Sementara itu, Lilian di paviliunnya merasa gundah. Ia tak tahu mengapa kepergian Earth dari hadapannya tadi siang memberinya perasaan tak nyaman. Serta tentunya firasat buruk yang selalu menghantuinya semenjak kehadiran pemuda tampan kembar ketiga itu.
Ia tahu, apapun rencana Zeus, tetap berjalan. Hidup atau mati, ia sudah menjalankan semua lewat Hannah. Hari ulang tahun Kembar Vagano akan segera tiba.
(Point-of-view Doc Lilian:)
'Akankah seseorang atau sesuatu muncul pada hari itu? Dan masihkah dapat dicegah?
Bila ya, aku harus bisa mencegahnya. Aku percaya, 'kutukan angka tiga' itu hanyalah karangan Zeus saja. Bukan hal supernatural atau berbau mistis. Tak pernah ada yang namanya hantu, apalagi kutuk-kutukan!
Namun aku tak yakin betul bila Zeus telah mati. Dan pemikiran ini sungguh menggangguku.
Pagi-pagi sekali, aku pergi ke puri menemui Ocean dan Sky. Mereka segera datang menemuiku di lounge, herannya, tanpa kehadiran Emily.
(Point-of-view Hannah Miles, beberapa saat sebelumnya:) 'Di sini, di paviliun yang terjaga ketat ini, aku terbaring di atas ranjang tua dan juga masih terpacak, karena belum pulih dari segala luka bakar mengerikan ini. Aku tahu, perjuangan dan misiku hampir berakhir. Walau beberapa di antaranya sukses besar, namun dengan pahit harus kutemui kenyataan bahwa aku harus kehilangan kecantikan wajahku dan beberapa gigiku. Kini aku adalah nenek sihir tua menyeramkan yang sanggup membuat siapapun lari pontang-panting. Lebih mengerikan dari mimpi buruk, bahkan mungkin kematian! A ha ha ha ha ha! Tak masalah. Bahkan bila Earth si Makhluk Terkutuk yang bodoh itu, yang telah kulepaskan setelah hampir 23 tahun lamanya kupelihara dengan penuh rasa jijik, sekarang turut membenciku! Karena aku memang tak membesarkannya dengan kasih sayang. Cih, untuk apa kubesarkan dia, anak dua orang yang paling kubenci di dunia, Florence dan Zeus! Ia memang telah menjadi anakku, anak
"Apa maumu, Vagano?" Hannah yang sedang terbaring di atas ranjang tua di dalam paviliun itu tahu siapa penerobos masuk misterius malam itu. Namun karena suasana gelap, ia tak tahu yang mana. Dan pemuda itu memakai jas bertudung. "Kau pasti Earth..." dengan geli ia tertawa-tawa, suaranya kering, mengerikan seperti wajah tuanya yang setengah terbakar dan hancur lebur. "Tak perlu menyelamatkanku sekarang dan membunuh penjaga-penjaga di luar. Cih, aku tak butuh kau selamatkan." "Aku tak membunuh mereka, hanya 'melumpuhkan' mereka sedikit. Dan aku bukan Earth. Aku hanya ingin mempertemukanmu dengan seseorang yang sangat kau rindukan selama ini... Aku sudah pernah bertemu dengannya dan kau akan segera tahu." Kembar Vagano misteris itu maju, di tangannya selembar saputangan yang sudah diberi cairan kloroform segera ditutupkannya ke wajah Hannah. Membekap erat wanita tua itu hingga kehilangan kesadaran. "Dan s
(Point-of-view Emily:) 'Pagi ini aku terbangun. Tak ada siapapun atau apapun terjadi. Tak ada sapa atau ketuk pintu dari Ocean seperti biasanya saat aku terlambat bangun. Aku tahu, ia pasti masih marah terhadapku. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Memang aku belum bisa memutuskan kemana aku pergi, apakah aku suka dan mencintai dirinya atau malah adiknya. Sebesar apapun cinta Ocean, tiada berarti bila aku belum tahu apakah aku merasakan hal yang sama. Demikian pula Earth. Kurasa Ocean mempesonaku, tapi Earth lebih menawanku. Aku bangkit dari ranjang dan pergi ke pintu. Terkunci. Kurasa memang Ocean tak ingin aku keluar dari sini. Aku mendadak merasa seperti burung dalam sangkar emas. Di meja kopi dekat balkon, kulihat beberapa persediaan makanan dan minuman untukku. Kurasa hanya itu yang kupunya untuk saat ini hingga ada yang membukakanku pintu.
(Point-of-view Earth Vagano:) 'Aku memang telah pergi dari puri dan kembali mengembara di pulau. Untuk sementara ini aku tak tahu harus bagaimana. Begitu kuat keinginanku untuk kembali menerobos masuk ke dalam puri, bertemu dengan Emily atau menculiknya sekalian, juga mengambil kembali Pedang Terkutuk. Sebab harinya memang semakin dekat, dan aku tak ingin rencana ini gagal. Pedang Terkutuk harus kumiliki, dan Ocean dan Sky harus kusingkirkan! Bila dulu Hannah 'menempaku' hanya demi menjadi perpanjangan tangannya membunuh kedua kakak kembarku, kali ini motivasiku bertambah. Apalagi dan siapa lagi bila bukan Emily! Malam itu kurasa Ocean dan dia entah melakukan ataupun hampir melakukan sesuatu yang tak ingin kubayangkan. Menggigil dalam kemarahan, untuk pertama kalinya dalam hidupku aku menyesal tak menerobos masuk 'menyelamatkan' gadis yang sedang 'dalam bahaya' itu. Kuharap Ocean tak menyakitinya, apalagi berhasil memiliki jiwa raganya! Huh, p
Sementara di luar, di hutan dekat lubang jendela keluar darurat dimana Lilian sedang turun sendirian untuk 'mencari Zeus', Ocean dan Sky duduk berjauhan di atas rumput di bawah pohon rindang, menunggu dalam diam. Keduanya tak banyak bicara dan juga tak berinteraksi. Masing-masing saling heran dengan apa yang terjadi di antasa mereka. Bukan hal yang wajar, karena selama mereka bersama, baru beberapa hari yang lalu mereka untuk pertama kalinya tidak kompak, dan puncaknya adalah hari ini. Ocean diam-diam masih mencemaskan Emily. Ia begitu takut pada apa yang hampir saja ia perbuat semalam, hampir menodai gadis itu. Merenggut paksa kesucian satu-satunya wanita muda di pulau ini hanya gegara cemburu pada Earth, adik bungsunya yang belum juga terlihat. Ia khawatir Emily malah berbalik membencinya dan malah betul-betul berbalik pada Earth. Maka ia berjanji, sepulangnya dari tempat ini nanti, ia akan meminta maaf. Sekaligus nanti pada hari ulang tahun ke 23, Ocean ingin memb
Emily masih menunggu dengan resah, ia sudah selesai mandi dan sarapan pagi dengan makanan dan minuman yang disediakan di atas meja kopi, namun belum ada tanda-tanda kemunculan seseorang akan membukakannya pintu. Tetiba ia merasakan firasat buruk yang amat mencekam. Betapa inginnya ia keluar dari sini. Haruskah ia membuka jendela dan kabur seperti yang dahulu pernah dilakukannya? Namun ia merasa, bila ia nekat melakukan hal itu, bukan tak mungkin kali ini Ocean akan berbuat hal-hal seperti semalam lagi pada dirinya. Ia tahu, sebenarnya Ocean tak ingin melakukan hal sehina itu tanpa ia membalas perasaan pemuda itu terhadapnya terlebih dahulu. Ia baru saja hendak membuka bath robe dan mencari pakaian lama mendiang ibu kembar-kembar Vagano yang ada di lemari. Tak jadi, karena mendengar ketukan di jendela balkon yang masih terkunci. "Earth!" Emily begitu terkejut saat melihat tamu tak diundang yang hadir di balkon. Pemuda itu nekat kembali kemari?
Earth sudah mengerti dan siap akan penolakan Emily atas apa yang ia perbuat. Ia tahu, bahkan hingga saat ini, gadis itu takkan ingin mereka berbuat hingga sejauh itu. Walaupun sedang tak ada siapa-siapa. Tapi pemuda itu menunggu, sementara tentu saja ia tak ingin menghentikan keinginannya mencumbu gadis yang beberapa hari ini terombang-ambing pada penemuan, fantasi dan keinginan terpendamnya sendiri. "Kumohon, kau boleh minta bantuanku apa saja, asalkan kita jangan dulu begini," Emily akhirnya bisa mendorong dada Earth untuk menjauh, sambil berusaha menutup dirinya yang mulai terbuka tak karuan. "Asalkan apa? Tidak menikmati kesucianmu?" Earth tersenyum, merasa kesal, namun sekaligus senang karena 'penggiringannya' berhasil, "Tentu saja, kau bisa menundanya lagi, asalkan... Kembalikan Pedang Terkutuk itu padaku!" Emily sudah menduga Earth memang datang untuk itu. Ia teringat, 'Dangerous Attraction' sudah kembali di museum, namun juga terantai
(Point-of-view Zeus Vagano:) 'Suara-suara asing nan gemerisik tetiba membangunkanku, menyapa kedua telingaku yang super peka. Hari ini kusadari, lagi-lagi aku kini tak sendiri lagi di lorong-lorong kelam mengerikan ini. 23 tahun lamanya berada di tempat yang nyaris tanpa cahaya menjadikanku sangat peka terhadap segala macam perubahan yang terjadi. Dua sosok lain hadir di sini, walau belum berpapasan denganku. Yang satu membawa sumber cahaya terang, mungkinkah Ocean atau Sky lagi turun kemari mencoba mengetahui siapa yang sudah mengacak-acak dapur puri? Atau ada seseorang lain lagi? Dan yang satu lagi berbunyi 'srek, srek, srek...' melangkah terseret-seret. Kuduga ia belum lama ini terluka, atupun mungkin memang sengaja dijebloskan ke sini setelah mengalami kecelakaan. Kira-kira siapa? Aku tak gegabah menyerbu ke arah mereka, karena aku sadar, aku bukan monster yang kuat atau sesosok makhluk super anti peluru. Senjata ap