Angin malam berhembus dingin.
Menerpa pepohonan disekitarnya dengan intensitas sedang.
Suara deburan ombak terdengar bergemuruh. Menghadirkan sensasi tersendiri bagi Rania.
Dia sangat menyukai pantai, karena sejak kecil dia memang terlahir dan dibesarkan di daerah sekitar pantai.
Rania kecil sangat suka berenang, menangkap ikan, membangun istana pasir dan bergulung dengan ombak, bermain sepak bola, dan berlarian bebas di sekitar pantai. Sungguh pengalaman yang tak akan pernah terlupakan olehnya.
"Wuhuuu... Rakha, sini main air..." teriak Rania sambil terus berjingkrak di atas air, tangannya melambai entah kemana, maksudnya di
Dunia berputar, kisah hidup silih berganti, jalanpun sering bercabang dengan arah yang berbeda-beda. Sahabat menjadi bagian penting dalam proses hidup itu, karena itu kita harus belajar tulus ikhlas mempersembahkan yang terbaik bagi sahabat untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Ada pepatah mengatakan, sahabat adalah cerminan diri sendiri. Maka, bersahabatlah dengan orang yang kita anggap bisa menjadi sahabat untuk bahagia di dunia dan akhirat. Sahabat yang menjauhkan kita dari Allah tentu bukan sahabat yang kita harapkan. Namun doakan saja mereka menjadi orang yang mau menjalani hijrah, mutasi dari ketidakbaikan menuju kebaikan. Itulah hal yang saat ini sedang Rania usahakan. Satu bulan telah berlalu setelah insiden penganiayaan
Hari ini, perusahaan kembali dikejutkan oleh pemecatan dadakan manager produksi, Bapak Galih Siregar. Lagi dan lagi, Rakhalah orang yang berhasil membongkar kedok asli Galih setelah Rakha melakukan riset mandiri atas kegiatan produksi yang berjalan selama satu bulan penuh belakangan ini. Keganjilan demi keganjilan yang berhasil Rakha temui pun terungkap. Galih yang bekerja sama dengan pihak suplier dengan membuat data palsu dalam pasokan barang yang masuk dan keluar. Lalu selisih dari jumlah barang-barang itu mereka simpan di sebuah gudang lain di luar perusahaan yang kemudian mereka jual untuk mendapat keuntungan pribadi. Sejak pertama kalinya Rakha menginjakkan kaki di perusahaan Dirgantara Grup, Rakha sudah mencium begitu banyak kebobrokan yang terjadi di sana. Dalam kasus Galih kali ini, bukanlah yang pertama. Setelah sebelumnya, Rakha berhasil membongkar kecurangan pihak manageme
Hari ini, Rakha memang sengaja membawa mobil ke kantor karena Rania yang memintanya tadi pagi. Usai dengan seluruh pekerjaannya, Rakha hendak menuju parkiran untuk menjemput Rania dan Delisha di lokasi yang telah mereka beritahukan pada Rakha. Rakha baru saja memasuki mobil mewah milik Rania ketika ponsel di saku celananya tiba-tiba berbunyi. Tanda telepon masuk. Saat dilihat ternyata itu panggilan dari nomor yang tak dikenal. Klik. Rakha pun mengangkatnya. Takut-takut itu telepon dari salah satu kliennya di perusahaan. "Hallo, Assalamualaikum," sapa Rakha dengan ramah dan sopan. "Waalaikum salam, ini benar nomor Mas Rakha?" ucap suara di seberang. Itu suara seorang wanita. Wanita yang sepertinya sedang menangis. "I-iya. Ini saya Rakha. Maaf ini siapa ya?" tanya Rakha dengan ker
Waktu terus bergulir. Rakha masih tetap pada rutinitasnya semula sebagai seorang suami, mencari nafkah, mengurus Rania saat dirinya di rumah, serta sesekali dia menyempatkan diri untuk menengok keadaan sang Kakak di rumah sakit. Dua hari yang lalu, Siti siuman. Rakha yang mendengar hal itu jelas tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Dia bahkan langsung bersujud atas bentuk wujud rasa syukurnya terhadap keajaiban itu. Malam itu juga Rakha bergegas ke rumah sakit, dia ditemani Rania. Wisnu bilang, Dokter yang menangani Siti mengatakan kalau apa yang terjadi pada Siti memang murni keajaiban Tuhan.
"Duh, saya jadi nggak enak sama Mas karena udah ngerepotin," ucap Zulfa ketika Rakha baru saja mengantarnya pulang selepas dari klinik. Rakha tersenyum lebar. "Justru saya yang seharusnya minta maaf karena belum bisa menjadi sosok Ayah yang baik untuk Aisyah," jawab Rakha masih dengan Aisyah yang berada dalam gendongannya. Balita mungil itu terlihat pucat. Kepalanya tersandar nyaman di bahu Rakha dengan ke dua matanya yang masih terpejam. Zulfa hanya tertunduk dalam keterdiamannya. Merasa bersalah. Aisyah sudah diambil alih oleh Rheyna yang merupakan adik angkat Zulfa yang saat itu juga ikut ke klinik. Remaja berusia lima belas tahun itu membawa Aisyah masuk ke dalam ka
Rakha dan Rania baru saja selesai menunaikan shalat sunnah dua rakaat.Usai melipat kain sarung dan sajadah, Rakha beranjak ke meja kerjanya. Ponsel miliknya yang dia letakkan di sana tadi berbunyi. Rakha hanya ingin mengeceknya sebentar.Meski, hati dan pikirannya saat ini tidak benar-benar tertuju pada isi pesan di ponselnya.Rakha duduk dengan gelisah di depan laptopnya. Sesekali melirik ke arah Rania yang saat itu sudah terduduk di atas ranjang dan sibuk dengan ponselnya juga.Rakha mengetik pesan balasan yang di terimanya dari Wisnu yang memintanya datang ke rumah sakit besok.Setelah pesan itu terkirim, Rakha menaruh ponselnya kembali. Lelaki itu terdiam sesaat. Masih mencoba menguasai diri. Gemuruh hebat di dadanya kini membuat Rakha bingung harus memulai dari mana.Duh! Kenapa rasanya udah kayak mau perang begini sih?Ucap lelaki itu memba
Baik bagi Rania mau pun Rakha, ke duanya sama-sama merasakan waktu berputar lebih cepat setelah malam pertama penuh cinta yang mereka lewati bersama.Hari-hari yang mereka lalui penuh dengan tawa dan kebahagiaan.Keharmonisan rumah tangga mereka kian terjalin dari hari ke hari, minggu ke minggu dan berganti bulan ke bulan.Jika pagi hari Rania biasa bangun setelah Rakha berangkat ke kantor, kini Rania selalu stand by di dapur usai menunaikan shalat shubuh. Dia meminta pada Raline untuk diajarkan memasak.Melihat kesungguhan Rania, Raline tentu semangat untuk mewujudkan keinginan sang buah hati tercintanya itu."Pagi ini sarapan yang buat Rania loh, Mas," ucap Raline pada Basti sang suami ketika mereka sedang menikmati sarapan pagi bersama."Oh ya? Wah, pantes enak," puji Basti sambil cengar-cengir. Dia mengerling ke arah menantunya.Rakha hanya membalas se
"Bangun Rania, wudhu dulu baru tidur," ajak Rakha serta merta. Lelaki itu bangkit dari tempat tidur lalu memunguti pakaiannya yang tercecer di lantai. Dua minggu belakangan ini Rania lebih sering mengajaknya bercinta duluan. Dan hal itu jelas di sambut baik oleh Rakha. "Nanti dulu sebentar, kata Mba Zia kalau mau cepet hamil, sehabis berhubungan aku nggak boleh langsung berdiri," sahut Rania sambil merubah posisi tidurnya. Rakha sudah mengenakan celana boxernya saat dia melihat Rania yang tertidur dengan posisi telentang, sementara ke dua kakinya dia angkat lurus bersandar ke dinding. Setengah pinggulnya terangkat ke atas di sangga oleh bantal. "Kamu ngapain Rania?" tanya Rakha bingung. "Ssssst, bawel ihk tanya-tanya mulu! Ini posisi yang direkomendasiin sama Mba Zia supaya aku bisa cepet hamil, Kha! Dengan posisi begini, sperma kamu bisa lebih mudah masuk ke dalam indung telur aku,"