"Ada apa, Em? Mengapa kau spontan menyebutkan nama seseorang seperti itu? Earth, siapa gerangan itu?" perlahan-lahan, Xander berhasil mengumpulkan nyawanya dan terjaga sepenuhnya. Seperti biasa, ia bersandar dengan kedua lengannya di divan, tubuhnya yang langsing namun atletis menarik tubuh Emily yang kecil ramping mendekat.
"Maaf, kau marah padaku? Aku sungguh tak sengaja mengucapkan nama itu. Itu seseorang dari masa laluku, hanya teman biasa. Ia pernah suka aku, aku tak membalas perasaannya. Maaf. Tak bermaksud apa-apa." aku Emily perlahan-lahan dengan nada suara takut, seperti anak kecil yang ketahuan mencuri.
"Mengapa aku harus marah, kita semua memiliki masa lalu. Yang penting kau dan dia tak berhubungan apa-apa lagi di masa kini," sahut Xander bijak, "siapapun dia, bila ia ingin bersamamu lagi, aku takkan membiarkan! Akan kujaga kau baik-baik!"
Emily tersenyum tipis, 'Malam itu saja saat kau sedang tak bersamaku, 'Earth', entah betul atau tidak, hampir
Setengah hari penuh berlalu, Xander belum juga keluar dari kediaman Emily. Mereka menghabiskan pagi bersama dengan sarapan di ranjang, nonton beberapa film, dan tentu saja bermesraan sepuasnya tanpa peduli waktu. Hingga akhirnya ponsel Xander berdering. Ternyata ibunya yang menelepon, menanyakan keberadaan anaknya. Hanya sebuah misscall, disusul pesan masuk menanyakan, 'Xander, kau ada dimana? Ibu menunggumu, segera beri kabar. Bila menginap di rumah teman, sebaiknya lain kali kau kabari Ibu.' "Duh, kau semalaman tak pulang, beliau pasti cemas!" Emily sadar, sudah seharian semenjak pulang sekolah kemarin Xander tak mengabari keluarganya. Lahir dan dibesarkan dalam keluarga campuran Everiental-Evermerika, tentu saja Xander masih sedikit-banyak diperlakukan seperti anak kesayangan oleh ibunya yang cantik itu! "Benar juga 'sih. Apa sebaiknya aku kembali sebentar dulu ke rumah untuk menenangkannya? Nanti sore atau malam kita bisa pergi kencan lagi? Makan malam, nonton di
Sudut Pandang / 'point-of-view' Emily Stewart :Sepeninggal Xander siang itu, entah mengapa kurasakan kegelisahan yang amat sangat. Bahkan di dalam tempat tinggalku sendiri, baru kali inilah kurasakan aura aneh yang belakangan ini semakin merajaiku.Sejak peristiwa beberapa hari silam, aku tahu pasti, seseorang atau lebih telah memasuki hidupku. Sudah kukenalkah, belum kuketahuikah. Dan aku terlalu kelu atau mungkin juga bodoh untuk menceritakannya kepada Xander.Mungkin aku tak berani, atau lebih tepatnya, aku tak ingin!Saat aku sedang diam seribu bahasa dalam kesendirian nan mencekam, tetiba terdengar beberapa ketukan di pintu depan kamar sewaanku. Sekali, dua, tiga kali. Pertama hanya ketukan lembut, kedua agak keras. Yang ketiga, terkesan tak sabar lagi. Menggedor, memaksa. 'Thumping', alias berkali-kali hingga daun pintu bergetar hebat.Xander? Mana mungkin ia kembali secepat ini!"S-siapa kau?" semua kewaspadaanku kukeluarkan, sementa
Sudut Pandang / 'point-of-view' Emily Stewart : "Ocean dan Sky? Mereka entah dimana! Mana mungkin kau bisa menyakiti kakak-kakakmu saat ini? Dan aku ingin tahu, mengapa kau telah melakukan 'itu' padaku, Earth?" akhirnya aku bisa bersuara setelah sempat kelu dengan 'perbuatan manis' yang Earth coba lakukan. "Mengikutimu secara diam-diam lalu memojokkanmu di taman senja itu?" bisik Earth, masih mendekap diriku. Tangannya terasa jauh lebih halus daripada dahulu, ia berubah total. Bukan lagi seorang pria muda kasar dari Lorong Bawah Tanah. Namun aura kelamnya tak bisa hilang. "Ya. Mengapa kau muncul dengan begitu menakutkanku, hingga membuatku pingsan, kemudian 'melakukan itu' terhadapku? Tahukah kau, hal itu sangat menakutkan sekaligus memalukanku?" tanyaku, masih bisa merasakan apa yang ia perbuat pada pucuk-pucuk dadaku, walau belum memasukiku. "Aku tak sengaja. Aku masih... mencintaimu, kurasa?" Earth menjauh sesaat, perlahan tapi pasti, membuka ritsl
Sudut Pandang / 'point-of-view' Emily Stewart :'Aku seperti sekali lagi disentakkan keras-keras, tercampak dari mimpi ke alam nyata. Namun anehnya, kali ini bukan mimpi buruk. Justru sebuah kenyataan terindah (yang kedengarannya memang gila!) bahwa Earth masih ada.Ia baru saja bersamaku di sini, kami berdua bercinta habis-habisan seperti dua orang kehausan sedang minum sepuasnya,saat seseorang di depan pintu mengetuk dan memanggil namaku, "Emily, aku kembali! Ayo, bukakan pintu!"Astaga!Earth beringsut bangkit perlahan sekali dari sofa, seakan tak senang bila momen kami terganggu. Namun sebelum ia hendak berbuat apa-apa, buru-buru kucekal lengannya, "Jangan, kumohon.. Jangan apa-apakan kekasihku!""Kau ini.." Earth tampak kurang senang dengan permintaanku, berbisik pelan namun tajam, "jangan buat aku cemburu! Kau memang mencintainya, 'kan? Sesungguhnya aku masih bukan siapa-siapa untukmu!""Bukan begitu, aku... Aku hanya ingin men
Sudut Pandang / 'point-of-view' Earth : Aku belum lagi mengenakan semua pakaianku, bersembunyi dalam lemari besar kosong tak terpakai dalam kamar sewaan Emily yang baru saja bercinta denganku. Sesungguhnya aku tak suka tindakan begini, yang selalu kuanggap sebagai 'pengecut'. Seharusnya aku segera 'keluar' dan mengklaim hakku, bila perlu, di tempat ini juga akan kuhabisi nyawa pria itu! Lagipula, Emily secara tak sengaja telah menyediakan 'senjata' yang bagus ini, sebilah pisau yang masih kugenggam erat-erat. Hmm, tidak! Aku tak boleh bertindak gegabah, atau aku akan berakhir seperti 3 tahun silam di White Nest. Walau sedikit banyak aku bersyukur, karena 3 tahun penuh 'penderitaan menyenangkan' itu berhasil 'mengubah hidupku untuk selamanya.' Emily ternyata menerima kekasihnya masuk. Aku mengintip terus semua adegan dalam diam, berusaha keras untuk tetap tenang. "Ada apa, mengapa kau lama sekali membukakan pintunya? Apa yang sedang kau kerjaka
Sementara itu di Puri Vagano, Ocean merasa semakin resah dengan perubahan sikap Katy yang semakin menjadi-jadi. Gadis itu, semenjak ditemukan pingsan di Lorong Bawah Tanah, tak lagi 'sama' seperti dahulu. Kate Sang Kakak pun merasa terganggu sekaligus sedikit banyak 'senang' dengan perubahan adiknya ini. Katy berubah jadi pendiam, penakut, mulai menutup diri, serta kerap kali mengigau di malam hari dan kadang berteriak-teriak seperti orang gila! Semua karena 'Lukisan Terkutuk' yang ia klaim telah mengutuk dirinya! Bahkan obat-obatan ramuan Lilian Sang Dokter Keluarga tak mampu meredakan 'anxiety' yang ia kini derita. Kate merasa terganggu karena sebagai saudari, ia masih harus merawat adiknya, sementara ia justru mengganggap, keadaan ini adalah momentum yang tepat baginya untuk mendekati Ocean. Kabar baiknya, ia sudah tak memiliki saingan cinta, setidaknya hingga Katy 'sembuh total' dan itu entah akan kapan terjadi! Sayang, Ocean sepertinya sedang tak
Sementara Ocean di Puri Vagano terus memikirkan cara untuk keluar dari 'istananya sendiri' tanpa mengabaikan kewajibannya. Tak elok betul begitu saja meninggalkan Kate seorang diri menjaga Katy adiknya yang masih 'sakit', sementara Lilian juga bukan orang yang betul-betul tepat untuk menjaga Pulau Vagano seorang diri. Bukannya Ocean tak percaya pada sang dokter wanita, melainkan karena ia khawatir pada 'hal tak kelihatan' yang bisa saja terjadi saat Ocean tak ada di puri. Lilian sangat penting untuk dilindungi, karena mungkin hanya tinggal dia yang tahu 'masa lalu almarhum Zeus Vagano.Dan lagi, teror 'kutukan' yang seakan belum selesai. Belum tahu mengapa pedang 'Dangerous Attraction' masih 'berulah' bahkan setelah kematian Zeus dan Hannah.Tadi pagi, satu masalah Ocean terpecahkan. Pesanan kaca dan rantai terkuat dari Evermerika sudah datang bersama dengan kapal kargo yang merapat. Kedua benda itu segera dibawanya ke museum untuk 'mengamankan Dangerous Attracti
Sudut Pandang / 'point-of-view' Earth Vagano :"Jadi, apa yang kau temukan dan lakukan di kediaman 'lovebird betina' kemarin siang, Avalanche?" selidik Erato alias Lara, 'kakak tiriku' alias wanita muda yang mengaku sebagai keturunan Hannah dan ayahku Zeus.Kami masih berdua saja di M's Brew, bekerja di awal hari Minggu yang sepi. Nanti malam akan ada pertunjukan spesial dari seorang pemusik debutan bernama 'Eagle Eyes' yang akan bernyanyi 'live' di sini, jadi sepagian kafe masih ditutup, akan ditata ulang agar menyerupai sebuah panggung dan ruang show kecil. Kami berbincang ringan sambil melakukan hal itu; menyusun kursi, menyapu plus mengepel lantai, serta menata meja."Ya, aku selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik, dan aku tentu saja bisa," sambil mengatakannya, aku tersenyum membayangkan kejadian kemarin, "walau ia belum bilang ia mencintaiku juga, tapi kami sudah bercinta, dan aku tak keberatan sama sekali untuk itu...""Oh, wow, tunggu, jadi