Ternyata ada sebuah rumah kecil di dalam kebun yang luas ini. Letaknya cukup tersembunyi karena dikelilingi pohon-pohon besar dan tinggi.Rumah kecil ini tampak sepi, tapi Juragan Mangkujiwa sepertinya sudah tahu kalau di dalamnya ada orang."Kangsa, aku tahu kau di dalam. Keluarlah dan lepaskan Gusti Putri!" teriak Juragan Mangkujiwa.Tidak ada jawaban dari dalam, yang terdengar hanya kesiur angin bergemerisik di antara dedaunan yang lebat.Suasana di sini cukup tenang, jauh dari keramaian. Sangat cocok untuk menyendiri, tapi mengapa Kangsa Brata membawa Prabarini ke tempat ini."Apa dia nekat, lalu berbuat yang tidak-tidak?" pikir Pancaka."Keluarlah, atau Paman Bekel akan menerobos masuk dan ayah akan membongkar rumah ini!" Juragan Mangkujiwa berteriak lagi dengan ancaman."Kalian yang pergi dari sini, terutama dua orang itu. Jangan bawa Prabarini pergi, dia sudah menjadi milikku dan akan tinggal bersamaku selamanya di sini!" balas Kangsa Brata dari dalam.Juragan Mangkujiwa hanya
Utari, gadis cantik nan lugu pembantu Juragan Mangkujiwa yang khusus melayani Prabarini, usianya mungkin setahun di bawah Prabarini.Dia tampak lembut dan murah senyum. Setia melayani Prabarini layaknya melayani seorang ratu. Prabarini pun sampai merasa senang bila sedang bersamanya.Bagi Prabarini, gadis manis itu bukan sekadar pelayan, tapi juga teman. Makanya dia meminta Utari jangan bersikap formal lagi kalau hanya sedang berdua dengannya.Belakangan ini sikap Utari terlihat ada perubahan, terutama setelah kedatangan utusan dari Galuh. Pandangannya sering menerawang dengan simpul senyum di wajahnya.Perubahan ini tentu saja dirasakan Prabarini juga. Utari tampak bertambah ceria dan semangat. Apalagi ketika diminta menemani perjalanan dan nantinya juga akan menjadi pelayan di istana Galuh."Apa yang terjadi pada dirimu, Utari?"Utari tampak senyum tersipu malu dengan wajah merona merah. Gadis ini tidak segera menjawab pertanyaan majikannya."Tidak seperti biasanya, apa kau sedang k
Danurwenda merasa hal ini sesuai dengan pesan Eyang semalam. Lalu dia ingat ketika di pulau pengasingan, dia tidak sengaja masuk ke sebuah bukit dan dihadang oleh Nini Manjeti."Wanita itu sedang menjaga seseorang yang ada di bukit sana, sehingga mencegatku dan hendak membunuhku. Rupanya seseorang itu adalah Amoksa yang sedang membangkitkan kembali sukma Naga Sangkala!" batin Danurwenda membuat kesimpulan.Kemudian dia menjelaskan hal ini kepada Pancaka yang juga tiba-tiba ingat nama Naga Sangkala karena pernah mendengar dari Danurwenda."Aku tidak bisa melanjutkan perjalanan, kau teruskan saja, tapi lewat jalur utara. Ini demi keselamatan Gusti Putri. Kalau sampai Amoksa melihatnya, ini akan berbahaya!" kata Danurwenda kepada Pancaka.Beberapa saat Pancaka agak ragu. Sebenarnya dia ingin ikut bersama Danurwenda mengatasi masalah ini, karena pada akhirnya akan merambah ke kerajaan pusat juga."Tapi, apa kau hanya sendirian saja?" tanya Pancaka."Kau boleh kembali menyusulku, kalau bis
Sepak terjang Amoksa telah menggegerkan wilayah sekitar sungai Pemali, baik sebelah barat atau timur. Empat desa di sekeliling desa Andir telah direbut paksa kekuasaannya.Semua kuwu dibunuh karena melawan, lalu Amoksa menempatkan orang kepercayaannya untuk menjadi kuwu di desa-desa tersebut.Desa Andir dijadikan kota raja. Janggala diangkat menjadi patih. Desa-desa yang telah ditaklukkan Amoksa menjadi wilayah kekuasaannya.Kemudian Amoksa memberi nama Kawung Anyar sebagai pengganti Kawunghilir. Desa-desa yang ditaklukkan juga dulunya bekas wilayah Kawunghilir. Sekarang ditambah desa-desa di sebelah timur sungai Pemali.Selain mencaplok wilayah yang masuk dalam kekuasaan kerajaan Galuh di dekat sungai Pemali, Amoksa juga menantang ke setiap perguruan silat di sana. Baik dari golongan putih atau hitam.Perguruan dari golongan hitam lebih memilih bergabung dengan Amoksa setelah menyatakan kalah. Sifat mereka yang mengejar kesenangan yang menjadi alasan meski tidak diungkapkan.Selain i
19. Rahasia SetyawatiDanurwenda berbalik lalu menghampiri Setyawati, tapi tidak sampai terlalu mendekat. Dia berdiri sejauh dua tombak dari batu yang diduduki gadis cantik sawo matang itu."Aku tidak sengaja ke sini, aku tidak ingin mengganggu jadi aku pergi saja!""Tidak ingin mengganggu, bukannya kau disuruh Pancaka mencari atau mengawasiku?""Hah!" Danurwenda kerutkan kening sambil garuk-garuk kepala. "Untuk apa? Aku bukan pembantunya yang bisa disuruh-suruh!""Tentu saja untuk menghalangi aku agar tidak mengejar dia lagi!""Aku ada urusan lain yang lebih penting dari urusan asmara kalian yang aneh itu!" tukas Danurwenda."Jangan mungkir!""Ah, sudahlah, aku salah jalan ke tempat ini. Malah dituduh yang aneh-aneh!"Danurwenda berbalik lagi, kali ini benar-benar hendak pergi. Tidak ingin meladeni gadis galak ini. Urusan bisa panjang nantinya.Namun, tiba-tiba dia merasakan hawa sakti begitu kuat bahkan mengandung serangan walau bukan hawa membunuh. Kesiur angin terasa menerpa tengk
20. Sebuah PantanganTubuh Ki Sumawirat terpental jauh, beberapa kali membentur pohon. Pukulan sakti Amoksa telah membuatnya tidak sadarkan diri sejak awal saking kuat luar biasa.Pada saat tubuh pendekar sepuh ini hampir jatuh menyentuh tanah, satu bayangan berkelebat menyambar tubuh Ki Sumawirat. Begitu cepat sehingga tak terlihat oleh pandangan biasa.Sang Guru Besar perguruan Tunggul Manik sudah tidak merasakan apa-apa lagi. Dia mengira ajalnya telah tiba, sampai sesuatu yang hangat menerpa wajahnya yang tua.Ki Sumawirat mengerjapkan mata, perlahan membuka dan memusatkan pandangan. Yang pertama dia lihat adalah gelap, lalu sedikit demi sedikit muncul cahaya hingga matanya menangkap sebuah langit-langit berupa gumpalan batu hitam.Pertama dia mengira sudah berada di alam kematian, karena sedikit pun tak bisa menggerakkan tubuhnya. hanya bola matanya saja berputar-putar mengamati tempat di mana dia berada. Sepertinya dia berada di dalam sebuah gua."Kau belum mati, Wirat!"Satu sua
Akan tetapi sekejap kemudian wajah Amoksa langsung berubah dingin. Sepasang bola matanya menatap tajam Sekarwati yang juga selalu bersikap dingin."Kau tidak pernah melayaniku dengan baik," desis Amoksa rahangnya mengeras. Menahan amarah, sekali hantam saja bisa melayang nyawa Sekarwati.Namun, Amoksa begitu menyukai tubuh gadis ini yang indah, kulit mulus dan kencang, wajah cantik ditambah dengan ramuan buatan Nini Manjeti membuatnya semakin mempesona.Ada satu hal yang dia sadari setelah beberapa kali meniduri gadis ini. Segala keindahan pada gadis ini memang bisa dinikmati, tapi Amoksa selalu merasa sedang tidur dengan mayat."Aku harus melakukan sesuatu, kau tidak boleh seperti itu terus!"Amoksa berbalik lalu ke luar lagi. Dia kembali menemui Nini Manjeti. Wanita ini tampak heran karena tidak biasanya Amoksa datang tiba-tiba seperti ini."Sepertinya ada sesuatu yang terlewatkan?" tanya Nini Manjeti."Sekarwati,""Ada apa dengan dia?""Ada yang kurang!""Kurang apa?"Amoksa menjel
Namun, Eyang Wanabaya tetap tenang malah sedikit tersenyum karena yang datang tidak bermaksud jahat. Ini dirasakan dari hawa sakti yang ramah."Rampes!" jawab Eyang Wanabaya. "Mengapa tidak menunjukkan diri, bukankah agar kita bisa saling mengenal satu sama lain?"Memang terasa kehadiran seseorang di dekat Eyang Wanabaya, tapi orang ini tidak tampak wujudnya. Hanya hawa saktinya yang memancar."Mohon maaf yang sebesar-besarnya, saya bukanlah siapa-siapa, saya hanya remahan saja. Sudah dari dulu saya memang tidak pernah menampakkan diri kepada siapa pun termasuk anak didik saya," kata seseorang yang hanya terdengar suaranya saja."Ah, sepertinya aku ingat satu nama yang memang hanya dikenal para resi dan orang-orang sakti yang usianya di atas seratus tahun. Ada satu tokoh yang selalu menutup diri di balik hawa sakti dan hanya satu orang yang pernah melihat atau menjumpainya, yaitu Resi Manikmaya. Apakah Ki Sanak ini orangnya?" tanya Eyang Wanabaya."Tidak salah sama sekali, memang saya