Dimas memapah Nala menuju ke kursi terdekat, lalu membiarkan Nala duduk di sana. Dimas tak tahu bahwa Nala dalam keadaan sakit atau bagaimana, tapi saat telapak tangannya bersentuhan dengan Nala, telapak tangan kanan dan kiri merasakan dua suhu yang berbeda. Dua sensasi yang seperti bertolak belakang satu sama lain.Telapak tangan kirinya yang memiliki bercak hitam seperti merasakan sengatan listrik tegangan rendah, menyebar sampai ke dada, menyengat jantungnya hingga berdetak kasar, memaksanya menjadi resah. Sementara tangan kanannya bisa merasakan bahwa suhu tubuh Nala sedang tinggi, kemungkinan Nala sedang demam tapi memaksakan diri untuk datang."Kak Nala, apakah kamu baik-baik saja? Kamu sepertinya demam?" Dimas menanyakan kondisi Nala pada dokter koas itu, yang lantas hanya dijawab dengan senyuman.Nala terlihat sangat kelelahan, napasnya tak beraturan. Begitu punggungnya bersandar, Nala memejamkan mata lalu mengatur napasnya sampai menjadi tenang dan teratur kembali, baru kemud
Mak Nik langsung turut berdiri begitu melihat Dimas berjalan ke arah ruang prakteknya. Begitu juga dengan Bambang yang mengikuti dari belakang remaja itu. Dimas bergerak seperti tak menyadari bahwa Bambang sudah mengikutinya dan memandang dengan tatapan was was."Mau ke mana kamu, Nak?" Mak Nik bertanya, masih dengan suara lembut.Dimas tak menggubris. Dia tak mau menoleh sama sekali dan tetap mengikuti ke arah mana kiranya pada laba-laba kecil itu bergerak. Lagi pula, memandang ke arah dukun itu membuat seluruh rambut halus di lengannya berdiri, memberi Dimas pemandangan yang ngeri.Semua laba-laba kecil itu bercalan masuk ke dalam sebuah ruangan, melewati celah kecil di bawah pintu. Dalam penglihatan Dimas, di depan daun pintu itu tengah duduk sosok yang seluruh tubuhnya ditutupi rambut, terlihat kusam dan suram, dengan mata yang melotot ke arahnya.Dimas mundur tapi dia menunjuk ke arah pintu itu."Di sana tempatnya. Kak Dayu ada di sana, Pak!" Dimas berucap, ditujukan pada Bambang
Dimas hanya tersenyum, tapi dengan senyuman yang bisa membuat siapa saja ketakutan."Menurutmu, siapa aku, wahai manusia yang serakah?" tanya Dimas tanpa melepas senyumnya.Mak Nik tak lagi menjawab, tapi dia melemas dan akhirnya tak sadarkan diri.Dimas tak menaruh peduli, tak terlihat bersimpati. Sangat berbeda dengan sosoknya yang biasa terlihat. Dia meninggalkan Mak Nik yang tergeletak dan anak gadisnya yang panik.Tangan Dimas terulur, meminta kotak dari tangan Bambang. Polisi muda itu menatap Dimas sebentar sebelum menelan ludahnya sendiri dan menyerahkan kotak itu dengan gugup.Begitu berada di tangan Dimas, kotak itu seolah dipanaskan. Asap muncul dan sesuatu di dalam kotak itu mengelurkan suara seolah kotak sedanh diguncangkan, meski sebenarnya tidak sama sekali.Kotak itu akhirnya hancur dan Dimas sendiri juga jatuh tak sadarkan diri, membuat Bambang kelimpungan karena ada dua orang yang tak sadarkan diri di hadapannya.***Bersamaan dengan hancurnya kotak di rumah Mak Nik,
"Jiwa kedua, apa itu?" Leah bertanya, merasa berhak tau karena apa yang Nala katakan berkaitan dengan adik laki-lakinya. Nala tersenyum. "Aku akan menjelaskannya hanya jika Dimas mengizinkannya. Jika Dimas tidak ingin hal ini dikatakan pada orang lain, maka aku juga tidak akan mengatakan apa pun soal itu." Nala menolak dengan halus. Dayu sedikit kecewa tapi dia bisa mengerti. Perihal Nala yang tak akan mengatakan mengenai rahasia yang dipercayakan kepadanya sudah Dayu ketahui dari Naya. Senyumnya mengembang karena dia bahagia mengetahui bahwa apa yang Naya katakan kepadanya benar adanya, terbukti dengan begitu sempurna. Senyum Dayu terus berkembang, bahkan ketika dia mulai merasakan rasa lapar. "Apakah Dimas sudah kembali?" Dayu bertanya sambil menekan perutnya. Leah menggeleng, begitu juga dengan Anis yang memperjelas secara lisan bahwa Dimas belum kembali dari rumah Mak Nik. "Dimas akan segera sampai, tidak perlu khawatir. Tapi kondisi dukun itu tidak akan dalam keadaan baik-b
Nala diam, tapi matanya berpendar lwbih lebar. Cowok yang lulus pendidikan kedokteran dalam usia yang terbilang lebih muda dari para kawan seangkatannya itu, membuka mulutnya sebentar tapi mengatubkannya kembali sebelum mengeluarkan suara. Tanda bahwa Nala sebenarnya sangat ragu untuk bicara, atau mungkin memang merasa tidak siap untuk memberi penjelasan lebih.Tapi, Dayu dan Dimas, dua bersaudara yang tidak berkaitan dengan hubungan darah itu sama-sama memandang ke arahnya dengan tatapan penuh harap. Rasa ingin tahu Dimas menggunung memang sejak Nala mengajaknya bicara berdua kemarin, yang lantas berakhir dengan meminta Dimas mendatangi rumah dukun yang menawan Dayu. Sementara Dayu sendiri memberikan tatapan menuntut yang disandingi keputusasaan, sesuatu yang membuat Nala jatuh dalam dilema."Aku tidak tau pasti, aku tidak bisa menjawab karena aku sendiri tidak yakin." Nala akhirnya menjawab meski dengan rasa tidak enak di hatinya.Dayu melepas napas kecewa sementara Dimas masih memp
"Ya, mereka belum mati. Jika seseorang benar-benar sudah mati, entah siapa itu pasti akan menemukan mayatnya di sekitar sana. Sama seperti yang terjadi pada supir truk itu, begitu dia meninggal, mayatnya akan ditemukan tak lama kemudian!" Nala menjawab dengan suara tenang tapi penuh kehati-hatian.Dayu mendekati cowok itu, menggenggam tangan Nala dan menatap langsung ke dalam matanya. Dayu memohon pada Nala untuk memberi tahunya bagaimana cara menyelamatkan ayah dan tante Sekar tanpa mengucapkan sepatah kata pun, tanpa suara.Nala mengambil napas, diam selama tiga detik, lalu memberi penjelasan."Membawa mereka kembali ke sini, ke dunia nyata, tidak mengubah fakta bahwa mereka dan kalian sama-sama tetap tumbal dari danyang. Seratus hari telah berkurang banyak, apa kamu ingat sudah berapa hari terlewati?" Nala kembali mengingatkan Dayu dan Dimas mengenai nasib mereka sendiri.Seratus hari telah banyak terlewat. Tujuh puluh hari tersisa dan tak banyak perkembangan."Oh, aku lupa mengata
Apakah ada penjelasan paling detail mengenai dunia orang mati? Jawabannya tak akan pernah ditemukan. Orang yang sudah benar-benar mati bukanlah pengelana yang akan pulang kembali ke rumahnya, untuk kemudian menceritakan seperti apa tempat yang sudah dia kunjungi kepada keluarganya. Para peneliti juga tidak bisa mengirim seseorang sebagai delegasi untuk mendatangi dunia orang mati.Ah, bahkan Marcopolo ataupun Columbus tidak melakukan penjelajahan mereka di dunia orang mati, mereka tak pernah mencatat mengenai kehidupan orang-orang setelah mereka mati.Sebenarnya Dimas kira dunia ataupun dimensi yang akan dia masuki adalah dunia yang sama dengan dunia orang mati, namun sepertinya tidak demikian. Sekarang, Dimas mengerti mengapa orang seperti Nala bahkan tidak mengatakan bahwa dia mempercayai adsnya hantu.Orang mati akan tetap menjadi orang mati, semua tentangnya terkubur jauh. Jasadnya melebur bersama bumi, sementara kenangan tentang hidupnya terkubur dalam ingatan orang-orang selama
Krak krak krak! Dimas mendengar suara yang semakin mendekat. Tanpa menoleh, Dimas menggeser posisi tubuhnya. Dia menepi lalu tak bergerak lagi, diam di tempat. Seperti apa yang sudah dikatakan Naya berulang kali, dia tak diperbolehkan untuk berinteraksi dengan makhluk apa pun di tempat itu selain orang tuanya sendiri. Tak lama setelah dia menepi, suara itu akhirnya menampakkan wujudnya. Sosok laki-laki tua bungkuk berjalan dengan sepasang kaki, tapi bukan kaki manusia, melainkan sepasang kaki kuds atau kambing. Selebihnya, penampilannya biasa saja. Suara menyeret yang Dimas dengar, rupanya bukan berasal dari sosok kakek itu, lantaran setelah di kakek lewat pun suara itu masih terdengar mendekat dan belum mencapai Dimas. Sekali lagi, Dimas harus menahan dirinya dan diam di sana. Dia harus menunggu dengan menghitung detak jantungnya yang semakin cepat, berdebar tak karuan menahan ketakutan yang membuncah. Krak krak krak! Akhirnya, sosok yang membuat suara menyeret itu benar-benar
"Apa maksudmu? Apa yang ada di sana?" Dayu bertanya pada sosok yang terus mengulang kata tunjuk yang sama itu.Dia tak merasa perlu untuk berpura-pura tak mendengar, karena dia yakin di dalam mobil itu bukan hanya dia yang mendengarnya."Di sana! Itu di sana!" Sosok gadis itu seolah tidak bisa memahami apa yang Dayu tanyakan, dia hanya menjawab dengan kalimat yang sudah dia ucapkan sebelumnya, dia ulang dan ulangi lagi saja."Hei!" Dayu merasa sedikit kesal sendiri sehingga dia langsung membentak sosok itu tanpa sadar.Nala terbangun karena suara bentakan Dayu, sementara sosok itu justru menghilang dari sana. Dalu tertawa dan terlihat senang sekali."Nah, seperti itu. Ketika kamu menunjukkan bahwa kamu juga bisa menjadi lebih kuat darinya, dia akan menyembunyikan dirinya darimu!" Dalu memuji apa yang baru saja Dayu lakukan, meski Dayu tak sengaja melakukannya."Ah, begitukah? Tapi, dia terus mengulang kalimat yang sama, menunjuk ke arah yang sama, menyebalkan sekali!" Dalu menyahut.N
"Hah? Bagaimana caranya aku memotong tangan makhluk ini?" Dayu bertanya dengan panik.Anehnya, Dalu terkekeh seolah semua itu hanyalah lelucon, sementara Nala menoleh dengan wajah tenangnya yang terlihat sedikit lebih pucat dari biasanya dan memberikan senyum yang membuat Kiana merasa nyaman."Tidak apa-apa. Setiap dari kita bisa memutus rantai jika kita mau!" Dalu berucap.Dayu menggelengkan kepalanya. Dia tak mengerti. Rasanya, hanya dengan mendengar apa yang Dalu katakan saja sudah terasa mengerikan.Wanita yang sudah bisa dikatakan dalam usia dewasa itu menunjukkan sikap yang sangat stabil. Dia tenang dalam situasi yang menurut Dayu bisa disebut genting atau tak menguntungkan sekalipun, sementara di saat yang lain dia bisa terlihat ceria dalam porsi yang tidak berlebihan. Kali ini juga sama. Dalu berjalan mendekat, memutari meja hingga berada di sebelah Dayu lalu menunjukkan apa yang dia maksud dengan memotong tangan makhluk itu.Dia tenang seperti air, tapi saat tangannya dengan
"Ya, semacam itulah. Apakah kamu tidak bisa melihat apa yang sedang dia ajak berbicara?" Dalu balik bertanya.Dayu langsung menggelengkan kepalanya tanpa ragu. Dia sangat yakin hanya melihat Nala di sana dan tak melihat apapun yang lain. Cowok itu berpenampilan santai tapi rapi, membuatnya terpesona. Sejujurnya, dia tak bisa memperhatikan hal lain karena Nala yang belum resmi menolaknya, dan cowok itu semakin hari juga terlihat semakin gemerlapan di matanya."Dia bersama dengan wujud dari ingatannya sendiri!" Dalu menjawab.Mobil yang Dalu kendarai mendekati Nala, lalu berhenti persis di depan cowok itu. Begitu roda mobik berhenti bergerak secara resmi, Dalu melepas sabuk pengamannya lalu turun dari mobil dan meninggalkan pintu mobil dalam keadaan terbuka.Nala mendatangi adik dari mendiang ibunya itu, menyapanya lalu mencium tangannya dengan sangat sopan. Dalu membisikkan sesuatu kepada Nala, dan saat itulah Dayu disadarkan bahwa Dalu memiliki tubuh yang terbilang tinggi.Begitu kedu
"Bukankah manusia sangat sombong? Ya, kamu benar, kalian sangat sombong. Itu adalah apa yang membuat kalian dan kami menjadi mirip, tapi semakin lama aku pikir manusia menjadi lebih serakah dari makhluk apapun. Ketika mereka berpikir bisa memperbudak aku, maka aku akan menang melawan orang-orang semacam itu!" Danyang berucap.Dalu terkekeh."Benar, benar. Benar sekali. Maka bukankah kamu hanya akan perlu melihat siapakah yang lebih baik di antara kami dan mereka, sementara kamu hanya akan menerima keuntungannya?" Gadis itu seolah tengah membenarkan apa yang Danyang katakan, tapi dalam makna yang sebenarnya, dia masih mengajukan sebuah dorongan agar Danyang tidak ikut campur.Danyang menyeringai. Dengan penampilan dan rupa Nala, seringaiannya itu tidak nampak menyenangkan untuk diingat bagi Dayu, karena itu bisa merusak sosok Nala dalam kepalanya.Begitu Danyang mengibaskan tangannya, Dayu langsung kembali menyaksikan penampakan genteng-genteng yang berjejeran. Dalu yang ada di sebelah
"Siapa yang kamu maksud?" tanya Dayu.Dalu menoleh lalu tersenyum. Gadis itu melepas outer yang dia pakai dan menggantungnya dengan rapi, meletakkan tas kecil yang menggantung di bahunya, lalu kembali berjalan ke arah balkon."Orang yang sedang mencoba menyeret Danyang keluar dari tempat tinggalnya dan membawa makhluk itu ke dunia manusia ini. Orang itu memang kuat dan dia berpikir bahwa dirinya akan menjadi lebih kuat dengan memanfaatkan energi Danyang. Kesombongan manusia benar-benar melampaui jangkauan akal!" Dalu menjelaskan apa yang dia maksud kepada Dayu sambil terus berjalan sampai dia bisa berada di balkon.Dayu turut berjalan untuk menyusul Dalu. Dia berdiri di sebelah wanita itu, menghirup aroma parfumnya dengan jelas sampai kemudian dia bisa menghirup aroma bebungaan yang bercampuran."Apakah itu dia?" tanya Dalu.Dayu mengenyitkan dahi, memandang ke kanan dan ke kiri."Di bawah sana. Laki-laki yang sudah mati itu, apakah itu dia yang kamu maksud?" tanya Dalu lagi, memperte
Dayu melambaikan tangan kepada adik barunya yang begitu muncul sudah langsung berusia enam belas tahun itu sambil tersenyum lebar, begitu juga ketika bunda dan ayah melambaikan tangan kepada dirinya. Seharusnya, jika sesuai rencana, dia akan turut serta mengantar Dimas ke sekolahnya, tapi dia akhirnya memutuskan untuk tinggal.Dia punya hal lain yang harus dilakukan, dan Dimas membantunya untuk meyakinkan ayah serta bunda bahwa Dayu memang lebih baik tinggal dan tak turut bepergian jauh untuk mengantar. Apa lagi, sebenarnya ayah sendiri juga belum memiliki kembali keberanian untuk menyetir sendiri dalam jarak jauh, membuat mereka harus menyertakan seorang supir yang kebetulan direkomendasikan oleh pihak hotel.Satu hal yang baru Dayu tahu adalah hotel itu merupakan salah satu aset milik keluarga Nala. Hotel paling besar di pusat kabupaten yang sebenarnya tak terlalu ramai, dan mungkin tidak akan memberikan keuntungan yang besar. Akan tetapi, menurut cerita Nala semalam setrlah ditodon
Nala tersenyum, dia tidak mengatakan apapun tapi dia sedang menelepon. Dayu tak mengerti mengapa cowok itu berlaku demikian, tapi sepertinya dia hanya sedang menerima instruksi dari seseorang setelah mengatakan satu kalimat saja selain salam."Seperti yang sudah kamu katakan waktu itu!"Setelah kalimat itu, selama sepuluh menit, Nala hanya diam dan mendengarkan. Sesekali dia mengangguk-angguk atau menggeleng, kadang dia memandang ke arah Dayu atau Dimas lalu tersenyum.Setelah menyelesaikan panggilan telepon itu, Nala menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Dia, entah mengapa melirik ke arah kirinya yang kosong sebentar lalu memberikan tatapan dan semakin lama semakin menajam, sebelum kemudian dia kembali menoleh ke arah lain dan memberikan tatapan lembutnya, seolah dia baru saja mengungkapkan ketidaksukaannya pada sesuatu yang ada di sampingnya."Siapa yang baru saja kamu telepon?" tanya Dayu."Oh, tanteku. Dia adik paling muda dari mendiang mama!" Nala menjawab sambil menyunggin
Dayu dibangunkan oleh Dimas ketika baru memejamkan mata dan membuatnya terkesiap."Katanya, tidak baik jika kita tidur dalam pergantian antara terang dan gelap!" Dimas mengingatkan Dayu.Sebenarnya, Dayu tak tahu dari mana Dimas bisa mendapatkan ide itu, tapi dia rasa apa yang Dimas katakan ada benarnya. Apa lagi setelah mengalami kejadian buruk seperti tadi, Dayu mengingatkan dirinya untuk tidak segampang itu tertidur."Berapa lama lagi sampai kita akan pergi ke restoran dan bertemu Nala?" tanya Dayu."Dayu, kamu merindukan Nala?"Suara ayah yang bertanya membuat Dayu menoleh. Sejenak dia sempat terlupa bahwa dia sedang berada di kamar kedua orang tuanya, dan pasangan itu sedang berada di dekatnya.Mereka menonton bersama-sama, sebuah series komedi yang bukannya membuat Dayu tertawa, tapi justru mengantuk."Oh, bukan begitu. Hanya saja ada yang mau aku bicarakan dengan Nala ketika kami bertemu nanti!" jawab Dayu.Ayah dan bunda tersenyum."Dia calon dokter yang sering kita temui buka
Dayu tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Tubuhnya bergetar dan dia mundur tiga langkah ke belakang. Dimas sendiri tak terlihat baik-baik saja. Cowok itu segera berbalik badan dan terlihat sedikit panik. Bagaimanapun, dari kejahatan yang sudah Agus lakukan, Dimas adalah target utama penumbalannya.Dua kakak beradik yang disatukan lewat ikatan pernikahan kedua orang tua mereka itu segera saling tatap. Tanpa mengatakan apapun, Dayu segera menyambar gawainya dan berusaha untuk menelepon Nala, tapi cowok itu tak mengangkatnya.Dimas juga terlihat kecewa saat Dayu menggelengkan kepalanya. Berdua, mereka kembali mengendap-endap ke arah balkon dan kembali memandang ke arah di mana tadi mereka bisa melihat sosok Agus berdiri mengawasi."Oh, syukurlah!" Dayu melepas napas lega saat melihat bahwa sosok itu sudah tak ada lagi di sana."Kak, kamu juga melihat dia tadi 'kan?" tanya Dimas dengan suara bergetar.Dayu menganggukkan kepala. Dia masih sangat terkejut sampai tak bisa menghentikan la