Rachel berusaha sebaik mungkin untuk menutupi rasa gugupnya. Berada di antara ibu-ibu membuat nyalinya sedikit menciut, karena memang ini pertama kalinya Rachel harus datang ke acara sekolah yang mestinya dihadiri wali murid. Kalau soal ambil hasil belajar, dulu ia sudah sering melakukannya, bukan tanpa alasan tapi tante nya selalu memberikan iming-iming uang jajan agar mau menggantikan untuk mengambil hasil belajar ponakannya.
Selain gugup karena berada di lingkungan yang asing, Rachel juga masih menenangkan hatinya semenjak kejadian yang ia alami sebelumnya. Masih tergambar jelas raut wajah Royan saat memandangnya hanya menggunakan pakaian bagian bawah. Belum lagi saat itu gilanya Rachel sedang coba menggunakan set dalaman warna merah menyala.
"Ibu, anaknya kelas apa?" tanya seorang wanita di samping Rahcel.
"Kelas B, Bu," jawab Rachel yang sudah mempersiapkan pertanyaan jauh-jauh hari.
"Wah sudah besar ya, habis ini lulus, Bu. Gak kerasa anak-anak cepe
Rachel belum bertemu lagi dengan Royan setelah insiden 'tabrakan bibir' saat acara hari ibu di sekolah Rey. Bukannya tidak pernah bertemu, tapi memang Rachel sengaja menghindari pria tersebut. Jangankan melihat wajahnya, hanya memikirkannya pun Rachel sudah merasakan kecanggungan luar biasa. Namun tak dapat dipungkiri bahwa kini separuh jiwanya masih terus memikirkan kecupan Royan hari itu, yang datang tiba-tiba entah dari mana."Rachel!" seru Bu Sinta membuyarkan lamunan wanita itu."Maaf, Bu. Ada perlu?" tanya Rachel yang langsung sadarkan diri."Kamu ke ruangan saya sebentar," katanya.Rachel yang mendengar hal tersebut sedikit was-was, karena terakhir kali ia masuk ke ruangan itu dirinya harus mendapatkan surat peringatan. Entah saat ini apa lagi yang harus diterimanya saat memasuki ruangan tersebut. Raachel hanya dapat menunduk pasrah dan mengikuti Bu Santi menuju ruangannya."Duduk," ujar Bu Santi mempersilakan Rachel."Baik, Bu." Rach
"Gerald?" tanya Royan pada orang di seberang telepon.Saat Royan mengatakan nama tersebut, Rachel tak lagi fokus mendengarkannya. Tangannya juga gemetar saat mencuci piring, keringat membasahi lehernya yang ditutupi anak-anak rambut. Melihat hal tersebut Royan tahu pasti ada yang tidak beres dengan keduanya, sehingga ia harus mengambil sikap yang baik."Maaf tapi Rachelnya lagi keluar, nanti saya sampaikan kalau ada telepon. Terima kasih," tutup Royan.Ia pun akhirnya memilih kembali ke ruang tamu dan menaruh ponsel Rachel di sana. Royan masih memperhatikan wanita itu, tidak satu pun kata keluar dari bibirnya. Rasa ingin tahu sudah sangat merajai Royan, namun ia tidak ingin lancang untuk memulai pembicaraan tentang ini."Makasih Mas, udah bantu angkat," kata Rachel."Ok. Kenalanmu?" tanya Royan memastikan."Dulu Mas, sekarang udah gak kenal." Rachel menyempatkan dirinya untuk tersenyum getir."Yaudah. Kirain orang asing." Royan menghe
"Halo, Mas Roy," kata Rachel mengangkat telepon."Nanti pulang aku jemput sekalian, ya," ujar Royan."Ng ...." Rachel sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menutupi bahwa dirinya sedang menangis.Royan merasa ada yang berbeda dari Rachel, saat ia mengantarnya tadi Rachel terus bersikeras bahwa lebih baik naik ojek online, dan tidak merepotkan Royan. Dengan alasan tersebut Royan meneleponnya, untuk meyakinkan wanita itu agar pulang bersamanya. Namun, yang ada kini Rachel dengan cepat menyetujui permintaannya, tanpa alasan apapun."Lagi di mana?" tanya Royan."Lagi di jalan," jawab Rachel dengan suara serak."Tenggorokanmu sakit? Serak begitu?" tanya Royan saat menyadari suara Rachel berubah serak."Gapapa kok, Mas. Nanti aku kabarin lagi pulangnya jam berapa, mau ketemu nasabah dulu," tutup Rachel.Setelah perbincangan singkat dengan Royan melalui telepon, Rachel merasa hatinya sedikit tenang. Entah mengapa, hanya mendengar su
Seringai Gerald menandakan bahwa ia siap bertarung dengan Royan. Entah bagaimana Roy mengetahuinya tapi memang Gerald membawa sebuah pisau portable di sakunya. Demi mempertahankan Tuan Putrinya, tentu saja Gerald tak keberatan untuk bertarung satu lawan satu dengan duda beranak satu, yang pastinya tidak muda lagi. Melihat Gerald yang sudah meletakkan pisaunya, perlahan Royan menggapai tangan Rachel, dan melepaskan dari pinggangnya."Mas, jangan. Mending kita balik aja," rayu Rachel."Percuma, dia bakal terus ngejar kamu, kalo gak dikasih pelajaran, Chel," ucap Royan."Tapi Mas nggak tahu Gerald. Dia emang suka berantem dari dulu," kata Rachel mengiba."Kayanya aku belum pernah cerita kalo aku juga tukang berantem dari dulu." Royan berusaha menenangkan Rachel dengan candaannya."Aku beneran ini Mas Roy, gak bercanda." Rachel kesal karena peringatannya tak diindahkan oleh Royan."Iya aku tahu. Udah lepasin dulu, sekarang ambil payungmu,
Setelah mendapatkan pesan dari Rey, Rachel langsung bergegas menuju unit Royan saat itu juga. Mungkin luka yang didapatnya semalam juga menjadi salah satu faktor pendukung demam tingginya. Belum lagi kemarin hujan lebat, dan tentu saja Royan tidak membawa payung, entah mengapa semua itu tidak terpikirkan olehnya semalam. Jika Rachel sudah memberinya obat pencegahan kemarin malam, mungin Royan tidak akan demam yang terlalu tinggi."Rey, Papa mana?" tanya Rachel yang sudah menyelonong masuk, dan menjumpai Rey di depan pintu."Lah, Tante kok bisa masuk?" Rey heran menatap Rachel dengan rambut berantakan dan piyama tidur yang juga sama kondisinya."Nanti tanyain sendiri sama Papa, sekarang Papa di mana? di kamar?" tanya Rachel yang semakin panik."Papa di dapur, Tante. Kan lagi nyiapin sarapan buat Rey," kata pria mungil itu sambil terus memakai seragamnya.Tanpa aba-aba Rachel pun segera berlari ke arah dapur untuk menggantikan Royan yang membuat sara
Rachel membuka matanya yang sudah membengkak akibat tangisannya semalam. Entah berapa jam ia terus meringkuk di dalam selimut hangat, dan ia pun tak tahu pukul berapa Royan pergi meninggalkan kamarnya. Seperti biasa Rachel tentu saja membuka ponsel terlebih dahulu, memastikan ada kabar apakah hari ini. Ia tersenyum getir saat melihat kalender yang kini masih ada di hari kamis, sedangkan ia berbaring lemah di atas ranjangnya hingga pukul delapan."Chel!" panggil Royan sambil mengetuk pintu kamarnya. Tak tahu sejak kapan pria itu ada di sana.Sekuat tenaga Rachel menuju ke arah pintu, karena tenggorokannya terasa sakit jika harus berteriak menjawab Royan. Teh herbal yang pria itu buatkan semalam tak dihabiskan oleh Rachel, karena ia malas untuk makan, dan minum. Kini kebalikannya, Rachel merasakan lapar yang luar biasa."Mas semalem tidur sini?" tanya Rachel."Nggak lah, terus Rey sama siapa kalo aku di sini," jawab Royan."Iya sih. Mas kok belum ber
"Tante, aku mau nambah susu," kata Rey sambil membawa gelas kosongnya."Cepet banget abisnya," jawab Rachel yang langsung mengisi ulang gelas tersebut."Chel, punyaku tambahin selai nya," pinta Royan."Siniin piringnya, aku tambahin," ujar Rachel.Hari ini tepat dua minggu dirinya hanya berkutat di apartmen, dan bahkan sampai lupa jika sebenarnya ia hanya menjalani masa skorsing, bukannya dipecat. Kini, tiap pagi ia akan bangun, dan menyiapkan sarapan untuk dua pria tampan yang kini duduk di meja makan. Royan berpendapat bahwa jika Rachel melakukan hal tersebut setiap harinya, ia akan tetap merasa produktif seperti saat bekerja.Tentu saja, bahkan setelah Royan dan Rey pergi untuk beraktivitas, tanpa mereka ketahui Rachel juga membersihkan tampat tinggal mereka. Mungkin hanya dengan seperti itu, Rachel tidak akan terpikirkan oleh pekerjaannya lagi.Saat mereka sedang asik menyantap sarapan di meja makan, ponsel Rachel menyala, dan mena
"Rey, yang pinter ya. Inget gak boleh bandel sama Oma, atau Opa. Janji?" kata Royan sambil mengacungkan kelingkingnya."Janji. Rey gak akan bandel dan ngerepotin Oma, Opa." Rey menautkan kelingking kecilnya pada Royan."Tante juga janji dulu sama Reyhan. Tante bakal balik lagi, kan?" kata Rey yang juga mengacungkan kelingking tangan sebelahnya pada Rachel."Iya, Tante balik lagi kok." Rachel menautkan kelingkingnya pada Rey, walaupun sebenarnya ia takut bahwa tidak akan pernah kembali lagi, dan menetap di kota asalnya.Saat akhir pekan, tentu saja bandara dipadati oleh orang-orang yang hendak berlibur. Abimanyu, dan Tiara mengantarkan Rey yang ingin melihat keberangkatan Rachel, dan Royan. Pada akhirnya dengan persetujuan Abimanyu, Royan tetap memilih untuk mengantarkan Rachel ke kota tujuannya. Selain itu, Royan harus mengurus bisnis perpanjangan kontrak dengan Adnan, Papa Rachel, dan beberapa urusan lainnya."Kita masuk dulu, ya. Mama sama Papa h
Rachel mengira dengan dirinya datang ke acara tersebut semua akan berjalan seperti biasa. Toh ini juga bukan sekali dua kali ia menghadiri acara serupa. Namun, jauh di depan sana, ada hal yang sangat Rachel sesali setelah memutuskan untuk datang ke rumah Rara hari ini. Kecanggungan juga masih jelas terasa di antara jarak yang memisahkan Mike dan Rachel setelah percakapan sebelumnya."Sebentar lagi kita masuk ke pekarangan rumah Bu Rara. Saya mohon maaf tidak bisa menunggu karena sedang ada pekerjaan lain. Tolong nanti segera kabari saya, Bu Rachel." Mike memecah keheningan dengan menyampaikan informasi yang sebenarnya Rachel juga sudah mengetahuinnya.Rachel hanya mengangguk tanda setuju, ia juga tidak ingin merepotkan Mike dengan membuatnya menunggu di sini. Karena ia pun tahu bahwa saat ibu-ibu sosialita ini berkumpul, tak akan cukup satu dua jam menyelesaikannya. Pekarangan rumah Bu Rara memang tidak semegah rumah ibu-ibu yang lain, namun tak kalah indah dengan milik Rachel. Bunga
Setelah kepindahan mereka ke rumah baru, seperti dugaan semua berjalan lancar. Royan dan Rachel bisa lebih mengendalikan waktu mereka sehari-hari. Sesekali keduanya juga mengunjungi Abimanyu dan Tiara. Semua seakan baik-baik saja, tidak ada pertengkaran apalagi tangisan Rachel yang biasanya terus mengalir saat masih di apartmen."Babe, aku harus ke luar kota lumayan lama." Royan membuka pembicaraan mereka di meja makan."Ada urusan penting, Mas?" tanya Rachel yang masih sibuk menyiapkan sarapan sambil mendengarkan Royan."Iya, mau ada proyek baru di luar pulau. Semuanya aman sih, cuma emang ada aja yang cari masalah. Jadi Mas harus ke sana sendiri," jawab Royan menjelaskan."Oh, yang mau ada proyek besar itu. Kemarin ibu-ibu juga banyak yang bilang kalo suaminya pada pulang telat karena ada proyek baru. Aku udah pede banget nih karena Mas masih di rumah. Eh ternyata sama aja nasibnya, haha." Rachel bercanda untuk memastikan pada Royan ia akan baik-baik sa
Wajah yang tadi penuh harapan kini berubah seketika saat ia melihat hanya ada satu garis pada benda pengukur kehamilan itu. Dunia Rachel seakan runtuh sekali lagi, karena ia tadi sudah sangat berharap untuk melihat dua garis di sana. Dari luar kamar mandi, Royan mendengar sayup-sayup tangisan Rachel, dan sudah bisa mengetahui apa yang terjadi di dalam sana. Dengan secepat kilat, ia segera masuk ke dalam, dan menemukan Rachel yang sedang terduduk lemas di lantai serta masih memegang erat benda putih tersebut."Mas, kapan aku bisa hamil," isak tangis Rachel membuat kata-katanya terbata."Sabar. Dia bakal datang kalo udah waktunya, Chel. Semua udah ada yang atur, toh kita juga udah usaha." Royan menenangkan istrinya."Tapi aku juga pengen bahagiain Mas Roy," katanya sekali lagi."Siapa bilang kamu belum bahagiain aku? tiap hari aku udah bersyukur kamu ada di sini, Chel. Yang penting kamu sehat, happy, dan nggak terterkan, Mas udah seneng banget," jelas Royan
Setelah mendengar kabar bahwa Papanya akan dioperasi hari ini, Royan segera bergegas menuju rumah sakit yang sudah diberitahukan oleh Tiara melalui telepon. Suara mamanya itu nampak khawatir dan juga sedang terdengar menangis. Royan semakin laju mengemudikan mobilnya, membelah ramainya Ibu Kota berharap bahwa mereka bisa sampai di sana sebelum operasi berlangsung. Kemarin saat mereka mengunjungi rumah utama, Royan sudah menanyakan hal tersebut pada Abimanyu, dan papanya itu mengatakan bahwa sudah ada jadwal operasi minggu depan.Entah apa yang terjadi, kini papanya sudah berada di sana dan bersiap untuk operasi darurat. Rachel yang baru merasakan hal ini iku terkejut, dan tidak tahu harus berbuat apa. Tadi saat di taman, ia bersegera mengemasi barang bawaan mereka dan menggendong Reyhan tanpa membangunkannya. Karena jika anaknya itu mengetahui kondisi Opanya yang sedang serius, bisa saja ia malah menangis tak tertahankan. Dalam hati Rachel terus berdoa pada tuhan agar memberi
Royan memarkirkan mobilnya sembarangan di halaman rumah utama, ia melihat bahwa mobil yang biasanya dikendarai oleh Mike juga berada di sana. Royan masuk dengan terburu-buru membuat para pekerja yang menyapanya tidak ia hiraukan. Langkah kakinya semakin cepat menuju ruang tengah yang biasa mereka gunakan untuk berkumpul. Benar saja, Rachel, Rey, Tiara, Abimanyu, dan juga Mike ada di sana. Entah apa yang dilakukan pria itu bersama mereka, namun biasanya ia sama sekali tak pernah bergabung saat keluarga besarnya sedang bersama."Malem, Ma, Pa." Royan masuk dan langsung menyapa kedua orang tuanya."Udah sampai, Roy. Duduk dulu, abis ini kita makan bareng," kata Tiara."Oke, Ma. Royan mau ganti baju dulu sama beres-beres gerah banget ini," kata Royan memberikan kode untuk Rachel agar mengikutinya ke kamar atas."Rachel ke atas juga ya, Ma. Mungkin Mas Roy lagi butuh bantuan," pamit Rachel pada kedua mertuanya, dan diberikan persetujuan oleh Tiara.Rach
"Pa, hari ini kita jalan-jalan yuk," kata Reyhan yang sudah berlarian menuju Royan."Gimana kalo akhir minggu? Papa hari ini pengen istirahat banget," rayu Royan."Oh, Papa lagi capek ya? Yaudah kalo gitu, nanti aja kalo Papa udah nggak capek," jawab Rey pengertian.Rey segera berlari kembali menuju kamarnya, kini ia sudah tidak mau tidur bersama Rachel dan Royan, dan bahkan dengan suka rela langsung menuju kamarnya sendiri. Rachel sadar bahwa keinginan anaknya kembali ditolak oleh Royan, melihat bagaimana reaksinya tadi sepertinya Royan kembali menjanjikan hari lain karena sedang sibuk. Sebenarnya Rachel juga ingin membujuk suaminya itu demi Rey, tapi apa daya jika sudah masuk dalam kesibukan, Royan tidak akan bisa lepas.Kehidupan mereka masih berjalan seperti biasanya, tidak ada yang spesial selain Rachel yang kini sudah seperti boneka berjalan. Mengantarkan Rey di pagi hari, kembali dan membersihkan rumah, lalu setelahnya ia akan menghadiri bebe
"Pagi, Pa. Rachel boleh ikut ngobrol bareng," tanya istri Royan begitu memasuki ruang pribadi Abimanyu."Duduk, Chel. Kebetulan kita lagi ngomongin kamu," jawab papa mertuanya."Pa, Royan bisa ngobrolin ini sendiri sama Rachel," sela Royan."Kenapa, Mas? Rachel siap dengerin apa aja kok," kata Rachel sambil menyandarkan dirinya di salah satu bagian sofa sebelah Royan."Kamu habis ngobrol juga sama Mama ya, Chel?" tanya Abimanyu mengawali."Iya, Pa. Mama cerita sedikit soal kejadian dulu, dan kondisi kesehatan Papa sekarang." Rachel menjawab dengan tenang. "Sekarang gimana keadaan Papa, maaf Rachel jarang nanya soal kesehatan Papa," lanjutnya."Tenang aja, Papa baik-baik aja kok, Chel. Cuma ada sedikit masalah, tapi kemungkinan besar masih bisa diatasi," jelas Abimanyu."Syukurlah kalau begitu, Pa." Rachel memberikan senyum terbaiknya."Masalah kesehatan bisa diatasi sama dokter pribadi Papa, tapi masalah perusahaan masih jadi P
"Gimana Mas persiapannya buat besok?" tanya Rachel.Suaminya yang sejak tadi terduduk di depan laptop, kini menoleh ke arahnya yang sudah mengenakan pakaian tidur. Royan hanya menjawab pertanyaan istrinya dengan anggukan, seakan mengisyaratkan bahwa semua akan baik-baik saja. Namun dibalik seyuman yang diberikan oleh suaminya itu, Rachel tahu bahwa Royan sebenarnya sangat gugup sekaligus memikirkan banyak beban di pikirannya."Rey udah tidur?" kata Royan."Udah, barusan dia udah aku pindahin ke kamar sebelah." Rachel datang, dan menyandarkan kepalanya pada bahu lebar Royan."Kamu yakin bisa ngurus semuany sendiri?" tanya Royan khawatir."Bisa, Mas. Tenang aja, aku bakal ngurus rumah sekaligus Rey dengan baik. Mas Roy fokus aja sama kerjaan," jawab Rachel menenangkan.Walaupun Royan masih merasa khawatir dengan Rachel, tapi mau tidak mau ia harus mengambil jalan ini. Sesuai dengan kesepakatan yang sudah mereka perbincangkan bersama dengan Abi
"Kamu tau kan Chel, betapa kesalnya Royan sama Mama atau Papa." Tiara melanjutkan perbincangan mereka."Rachel cuma ngerasa aja sih, Ma. Tapi Mas Roy nggak pernah kasih alasannya sama Rachel," jawab istri Royan tersebut."Nanti kamu tanya aja lengkapnya ke dia, yang jelas ini semua juga salah Mama sama Papa juga." Tiara memperbaiki posisi agar bisa menghadap ke arah menantunya itu secara langsung.Mungkin ini pertama kali, ia menatap mata Rachel secara mendalam, setelah dipikir-pikir ini juga bisa jadi menjadi perbincangan mereka setelah Tiara dengan paksa masuk ke rumah mereka sebulan yang lalu. Ia sadar bahwa tindakannya begitu kelewatan, dengan menyinggung masalah keturunan dengan Rachel, karena ia tahu betul bagaimana rasanya saat terus disinggung masalah hal tersebut."Menurut kamu, Mama orangnya kayak apa?" tanya Tiara langsung."Mama? Menurut Rachel sih, Mama orangnya tegas, bisa dipercaya, dan Rachel juga percaya kalau mama istri yang baik,