Beranda / Horor / DANYANG / Danyang, Penguasa Kerajaan Ghaib

Share

Danyang, Penguasa Kerajaan Ghaib

Penulis: ChiHi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Siapa itu Danyang?" tanya Dayu.

Dokter muda itu diam, seperti menyesal telah bertanya.

Tak ada obrolan lebih lanjut, karena pembicaraan dokter dengan Anis juga sudah selesai. Dokter muda itu sepertinya adalah calon dokter yang sedang menjalankan koas di rumah sakit itu, jadi begitu sang dokter pergi, dia pun mengikuti.

***

Dayu tertidur setelah minum obat, dan baru bangun setelah lewat jam lima sore. Saat dia bangun, Anis tak ada di kamar, tapi ada pesan dari kakaknya itu bahwa Anis harus pergi ke kantor polisi untuk membahas masalah kecelakaan dan menghilangnya orang tua mereka, sekaligus pergi ke rumah duka dari supir pengganti.

Selama sepuluh menit, Dayu hanya diam di dalam kamar, baru kemudian pergi ke kamar mandi untuk membasuh mukanya. Dia baru saja ingat, wajahnya belum tersentuh air sama sekali sejak sadar.

Merasa segar tapi kesepian, Dayu melangkahkan kaki keluar dari kamar rawatnya. Lukanya masih terasa nyeri, tapi Dayu mengabaikannya.

Suasana lengang karena tak banyak orang yang datang membesuk menjelang gelap. Dayu menyusuri lorong, mencoba mencari tempat yang bisa membuatnya merasa tak seperti orang sakit.

"Ke arah sini!"

Dayu membeku saat mendengar suara itu. Suara Dimas.

"Apakah kamu harus seketakutan itu pada orang yang sudah seminggu menjadi adikmu?" Dimas muncul dari belakang punggung Dayu dan segera menarik tangan Dayu.

Dayu sedikit tersentak saat tangan Dimas menyentuh tangannya. Rasanya sangat dingin, seperti menyentuh air yang membeku.

Dayu ingin berteriak, tapi suaranya sama sekali tak keluar. Dimas terus membawanya berjalan sampai ke sebuah ruang rawat.

"Dia di dalam. Dia pasti tahu sesuatu soal kecelakaan kita, mungkin dia juga tahu kenapa ayah dan bunda menghilang." Dimas berucap.

Mendengar apa yang Dimas katakan, rasa takut dan keterkejutan Dayu menguap. Segera, dia mengetuk pintu dan segera masuk ke ruangan itu.

"Oih, siapa kamu?" Seorang laki-laki muda, mungkin seumuran Dayu sendiri, bertanya dengan terkejut.

"Maaf, tapi ...," 

"Katakan kamu mencari dokter koas yang bernama Nala!" Dimas memberikan instruksi pada Dayu.

"Aku pikir, dokter Nala ada di sini, hehe hehe." Dayu mencoba bersikap senormal mungkin.

"Oh, kamu cari dokter Nala. Sebentar ya," cowok imut itu, yang meskipun perawakannya mungil menggemaskan sangat mungkin adalah dokter koas sama seperti Nala lantas menuju ke kamar mandi dan mengetuk, "La, ada yang cariin. Aku pergi duluan ya!"

***

Dayu kira, Nala akan menganggapnya gila saat mengatakan bahwa saudaranya -Dimas- yang masih dalam keadaan tak sadarkan diri sekarang turut bersamanya, dan Dimas pulalah yang menunjukkan pada Dayu harus mencari siapa dan kemana. Tapi ternyata Nala bereaksi tenang dan tak menunjukkan keterkejutan apa pun.

Suasana ruang rawat kosong di lantai yang sama dengan ruang rawat Dayu itu sepertinya digunakan diam-diam oleh para dokter koas untuk beristirahat. Dayu tadi melihat dokter koas lain pergi dengan ransel besar.

"Mari bicara di tempat lain." Nala berucap, membawa tasnya dan pergi mendahului mereka.

Sampai mereka ada di lorong lantai pertama yang sepi, Nala berhenti dan membawa Dayu menuju ke taman.

"Apakah kamu bisa menghitung ada berapa orang di sini?" Nala bertanya, seolah sedang mengetes Dayu.

Mendapat pertanyaan seperti itu, Dayu sedikit kesal, tapi dia mengangguki apa yang Nala tanyakan.

"Tiga. Aku, kamu, dan Dimas!" Dayu menjawab dengan yakin.

Nala hanya tersenyum, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Dimas.

"Lalu menurut kamu, Dimas. Ada berapa orang di sini?" Nala beralih tanya pada Dimas.

Bukam cuma Dayu yang terkejut  tapi juga Dimas. Mereka berdua sama-sama mengira Nala tak bisa melihat Dimas, sama seperti orang-orang yang sebelumnya Dayu temui saat berada di lorong, semua orang hanya menyapa Dayu dan Nala saja.

"Aku pikir kamu tak bisa melihatku." ucap Dimas.

Nala menggeleng, "Aku melihat kamu sejak kemarin pagi, aku tahu kamu berada di sekitar."

"Lalu kenapa tadi kamu mengabaikan aku?" tanya Dimas lagi.

"Aku akan tetap mengabaikan kamu ketika kita berada di tengah keramaian." Nala menjawab dengan begitu tegas.

"Kenapa?" Dimas bertanya dengan wajah heran.

"Aku sedang dalam perjalanan untuk menjadi seorang dokter, apakah kamu pikir aku harus membuat orang-orang berpikir aku gila?" Nala bertanya balik.

Dimas diam, lalu mengangguk.

"Ya, orang lain memang tidak bisa melihat aku, dan itu membuat aku bingung kenapa aku bisa ada di sini." terangnya.

Nala diam saja, lalu duduk di atas rerumputan yang cukup terawat meski tempat itu sepi sekali.

"Di sini, tidak hanya ada kita bertiga. Ada banyak sekali makhluk jika aku mau menghitungnya. Jika kalian tak bisa melihat mereka, itu artinya aku tak perlu terlalu khawatir. Ikatan antara kalian berdua dengan Danyang, berarti masih tipis." Nala berucap.

Dia merebahkan punggungnya, membuat Dayu dan Dimas bisa melihat penampang wajahnya yang halus dan lembut secara penuh. Nala dalam versi non dokter koas jauh lebih menawan karena dia telah melepas wajah tegas yang dipajang seharian.

"Siapa Danyang?" tanya Dayu, lantas duduk di samping Nala yang masih berbaring.

Nala mengangkat tangannya, lalu membuat gerakan seolah dia tengah menangkap sesuatu dari udara.

"Dia makhluk yang dipercaya menguasai suatu tempat sejak zaman dahulu kala. Setiap memasuki wilayahnya, kamu mungkin akan mengusiknya, dan sebagai balasannya, dia akan membuat kamu celaka. Tapi, ada juga yang mempercayai bahwa Danyang adalah makhluk yang menjadi raja di suatu tempat, dia memiliki kekuatan yang besar dari alam, dan dia bisa memberikan apa yang kamu mau." Nala berucap sambil memandangi langit gelap.

Lampu menyala dengan warna kekuningan, dan menciptakan suasana yang hangat.

"Apakah yang kamu maksud, dia bisa mengabulkan permintaan?" tanya Dimas.

"Makhluk penguasa wilayah itu, aku baru saja mendengarnya dari Anto, tapi apakah dia bukan makhluk jahat?" tanya Dayu, menambahi pertanyaan adiknya.

Nala mengambil napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan.

"Baik atau jahat, tidak ada yang benar-benar pasti. Dia mungkin bersifat abu-abu, sama seperti manusia. Hanya saja, kadang kita tidak tahu bahwa kita telah tanpa mengaja mengusiknya, lalu memulai sebuah peperangan dengannya. Orang-orang di sekitar kita, mungkin menjadi tumbal dari ketidaktahuan itu." Nala menjelaskan dengan nada lambat.

"Lalu, apakah kecelakaan keluarga kami ada hubungannya dengan Danyang? Kami hanya berniat mengunjungi kerabat yang lama tak bertemu dan pindah rumah. Ini bahkan kali pertama bagiku melewati hutan itu!" Dayu masih mencoba menjadi yang paling denial.

Nala diam untuk tiga detik.

"Aku juga tidak pernah mengusik Danyang, dan orang lain yang menjadi korban mungkin juga tidak pernah mengusiknya. Tapi, dari enam orang yang terlibat dalam kecelakaan itu, apakah kamu yakin tak ada satu pun yang sudah mengusik Danyang?" Nala bertanya balik, mencoba membuat Dayu berpikir lebih jauh.

"Apakah kamu tahu banyak soal Danyang?" Dimas kembali bertanya.

Nala menggeleng.

"Aku sama sekali tak tahu soal Danyang tempat itu. Mereka sama seperti pemilik rumah, dan aku tak pernah mengenal pemilik rumah yang kalian lewati itu. Tapi, aku pernah tahu Danyang lain yang menguasai sebuah tempat di desa tempat keluargaku tinggal. Kurang lebih, aku pikir mereka memiliki karakteristik yang sama. Seseorang mungkin tanpa sengaja meminta sesuatu di sana, lalu kalian menjadi pembayarannya. Itu adalah apa yang aku pikirkan ketika aku melihat ada benang merah menjerat leher kalian." tutur Nala, sambil mengarahkan tangannya ke leher Dayu.

Begitu Nala menarik tangannya lagi, dia memperlihatkan ada semacam benang merah nyaris transparan di sana.

"Dia sudah menandai korbannya." terang Nala.

*** 

Bab terkait

  • DANYANG   Benang Merah

    Dayu ingin sekali meneriakkan bahwa apa yang Nala katakan tidak masuk akal. Lelaki muda itu seorang dokter koas, seharusnya berpikir rasional, seharusnya bersikap masuk akal. Tapi, tak ada yang bisa Dayu tolak lantaran Nala sendiri bisa menunjukkan sesuatu yang seperti sihir itu. Tak mungkin Dayu berpikir lebih jauh, menyangkal dan menuduh Nala sebagai pesulap.Benang merah itu nyaris transparan, tapi nyata adanya meski semula Dayu tak bisa melihatnya. Dimas juga terlihat sama kagetnya, tak menyangka ada benda semacam melilit lehernya.Dayu mencoba memastikan apakah benang merah itu asli dengan menyentuhnya, tapi begitu tangannya nyaris mencapainya, benang merah itu menghilang."Kamu tak bisa menyentuh benda itu, karena kamu adalah mangsanya. Benda ini akan menandai kalian berdua, dan membawa Danyang ke tempat di mana kalian berada, atau sebaliknya, tanpa kalian sadari membawa kalian mendatangi wilayah yang Danyang kuasai. Benda ini seperti jerat yang tidak bisa kalian lepas selama ka

  • DANYANG   Tumbal

    Dayu menceritakan pada Anto setiap detail yang dia ingat, meski dia sendiri yakin bahwa ada bagian yang tak bisa dia ingat."Aku sangat yakin nendengar suara jeritan saat itu, bersamaan dengan suara benturan antara mobil kami dengan truk yang ada di depan. Aku sudah mengkonfirmasinya pada Dimas dan dia pun mengatakan hal yang sama, kami berdua sama-sama mendengar jeritan itu. Sebagai catatan, itu bukan suara salah satu dari kami, ayah atau tante Sekar. Aku bahkan tak yakin itu jeritan apa." Dayu mengakhiri ceritanya."Setelah itu, kamu tak ingat apa-apa lagi?" tanya Anto.Dayu menganggukkan kepalanya. Dia benar-benar tak ingat apa yang terjadi setelah itu."Itu sama persis seperti apa yang aku alami, hanya saja aku tak mendengar suara jeritan seperti yang kamu sebutkan. Aku hanya ingat aku melihat sebuah truk datang dari arah depan, itu saja." Anto menyebutkan kesamaan kejadian yang mereka alami."Lalu, apa saja yang kamu lakukan setelah itu?" tanya Dayu.Anto diam sejenak, mengingat-

  • DANYANG   Perhitungan

    Dayu melirik ke kanan dan ke kiri. Dia mulai dihinggapi ketakutan dan kecemasan, membuatnya tak ingin memejamkan mata apalagi tertidur meskipun obat membuatnya mulai mengantuk. Dayu takut dia akan mulai memasuki mimpi menakutkan di hutan yang suram itu lagi jika jatuh terlelap.Dayu merasa tak nyaman. Dia mengenakan selimut sampai ke dada tapi masih merasakan dingin yang berasal dari sekitarnya. Seolah udara di dalam ruang rawatnya menjadi lebih dingin dan lebih lembab, membuat Dayu merasa seperti tengah berada di dalam hutan jati yang ada dalam mimpinya, tapi dalam versi yang lebi lh dingin.AC memang menyala, tapi suhu di dalam ruangan itu diatur untuk tak kurang dari dua puluh empat derajat celcius oleh Anis, sesuai keinginan Dayu.Setelah dokter yang memeriksanya menyarankan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut, Anis menemaninya sebentar. Namun, setelah setengah jam mereka bicara mengenai perkembangan kasus menghilangnya ayah dan tante Sekar, Anis meninggalkan Dayu sendirian u

  • DANYANG   Dukun

    Nala menghena napas, seolah lelaki muda itu tengah menyesali sesuatu. Dayu tak mengucap sepatah kata pun, tak mengeluarkan suara bahkan tak membuat gerakan yang terlalu jelas meskipun dadanya terasa nyeri dan sesak. Rasa sakit menjalar dari dada sampai ke seluruh tubuhnya, sementara kepalanya berdenyut nyeri.Dokter koas itu duduk dengan gelisah di sofa, tak mengatakan apa pun lagi setelah pembicaraan singkat mereka yang terakhir. Dayu awalnya mengira Nala akan segera pergi dan meninggalkannya begitu saja seperti apa yang sudah terjadi sebelumnya, tapi ternyata pemilik wajah teduh itu justru hilir mudik di depan pintu kamar rawat Dayu yang sengaja dibiarkan terbuka, lantas duduk di sofa seperti sekarang."Aku tidak menyukai hal ini, kenapa aku aku harus melakukannya tadi?" Nala mengkritik dirinya sendiri. Dari tindak tanduknya, sepertinya Nala bahkan telah lupa bahwa dia tak sedang sendirian di sana, dan tanpa sengaja memperdengarkan keluhannya pada Dayu."Apa yang tidak kamu sukai, N

  • DANYANG   Sang Perantara

    Brakk!!Suara itu keras, tentu saja membuat fokus tiga orang di dalam ruang rawat VVIP itu terpecah. Dayu hanya bisa menoleh sementara Anto langsung berdiri, hendak memeriksa benda apa kiranya yang jatuh di balkon."Jangan dibuka. Biarkan saja, dia mencoba mengganggu!" Nala memberi instruksi dengan cukup tegas.Anto dan Dayu sama-sama menoleh ke arah dokter koas itu karena tak paham dengan apa yang Nala coba sampaikan. Awalnya, Anto terlihat tak bisa menangkap apa yang Nala maksud, apa lagi Nala justru tak terlihat menoleh sama sekali. Dokter koas itu malah bertingkah seakan tak mendengar apapun. Anto yang tak mendapat jawaban akhirnya kembali duduk.Brak !!!Suara benda jatuh setelah dilempar dengan keras sampai menabrak dinding terdengar lebih kerasa. Masih dari arah balkon.Dayu menoleh seketika dan dia terkejut melihat sepintas ada makhluk bertubuh besar dengah tangan panjang nyaris mencapai lantai menatap ke dalam. Matanya merah terang."Jangan dilihat!" Nala berkata, memperingat

  • DANYANG   Sang Pengikat

    Dayu diam sejenak, memikirkan kembali apakah dia perlu menanyakan pada Nala cara apa yang dokter koas itu maksud. Cara lain yang bisa membantu dirinya, cara untuk mengetahui siapa dukun itu, siapa yang telah menjadi penghubung antara seseroang dengan Danyang. Yang lebih penting lagi, tanpa bisa membuka mulut dukun yang mulai mengirimkan teror padanya itu, Dayu tak akan tahu siapa yang sudah menumbalkan dirinya, Dimas, ayah dan tante Sekar.Ada sesuatu yang membuat Dayu merasa ragu. Apakah dalam waktu yang hanya tersisa sembilan puluh lima hari, dia bisa menyelamatkan dirinya dari Danyang. Apakah dalam waktu yang akan terus berkurang seperti butiran halus di dalam jam pasir itu dia akan bisa memutus benang merah yang sudah terlanjur mengikat dirinya dengan Danyang.Apakah dia bisa menyelamatkan Dimas, ayah dan tante Sekar atau pada akhirnya harus menerima bahwa dia akan kehilangan segalanya. Dayu tak yakin dirinya akan sanggup kehilangan ayah setelah jauh sebelumnya telah kehilangan so

  • DANYANG   Jangan Sebut Namamu

    Dayu melangkah mundur. Tubuhnya gemetar. Teriakannya diredam oleh sesuatu yang tak bisa dia pahami. Dia sudah berteriak, tapi telinganya tak mendengar suaranya sendiri. Dayu hanya bisa mendengar suara angin yang bergerak berisik dari dalam hutan, seolah seseorang sedang berlari menembus pengap dan rapatnya vegetasi di bawah naungan pohon-pohon jati untuk mendatanginya.Tubuh ayah dan tante Sekar yang tergantung di salah satu cabang dari dua pohon jati yang berdekatan tak terlihat seperti orang mati. Mata mereka terbuka dan menatap Dayu dengan cara yang aneh, membuat Dayu menjadi semakin ketakutan.Dayu terus mundur.Suara berisik terdengar mendekatinya dari kedalaman hutan. Dayu ingin secepatnya berlari, tapi dia tak bisa menggerakkan tubuhnya dengan baik."Jangan diam saja, ayo lari!!"Seseorang berteriak persis di belakang Dayu. Tak sempat menoleh, tangan Dayu sudah diraih dan dia terpaksa mengikuti ayunan kaki cepat milik orang itu.Tangannya hangat, tapi Dayu tak bisa melihat waja

  • DANYANG   Klakson Tiga Kali

    Dayu melihat bagaimana mata Nala sempat berkilat dengan warna merah, seolah ada api yang sedang dibakar di dalam kedua mutiara cokelat bening miliknya itu saat kelopak mata yang indah terbuka."Apa yang kamu lakukan di sini? Aku tidak menerima tamu tak diundang." Nala berucap dengan tenang tapi begitu dingin, membuat Dayu berpikir dia baru saja mengganggu dokter koas yang tampaknya begitu ngebut saat sekolah dan kuliah itu.Mungkin saja dia baru saja mengganggu tidurnya yang berharga. Dari apa yang Dayu dengar, pada dokter seperti Nala tak punya banyak waktu untuk dirinya sendiri, bahkan untuk sekedar tidur sekalipun."Maafkan aku. Aku tahu, aku baru saja mengganggu kamu. Tapi, bisakah aku menanyakan sesuatu?" tanya Dayu.Nala memisahkan punggungnya dari tembok yang dia sandari. Sebelumnya, Dayu sengaja mencarinya dan menemukan bahwa Nala sedang memejamkan mata dan duduk bersandar di tembok, tak jauh dari ruang mayat yang sepi. Entah apa yang dilakukan oleh dokter koas itu di sana, di

Bab terbaru

  • DANYANG   Titik Mula

    "Apa maksudmu? Apa yang ada di sana?" Dayu bertanya pada sosok yang terus mengulang kata tunjuk yang sama itu.Dia tak merasa perlu untuk berpura-pura tak mendengar, karena dia yakin di dalam mobil itu bukan hanya dia yang mendengarnya."Di sana! Itu di sana!" Sosok gadis itu seolah tidak bisa memahami apa yang Dayu tanyakan, dia hanya menjawab dengan kalimat yang sudah dia ucapkan sebelumnya, dia ulang dan ulangi lagi saja."Hei!" Dayu merasa sedikit kesal sendiri sehingga dia langsung membentak sosok itu tanpa sadar.Nala terbangun karena suara bentakan Dayu, sementara sosok itu justru menghilang dari sana. Dalu tertawa dan terlihat senang sekali."Nah, seperti itu. Ketika kamu menunjukkan bahwa kamu juga bisa menjadi lebih kuat darinya, dia akan menyembunyikan dirinya darimu!" Dalu memuji apa yang baru saja Dayu lakukan, meski Dayu tak sengaja melakukannya."Ah, begitukah? Tapi, dia terus mengulang kalimat yang sama, menunjuk ke arah yang sama, menyebalkan sekali!" Dalu menyahut.N

  • DANYANG   Memutus Rantai

    "Hah? Bagaimana caranya aku memotong tangan makhluk ini?" Dayu bertanya dengan panik.Anehnya, Dalu terkekeh seolah semua itu hanyalah lelucon, sementara Nala menoleh dengan wajah tenangnya yang terlihat sedikit lebih pucat dari biasanya dan memberikan senyum yang membuat Kiana merasa nyaman."Tidak apa-apa. Setiap dari kita bisa memutus rantai jika kita mau!" Dalu berucap.Dayu menggelengkan kepalanya. Dia tak mengerti. Rasanya, hanya dengan mendengar apa yang Dalu katakan saja sudah terasa mengerikan.Wanita yang sudah bisa dikatakan dalam usia dewasa itu menunjukkan sikap yang sangat stabil. Dia tenang dalam situasi yang menurut Dayu bisa disebut genting atau tak menguntungkan sekalipun, sementara di saat yang lain dia bisa terlihat ceria dalam porsi yang tidak berlebihan. Kali ini juga sama. Dalu berjalan mendekat, memutari meja hingga berada di sebelah Dayu lalu menunjukkan apa yang dia maksud dengan memotong tangan makhluk itu.Dia tenang seperti air, tapi saat tangannya dengan

  • DANYANG   Wujud Ingatan

    "Ya, semacam itulah. Apakah kamu tidak bisa melihat apa yang sedang dia ajak berbicara?" Dalu balik bertanya.Dayu langsung menggelengkan kepalanya tanpa ragu. Dia sangat yakin hanya melihat Nala di sana dan tak melihat apapun yang lain. Cowok itu berpenampilan santai tapi rapi, membuatnya terpesona. Sejujurnya, dia tak bisa memperhatikan hal lain karena Nala yang belum resmi menolaknya, dan cowok itu semakin hari juga terlihat semakin gemerlapan di matanya."Dia bersama dengan wujud dari ingatannya sendiri!" Dalu menjawab.Mobil yang Dalu kendarai mendekati Nala, lalu berhenti persis di depan cowok itu. Begitu roda mobik berhenti bergerak secara resmi, Dalu melepas sabuk pengamannya lalu turun dari mobil dan meninggalkan pintu mobil dalam keadaan terbuka.Nala mendatangi adik dari mendiang ibunya itu, menyapanya lalu mencium tangannya dengan sangat sopan. Dalu membisikkan sesuatu kepada Nala, dan saat itulah Dayu disadarkan bahwa Dalu memiliki tubuh yang terbilang tinggi.Begitu kedu

  • DANYANG   Percakapan

    "Bukankah manusia sangat sombong? Ya, kamu benar, kalian sangat sombong. Itu adalah apa yang membuat kalian dan kami menjadi mirip, tapi semakin lama aku pikir manusia menjadi lebih serakah dari makhluk apapun. Ketika mereka berpikir bisa memperbudak aku, maka aku akan menang melawan orang-orang semacam itu!" Danyang berucap.Dalu terkekeh."Benar, benar. Benar sekali. Maka bukankah kamu hanya akan perlu melihat siapakah yang lebih baik di antara kami dan mereka, sementara kamu hanya akan menerima keuntungannya?" Gadis itu seolah tengah membenarkan apa yang Danyang katakan, tapi dalam makna yang sebenarnya, dia masih mengajukan sebuah dorongan agar Danyang tidak ikut campur.Danyang menyeringai. Dengan penampilan dan rupa Nala, seringaiannya itu tidak nampak menyenangkan untuk diingat bagi Dayu, karena itu bisa merusak sosok Nala dalam kepalanya.Begitu Danyang mengibaskan tangannya, Dayu langsung kembali menyaksikan penampakan genteng-genteng yang berjejeran. Dalu yang ada di sebelah

  • DANYANG   Sepadan

    "Siapa yang kamu maksud?" tanya Dayu.Dalu menoleh lalu tersenyum. Gadis itu melepas outer yang dia pakai dan menggantungnya dengan rapi, meletakkan tas kecil yang menggantung di bahunya, lalu kembali berjalan ke arah balkon."Orang yang sedang mencoba menyeret Danyang keluar dari tempat tinggalnya dan membawa makhluk itu ke dunia manusia ini. Orang itu memang kuat dan dia berpikir bahwa dirinya akan menjadi lebih kuat dengan memanfaatkan energi Danyang. Kesombongan manusia benar-benar melampaui jangkauan akal!" Dalu menjelaskan apa yang dia maksud kepada Dayu sambil terus berjalan sampai dia bisa berada di balkon.Dayu turut berjalan untuk menyusul Dalu. Dia berdiri di sebelah wanita itu, menghirup aroma parfumnya dengan jelas sampai kemudian dia bisa menghirup aroma bebungaan yang bercampuran."Apakah itu dia?" tanya Dalu.Dayu mengenyitkan dahi, memandang ke kanan dan ke kiri."Di bawah sana. Laki-laki yang sudah mati itu, apakah itu dia yang kamu maksud?" tanya Dalu lagi, memperte

  • DANYANG   Babak Baru

    Dayu melambaikan tangan kepada adik barunya yang begitu muncul sudah langsung berusia enam belas tahun itu sambil tersenyum lebar, begitu juga ketika bunda dan ayah melambaikan tangan kepada dirinya. Seharusnya, jika sesuai rencana, dia akan turut serta mengantar Dimas ke sekolahnya, tapi dia akhirnya memutuskan untuk tinggal.Dia punya hal lain yang harus dilakukan, dan Dimas membantunya untuk meyakinkan ayah serta bunda bahwa Dayu memang lebih baik tinggal dan tak turut bepergian jauh untuk mengantar. Apa lagi, sebenarnya ayah sendiri juga belum memiliki kembali keberanian untuk menyetir sendiri dalam jarak jauh, membuat mereka harus menyertakan seorang supir yang kebetulan direkomendasikan oleh pihak hotel.Satu hal yang baru Dayu tahu adalah hotel itu merupakan salah satu aset milik keluarga Nala. Hotel paling besar di pusat kabupaten yang sebenarnya tak terlalu ramai, dan mungkin tidak akan memberikan keuntungan yang besar. Akan tetapi, menurut cerita Nala semalam setrlah ditodon

  • DANYANG   Pewaris Darah

    Nala tersenyum, dia tidak mengatakan apapun tapi dia sedang menelepon. Dayu tak mengerti mengapa cowok itu berlaku demikian, tapi sepertinya dia hanya sedang menerima instruksi dari seseorang setelah mengatakan satu kalimat saja selain salam."Seperti yang sudah kamu katakan waktu itu!"Setelah kalimat itu, selama sepuluh menit, Nala hanya diam dan mendengarkan. Sesekali dia mengangguk-angguk atau menggeleng, kadang dia memandang ke arah Dayu atau Dimas lalu tersenyum.Setelah menyelesaikan panggilan telepon itu, Nala menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Dia, entah mengapa melirik ke arah kirinya yang kosong sebentar lalu memberikan tatapan dan semakin lama semakin menajam, sebelum kemudian dia kembali menoleh ke arah lain dan memberikan tatapan lembutnya, seolah dia baru saja mengungkapkan ketidaksukaannya pada sesuatu yang ada di sampingnya."Siapa yang baru saja kamu telepon?" tanya Dayu."Oh, tanteku. Dia adik paling muda dari mendiang mama!" Nala menjawab sambil menyunggin

  • DANYANG   Dua Sudut Pandang

    Dayu dibangunkan oleh Dimas ketika baru memejamkan mata dan membuatnya terkesiap."Katanya, tidak baik jika kita tidur dalam pergantian antara terang dan gelap!" Dimas mengingatkan Dayu.Sebenarnya, Dayu tak tahu dari mana Dimas bisa mendapatkan ide itu, tapi dia rasa apa yang Dimas katakan ada benarnya. Apa lagi setelah mengalami kejadian buruk seperti tadi, Dayu mengingatkan dirinya untuk tidak segampang itu tertidur."Berapa lama lagi sampai kita akan pergi ke restoran dan bertemu Nala?" tanya Dayu."Dayu, kamu merindukan Nala?"Suara ayah yang bertanya membuat Dayu menoleh. Sejenak dia sempat terlupa bahwa dia sedang berada di kamar kedua orang tuanya, dan pasangan itu sedang berada di dekatnya.Mereka menonton bersama-sama, sebuah series komedi yang bukannya membuat Dayu tertawa, tapi justru mengantuk."Oh, bukan begitu. Hanya saja ada yang mau aku bicarakan dengan Nala ketika kami bertemu nanti!" jawab Dayu.Ayah dan bunda tersenyum."Dia calon dokter yang sering kita temui buka

  • DANYANG   Jasad Yang Kembali Hidup

    Dayu tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Tubuhnya bergetar dan dia mundur tiga langkah ke belakang. Dimas sendiri tak terlihat baik-baik saja. Cowok itu segera berbalik badan dan terlihat sedikit panik. Bagaimanapun, dari kejahatan yang sudah Agus lakukan, Dimas adalah target utama penumbalannya.Dua kakak beradik yang disatukan lewat ikatan pernikahan kedua orang tua mereka itu segera saling tatap. Tanpa mengatakan apapun, Dayu segera menyambar gawainya dan berusaha untuk menelepon Nala, tapi cowok itu tak mengangkatnya.Dimas juga terlihat kecewa saat Dayu menggelengkan kepalanya. Berdua, mereka kembali mengendap-endap ke arah balkon dan kembali memandang ke arah di mana tadi mereka bisa melihat sosok Agus berdiri mengawasi."Oh, syukurlah!" Dayu melepas napas lega saat melihat bahwa sosok itu sudah tak ada lagi di sana."Kak, kamu juga melihat dia tadi 'kan?" tanya Dimas dengan suara bergetar.Dayu menganggukkan kepala. Dia masih sangat terkejut sampai tak bisa menghentikan la

DMCA.com Protection Status