"Apakah kamu kira kamu bisa menyombongkan diri? Ini bukan wilayahmu. Latar alam ghaib yang tidak bisa ditangani oleh seorang dokter sekalipun!" Suara Anto terdengar begitu jelas dan begitu dekat.Nala tidak bereaksi berlebihan, masih sama saja. Wajahnya masih biasa saja. Entah karena dia yang sangat yakin pada dirinya sendiri atau karena dia memang tidak merasa harus mengkhawatirkan sesuatu."Apa kamu pernah mendengarnya?" Nala balik bertanya dengan tiba-tiba. "Mendengar apa, hah?" Anto tak punya pilihan lain selain balik bertanya, karena pertanyaan Nala tidak menjelaskan apa yang sedang dia maksudkan."Suara Danyang. Apakah kamu pernah mendengar suaranya?" tanya Nala.Anto diam, tapi dengusannya terdengar jelas, diwakili oleh makhluk yang menjadi raksasa berkat menyerap residu dari penumbalan."Danyang tidak perlu bicara, alam ini sudah mewakilinya!" Anto menjawab dengan cukup gusar.Nala tersenyum. Wajahnya begitu tenang tapi matanya menantang dan setiap kata yang melincur dari bib
Setiap kelopak bunga akan gugur setiap kali kaki dua gadis manusia itu melangkahkan kaki mereka di bawah naungan pepohonan asing. Dayu terus mengikuti setiap jejak yang Naya buat dengan setia, sembari sesekali dia menjejakkan kakinya lebih kuat karena getaran yang terasa.Dayu yakin sekali bahwa semua getaran itu masih disebabkan oleh hal yang sama, dan bersumber dari tempat yang sama. Meski Dayu tidak mengetahui dengan pasti apa yang sedang terjadi pada Nala dan juga Dimas, tapi Dayu percaya bahwa Nala pasti tidak akan menyerah. Sebagai gantinya, Dayu juga harus tetap berjuang untuk bisa mencapai pohon keramat yang entah mengapa masih saja terlihat sangat jauh itu.Mereka sudah berjalan untuk beberapa waktu. Dayu tak akan mengatakan berapa menit atau berapa jam karena dia sudah mengerti sejak pertama kali dia dijebak oleh Mak Nik dulu, bahwa waktu yang barjalan di alam ghaib tidak beriringan dengan waktu di dunia manusia. Kalau Dayu tidak salah ingat, dia merasa hanya beberapa menit
"Apakah kamu berpikir untuk kembali ke tempat yang paling kamu benci?"Sebuah suara terdengar, bertanya pada Dayu yang baru saja hendak berjalan menuruni bukit untuk bisa mencapai pohon keramat.Suara itu terasa sangat akrab, sama sekali tidak asing dan terdengar begitu nyaman di telinga.Dayu sadar dia seharusnya tak mempedulikan apapun selain pohon keramat yang sudah terlihat jelas, tapi mendengar suara yang terasa seperti angin itu membuat Dayu tidak bisa mengendalikan dirinya, membuatnya menoleh dan mendapati seseorang yanh berdiri tenang tanpa alas kaki.Sosoknya kali ini masih tampil dengan wujud serupa dengan Nala, nyaris tak ada bedanya. Hanya saja, sangat menyukai Nala membuat Dayu mengingat setiap detail dari cowok itu, dan hal itu menjadi alasan baginya untuk bisa merasakan debaran yang hebat tiap kali berhadapan dengan Nala.Debaran itulah yang tidak dia rasakan sekarang, dan itu menjelaskan bahwa sosok yang bertanya padanya tadi bukanlah Nala. Debaran yang dia rasakan buk
Pohon itu sudah ada di hadapannya. Dayu sebenarnya terkejut begitu membuka mata, karena dia secara tiba-tiba malah sudah terbaring di bawah pohon raksasa yang rindang. Cahaya tak benar-benar bisa membus tempatnya berada, tapi masih bisa menelusup dari balik celah dedaunan yang tipis dari pepohonan lain di sekitar. Suasana tempat itu jelas tak bisa dikatakan menenangkan meski Dayu bisa mendengar suara burung-burung yang berkicau, taburan bunga di tanah dan juga kebisingan yang nihil. Oh, memangnya siapa yang tak akan nerasa creepy jika berada di tempat yang dinaungi oleh gelap meski beralaskan rumput empuk yang menerima cukup cahaya. Aura yang pohon raksasa itu pancarkan saja sudah cukup untuk membuat siapa pun menjauh. Setidaknya Dayu rasa seperti itu. "Pohon keramat." Dayu berucap lirih. Dia lantas berusaha bangun namun menemukan bahwa tubuhnya seperti tubuh anak rusa yang belum lama lahir. Butuh usaha keras untuk bangkit, jadi Dayu memutuskan untuk duduk sebelum berdiri. Dia mer
"Tidak ada apapun dari diriku yang adalah milik kamu, Danyang. Kita sama sekali tidak saling terikat dalam utang piutang!" Nala berucap.Tawa Danyang berhenti. Sosoknya kembali serupa dengan sosok Nala yang indah, tapi dalam versi yang lebih pucat. Jika mata Nala menggambarkan ketenangan batin, maka mata Danyang sebaliknya, mata itu menyorotkan kemarahan dan juga luapan kengerian.Saat Danyang mengambil satu langkah maju, dari dalam tanah muncul sosok-sosok dengan rupa yang aneh. Sebagian seperti jasad tak berjiwa, sebagian seperti tubuh yang kosong dan tak lengkap."Aku akan mengambil kembali, dirimu. Kamu seharusnya milikku, Nala!" ucap Danyang.***Dayu memandang pohon raksasa itu. Dia bisa melihat kehidupan-kehidupan yang indah dan berwarna-warni di sana, bergerak secara teratur dan berputar di sekitar pohon yang rindah.Seperti yang pernah dia baca entah kapan, selama ada sebuah pohon, maka pasti akan ada kehidupan di sekitarnya."Jadi, tidakkah kamu ingin meminta sesuatu pada po
"Nala, kamu di sini?" tanya Dayu. "Ya, sedikit lagi aku di sana. Bertahanlah!" Suara Nala menjawabnya. Baru Dayu merasa sedikit lega, kumpulan asap yang berputar di sekitar pohon keramat bagai badai itu seolah mewujudkan bentuk yang membuat Dayu ingin meledak. Pertama, dia melihat wujud besar serupa wajah Gendis yang sedang tersenyum mengejeknya, lalu sosok Mak Nik yang tertawa. Setelah dua sosok yang dia kenali itu, wujud lain yang mirip tengkorang manusia namun dengan banyak lubang kecil muncul, membuat Dsyu terkejut dan mundur sampai membenturkan punggungnya sendiri ke pohon keramat. Dayu merasakan nyeri di kepalanya, rasanya sangat parah dan begitu menyiksa. Titik di mana bercak tanda bahwa dia adalah tumbal bagi Danyang dulu serasa ditusuk-tusuk dengan begitu banyak jarum, melubangi kepalanya dan menyusupkan setiap pikiran buruk ke dalamnya. "Dayu, tetaplah tenang, atur napasmu, ingat setiap hal baik." Suara Nala terdengar lagi. Dayu tentu ingin mencoba dan dia sudah mulai
"Ini bukan wilayah kamu, untuk apa kamu datang? Aku tidak ingin ada keributan yang lebih jauh." Nala berucap, menolak tawaran cowok berseragam sekolah menengah atas itu tanpa mengucapkan kata tidak.Tolehan kepalanya seperti slow motion, wajahnya memiliki fitur yang manis namun tajam, dengan mata yang bagus dan perawakan tak begitu tinggi tapi tegap."Apakah aku meminta pendapat kamu, Nala? Dia ingin mengambil energi milikku yang ada pada kamu, dengan kata lain dia sudah mencoba untuk mengundang aku ke sini, ingin mencari masalah dengan aku!" Sahut lawan bicara Nala itu.Nala membuang napas, lalu melangkah mendekati pusaran asap hitam yang masih terus membungmbung, sama sekali tidak berkurang.Sambil menuruni bukit, Nala bisa melihat banyak sekali tengkorak yang ikut berputar di dasar pusaran, sisa dari penumbalan yang sudah diberikan oleh manusia-manusia yang telah meminta sesuatu dari Danyang, melakukan perjanjian dengan makhluk itu dan diharuskan membayar imbalan.Sosok wanita yang
"Apakah kamu benar-benar sudah gila? Lakukanlah sesuatu yang lebih masuk akal dibandingkan menjadi dukun, oi? Apa kamu mau dimanfaatkan oleh makhluk bernama Danyang itu hanya untuk sesuatu yang kamu sendiri tak tau akan berakhir seperti apa?" Dayu bertanya, tapi masih sambil terus berlari.Dia melihat ke depan, sementara ayunan kakinya menjadi lebih pendek, langkahnya terasa berat karena pengaruh putaran asap hitam yang memberinya tekanan kuat, membuat Dayu terus ditekan untuk menempel ke pohon keramat."Kekuatan dan kesaktian adalah apa yang paling dibutuhkan dalam hidup. Kamu kira, kamu akan bisa bahagia hidup dengan dibayangi kematian?" Anto menyahut dari belakang.Dayu masih mencoba berlari, tapi Anto berhasil meraih bagian belakang hoodie yang dia pakai dan menariknya, membuat Dayu terjungkal ke belakang dan terjatuh.Kekuatan pusatan dari asap hitam nyaris menyeret Dayu karena dia jatuh searah dengan arah putarannya, melawan arah gerak jarum jam.Sebelum tubuhnya ditelan oleh as