"Bagaimana semalam, Erato? Apa yang berhasil kau dapatkan dari pengintaianmu?"
Pertanyaan Avalanche alias Earth itu tak langsung digubris oleh Erato alias Lara.
'Tak seperti biasanya,' batin sang barista kopi yang pagi itu sengaja datang lebih awal ke M's Brew bukan hanya untuk membuka pintu, melainkan untuk mendengarkan kisah dari Erato, yang hingga saat ini masih diam seribu bahasa mengenai darimana ia tahu nama aslinya, Earth, 'pasti ada suatu hal luar biasa yang ia temukan kemarin.'
"Uhh, ya, aku.. aku hanya sedikit bingung saja bagaimana cara mengungkapkan ini kepadamu. Yang kemarin kudapatkan lumayan juga. Alamat rumah atau kamar sewaan guru muda itu." ungkap Erato, sambil terus menyapu dan mengelap meja-meja kafe, enggan menatap mata biru Ava.
"Aku tahu, kau tentu akan berhasil! Lalu bagaimana, ada hal lain lagi? Nanti malam aku akan ke sana memberi kejutan tak terlupakan kepada Emily! Ya, ia harus tahu semua ini, aku bukan orang lain baginya dan i
Sudut Pandang / 'point-of-view' Emily Stewart: Xander kekasihku yang belum tahu apa-apa masih bersikap sangat manis terhadapku. Kadang muncul perasaan bersalah dalam hati. Aku sangat ingin meluapkan segalanya, mengakui hal yang terjadi malam itu di taman labirin nan sepi, dimana seorang 'asing' melakukan 'hal terlarang' denganku. Walau aku tak menginginkannya, mengutuk keras perbuatannya, meski aku sangat merasa 'terhina' karenanya, entah mengapa... Alam bawah sadarku yang juga 'terkutuk' sesungguhnya 'menginginkannya'. Dan aku malah menganggap 'orang bejat tak dikenal' itu sebagai Earth. Mungkin aku sudah tak waras lagi. Earth sudah menjadi bagian masa laluku yang harus kupendam, kukubur dalam-dalam. Xander tetap menemaniku makan siang di kantin dan berlaku manis sekali sepanjang sisa hari itu. Bahkan ketika aku membatalkan kencan sepulang sekolah. Kami bukan pasangan yang kaku, bahkan bisa dibilang, hubungan kami sangat manis dan indah seperti kisah
Kembali ke balik dinding tebal dingin Puri Vagano yang tak pernah lepas dari aroma misteri. Katy Forrester yang 'terhilang' malam itu tentu sebenarnya tak pergi jauh-jauh dan masih ada di Pulau Vagano.Si kembar bungsu cantik yang sedang berselisih dengan kakaknya itu memang hobi keluyuran bila sedang kesal. Hampir semua sisi puri ia sudah jelajahi sendirian bila sedang bosan.Namun baru kali ini ia nekat melakukannya malam-malam, seorang diri seperti biasanya, tanpa mengajak kakaknya! 'Huh, untuk apa aku bilang-bilang dan laporan segala, aku sosok yang mandiri! Bila aku ingin merebut hati Tuan Muda Ocean, aku harus tunjukkan bila aku sudah mengenal kediamannya ini terlebih dahulu. Bahwa aku tertarik pada rumahnya dan bukan cuma dengan dirinya!' demikian pikir Katy saat mengambil senter.Hampir semua tempat ia jelajahi di siang hari saat senggang, dan baru kali ini ia turun ke suatu tempat yang paling misterius seperti di film-film petualangan atau kolosal keraj
Ocean Vagano, Kate Forrester, seorang petugas jaga dan Lilian masih berjalan bersama-sama mengelilingi Puri Vagano mencari jejak Katy yang menghilang entah kemana. Tadinya Ocean curiga bila Katy hanya 'mengerjai' mereka alias sedang bermain 'hide-and-seek' saja, tak ada yang perlu dicemaskan. Namun ia juga teringat pada peristiwa hilangnya Emily pada saat gadis itu berada di sini 3 tahunan silam. Memang beda, karena saat itu Emily penasaran dan ingin menyelidiki kemana seseorang, tepatnya Hannah, pergi membawa 'sesuatu' dan bertemu 'sosok misterius', bukan sekedar iseng atau bermain-main. Tapi siapa tahu, kali ini Katy memang berada di tempat yang sama, apapun tujuannya! "Lorong Bawah Tanah!" ujar pemuda itu, membuat langkah ketiga orang yang bersama-samanya seketika terhenti. "Ada apa, Ocean?" Lilian tercengang, "pergi ke tempat mengerikan itu? Mana mungkin gadis itu berniat main ke sana, iya 'kan Kate?" "Ya! Kami tak pernah suka pada tempat-te
"Ada apa, Em? Mengapa kau spontan menyebutkan nama seseorang seperti itu? Earth, siapa gerangan itu?" perlahan-lahan, Xander berhasil mengumpulkan nyawanya dan terjaga sepenuhnya. Seperti biasa, ia bersandar dengan kedua lengannya di divan, tubuhnya yang langsing namun atletis menarik tubuh Emily yang kecil ramping mendekat. "Maaf, kau marah padaku? Aku sungguh tak sengaja mengucapkan nama itu. Itu seseorang dari masa laluku, hanya teman biasa. Ia pernah suka aku, aku tak membalas perasaannya. Maaf. Tak bermaksud apa-apa." aku Emily perlahan-lahan dengan nada suara takut, seperti anak kecil yang ketahuan mencuri. "Mengapa aku harus marah, kita semua memiliki masa lalu. Yang penting kau dan dia tak berhubungan apa-apa lagi di masa kini," sahut Xander bijak, "siapapun dia, bila ia ingin bersamamu lagi, aku takkan membiarkan! Akan kujaga kau baik-baik!" Emily tersenyum tipis, 'Malam itu saja saat kau sedang tak bersamaku, 'Earth', entah betul atau tidak, hampir
Setengah hari penuh berlalu, Xander belum juga keluar dari kediaman Emily. Mereka menghabiskan pagi bersama dengan sarapan di ranjang, nonton beberapa film, dan tentu saja bermesraan sepuasnya tanpa peduli waktu. Hingga akhirnya ponsel Xander berdering. Ternyata ibunya yang menelepon, menanyakan keberadaan anaknya. Hanya sebuah misscall, disusul pesan masuk menanyakan, 'Xander, kau ada dimana? Ibu menunggumu, segera beri kabar. Bila menginap di rumah teman, sebaiknya lain kali kau kabari Ibu.' "Duh, kau semalaman tak pulang, beliau pasti cemas!" Emily sadar, sudah seharian semenjak pulang sekolah kemarin Xander tak mengabari keluarganya. Lahir dan dibesarkan dalam keluarga campuran Everiental-Evermerika, tentu saja Xander masih sedikit-banyak diperlakukan seperti anak kesayangan oleh ibunya yang cantik itu! "Benar juga 'sih. Apa sebaiknya aku kembali sebentar dulu ke rumah untuk menenangkannya? Nanti sore atau malam kita bisa pergi kencan lagi? Makan malam, nonton di
Sudut Pandang / 'point-of-view' Emily Stewart :Sepeninggal Xander siang itu, entah mengapa kurasakan kegelisahan yang amat sangat. Bahkan di dalam tempat tinggalku sendiri, baru kali inilah kurasakan aura aneh yang belakangan ini semakin merajaiku.Sejak peristiwa beberapa hari silam, aku tahu pasti, seseorang atau lebih telah memasuki hidupku. Sudah kukenalkah, belum kuketahuikah. Dan aku terlalu kelu atau mungkin juga bodoh untuk menceritakannya kepada Xander.Mungkin aku tak berani, atau lebih tepatnya, aku tak ingin!Saat aku sedang diam seribu bahasa dalam kesendirian nan mencekam, tetiba terdengar beberapa ketukan di pintu depan kamar sewaanku. Sekali, dua, tiga kali. Pertama hanya ketukan lembut, kedua agak keras. Yang ketiga, terkesan tak sabar lagi. Menggedor, memaksa. 'Thumping', alias berkali-kali hingga daun pintu bergetar hebat.Xander? Mana mungkin ia kembali secepat ini!"S-siapa kau?" semua kewaspadaanku kukeluarkan, sementa
Sudut Pandang / 'point-of-view' Emily Stewart : "Ocean dan Sky? Mereka entah dimana! Mana mungkin kau bisa menyakiti kakak-kakakmu saat ini? Dan aku ingin tahu, mengapa kau telah melakukan 'itu' padaku, Earth?" akhirnya aku bisa bersuara setelah sempat kelu dengan 'perbuatan manis' yang Earth coba lakukan. "Mengikutimu secara diam-diam lalu memojokkanmu di taman senja itu?" bisik Earth, masih mendekap diriku. Tangannya terasa jauh lebih halus daripada dahulu, ia berubah total. Bukan lagi seorang pria muda kasar dari Lorong Bawah Tanah. Namun aura kelamnya tak bisa hilang. "Ya. Mengapa kau muncul dengan begitu menakutkanku, hingga membuatku pingsan, kemudian 'melakukan itu' terhadapku? Tahukah kau, hal itu sangat menakutkan sekaligus memalukanku?" tanyaku, masih bisa merasakan apa yang ia perbuat pada pucuk-pucuk dadaku, walau belum memasukiku. "Aku tak sengaja. Aku masih... mencintaimu, kurasa?" Earth menjauh sesaat, perlahan tapi pasti, membuka ritsl
Sudut Pandang / 'point-of-view' Emily Stewart :'Aku seperti sekali lagi disentakkan keras-keras, tercampak dari mimpi ke alam nyata. Namun anehnya, kali ini bukan mimpi buruk. Justru sebuah kenyataan terindah (yang kedengarannya memang gila!) bahwa Earth masih ada.Ia baru saja bersamaku di sini, kami berdua bercinta habis-habisan seperti dua orang kehausan sedang minum sepuasnya,saat seseorang di depan pintu mengetuk dan memanggil namaku, "Emily, aku kembali! Ayo, bukakan pintu!"Astaga!Earth beringsut bangkit perlahan sekali dari sofa, seakan tak senang bila momen kami terganggu. Namun sebelum ia hendak berbuat apa-apa, buru-buru kucekal lengannya, "Jangan, kumohon.. Jangan apa-apakan kekasihku!""Kau ini.." Earth tampak kurang senang dengan permintaanku, berbisik pelan namun tajam, "jangan buat aku cemburu! Kau memang mencintainya, 'kan? Sesungguhnya aku masih bukan siapa-siapa untukmu!""Bukan begitu, aku... Aku hanya ingin men
"Tidak, jangan lakukan itu, Nona Kate! Kami akan segera mencari dan menemukan Ocean Vagano!" di luar dugaan semua orang yang hadir di pagi menjelang siang benderang namun mencekam itu, tetiba Lilian maju, menempatkan dirinya di antara Kate yang nyaris terjun ke jurang dan Katy yang semakin bernafsu untuk mengakhiri hidup kakaknya! "Minggir, Wanita Tua! Kau bukan sasaran Pedang Terkutuk ini! Minggir sekarang juga, aku tidak main-main!" geram Katy kesal. "Tidak! aku memang bersalah! Kuakui semua sekarang juga! Aku yang mengundang kalian kemari karena ingin menjodohkan Ocean dengan harapan semua kutukan akan segera berlalu dan kalian semua bisa berkeluarga dan akhirnya hidup bahagia, melupakan Emily dan segala yang terjadi!" aku Lilian, membuat kedua gadis kembar itu terhenyak, "Namun ternyata semua ini terjadi! Ocean sudah hilang dan kemungkinan besar tewas di laut dan takkan pernah kembali! Jadi aku merasa gagal, aku merasa benar bila ini semua salahku! Sama seperti p
Semua yang hadir terpaku di tempat, tak berani bergerak sedikitpun setelah mereka berjarak sedemikian dekat dengan Katy yang mungkin akan melukai Kate sewaktu-waktu tanpa sempat mereka cegah."Berhenti di sana sekarang juga, Nona Siapapun Namamu! Sebab gara-gara dirimu, semua yang aku dan Emily ingin lakukan hingga pergi sejauh ini terpaksa tertunda!" Earth dengan suara keras menitahkan Katy yang belum ia kenal."Darimana kau mendapatkan pedang itu dan siapa sebenarnya kalian, mengapa bisa ada di puri ini?" tanya Sky yang juga belum tahu apa-apa."Mereka berdua gadis-gadis bangsawan Everopa, keluarga Forrester yang datang kemari dari jauh dengan tujuan ingin bertunangan dengan kakak kalian, Ocean Vagano," jelas Lilian yang merasa bersalah karena diam-diam mengundang mereka, namun tampaknya tak berjalan baik seperti yang direncanakan."Betul sekali! Dan aku sebagai adik, kali ini tak ingin mengalah untuk kakakku, sekalipun ia telah tidur dengan Ocean Vagan
"Tidak, jangan ikuti aku lagi! Kumohon! Lihat, tadi ada seorang Vagano datang entah darimana, Ocean atau bukan, dia bisa kaujadikan milikmu!" Kate Forrester berlari terus di jalan yang semakin menanjak di tepi pantai itu, tanpa sadar bahwa sebenarnya ia menuju 'dead end'. Jurang yang menghadap ke pantai, namun bukan yang berpasir putih, melainkan pantai curam berbatu karang besar tajam dimana almarhum Zeus Vagano pernah terjatuh ke atasnya dan tewas seketika. "Kau tak bisa mengaturku! Nyawamu berada dalam tanganku, Kak!" Katy masih tersenyum dengan anehnya. Kini Kate berada dekat sekali dengan tepi jurang. Ia terhenti, bingung. Tak ada jalan kemanapun untuk kabur lagi. Hanya ada dua pilihan, dan dua-duanya jalan menuju maut! ********** Sementara itu di puri, Emily dan Earth telah memasuki ruang utama. Emily yang masih enggan sekaligus cemas pada nasib gadis kembar misterius yang dikejar saudarinya sendiri dengan pedang Dangerous Attraction, di
"Tidak mungkin, ini semua tak mungkin terjadi, sebab lukisan ini tak mungkin nyata!" Kate Forrester perlahan mundur menjauh, merasa tak ingin terburu-buru dari tempat persembunyian itu karena khawatir Katy akan menemukannya. Namun ia juga merasa tak nyaman dengan apa yang ia lihat. Terlalu mengerikan dan tak dapat dipercaya! Hanya saja, untuk bertahan di bawah tatapan empat pasang mata sedemikian mengerikan, siapa sanggup bertahan? Akhirnya Kate keluar dan kembali berlari menelusuri labirin Lorong Bawah Tanah. Tentu saja, tak jauh darinya masih ada Katy yang sedari tadi menunggunya dengan sabar. Dan suaranya yang berisik melengking saat bermonolog di hadapan Lukisan Terkutuk tentu saja terdengar oleh Sang Adik yang masih belum ingin melepaskan Sang Kakak. "Kate, sejauh apapun dan dimanapun kau berada, aku selalu ada di belakangmu, mengawasimu hingga aku mendapatkan nyawamu!" Kate berusaha keras mencari jalan keluar, kemana saja tembusnya lorong-lorong
Sementara jauh di lantai dasar, kedua Kembar Cantik Forrester masih saling kejar. Katy yang masih dibawah pengaruh misterius tentu saja takkan menyerah sebelum mencapai tujuannya."Bersiaplah untuk mati, Kate! Kau takkan pernah bisa menghindar dariku ataupun takdir yang menunggumu!""Tidak! Tinggalkan aku saat ini juga! Kau bukan dirimu sendiri, Katy! Sadarlah! Kumohon, ingatlah bahwa kau adikku! Adik takkan membunuh kakak sendiri walau demi cinta!"Sepanjang perjalanannya mencari pintu menuju Lorong Bawah Tanah, Kate Forrester berusaha keras menghalang-halangi adiknya sambil mencoba semua pintu di lorong yang ia duga pernah dilaluinya beberapa saat silam bersama Ocean dan Lilian. Dijatuhkannya semua vas bunga besar-besar dan pajangan berharga yang ia temui, tak peduli bahwa tuan rumah puri bisa saja marah besar bila mengetahui perbuatannya itu.Demi keselamatannya, ia tak peduli. Sayangnya, perbuatan Kate itu percuma saja. Katy tetap mengejarnya dan mela
Semalam-malaman, beberapa jam lamanya Lilian bersama beberapa petugas jaga terkurung di museum perpustakaan hampir merasa putus asa karena 'dikungkung' oleh suatu kekuatan tak kasat mata yang seakan-akan 'menguasai' Puri Vagano. Mereka telah mencari celah di dinding, jendela, serta mencoba semua kemungkinan lain untuk keluar. Tak berhasil. Semua seakan-akan rapat tertutup, bahkan kaca jendela menolak untuk dibuka dari dalam.Sementara di bawah sana, tanpa mereka ketahui, seorang penghuni lama sekaligus tuan rumah, Sky Vagano sang kembar tengah, telah tiba kembali di kediamannya sendiri. Merasa heran karena tak ada seorang penjagapun di puri, sementara pintu-pintu utama tak terjaga dan dengan mudah dibuka dari luar."Pagi yang senyap di Pulau Vagano, dan tak ada penyambutan kepulangan sama sekali. Baiklah, ini memang sangat mendadak! Huh, semoga Lilian tak mengabaikan 'tugasnya'. Berarti benar dugaanku, ada hal yang tak beres di sini! Syukurlah aku kembali! Lilian! Penj
Kate masih belum terlalu percaya bila Katy betul-betul serius ingin menyakitinya, walau sebenarnya ia betul-betul mulai dilanda sebuah perasaan yang sangat tak enak."Ayolah, Adikku! Letakkan saja pedang-pedangan yang kau dapatkan entah darimana itu dan berdamai sajalah denganku! Kau nanti juga akan mendapatkan jodohmu sendiri. Kembar Vagano tidak hanya Tuan Muda Ocean! Masih ada 2 adiknya yang sama-sama tampan dan bisa kaupilih sendiri nanti!" ia tertawa gelisah sementara Katy masih mendesaknya hingga jauh mundur ke dalam kamar, bahkan hingga ia terjatuh ke atas ranjangnya sendiri."Tidak, Kak! Aku ingin hanya diriku saja yang menjadi kekasih, tunangan dan kelak istri Ocean Vagano! Karena kau adalah sainganku! Dalam cinta, tak pernah ada yang namanya teman, sahabat bahkan saudara sekalipun!" Katy tersenyum sinis sambil tetap menggenggam hulu pedang terkutuk Dangerous Attraction yang belum pernah Kate lihat sebelumnya."Lalu, apa yang kau inginkan? Membunuhku? C
Lama Earth terdiam, sementara dalam hatinya, Emily sangat yakin bahwa pemuda itu takkan pernah berkata ya. 'Ia sangat membenci keluarganya, tanah kelahirannya, jadi ia takkan pernah mau! Maka aku akan bebas pergi, karena ia tentu akan menolak mentah-mentah semua permintaanku yang sukar ini!' demikian Emily berusaha untuk membuat Earth mundur perlahan dengan syarat yang sedemikian berat. Berada kembali di tanah kelahirannya tentu saja bukan pilihan terbaik bagi Earth yang tak ingin mengenang masa lalunya yang begitu kelam dan menyedihkan. Pergi sejauh-jauhnya, bila perlu! "Baiklah, Emily! Demi kau, hari ini juga kita akan segera kembali ke Pulau Vagano!" di luar dugaan, Earth menyanggupi permintaan Emily yang paling sukar itu. "A, a, a, apaaaa?" Emily terperangah tak percaya, "Earth, bagaimana mungkin kau mau? Ocean dan Sky bisa membunuhmu, apalagi bila kau membawaku kesana! Pedang Terkutuk itu tentunya masih ada dan kali ini hidupmu bisa berakhir di ujungnya!
Sementara, Emily masih berada dalam 'penguasaan' Earth di sebuah hutan yang sunyi. Masih terombang-ambing antara ingin kembali kepada Xander yang 'ditinggalkannya' begitu saja tanpa kabar di M's Brew di Evertown, atau tetap bersama Earth yang tak mungkin akan mengizinkannya pergi lagi. "Emily, sudah dua kali kita melakukan itu. Kau bisa berterusterang kepadaku, apakah kau mulai bisa menyukaiku walau sedikit?" Earth masih memeluknya erat, seakan tak ingin melepaskannya untuk selama-lamanya. Emily gemetaran, walau pelukan Earth terasa hangat. Di bawah siraman cahaya mentari, pemuda itu sama sekali tak seperti saat mereka masih di Pulau Vagano tiga tahun silam. Tubuhnya bersih, mulus, wajahnya bercahaya. Emily sungguh merasakan perbedaan yang signifikan antara Earth Si Bungsu Terkutuk di masa lalu dengan Avalanche Si Barista di masa kini. "Aku belum tahu. Tiba-tiba saja kau muncul kembali. Terlalu mendadak bagiku. Dan aku sudah punya kekasih yang mencintaiku. Xa