DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 47Aku menatap wajah mungil bayiku yang baru saja diberikan perawat. Setelah melalui proses kontraksi selama delapan jam, akhirnya Violet, bayi mungilku yang cantik lahir dengan suara jeritan keras memenuhi ruang bersalin private yang disediakan Intan di rumah sakitnya. Tim dokter yang obgyn-nya kupilih sendiri, langsung siaga begitu aku mengabari Intan pagi pagi ketika ketubanku pecah di rumah. Aryan yang panik karena ini pengalamannya yang pertama malah mondar mandir. Untung saja ada Papa, yang sigap mengurus semuanya. Papa menyetir mobil sementara Aryan sibuk mengusap usap punggungku di belakang sambil menelepon Bunda agar segera datang.Dan kini, semua berkumpul di kamarku mengagumi bayiku yang secantik bidadari. Aku bahkan hanya dapat kesempatan memeluknya sekejap saja, sebelum kemudian tangan Bunda, Arsy, Intan dan Aryan, bahkan Papa, bergantian mengambil alih Violet. "Selamat ya Nadya. Aku ikut bahagia." Intan memelukku. Aku terenyuh melihat w
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 48PoV HARISAku menatap gedung gedung pencakar langit kota New York dengan hati mengembang. Tiga kali menjalani operasi dengan dokter bedah plastik paling terkemuka disini akhirnya membuahkan hasil. Aku memang memilih New York, karena tempat ini adalah salah satu kota yang memiliki dokter bedah plastik terbaik di seluruh dunia selain Korea Selatan. Meski wajahku tidak bisa kembali ke wajah asli ku, setidaknya, bekas luka yang mengerikan ini tak lagi terlihat jelas. Apalagi setelah aku menggunakan kosmetik untuk menutupi belang disana sini, yang tak bisa diatasi oleh operasi. Beruntung, meski bagian kiri tubuhku terkena luka bakar, wajahku hanya bagian telinga dan pipi kiri saja serta sudut bibir yang membuat bibir bagian kiriku terlihat agak sedikit aneh. Aku sempat takut hidung dan mataku terkena api juga. Tapi untunglah Itu tidak terjadi. Mungkin karena aku terjatuh dalam keadaan telungkup saat pingsan sebelum dapurku terbakar.Salma. Aku tidak ak
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 49PoV HARISAku menatap tubuh kurus Ibu yang digiring sipir penjara. Ada rasa sedih yang menyeruak. Terhadap orang lain, aku mungkin tak akan pernah punya rasa seperti ini. Tapi terhadap satu satunya orang yang selalu ada untukku, yang selalu membelaku dari apapun kesalahan yang pernah kulakukan, sungguh terasa ada yang mengiris iris hati."Haris?!" Suara Ibu lirih. Dia, tak seperti orang lain yang tak segera mengenaliku. Bahkan dari jarak lima meter, ketika baru saja pintu terbuka tatapan matanya yang mengenali langsung menghujamku. Ada kabut di mata tuanya itu."Ibu…" Aku memeluk tubuh ringkih Ibu yang gemetar. Dalam hati, aku merasa geram. Bagaimana Ibuku sampai menderita seperti ini? Bukankah aku sudah memberi perintah pada Albert untuk mengurus segala kebutuhan Ibu di penjara? Kalau perlu, menyuap petugas agar memindahkan kamar hotel ke dalam penjara untuknya. Dan Bapak? Tidak adakah sedikitpun keinginannya untuk membantu Ibu? Bapak telah kemba
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 50Bukan hanya si lelaki bernama Bram yang terkejut. Wanita yang dipanggilnya Ratna itu juga ikut menoleh, berikut beberapa orang lain yang berada satu meja dengan mereka. Jika dulu aku adalah Haris yang tak pernah menurunkan tangan secara langsung pada orang-orang, selama nyaris dua bulan di New York aku belajar bahwa tak ada salahnya menggunakan tanganku sendiri untuk menghajar orang.Bugh!Lelaki itu langsung jatuh ke lantai begitu tinjuku menghantam rahangnya. Nafsu birahi membuatnya tak siap menerima pukulanku. Dia bangkit berdiri, hendak membalas, diiringi ketiga temannya yang berbadan besar. Namun semuanya terdiam ketika aku menarik gagang revolver dari balik jaket kulit yang kupakai."Jangan coba coba bergerak kalau kalian masih mau hidup!" Ujarku.Semua terdiam, salah satunya karena mendengar suaraku yang menggeram, berat dan sedikit serak. Aku yakin suaraku pasti terasa menyeramkan. Dengan sebelah tangan, aku menarik tubuh mungil si perempua
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 51PoV SALMAMembaca pesan Haris seketika aku gamang. Mengapa tiba-tiba dia ingin bertemu denganku? Lelaki itu sejak dulu memang aneh, sikap dan sifatnya sulit ditebak. Dan jangan lupakan betapa pandainya dia bersandiwara dan bersilat lidah. Brukk!"Aduh!"Karena melamun, tanpa sadar aku menabrak troley belanjaan milik orang lain yang sedang diparkirkan. Keranjang belanja dalam genggaman tanganku terjatuh dan isinya berhamburan. Dan entah mengapa tiba-tiba saja aku disergap rasa pusing yang datang tanpa permisi. Aku limbung, dan nyaris saja jatuh jika tak ada tangan yang sigap memegangi ku."Astaghfirullah. Mbak kenapa?"Aku terkesiap mendapati Nadya, dengan sebelah tangannya yang bebas dari memegang bayi - yang dia gendong ala kangguru - memegangi tanganku dan menahanku agar tidak jatuh. Dia tersenyum kecil, menatapku khawatir. "Nggak apa apa, saya hanya pusing." Aku melepaskan diri dari pegangan tangannya, namun kembali limbung. Oh, sepertinya tek
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 52PoV HARISApa kau pikir aku demikian bodoh sehingga tidak bisa mengenalimu? Kurasa kau mengukur dirimu terlalu tinggi.Aku melangkah perlahan mendekati Salma, yang seketika pucat pasi menyadari bahwa aku telah mengenalnya. Tentu saja, aku telah mengenalinya sejak malam pertama kami bertemu di night club waktu itu. Bagaimana mungkin aku tidak bisa mengenali tubuh dan aroma wanita yang sudah pernah kunikmati?"Kau terlalu berani mengambil keputusan untuk tetap disini Salma. Seharusnya waktu satu tahun yang kuberikan untukmu bisa kau gunakan untuk kabur sejauh jauhnya, melarikan diri dariku. Apa kau pikir aku akan melupakan begitu saja orang yang telah membunuh kekasihku?"Kulihat Salma menelan ludah. Dia memang terlihat tak sehat. Entah karena sakit seperti katanya di telepon tadi, atau efek satu tetes chloroform yang tadi ku tambahkan pada bunga mawar itu. Matanya yang sipit terlihat sangat mengantuk. Aku tahu dia memaksakan diri untuk tetap sadar.
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 53PoV NADYANadya, Haris telah kembali ke Indonesia dengan wajah baru. Berhati-hatilah!Aku tertegun menatap pesan yang masuk ke dalam inbox messenger-ku. Pesan dari Akun bernama Miss Fairy. Mengingat nama akunnya yang menggunakan bahasa Inggris, mau tak mau aku teringat Salma. Jika Angel adalah Jenny dan Miss Secret adalah Salma, siapakah Miss Fairy ini? Dan kenapa hidupku seakan belum mau lepas dari bayang bayang Mas Haris?"Sayang, kenapa?" Aryan menghampiri melihatku duduk di atas kasur sambil menatap layar ponsel. Violet baru saja tertidur setelah puas menyusu.Aku memberikan ponsel itu padanya. "Lihat ini Mas."Aryan malah tertawa. "Entah kenapa aku tak suka mendengarmu memanggilku Mas. Aku lebih suka mendengarmu memanggilku Aryan saja. Aku jadi merasa bahwa aku bukan hanya punya istri, tapi juga sahabat."Aku mencebik. "Apa kau mau Vio memanggilmu Aryan juga nantinya?""Vio belum bisa bicara Sayang. Nantilah kalau dia sudah mulai bisa meniru k
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 54Aku telah pindah dari rumah lama, tapi tetap saja, dia dapat mengendus jejakku. Sungguh, bertemu dan sempat menjalin hubungan dengan lelaki bernama Haris ini adalah musibah terbesar dalam hidupku.Aku melangkah masuk, menyimpan alat penyadap itu di dalam laci lemari untuk ku perlihatkan pada Aryan nanti. Aku tak ingin Papa tahu. Beliau pasti akan sangat khawatir. Setelah menyimpan benda itu aku membersihkan diri barulah mengambil Violet dari gendongan Mbok Asih.Bayi mungil itu menggeliat ketika dia merasakan tubuhnya berpindah tangan."Jangan digendong terus Mbok. Nanti tangan Mbok pegal. Dia ini sudah gembil." Ujarku sambil mencium pipinya.Mbok Asih tertawa. "Nggak apa apa Mbak. Kan kata Mbak Nadya bayi harus sering digendong supaya merasa tenang dan nyaman.""Dan dia akan jadi bayi paling manja." Ujarku lagi. Aku lalu membawa Vio yang tertidur dan meletakkannya di atas kasur. Bibir mungilnya komat kamit seperti masih menghisap susu. Dia baru sa
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 20 (ENDING)Dengan perasaan ngeri, aku melihat Surya menggenggam revolver itu, menelitinya sesaat dan tersenyum. Dengan wajah menggila, dia menciumi senjata itu. Aku memandangnya dengan benci. Ternyata, dia tak pernah berubah. Dia masih menjadi budak Sindy."Tembak mereka berdua. Farrel lebih dulu. Aku ingin menikmati saat-saat Intan menjadi gila karena kehilangan suaminya.""Kalian memang pasangan gila." Aku lalu menatap Surya, pada matanya yang kini fokus padaku."Aku tak pernah menyangka. Ku pikir penjara akhirnya akan membuatmu sadar. Permintaan maafmu itu palsu belaka. Dan kau pernah memohon padaku untuk melihat anakmu. Lihat itu!" Aku menunjuk Axel yang berada dalam bekapan tangan Anis, "Itu anakmu, Surya. Anak yang ada dalam perutku saat kau menenggelamkan aku di danau ini."Surya tampak terguncang. Matanya mengawasi Axel, yang tak lagi meronta. Dia tengah menyimak pembicaraan kami."Dia kerap bertanya, apakah benar Ayahnya seorang pembunuh? Kini, kau in
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 19Mas Farrel dapat merasakan tatapanku yang membeku, terpaku pada mobil berbody besar yang tengah memasuki halaman parkir hotel. Dengan dada berdebar kencang, aku menunggu sampai mobil itu benar-benar berhenti. Lalu sepasang kaki jenjang memakai stoking hitam turun. Sepatunya mempunyai heels setinggi lima sentimeter, masih tampak luwes jika dibawa berjalan cepat. Naik ke atas, ada rok span dari kulit yang juga berwarna hitam, dipadu jaket dengan bahan dan warna sama. Aku bersiap melihat wajah Sindy disana. Tapi kemudian aku terkejut.Wanita itu bukan Sindy. Meski ada kacamata hitam besar yang menutupi hampir separuh wajahnya, aku tahu dia bukan Sindy. Wajah Sindy telah melekat dalam ingatanku bertahun-tahun lamanya. Terakhir kali aku melihatnya di depan sekolah Axel beberapa hari yang lalu, wajahnya juga tak berubah. Namun, wanita ini, meski aku tak mengenalnya, ada bagian dari dirinya yang mengingatkanku pada seseorang. Entah siapa.Wanita itu menurunkan kaca
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 18Nadya memelukku erat, berusaha meredam getaran tubuhku. Dia tadi langsung naik taksi ke sekolah dan mengambil alih mobil. Kami akhirnya pulang ke rumahku. Dia lalu menyuruhku merebahkan diri di atas sofa, menyelimuti tubuhku dan meminta Bik Marni membuatkan teh hangat."Bagaimana Sindy bisa berkeliaran di luar? Dan dia tahu anak-anak ada di sekolah yang sama.""Mungkin hanya kebetulan In. Tenanglah.""Apa kau percaya kebetulan, Nad? Bukankah tak pernah ada kebetulan dalam hidup kita selama ini?"Nadya terdiam. Aku memejamkan mata. Bayangan wajah Sindy tak juga mau hilang dari benakku. Bibirnya yang tertawa lebar tanpa suara itu seakan menantangku, mengatakan bahwa penjara tak mampu membuatnya terkurung."Bagaimana kabar keluarga Salma?"Aku berusaha mengalihkan pembicaraan. Bik Marni datang membawakan dua gelas teh hangat dan sepiring bakwan yang masih panas. Aku segera meraih gelas itu, menghangatkan tanganku yang masih terasa dingin."Salma masih di Malays
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH (17)PoV INTANAku meletakkan tas di tas meja dengan hati kalut. Kematian Mantan Ibu mertuaku, yang tanpa sengaja kutemukan di dalam rumahnya akan menjadi babak baru. Bagaimana bisa aku masuk ke dalam rumahnya tepat saat Ibu tiada? Apa yang sebenarnya terjadi? Aku beruntung karena tak menyentuh Ibu sedikitpun, begitu pula Mas Farrel. Meski begitu menghadapi interogasi polisi ternyata sangat melelahkan. Terutama ketika fakta bahwa aku adalah korban percobaan pembunuhan yang pernah dilakukan oleh si pemilik rumah."Aku akan menelepon Om Helmi, bersiap jika kita butuh pengacara." Mas Farrel memelukku. Kami baru saja pulang dari pemakaman Ibu.Aku mengangguk, menyandarkan kepala ke sandaran sofa sambil memejamkan mata. Setelah sekian lama waktu berlalu, bukankah seharusnya semua akan baik-baik saja? Tapi kenapa aku justru seakan menghadapi hidup yang penuh misteri. Waktu empat belas tahun yang telah berlalu seakan hanya sebuah jeda, sebelum aku akhirnya tiba pada a
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 16POV SURYA"Kita adalah partner paling hebat. Dulu, sekarang, kelak. Aku akan memaafkanmu karena mengabaikanku di penjara. Tapi mulai saat ini, tetaplah disini. Kita lanjutkan semua yang dulu terpaksa terjeda."Suaranya masih seperti dulu, penuh desah dan merayu. Aku menatap matanya dan seketika kenangan itu terlempar ke masa empat belas tahun silam. Di ruang pelantikan, ruangan yang tadinya akan menjadi tempat pelantikan ku, aku merangkak di kaki Intan, memohon ampun. Bukan untuk memintanya mencabut segala tuntutan karena itu tak mungkin lagi. Aku berlutut meminta maaf darinya, meski aku tahu kesalahanku tak termaafkan.Selain itu, aku telah menyadari bahwa sebulan tanpa dirinya adalah siksaan. Aku benar-benar sakit, sampai nyaris bunuh diri. Semua orang melihatku yang sangat terpukul karena kehilangan istri. Namun, yang terjadi adalah, aku tengah dihantam gelombang rasa sesal dan bersalah. Rasa yang ternyata sangat menyiksa."Aktingmu luar biasa. Kau layak
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 15POV SURYAAku terbangun dengan kepala pusing seperti biasa. Terlalu banyak tidur hingga kehilangan orientasi waktu. Entah sudah berapa lama aku disini. Seminggu? Dua minggu? Sebulan? Dua bulan? Rasanya aneh sekali. Bangun, makan, lalu tidur. Bangun, makan dan tidur lagi. Ku pandangi tubuhku. Perlahan tapi pasti, tulang tulang yang kemarin hanya terbungkus kulit, kini berisi. Aku tak pernah kelaparan disini seperti saat di rumah. Jika Mbak Wulan hanya memberiku sepiring nasi ditabur garam setiap hari, disini, segala rupa makanan mewah terhidang dalam jumlah banyak. Aku bisa makan sepuasnya.Tiba-tiba saja aku teringat Ibu. Dadaku langsung berdebar kencang. Ada rasa yang ngelangut disini, sebuah rasa yang tak nyaman. Wajah tua itu membayang, berkerut dan nyaris lupa cara tersenyum. Setelah aku menghancurkan keluarga karena ulahku sendiri, Ibu pasti sangat menderita. Kini, di usianya yang melewati tujuh puluh tahun, Ibu tampak sepuluh tahun lebih tua. Bungkuk,
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH (14)PoV INTANAxel turun dari mobil sambil memandang rumah Surya dengan alis mengerut. Dia yang selama ini hidup berkecukupan, sepertinya merasa heran ada rumah yang tampak demikan menyedihkan. Untung saja, halamannya tidak berupa semak belukar lagi.Tanpa berkata-kata, aku menggandeng tangannya menuju pintu. Mas Farrel menyusul di belakang sambil menjunjung kantong berisi kotak kue. Dalam hati, aku bertanya tanya, adalah yang seperti kami? Aku adalah korban percobaan pembunuhan mantan suamiku sendiri. Dan kini aku justru kerap menyambangi keluarganya karena satu alasan : demi Axel."Mama. Berhenti. Aku nggak mau masuk."Suara Axel membuat langkahku terhenti seketika. Kutatap wajah tampan jagoanku. Matanya terpaku pada daun pintu kayu yang lapuk dimakan rayap. Rumah sunyi, tapi aku tahu Ibu ada di dalam, mungkin tengah merenungi hari yang suram usai anak kesayangannya divonis hukuman penjara demikian lama. Terlalu sering menangis membuat penglihatannya kabur.
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 13"Apa maksud Mbak Wulan? Aku hanya bertemu Surya satu kali, di sini, tiga hari yang lalu."Mbak Wulan menyipitkan matanya. "Kau kesini?"Aku mengangguk dengan canggung. "Hanya ingin memastikan bahwa dia tak akan menemui anakku sebelum mendapat izin dariku."Mbak Wulan menatapku curiga."Dan apa yang kau katakan hingga dia pergi? Dia bilang pada Ibu, seorang wanita menawarinya pekerjaan dengan gaji besar. Aku pikir itu kau."Aku menggeleng."Aku sama sekali tidak melakukan itu Mbak."Mbak Wulan lalu duduk dengan wajah sedih di bangku bambu yang ada di teras."Harusnya dia tidak seenaknya pergi. Aku toh ikhlas memberinya makan walau hanya sepiring nasi setiap hari, tanpa lauk."Suaranya membuatku terenyuh. Aku memang gampang iba. Mas Farrel menarikku keluar. Dikeluarkannya beberapa lembar uang seratus ribuan dan diberikannya padaku."Sayang, Berikan pada mertuamu. Kasihan dia."Aku mengangguk tanpa kata-kata dan berjalan melewati Mbak Wulan di teras. Masuk ke d
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH (12)PoV INTANAku berdiri di depan rumah, bolak balik mengecek jalan raya, menunggu mobil antar jemput sekolah. Farin sudah pulang sejak tadi. Sementara Axel, seharusnya dia sudah tiba sejak setengah jam yang lalu. Sopir mobil jemputan tidak bisa kuhubungi, mungkin sengaja tidak mengangkat telepon agar konsentrasi pada stir. Tepat pukul tiga lebih tiga puluh, bersamaan dengan adzan ashar berkumandang dari masjid komplek, sosoknya muncul dari ujung jalan. Axel pulang berjalan kaki! Dia melangkah sambil menundukan kepala, sementara kakinya bergantian menyepaki kerikil, daun daun kering, dan apa saja yang bisa dia raih dengan kakinya. Dikuasai rasa terkejut, sejenak aku tak mampu melakukan apa-apa. Hingga kemudian aku turun dari teras rumah dan berlari menyongsongnya."Axel, kok jalan kaki? Katanya naik jemputan."Axel langsung meraih tanganku dan menciumnya sebelum melangkah masuk."Axel kok nggak jawab Mama?"Axel berbalik, dan aku terkejut mendapati sinar mat