karena Aryan kemudian menurunkan lagi ponsel itu."Papa akan telepon polisi. Jaga Intan dan juga istrimu agar tenang." Ujar Papa pada Aryan.Aryan mengangguk. Dia berjalan ke dapur meminta teh hangat pada Bik Sumi, yang tak tahu apa yang sedang terjadi karena sedang sibuk beres beres. Tak lama, Aryan kembali dengan dua cangkir teh yang diberikannya satu untuk Intan dan satu untukku.Perlahan, setelah menyesap teh itu, rona wajah Intan yang pucat berangsur merona. Tapi kini, ada airmata membasahi pipinya yang tirus."Aku baru saja bertemu Ayah. Kami bahkan belum pernah menghabiskan waktu bersama sama." Suara Intan getir."In, sebaiknya kau tenang. Kau kan tahu sekarang banyak telepon main ma
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 45"Kamu cantik banget In." Aku berseru melihat sahabatku hari ini. Dia sudah siap memakai setelan blazer berwarna hitam, dengan jilbab merah yang ditata ringkas, khas eksekutif muda. Ditangannya ada laptop keluaran terbaru dan kunci mobil Honda BR-V putih yang juga baru."Aku tidak percaya Ayah sudah mempersiapkan semua ini untukku. Aku… sesungguhnya aku tidak yakin bisa memimpin Rumah Sakit Nadya. Aku bukan dokter, tidak punya pengalaman medis. Aku deg deg an." Ujarnya sambil memegang dada dengan sebelah tangan.Aku tertawa."Kau pasti bisa. Kau salah satu orang paling cerdas yang pernah kukenal. Kau hanya perlu belajar dan menyesuaikan diri. Bukankah Om Riswan sudah menunjuk nama nama yang akan mendampingimu nanti? Staff rumah sakit yang loyal dan jajaran dokter yang kompeten. Dan jangan lupakan Tante Anne, pengacara Ayahmu yang akan mengatur semuanya. Oh, ayolah mana Intan yang percaya diri?"Intan menghela nafas. Dia kemudian berdiri dari sofa ru
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 46PoV SalmaSehari sebelum kematian Riswan SanjayaMalam telah larut sempurna. Aku turun dari mobil yang membawaku dan berhenti sesaat. Membetulkan jaket kulit berwarna hitam yang kupakai sebelum memasuki gerbang pagar sebuah rumah mewah berdesain klasik, yang otomatis terbuka ketika aku memencet sejumlah angka yang ada disampingnya. Begitu aku masuk, pagar kembali tertutup otomatis di belakangku. Sesaat, aku menikmati berjalan di rumah ini, sesekali tanganku yang lembut menyentuh bunga-bunga yang tumbuh subur, hasil sentuhan tangan tukang kebun profesional. Samping kanan dan kirinya adalah halaman luas berumput yang sangat asri. Ada beberapa sangkar berisi hewan melata yang bagi sebagian orang mengerikan, yang lalu kusapa dengan mesra."Hey Bruno, tidur saja kamu." Ujarku pada seekor ular besar berwarna coklat dengan corak batik yang cantik di sekujur tubuhnya.Si Bruno hanya menggeliat sedikit lalu kembali bergelung. Aku kembali menyapa penghuni san
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 47Aku menatap wajah mungil bayiku yang baru saja diberikan perawat. Setelah melalui proses kontraksi selama delapan jam, akhirnya Violet, bayi mungilku yang cantik lahir dengan suara jeritan keras memenuhi ruang bersalin private yang disediakan Intan di rumah sakitnya. Tim dokter yang obgyn-nya kupilih sendiri, langsung siaga begitu aku mengabari Intan pagi pagi ketika ketubanku pecah di rumah. Aryan yang panik karena ini pengalamannya yang pertama malah mondar mandir. Untung saja ada Papa, yang sigap mengurus semuanya. Papa menyetir mobil sementara Aryan sibuk mengusap usap punggungku di belakang sambil menelepon Bunda agar segera datang.Dan kini, semua berkumpul di kamarku mengagumi bayiku yang secantik bidadari. Aku bahkan hanya dapat kesempatan memeluknya sekejap saja, sebelum kemudian tangan Bunda, Arsy, Intan dan Aryan, bahkan Papa, bergantian mengambil alih Violet. "Selamat ya Nadya. Aku ikut bahagia." Intan memelukku. Aku terenyuh melihat w
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 20 (ENDING)Dengan perasaan ngeri, aku melihat Surya menggenggam revolver itu, menelitinya sesaat dan tersenyum. Dengan wajah menggila, dia menciumi senjata itu. Aku memandangnya dengan benci. Ternyata, dia tak pernah berubah. Dia masih menjadi budak Sindy."Tembak mereka berdua. Farrel lebih dulu. Aku ingin menikmati saat-saat Intan menjadi gila karena kehilangan suaminya.""Kalian memang pasangan gila." Aku lalu menatap Surya, pada matanya yang kini fokus padaku."Aku tak pernah menyangka. Ku pikir penjara akhirnya akan membuatmu sadar. Permintaan maafmu itu palsu belaka. Dan kau pernah memohon padaku untuk melihat anakmu. Lihat itu!" Aku menunjuk Axel yang berada dalam bekapan tangan Anis, "Itu anakmu, Surya. Anak yang ada dalam perutku saat kau menenggelamkan aku di danau ini."Surya tampak terguncang. Matanya mengawasi Axel, yang tak lagi meronta. Dia tengah menyimak pembicaraan kami."Dia kerap bertanya, apakah benar Ayahnya seorang pembunuh? Kini, kau in
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 19Mas Farrel dapat merasakan tatapanku yang membeku, terpaku pada mobil berbody besar yang tengah memasuki halaman parkir hotel. Dengan dada berdebar kencang, aku menunggu sampai mobil itu benar-benar berhenti. Lalu sepasang kaki jenjang memakai stoking hitam turun. Sepatunya mempunyai heels setinggi lima sentimeter, masih tampak luwes jika dibawa berjalan cepat. Naik ke atas, ada rok span dari kulit yang juga berwarna hitam, dipadu jaket dengan bahan dan warna sama. Aku bersiap melihat wajah Sindy disana. Tapi kemudian aku terkejut.Wanita itu bukan Sindy. Meski ada kacamata hitam besar yang menutupi hampir separuh wajahnya, aku tahu dia bukan Sindy. Wajah Sindy telah melekat dalam ingatanku bertahun-tahun lamanya. Terakhir kali aku melihatnya di depan sekolah Axel beberapa hari yang lalu, wajahnya juga tak berubah. Namun, wanita ini, meski aku tak mengenalnya, ada bagian dari dirinya yang mengingatkanku pada seseorang. Entah siapa.Wanita itu menurunkan kaca
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 18Nadya memelukku erat, berusaha meredam getaran tubuhku. Dia tadi langsung naik taksi ke sekolah dan mengambil alih mobil. Kami akhirnya pulang ke rumahku. Dia lalu menyuruhku merebahkan diri di atas sofa, menyelimuti tubuhku dan meminta Bik Marni membuatkan teh hangat."Bagaimana Sindy bisa berkeliaran di luar? Dan dia tahu anak-anak ada di sekolah yang sama.""Mungkin hanya kebetulan In. Tenanglah.""Apa kau percaya kebetulan, Nad? Bukankah tak pernah ada kebetulan dalam hidup kita selama ini?"Nadya terdiam. Aku memejamkan mata. Bayangan wajah Sindy tak juga mau hilang dari benakku. Bibirnya yang tertawa lebar tanpa suara itu seakan menantangku, mengatakan bahwa penjara tak mampu membuatnya terkurung."Bagaimana kabar keluarga Salma?"Aku berusaha mengalihkan pembicaraan. Bik Marni datang membawakan dua gelas teh hangat dan sepiring bakwan yang masih panas. Aku segera meraih gelas itu, menghangatkan tanganku yang masih terasa dingin."Salma masih di Malays
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH (17)PoV INTANAku meletakkan tas di tas meja dengan hati kalut. Kematian Mantan Ibu mertuaku, yang tanpa sengaja kutemukan di dalam rumahnya akan menjadi babak baru. Bagaimana bisa aku masuk ke dalam rumahnya tepat saat Ibu tiada? Apa yang sebenarnya terjadi? Aku beruntung karena tak menyentuh Ibu sedikitpun, begitu pula Mas Farrel. Meski begitu menghadapi interogasi polisi ternyata sangat melelahkan. Terutama ketika fakta bahwa aku adalah korban percobaan pembunuhan yang pernah dilakukan oleh si pemilik rumah."Aku akan menelepon Om Helmi, bersiap jika kita butuh pengacara." Mas Farrel memelukku. Kami baru saja pulang dari pemakaman Ibu.Aku mengangguk, menyandarkan kepala ke sandaran sofa sambil memejamkan mata. Setelah sekian lama waktu berlalu, bukankah seharusnya semua akan baik-baik saja? Tapi kenapa aku justru seakan menghadapi hidup yang penuh misteri. Waktu empat belas tahun yang telah berlalu seakan hanya sebuah jeda, sebelum aku akhirnya tiba pada a
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 16POV SURYA"Kita adalah partner paling hebat. Dulu, sekarang, kelak. Aku akan memaafkanmu karena mengabaikanku di penjara. Tapi mulai saat ini, tetaplah disini. Kita lanjutkan semua yang dulu terpaksa terjeda."Suaranya masih seperti dulu, penuh desah dan merayu. Aku menatap matanya dan seketika kenangan itu terlempar ke masa empat belas tahun silam. Di ruang pelantikan, ruangan yang tadinya akan menjadi tempat pelantikan ku, aku merangkak di kaki Intan, memohon ampun. Bukan untuk memintanya mencabut segala tuntutan karena itu tak mungkin lagi. Aku berlutut meminta maaf darinya, meski aku tahu kesalahanku tak termaafkan.Selain itu, aku telah menyadari bahwa sebulan tanpa dirinya adalah siksaan. Aku benar-benar sakit, sampai nyaris bunuh diri. Semua orang melihatku yang sangat terpukul karena kehilangan istri. Namun, yang terjadi adalah, aku tengah dihantam gelombang rasa sesal dan bersalah. Rasa yang ternyata sangat menyiksa."Aktingmu luar biasa. Kau layak
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 15POV SURYAAku terbangun dengan kepala pusing seperti biasa. Terlalu banyak tidur hingga kehilangan orientasi waktu. Entah sudah berapa lama aku disini. Seminggu? Dua minggu? Sebulan? Dua bulan? Rasanya aneh sekali. Bangun, makan, lalu tidur. Bangun, makan dan tidur lagi. Ku pandangi tubuhku. Perlahan tapi pasti, tulang tulang yang kemarin hanya terbungkus kulit, kini berisi. Aku tak pernah kelaparan disini seperti saat di rumah. Jika Mbak Wulan hanya memberiku sepiring nasi ditabur garam setiap hari, disini, segala rupa makanan mewah terhidang dalam jumlah banyak. Aku bisa makan sepuasnya.Tiba-tiba saja aku teringat Ibu. Dadaku langsung berdebar kencang. Ada rasa yang ngelangut disini, sebuah rasa yang tak nyaman. Wajah tua itu membayang, berkerut dan nyaris lupa cara tersenyum. Setelah aku menghancurkan keluarga karena ulahku sendiri, Ibu pasti sangat menderita. Kini, di usianya yang melewati tujuh puluh tahun, Ibu tampak sepuluh tahun lebih tua. Bungkuk,
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH (14)PoV INTANAxel turun dari mobil sambil memandang rumah Surya dengan alis mengerut. Dia yang selama ini hidup berkecukupan, sepertinya merasa heran ada rumah yang tampak demikan menyedihkan. Untung saja, halamannya tidak berupa semak belukar lagi.Tanpa berkata-kata, aku menggandeng tangannya menuju pintu. Mas Farrel menyusul di belakang sambil menjunjung kantong berisi kotak kue. Dalam hati, aku bertanya tanya, adalah yang seperti kami? Aku adalah korban percobaan pembunuhan mantan suamiku sendiri. Dan kini aku justru kerap menyambangi keluarganya karena satu alasan : demi Axel."Mama. Berhenti. Aku nggak mau masuk."Suara Axel membuat langkahku terhenti seketika. Kutatap wajah tampan jagoanku. Matanya terpaku pada daun pintu kayu yang lapuk dimakan rayap. Rumah sunyi, tapi aku tahu Ibu ada di dalam, mungkin tengah merenungi hari yang suram usai anak kesayangannya divonis hukuman penjara demikian lama. Terlalu sering menangis membuat penglihatannya kabur.
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 13"Apa maksud Mbak Wulan? Aku hanya bertemu Surya satu kali, di sini, tiga hari yang lalu."Mbak Wulan menyipitkan matanya. "Kau kesini?"Aku mengangguk dengan canggung. "Hanya ingin memastikan bahwa dia tak akan menemui anakku sebelum mendapat izin dariku."Mbak Wulan menatapku curiga."Dan apa yang kau katakan hingga dia pergi? Dia bilang pada Ibu, seorang wanita menawarinya pekerjaan dengan gaji besar. Aku pikir itu kau."Aku menggeleng."Aku sama sekali tidak melakukan itu Mbak."Mbak Wulan lalu duduk dengan wajah sedih di bangku bambu yang ada di teras."Harusnya dia tidak seenaknya pergi. Aku toh ikhlas memberinya makan walau hanya sepiring nasi setiap hari, tanpa lauk."Suaranya membuatku terenyuh. Aku memang gampang iba. Mas Farrel menarikku keluar. Dikeluarkannya beberapa lembar uang seratus ribuan dan diberikannya padaku."Sayang, Berikan pada mertuamu. Kasihan dia."Aku mengangguk tanpa kata-kata dan berjalan melewati Mbak Wulan di teras. Masuk ke d
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH (12)PoV INTANAku berdiri di depan rumah, bolak balik mengecek jalan raya, menunggu mobil antar jemput sekolah. Farin sudah pulang sejak tadi. Sementara Axel, seharusnya dia sudah tiba sejak setengah jam yang lalu. Sopir mobil jemputan tidak bisa kuhubungi, mungkin sengaja tidak mengangkat telepon agar konsentrasi pada stir. Tepat pukul tiga lebih tiga puluh, bersamaan dengan adzan ashar berkumandang dari masjid komplek, sosoknya muncul dari ujung jalan. Axel pulang berjalan kaki! Dia melangkah sambil menundukan kepala, sementara kakinya bergantian menyepaki kerikil, daun daun kering, dan apa saja yang bisa dia raih dengan kakinya. Dikuasai rasa terkejut, sejenak aku tak mampu melakukan apa-apa. Hingga kemudian aku turun dari teras rumah dan berlari menyongsongnya."Axel, kok jalan kaki? Katanya naik jemputan."Axel langsung meraih tanganku dan menciumnya sebelum melangkah masuk."Axel kok nggak jawab Mama?"Axel berbalik, dan aku terkejut mendapati sinar mat