Erato tahu, kelemahan terbesar hampir semua lelaki di dunia adalah mata mereka! Jangankan lelaki, dirinya sendiri saja merasakan perubahan yang nyata dalam hidupnya setelah peristiwa yang ia alami sendiri beberapa waktu yang lalu di Evertown!Kali ini ia mengalami sendiri, setelah pengalaman pertamanya di mobil bersama Xander, ia sekali lagi bereksperimen. Kali ini, obyek permainannya adalah seorang petugas tak dikenal! Seorang asing, 'a perfect stranger'! Namun itu bukan masalah besar. Tubuh dan wajahnya masih tergolong oke juga, atletis dan tampan.Petugas pengawas CCTV itu hanya bisa terpana melihat sosok indah tanpa sehelai benangpun yang tetiba tampak di hadapannya. Menggoda bagaikan film biru di masa lalu, jauh hari sebelum ia bekerja di tempat canggih bernuansa putih yang ultra modern namun membosankan ini!"Kau, berani-beraninya... Cepat kenakan kembali semua pakaianmu!" pertama-tama, petugas itu masih berusaha memalingkan wajah dan menutup matanya.
"Huh, tiba-tiba mati lampu, apa-apaan? Ini sangat jarang terjadi di sini! Mengganggu saja!"Pengawas CCTV yang sedang asyik 'bermain-main' dengan sosok molek yang datang tanpa diundang ke ruangan tempat ia berjaga itu mengeluh. Ratusan layar yang tadi turut menjadi saksi peluh dan lenguh yang baru ia lakukan bersama sang gadis 'pendatang baru' mendadak padam, dan keasyikannya harus terinterupsi dengan cara tak lazim ini!"Sebentar, Tuan, aku punya senter kecil!" ujar si gadis menenangkan, sambil masih mengatur napasnya yang juga masih terengah-engah."Oh, tentu saja! Kau seorang 'dokter' dan baru saja aku kaujadikan 'pasienmu' dan kau ternyata sangat ahli dalam 'hal yang satu ini!'Sementara petugas yang baru saja menjadi lawan mainnya masih larut dalam fantasi setelah kepuasan. Polos terkapar tak berdaya menikmati momen yang baru mereka lalui. Erato tak menyia-nyiakan kesempatan emas itu, bergegas merogoh mencari sesuatu dalam tas kerjanya. Sesuatu
Erato dan Xander segera mengarahkan senter masing-masing jauh ke depan Mereka tahu, cepat atau lambat hal ini akan terjadi.Para pasien maupun petugas akan segera menyerbu keluar dari balik pintu-pintu yang terbuka. Mereka segera akan 'bertemu muka dengan muka', dan entah apa yang akan mereka lakukan!"Aku sudah melumpuhkan semua alarm dan sistem keamanan, namun waktunya tak bisa dipastikan. Bel peringatan bisa tiba-tiba berbunyi bila sistem White Nest kembali berfungsi. Jadi kita harus beraksi secepatnya." Xander segera mengambil sesuatu dari dalam tas kerjanya, "Erato, ambillah 'shock gun' ini. Hati-hati, kejutan listrik kecilnya dapat melumpuhkan sementara siapapun yang mungkin akan menghambat pelarian kita!""Oh, terima kasih banyak, maaf, untukmu saja. Aku memiliki senjataku sendiri, vial-vial penuh terisi 'tranguilizer' yang mampu menidurkan seekor gajah dalam sekejap! Walau aku sendiri tak yakin bila diinjeksikan ke dalam tubuh manusia akankah beref
Xander maupun Erato masih terpaku menyaksikan pemandangan mengerikan yang biasanya hanya terjadi dalam film-film horor. Walaupun suasana masih gelap gegara padamnya sistem kelistrikan, senter mereka cukup jelas untuk sekedar melihat semua yang terjadi di persimpangan koridor berlantai dan berdinding yang semula putih bersih.Dua petugas yang diserbu belasan pasien yang rekannya tewas diterjang timah panas kini entah bagaimana kondisinya, tertimbun di antara pasien-pasien yang asyik 'membalas dendam' dengan cara masing-masing. Yang jelas, tak ada apapun yang bisa Xander dan Erato lakukan untuk menolong mereka!Pasien-pasien lain yang telah terkurung sekian lama dalam kubus-kubus kecil putih yang minimalis dan bersih itu kini membanjiri seluruh penjuru White Nest.Dua cahaya lurus dari senter mengarah ke depan tanpa mereka pedulikan arah tujuannya. Dari pencahayaan nan minim itu, Xander dan Erato dapat menatap miris bermacam-macam ekspresi yang mereka tampilkan.
Xander dan Erato bersama-sama berusaha menghindari kerumunan pasien White Nest yang hampir sama seperti zombie-zombie dalam film horor, sementara para petugas dan staf juga berusaha keras melaksanakan semua protokol pengamanan yang mereka ketahui.Perempatan koridor semakin sesak oleh petugas maupun pasien yang semakin tak terkendali. Bukan hanya saling tangkap menangkap, semua berubah menjadi mangsa memangsa saat ini! Para petugas bersenjata pada awalnya terlihat unggul, namun pasien-pasien yang gerak-geriknya tak bisa diprediksi itu akhirnya berhasil membalikkan keadaan.Tanpa dikomando dan tanpa perjanjian, mereka yang baru bebas dari 'penjara kecil' masing-masing itu menyerbu petugas terdekat dan melakukan apa saja yang biasa dan 'suka' mereka perbuat. Petugas-petugas yang jumlahnya hanya segelintir akhirnya terdesak dan mulai terpukul mundur. Sebagian tergeletak di lantai dan terinjak-injak dalam kondisi mengenaskan, sementara sebagian lagi berteriak kesakitan ata
Kedua petugas pria bertubuh cukup kekar itu tentu saja takkan pernah menyangka, gadis bertubuh ramping dan sekilas terlihat biasa-biasa saja itu telah mempersiapkan 'kejutan manis'.Mereka baru saja menggamit lengan Erato begitu sesuatu yang tajam tertancap di paha mereka sendiri. Tajam dan pedih, sementara semacam cairan menyembur masuk. Melebur seketika bersama aliran darah dan bekerja efektif melumpuhkan sistem saraf mereka."A-A-A-paaa....?" keduanya berusaha keras untuk mencabut jarum suntik yang tertancap sambil meraih senjata masing-masing. Namun sebelum terlaksana, Paha mereka terasa kebas dan kaki mereka turut goyah, begitu lemas lunglai sekaligus tak mampu lagi digerakkan maupun ditegakkan."Selamat tidur!" Erato mengerucutkan bibir sambil mendorong mereka ke samping. Kepala kedua petugas itu keras terbentur ke dinding, namun mereka sudah 'tertidur' hingga tak lagi merasakan apa-apa.Rekan-rekannya berusaha mendekat, namun Xander segera menahan
Kembali ke lorong dimana Xander dan Erato sedang berjalan mundur perlahan-lahan di bawah desakan dan todongan senapan milik si petugas White Nest.Mereka memilih untuk bersikap kooperatif, setidaknya untuk sementara. Si petugas tersenyum senang, "Bagus! Malam ini aku jadi Juruselamat di sini dan semua orang akan berterimakasih kepadaku karena telah menangkap dua prtugas palsu yang mencoba melarikan diri!"Namun Xander sepertinya tahu, bila mereka kembali ke awal lorong, mungkin sekali di sana telah menunggu belasan atau puluhan pasien yang tadi'berpesta' di pertengahan koridor'"Siap-siap saja, Erato! Sebentar lagi, kita segera raih apa yang masih ada di saku kita, dan ikut berpesta bersama pasien-pasien yang sudah 'bebas' ini!" bisik Xander sekali lagi, "Perhatikan saja kiri kananmu dan jangan lengah! Anggap saja kita sedang 'memancing'! Kau mengerti maksudku, bukan?""Aku mengerti!" Erato tersenyum, "Banyak sekali hewan gurun berbuat seperti ini,
Sebagian besar staf yang terdesak dan masih 'bertarung' dengan para pasien yang membanjiri ruang makan segera menyadari, saat-saat itu bisa jadi adalah saat-saat terakhir dalam hidup mereka.Pertarungan final mereka!Pasien-pasien yang mereka rawat, entah dengan sepenuh hati ataupun hanya demi kewajiban dan honor besar belaka, kini terlepas dan hanya ingin bebas.Mereka mungkin ingin 'sembuh' dan segera lulus dari sini, namun tak selamanya profesionalitas, keramahan dan kenyamanan berbalut kemewahan akan memberikan hasil yang diharapkan.Semua keinginan terpendam untuk bebas itu malam ini akhirnya 'terwujud' meskipun terpaksa mempertaruhkan nyawa masing-masing. Tentu saja, sebagian besar pasien-pasien itu masih belum sembuh benar, bahkan ada yang makin menjadi-jadi.Beberapa 'pyromaniac' alias pasien kasus mania jenis api, pernah menjadi tersangka sebagai 'firestarter' alias orang yang suka membakar sana-sini, segera tertarik pada nyala merah jingg
Bulan dini hari perlahan muncul dari balik awan-awan mendung di angkasa, memberi penerangan dalam udara pantai Pulau Vagano yang masih sangat dingin menusuk tulang."Ternyata kau juga hadir di tempat ini, Alexander!""Lara? Huh, sudah kuduga kau akan berhasil tiba di sini. Pastinya kau senang sudah bertemu kembali dengan saudara-saudara tiri yang selama ini kau cari dan rindukan!" Xander tersenyum kecut, "I see. Satu orang Vagano diam-diam sudah jadi tawanan kecilmu! Sungguh hebat!""Huh, kejutan hebat! Mengapa kau bisa ada di sini? Aku benci padamu, Guru Muda Pengecut! sejak di Evertown aku seharusnya sudah menghabisimu, andai aku tahu sedari awal Emily berhasil kau miliki!" geram Sky yang masih ada di bawah todongan dua senjata di tangan Lara."Oh, jadi itu kau, Eagle Eyes Sang Penyanyi? Menarik sekali kau juga ingin gadis yang sama dengan kakak dan adikmu. Kalian bertiga sama-sama jatuh cinta pada kekasihku selama bertahun-tahun lamanya tanpa ada yang mau mengalah! Akan tetapi, tak
"Ada apa sebenarnya di tempat ini?" Xander menemukan dirinya berada di sebuah lokasi yang masih asing baginya.Langit dini hari terselubung awan tebal kelabu hitam diselingi petir sambar-menyambar yang enggan berhenti. Di kejauhan, debur ombak menggempur pantai terjal tiada henti. Gelombang-gelombang air tinggi seolah menggapai-gapai naik turun hendak menenggelamkan Pulau Vagano, menyeret turun semua yang ada di atas permukaan tanah. Samar-samar, Xander hanya bisa melihat hamparan batu-batu nisan dan salib penanda makam, lama dan baru di sekitarnya. Beberapa tampak baru dan rapi, beberapa sudah dalam keadaan rusak menyedihkan."Apa yang dapat kulakukan di sini?" Tiba-tiba petir menyambar, hanya beberapa meter saja dari lokasi Xander berada. Pedang Terkutuk dalam genggaman tangannya bersinar dan teracung ke tempat yang 'ditunjukkan' petir itu."Tunggu mereka di sana!" Terdengar suara misterius yang menuntun Xander hingga tiba di titik ini. "Mereka akan segera datang!"********** Sem
"Aku, aku, sesungguhnya aku bukan..." kembali ke masa kini, Sky yang diarahkan Lara dalam rencananya itu begitu ingin membantah jika ia bukanlah Ocean. Ia merasa kesal, mengapa si gadis gila Katy Forrester tiba-tiba datang dan mengancamnya seperti itu. Merasa terjepit dan diprovokasi oleh dua wanita yang ia tidak sukai, Sky begitu ingin berteriak, kesal pada nasibnya. "Kau mau bilang jika kau bukan Ocean? Huh, jangan membantah! Kau kemari ingin memindahkan jenazah kakakku Kate dan berusaha menghilangkan barang bukti pembunuhan? Takkan kubiarkan! Kemarikan kakakku, lalu serahkan nyawamu kepadaku, Ocean Vagano!" Terpancing dan terbakar amarah, Sky tadinya ingin melawan, ingin dihempaskannya saja jenazah Kate ke tanah. Namun dua todongan moncong senjata di punggungnya serta bisikan Lara menghalangi niat pemuda itu, "Jangan berani kau lakukan apa-apa, Saudara tiriku! Awas jika kau berani kacaukan semua yang kita sepakati hingga bertemu keluargamu lagi! Hei, Katy!" Lara beralih mengajak K
Keputusan sudah diambil, mereka harus pergi. Ocean, satu-satunya yang belum sadarkan diri dari 'Kelompok Lounge', menjadi masalah terakhir mereka sebelum bisa keluar dari dalam puri. Aina bersikeras tak ingin meninggalkan pemuda itu bersama penjaga, padahal membawanya dalam keadaan seperti ini tentu sangat menyulitkan. Earth menawarkan diri sebagai pembawa tubuh kakak sulungnya hingga Ocean terjaga. Emily dan Carl akhirnya setuju jika Ocean digendong oleh Earth. Karena tugasnya, pemuda itu tak bisa memimpin dan memegang sepucuk senjata.Mereka bersiap-siap sekadarnya sebelum pergi dari puri. Seorang penjaga senior membagikan masing-masing sepucuk senjata api dari lemari rahasia kepada semua anggota Kelompok Lounge. Semula Carl menolak karena tak ingin ada lagi kekerasan. Namun Aina memberinya saran, "Tuan, aku tahu kita bukan orang jahat, namun kita masih butuh perlindungan dan senjata pembela diri. Meskipun aku yakin Ocean dilindungi sebentuk kekuatan, kita semua tentu tak ingin cela
Sementara itu, ke mana gerangan Alexander pergi? Pemuda itu masih membawa Dangerous Attraction dalam genggamannya. Ia tak begitu mengenal lorong-lorong Puri Vagano ini, namun suatu kekuatan tak kasat mata seolah menuntunnya. Pedang terkutuk bagaikan lentera panjang bercahaya menerangi jalan.Beberapa kali ia bertemu dengan sosok-sosok korban penusukan Katy di lantai, setengah mati maupun sudah tak bernyawa. Mereka yang masih hidup menggapai-gapai dengan segenap sisa tenaga. Beberapa orang muncul dari balik lemari atau tembok kemudian mendekat, walau bergidik ngeri setelah melihat senjata yang pria itu genggam."Tu-tu-tuan! Siapapun Anda, tolonglah kami! Kami tak ingin berada di sini!""Wanita itu membunuh! Tolong, lindungi kami!"Namun Xander mengabaikan semua permohonan mereka itu. Dilangkahinya saja mayat-mayat maupun jejak darah di karpet. Sesekali ia berhenti dan menatap dingin tanpa arti. Barangkali merenung, merasa kasihan, atau berpikir keras berusaha mencari jawaban. Akan teta
"Nama saya Sofia." tanpa diminta, gadis remaja misterius yang dipertanyakan Emily segera memperkenalkan diri, "Nona Emily, maafkan keberadaanku di sini, saya berada di sini untuk meminta perlindungan. Saya..." gadis itu menggigit bibir, berusaha menahan tangis."Astaga... kau bisa tahu aku, apakah kau juga tinggal di pulau ini? Orang tuamu bekerja di sini?" Emily segera mendekati gadis itu."Ya. Tadinya... Sebelum Nona Katy Forrester mengamuk di pesta dan membunuh mereka semua! Aku sudah yatim piatu saat ini!" Sofia tak bisa lagi berdiam diri. Didekapnya Emily. Air matanya tumpah. "Anda semua ke mana? Mengapa kami kalian tinggalkan? Di mana lagi ada lokasi aman di pulau mengerikan ini? Apakah kita akan bertahan hingga pagi nanti?""Sudah, sudah, tenangkan dirimu, Sofia." Emily berusaha menghiburnya dan balas mendekapnya, "Katy Forrester ada di luar sana, kau aman di sini bersama kami. Aku turut berduka. Aku tahu apa yang sudah kau alami. Kita di sini bersama-sama bertahan sambil berus
"Ya, pembunuh. Tetapi bukan wanita yang kita cari." sahut Earth."Bukan Erato Miles?" heran Aina."Bukan. Katy Forrester. Si gadis kembar bungsu!""Astaga, jadi, wanita yang tadi itu..." Aina teringat sesuatu yang enggan ia buka."Tadi apa?" Emily mulai curiga."Oh, nanti saja. Aku akan kisahkan semuanya di lounge."Tak lama setelah mereka dipertemukan kembali, Emily, Earth bersama Ocean yang masih belum sadarkan diri bersama Aina memutuskan untuk bersama-sama sebagai satu tim. Earth membantu menggendong tubuh sang kakak sulung yang walau sangat ia tidak sukai namun paling tidak 'sekarang sudah tak lagi jadi saingan'. Kehadiran Aina yang belum ia kenal benar setidaknya ia anggap sebagai 'sekutu' pembawa keberuntungan.Emily sempat cemas, ia tak tahu harus memihak siapa saat ini. Ocean memang semakin jauh saja darinya, peluang Earth mendapatkan hatinya semakin besar. Namun hal itu tak serta-merta menjadikan gadis itu lupa pada kebaikan dan perhatian Ocean."Cepat, kita harus selamatkan
Emily dan Earth terus berputar di lorong-lorong lantai dasar, berusaha keras mencari jalan terbaik menuju lounge. Mereka berusaha tetap menjauh dari suara-suara yang masih menggema di seluruh penjuru Puri Vagano. Suara-suara asing yang walau tersamar deru hujan badai petir, tetap mendirikan bulu roma. Jeritan manusia terkejut, minta tolong, serta tentu saja kalimat terakhir mereka, disusul tawa wanita muda yang sedari tadi terdengar paling akhir. Sang pembunuh berantai yang sedang beraksi! "Katy Forrester benar-benar mengerikan!" Emily menggeleng seolah berusaha menepiskan bayangan Katy yang sedang menghabisi penghuni puri satu persatu, "Gadis malang yang tak pernah beruntung semenjak ada di sini! Bayangkan jika Dangerous Attraction kembali ada dalam genggamannya!" "Ia dan kakaknya adalah kebalikan diriku. Aku yang dulu menderita sejak lahir, sedangkan mereka lahir dengan 'sendok perak di mulut' malah harus berakhir di pulau penuh kutukan ini!" Earth turut merenung, "Ayo, kita berusa
Sofia menggeleng, "Aku tak tahu, Tuan, tak ada petunjuk lain. Ia tak bilang apa-apa setelah mencegah Nona Katy membunuhku. Hanya saja katanya, ayahnya pernah jadi penguasa pulau ini..." "Penguasa pulau ini? Astaga... Itu pasti dia!" Carl semakin gusar. Fakta bahwa Katy baru saja membunuh entah berapa membuatnya sadar jika kutukan sahabatnya kembali memakan korban. "Kita harus temukan kedua kembar itu dan juga para Pemuda Vagano. Kurasa wanita yang tadi Sofia sebutkan adalah Erato Miles, wanita misterius yang kita cari-cari sebagai pelaku!" "Miles!" Sofia terkejut, "Bukankah Bu Hannah kepala pelayan yang sudah meninggal dunia tiga tahun yang lalu itu juga bernama keluarga Miles? Keluargaku mengenal beliau. Aku ingat, hanya saja kami tak berani dekat-dekat, beliau kelihatan galak dan sangat tertutup." "Barangkali memang itulah dia, putri sahabatku Zeus dan Hannah! Yatim piatu yang sedang mencari saudara-saudara tirinya demi 'reuni' pertama dan terakhir mereka!" "Astaga, jadi tadi ak