Emily menatap pemuda yang kira-kira berumur beberapa tahun di atasnya itu dengan tatapan kagum sekaligus segan.
"Ma, maaf, saya sudah merepotkan Anda. Saya tak bermaksud untuk ada di sini, maksud saya, saya mengalami kecelakaan. Terima kasih karena telah menolong saya, itu tadi kata Bu Hannah..." Emily gugup tak tahu harus berkata apa.
"Ya, tak apa-apa. Aku yang menemukanmu lalu membawamu kemari dan menyuruh dokter merawatmu. Tadi kau penuh luka dan bajumu juga basah kuyup dan robek-robek." senyum pemuda yang bernama Ocean itu cukup manis, membuat hati Emily deg-degan.
"A... apakah Anda yang menggantikan baju saya?" ia tersipu malu.
Ocean tak segera menjawab. Pemuda berambut panjang itu beberapa saat terdiam. Tiba-tiba ia tertawa ngakak, membuat Emily tambah tersipu malu.
"Tentu saja tidak. Aku tak sekurang ajar itu juga." jawabnya sambil berdeham lalu berusaha menjadi cool kembali.
"Dokter keluarga kami seorang perempuan dan ia tinggal di puri ini juga. Jadi kesehatan kami sekeluarga terpantau dengan baik sejak lahir karena beliau orang yang telah menolong persalinan kami. Maksudku, aku dan saudara kembarku."
'Kembar? Sudah tampan, tinggi dan gagah begini, punya kembaran lagi.' Demikian batin Emily yang masih merasa seperti berada di negeri dongeng.
"Ya, aku kakaknya dan dia adikku. Namanya Sky Vagano. Kami berdua keturunan terakhir Bangsawan Vagano yang telah menghuni puri tua ini dari abad ke 17."
'Wow, bangsawan. Pantas ruangan tidur ini antik sekali dan dekorasi interiornya masih seperti dari abad medieval.' Emily lagi-lagi dibuat kagum.
"Haiiiii.... Ada tamu cewek cantik rupanya!" seseorang tetiba masuk seperti angin ribut.
Emily terperangah bingung. 'Kok pemuda yang kedua ini begitu mirip dengan Ocean?'
"Perkenalkan, namaku Sky Firmament Vagano. Dan pemuda sok aristokrat ini kakakku Ocean Stallion Vagano. Kakakku yang masih single. Dan aku juga!" Sky memperkenalkan diri. Ia mirip sekali dengan Ocean, tapi rambutnya dipangkas pendek. Dan sikapnya sedikit lebih riang gembira.
"Namaku Emily Rose Stewart." Emily memperkenalkan diri. "Aku mahasiswi sastra Inggris di Universitas Evermerika."
"Wahhhh, jauh sekali. Kami dulu kuliah di Evermerika juga, tapi setelah lulus, gelar sarjana kami malah tak terpakai karena kami harus kembali ke pulau terpencil di tengah lautan Evertika ini." keluh Sky, duduk santai seenaknya di ranjang di sisi Emily.
"Sky, kita keturunan bangsawan yang terhormat yang harus meneruskan usaha serta nama baik keluarga kita." Ocean tampak sedikit jadi malu dan segan karena sifat adiknya yang tanpa tedeng aling-aling.
"Ya, Kakakku Sayang. Mau gak mau deh aku harus meninggalkan cita-citaku sebagai penerjun payung atau atlit gantole terkenal." Sky pura-pura mengeluh. "Untung di sini kita punya parasailing jadi aku masih bisa sedikit bersenang-senang di laut."
"Dan aku senang berkuda dan berenang." Ocean ikut bercerita.
"Anda berdua hebat dan mengasyikkan sekali. Dan sepertinya baik hati dan menyenangkan." Emily merasa kedua cowok kembar itu sama-sama baik dan ramah walaupun berbeda sifat. "Aku harap kehadiranku di sini tak merepotkan kalian berdua."
"Kami tak hanya berdua. Hannah Miles, kepala pelayan, adalah seperti ibu bagi kami, karena kami sudah tak punya ayah dan ibu. Kau bisa memanggilnya Bibi Hannah. Dan ada juga yang merawatmu, dokter keluarga kami, Doc Lilian, ia sudah tua tapi tak menikah. Tinggalnya sedikit jauh, di mercu suar seberang puri ini. Hanya sesekali ia datang bila dibutuhkan. Hanya ada sedikit orang yang tinggal di pulau yang sunyi ini, segera kau akan mengenal semuanya dengan baik." ucap Ocean lagi.
"Oh ya, sebentar lagi Bibi Hannah akan mengantarkan makan malam untukmu, Nona Emily. Kami sangat ingin makan bersamamu di sini, jadi kami akan minta beliau untuk mengantarkan semua hidangan terlezat khas Vagano di kamar tamu kami ini hanya untuk kita. Semoga kau menikmati semuanya sebagai tamu agung kami." tambah Ocean seraya berjalan ke pintu, memberi kode pada Sky untuk mengikutinya.
"Oh, jadi aku harus menginap di sini?" polos Emily malu, pula masih terkagum-kagum pada ketampanan mereka berdua.
"Ya, paling tidak sampai luka-lukamu itu sembuh. Mungkin dua minggu atau satu bulan? Tapi tak apa-apa, kami dengan senang hati akan merawatmu di sini. Anggap saja seperti di rumah sendiri. Semua sudah tersedia. Kau bisa mengenakan busana wanita milik almarhumah ibu kami yang masih terawat dan tersimpan di lemari. Masih sangat bagus untukmu. Kami segera kembali. Beristirahatlah."
Demikian pamit Ocean sebelum menutup pintu, meninggalkan Emily sendirian.
'Uhh, dua minggu tanpa bisa memberi kabar kepada keluargaku di Evermerika? Mungkin mereka mengiraku sudah meninggal dalam kecelakaan kapal pesiar yang hilang di tengah badai. Apa yang harus kulakukan?'
Emily yang belum bisa berdiri untuk duduk di meja makan, malam itu mendapat kehormatan. Ia dibawakan senampan makan malam istimewa yang disajikan langsung di hadapannya, di atas ranjang dengan meja kecil seperti di film-film romantis yang ia tonton.Belum lagi dua pria muda tampan yang ikut makan di sisinya menemani sambil asyik bercerita bagaikan teman lama. Ocean dan Sky Vagano bergantian menceritakan semua yang belum Emily ketahui sebelumnya."Kami berdua sekarang menjadi raja, atau pangeran, di Pulau Vagano ini. Tentu saja tak ada rakyatnya, 'sih. Cuma beberapa puluh pegawai perkebunan apel dan anggur saja. Kami mengirimkan hasilnya ke Evemerika lewat kapal besar yang akan datang beberapa bulan sekali. Hasil perkebunan kami biasanya dijadikan cuka apel maupun apel segar, juga wine dan juice. Ya, lumayan juga 'sih." bangga Sky sambil dengan nikmatnya melahap sepotong paha kalkun super besar. Lalu ia melanjutkan dengan cerewetnya,"Kami juga punya istal kuda d
Setelah malam mulai larut, kedua bangsawan Vagano muda itu berdiri dan berpamitan dengan Emily yang masih harus banyak beristirahat untuk memulihkan tenaga serta kesehatannya."Tidurlah yang nyenyak. Di sini suasana sangat sunyi, kuharap kau bisa menikmati tidur lebih nyenyak daripada di Evermerika." pamit Ocean sambil tersenyum ramah."Besok kita bisa ngobrol lagi saat sarapan pagi, asyik sudah ada cewek cantik yang ramah dan baik hati mengisi hari-hari sunyi kami!" sorak Sky penuh semangat."Terima kasih, senang sekali berkenalan dengan kalian berdua hari ini. Semoga kita semua bisa bersahabat dengan baik. Maaf ya bila kehadiranku merepotkan kalian." Emily merasa gembira sekaligus masih sungkan."Ah, jangan katakan itu, sama sekali tak merepotkan, kami sangat gembira! Selamat malam dan selamat tidur, mimpi indah!" ucap Ocean. Ia seperti enggan meninggalkan Emily, merasa sedikit heran kepada dirinya sendiri mengapa gadis ini menimbulkan sesuatu rasa dala
Beberapa hari pun berlalu di Puri Vagano, dan Emily mulai pulih sepenuhnya dan kembali sehat seperti sediakala setelah kejadian tragis yang ia alami di laut. Bahkan ia lupa niatnya mengabarkan kepada keluarga mengenai kabar baik, bahwa ia selamat, tak seperti yang mungkin dunia luar duga. Ia juga lupa menanyakan keberadaan telepon atau sarana komunikasi apapun, bahkan sepertinya enggan pulang. 'Liburan musim panas masih sangat lama, tak ada salahnya aku tetap berada di sini, mungkin sampai ada kapal logistik datang?' - Emily mencoba mencari alasan.Ocean dan Sky Vagano dengan sangat ramah, akrab dan bersahabat selalu mendampinginya kemanapun ia ingin berkeliling. Puri Vagano sangat luas dan besar, seperti benteng atau istana tua di film-film Everopa masa lalu.Dinding batu pualam dan granit, lapisan karpet merah sepanjang lantai dan koridor, sangat banyak ruangan maha besar dan luas dengan langit-langit tinggi, dihiasi lampu-lampu kristal gantung serta deretan lentera
Malam itu Emily sungguh tak dapat tidur, sepertinya ia mengalami insomnia. Tetapi saat ia berusaha memejamkan mata, terdengar sayup-sayup suara merdu alunan alat musik klasik yang familiar. Piano.Lagu instrumental tunggal klasik terkenal yang Emily lupa apa judulnya.Terdengar tak seberapa jauh.Emily yang sudah bergaun tidur ala jaman dahulu, milik almarhumah ibunda Ocean dan Sky, memutuskan untuk turun dari ranjang, mengambil sandal kamar dan pergi keluar kamar menyusuri lorong-lorong menuju sumber suara piano.Ternyata dugaannya benar.Di aula puri keluarga Vagano di lantai dasar, seseorang di balik piano besar berwarna putih tampak khidmat memainkan instrumen itu.Pemuda tampan berambut cokelat panjang di bawah siraman terang cahaya bulan purnama dari jendela besar yang tirainya dibiarkan terbuka. Matanya terpejam dan ia memainkan lagu tanpa melihat buku musik. Sudah sangat hafal, tanpa sedikitpun kesalahan, sangat lancar dan menyentuh
(point-of-view seseorang atau sesuatu tak dikenal:) 'Hhhhh.... hhhh... hhhh....Hari ini Si Tua itu memberiku sisa makanan basi lagi. Perutku sudah kebal. Tak bisa lagi merasa sakit, mual atau muntah akibat makanan beracun sekalipun. Aku sudah muak dengan segala penderitaan ini!Aku ingin keluar menatap dunia, walau cuma sekali saja.Walaupun setelah itu aku akan mati dan pasti mati.Aku tahu aku bersalah akan sesuatu. Tapi aku juga dendam pada seseorang atau dua di luar sana. Dua orang yang aku tak kenal langsung, namun secara tak sadar 'menyiksaku' di sini hingga hari ini.Gara-gara mereka, aku ada di sini. Dalam kegelapan yang tak pernah berubah menjadi pagi. Malam itu aku meraung saking tak tahan pada rantai-rantai berkarat yang membelengguku sejak entah kapan, mungkin sejak aku lahir.Arrrrgh !!!Bersama erangan itu, kusentakkan sekuat tenaga hingga terlepas semua besi tua itu.Dan aku berhasil! Diam-diam aku keluar dari ruangan tempat aku dikurung selama ini, kutemukan tangga
Emily terbangun pagi itu dengan sebuah perasaan super aneh yang tak biasanya ia alami. Jantung berdebar dan keringat dingin membanjiri sekujur tubuhnya. Ia teringat pada ciuman bibir Ocean tadi malam, dadakan, spontan, masih sedikit bergidik karena terkejut namun juga merasa takjub. 'Rupanya ini rasanya dicium seorang cowok, beda banget dengan yang selama ini kuduga.' Bibir Ocean begitu lembut dan hangat seakan-akan mengantarkan sengatan listrik, menyetrum jiwa raganya, bagaikan magnet maha kuat menarik erat semua perasaannya, hingga tak ingin dan tak bisa lepas lagi.Entahlah apa ini cuma perasaan romantis ibarat sebuah cinta lokasi dan hanya keinginan Ocean sesaat, ataukah akan berlanjut hari ini? Rasanya Emily begitu malu dan segan bila tak sengaja menatap mata biru tajam sedalam samudra itu, seakan takut akan tercebur dan terhanyut lebih dalam lagi seperti kejadian tragis di laut yang ia alami beberapa waktu yang lalu.Ocean dan Sky se
"Gulungan perkamen terkutuk yang dituliskan oleh almarhum ayah kami tepat pada hari kelahiran kami berdua, dituliskannya dalam kesedihan karena kematian ibu kami saat melahirkan kami berdua." terang Ocean, masih dalam nada lirih getir yang sama kepada Emily yang masih terpana sekaligus begitu ketakutan pada beberapa kalimat yang baru saja ia dengarkan. Pedang panjang dan tipis di dalam kotak kaca tebal itu terbuat dari perak, tampak masih berkilat dengan ujung tajam mengancam, seakan memberitahukan bahwa rambut saja bisa ia belah menjadi tujuh, apalagi tubuh manusia. "Makanya pedang terkutuk ini harus dijaga dengan baik agar jangan sampai jatuh ke tangan orang yang tak bertanggung jawab. Sudah sedari dulu kami berusaha menjaganya baik-baik sesuai warisan ayah kami. Padahal kami tahu, sebenarnya harta karun Vagano adalah incaran para kolektor benda antik, kurator serta rumah lelang besar di seluruh Dunia Ever! Harganya sangat tinggi, karena selalu dianggap sebagai peninggalan bersejar
Suasana di lantai bawah tanah ini begitu sunyi. Mencekam. Emily terkadang berusaha menahan napas, karena khawatir desah napasnya sendiri akan terdengar oleh Hannah yang berada jauh di depannya, namun terkadang berbelok dan hilang dari pandangan.Wanita tua itu kerap melihat ke belakang seakan takut diikuti, dan belok kiri-kanan di setiap perempatan koridor. Emily selalu sigap sembunyi di balik tembok, namun buru-buru berbalik takut tertinggal dan kehilangan jejak.Tembok di ruangan bawah tanah ini hanya terbuat dari batu kasar dan dingin, begitu pula langit-langitnya. Hanya ada beberapa lentera seperti di film zaman dahulu menyala redup di sudut-sudut, jadi penerangannya pun sangat minim.'Ini seperti koridor menuju luar puri, seperti lorong rahasia untuk kabur dari istana di film-film. Hanya saja dalam kenyataan ini lebih mirip jalan menuju penjara atau kuburan bawah tanah, catacomb!' Emily semakin tegang.