Malam itu, Lilian dan Sky kembali ke puri bersama Hannah yang masih belum sadarkan diri. Di sana, Ocean sedang menunggu sendirian sambil mondar-mandir di lounge dengan kecemasan yang amat sangat.
Emily belum ditemukan, Pedang Terkutuk yang hilang, serta tentu saja hari ulangtahun ke 23 yang akan segera tiba.
"Hannah lagi-lagi pergi atau tiba-tiba muncul di Lorong Bawah Tanah! Dan ia mengatakan suatu hal mengejutkan kepadaku!" Lilian melapor, "Bukan ingin menambah kecemasanmu, Ocean. Tapi Hannah mengucapkan hal-hal mengejutkan tentang masa lalunya yang bahkan tak kuketahui sebelumnya. Bahwa ia memiliki seorang putri hasil hubungan gelap dengan ayah kalian!"
"Hah... Bukankah itu cuma rumor? Dari dulu kami sudah mendengarnya." Sky tak merasa heran sama sekali.
"Aku juga tahu, tapi tak pernah bisa membuktikan bila kami punya kakak perempuan tiri." tambah Ocean.
"Hannah berjanji akan memusnahkan kalian, karena ia begitu membenci Florence, semua lal
Sementara itu Zeus, yang masih bersembunyi di balik bayang-bayang setelah beberapa saat lalu 'menemui kembali Hannah dan Lilian', dua wanita dari masa lalunya, tentunya memiliki pemikiran serta rencana tersendiri. Ia diam-diam teringat pada putrinya dan merenungkan, mengapa ia begitu tega, dimana gadis itu berada sekarang? Tentunya sudah jadi seorang wanita muda berusia dua puluh tahunan, lebih tua satu tahunan daripada Ocean dan Sky. Bagaimanapun, tetap saja, keturunan dari Hannah bukan anak yang ia harapkan, sama seperti Earth yang sudah bertukar nyawa dengan Florence. Zeus juga sudah menemukan jalan keluar yang waktu itu dipergunakan Lilian dan Ocean. Ia tahu, sekarang mungkin sudah saatnya ia kembali ke luar sana. Membuktikan pada dunia bahwa ia masih hidup. Dan kutukan yang ia ucapkan itu nyata. Pagi harinya, saat Ocean masih terlelap dan tak ada seorangpun di puri yang sadar akan kepergiannya, Sky memutuskan untuk mencari Emily seorang d
Zeus tadinya hendak pergi saja dari sana karena hewan itu tentunya tak memiliki urusan dengannya. Namun ia sadar, bila ada kuda tertambat, tentunya ada seseorang di dekat sini, dan ia memutuskan untuk mengintai sekeliling. Sebuah gua batu tak jauh dari sana menarik perhatiannya. Zeus yakin, sang penunggang kuda sedang berteduh di sana. Maka ia mendekat. Sementara Sky di dalam gua itu merenungkan hari ulangtahunnya bersama Ocean yang semakin dekat. Tak semudah itu tentunya merayakan di bawah ancaman apapun yang tak kelihatan. Walau di bawah penjagaan puluhan petugas dan pegawai perkebunan sekalipun. Biasanya selalu ada pesta, minimal makan-minum menikmati hasil kebun, olahan panen buah apel dan anggur, serta minimal ada puluhan orang perwakilan keluarga Vagano dari Everopa datang berkunjung. Jadi belum pernah ada ulangtahun yang tak meriah dan sukses selama ratusan tahun lamanya. Tapi tahun ini, mengapa rasanya perayaan itu takkan bisa dirayakan? Menga
Zeus tak ingin menjadi korban peluru anaknya lagi. Ia sudah lega karena yakin mereka, Sky atau Ocean, sama-sama bisa melindungi diri. Tak perlu diakui sebagai seorang ayah, bahkan tak ingin lagi masuk ke dalam puri sebagai seorang bangsawan. Yang ia inginkan hanya menjalankan semua yang ia sudah rencanakan. Menyelamatkan semua putranya, penerus garis keturunannya. Serta tentu saja menyingkirkan semua yang menghalangi jalan. Kutukannya bukan sekedar isapan jempol atau gertak sambal. Hujan mulai reda dan kabut berangsur menipis. Matahari mulai muncul di langit, sudah mulai tinggi, bercahaya lemah di langit yang masih agak kelabu. Zeus terus menelusuri hutan yang baginya sama sekali tak menyeramkan, bahkan terasa hijau menyegarkan bagaikan Taman Eden. Sesekali dilihatnya buah beri segar, yang ia petik dan makan dengan nikmatnya tanpa peduli apakah buah itu beracun atau tidak. Ia sudah kebal dengan segala jenis makanan berbahaya, beracun maupun yang dianggap menj
Zeus sudah siap untuk meraih pedang itu dan menusukkannya ke jantung gadis yang sedang dalam dekapan putra ketiganya. Ia sudah sedari dahulu membenci Earth, benci yang ia pupuk sendiri di dalam batinnya semenjak pertama kali melihatnya lahir, sebagai ganti seorang ayah muda yang kegirangan dan terharu saat melihat putra kandungnya hadir di dunia. Ia juga mulai beberapa saat lalu membenci Emily yang muncul entah dari mana. Selalu wanita dan wanita sumber permasalahan di dunia ini! - demikian batin Zeus sambil beringsut maju. Tangannya yang sebagian besar masih berkuku panjang dan kuning melengkung meraih hulu 'Dangerous Attraction'. Dengan napas tertahan dicobanya untuk menarik pedang itu sekuat tenaga. Ia merasa cukup kuat untuk itu, walau usianya sudah menua. Namun pedang itu bergeming. Sekuat apapun ia menariknya. Bersinar lemah di bawah sinar matahari yang belum lagi terik, seolah-olah mengejeknya. 'Sial betul!' - maki pria tua bersosok 'se
Zeus yang sudah sangat mengenal area puri dimana ia pernah berkuasa, tentu tak kesulitan mencari paviliun mana yang dihuni Hannah. Sudah jelas, bagian mandiri bangunan puri yang terjaga ketat itu adalah tempatnya! Melalui deretan pepohonan dan pagar hidup itu, Zeus tak menunggu waktu lama. Tak sedetikpun ia sia-siakan. Mematahkan satu dua tulang saja tentu bukan masalah bagi Zeus yang terbiasa menaklukkan ular berbisa di Lorong Bawah Tanah. Begitu pula dengan leher beberapa penjaga malang yang tiba-tiba saja berbunyi 'krak' dan satu persatu jatuh ke tanah. Beberapa lainnya mencoba melawan makhluk aneh berlumur lumpur cokelat itu dengan senjata seadanya di tangan, namun tentu saja tak berdaya. Jejak darah bercampur lumpur segera terbawa kaki-kaki Zeus masuk ke dalam kamar dimana seorang wanita di ranjang segera sadar dengan apa yang terjadi, dan apa yang 'tamu'-nya telah lakukan. "A, a, apa yang kau lakukan? Siapa... apakah kau... Zeus?" Hannah terbata
Sky hanya bisa terengah-engah dengan kecewa dan penuh kemarahan karena ia tak bisa berbuat apa-apa dan merasa tak berdaya. Sementara si anak tengah hanya bisa mengutuki tragedi pembunuhan kudanya yang baru saja terjadi dalam sekejap mata, sepasang mata adik kembarnya masih terus mengawasi. Earth baru kali ini merasakan suatu perasaan aneh merayapi pembuluh darah dalam tubuhnya. Antara penyesalan bercampur kepuasan melihat darah kedua dan nyawa yang ia baru cabut. 'Tadi itu hanya sebuah kebetulan. Sekarang saatnya bagiku untuk melanjutkan perjalanan utama sekaligus terakhirku ke puri.' Dalam tas milik Ocean yang dibawanya, selain 'surat undangan' dalam botol, Earth telah menyiapkan sesuatu yang ia tahu bisa memicu hal seperti di mercu suar waktu itu. Ya, hanya sebuah tambahan kecil yang ia rasa cukup untuk memulai pesta hari ulang tahun mereka! Tak ingin hanya berlama
Sementara itu, Sky dalam pengembaraannya seorang diri setelah kehilangan kudanya. Ia seperti enggan kembali ke puri, jadi ia pergi kemana saja kakinya hendak melangkah. Pandangannya kosong dan pikirannya seperti hampa. Pula tak jauh dari sana, Emily yang terikat mulai merasa resah yang tak biasa. Firasatnya mengatakan, ia harus pergi dari sini, harus melepaskan ikatan ini. Namun, teringat pada kalimat-kalimat yang baru ditulisnya, segera diurungkannya niatnya. Lalu sekonyong-konyong seseorang yang sedang berjalan gontai lewat di hadapannya, tanpa sadar bahwa mereka hampir berpapasan. "Sky!" panggilnya, karena mulutnya tak terbebat. Pemuda itu berbalik, dan terbelalak mendengar dan melihat gadis yang memanggilnya seperti dalam mimpi. Apalagi dalam keadaan terikat. "Emily !!!" dalam kecewanya, ia sedikit banyak bahagia bisa kebetulan sekali 'menemukan' kembali gadis it
Setelah berjam-jam hingga menjelang senjakala tiba, barulah api di pelataran belakang maha luas Puri Vagano berhasil dipadamkan dengan bantuan puluhan pegawai perkebunan. Hanya sedikit terbakar pada tembok, menyisakan jejak kehitaman dan jelaga dari sisa-sisa pagar hidup dan pepohonan yang dahulu rindang dan subur. Ocean belum bisa mendesah lega. Sesuatu yang 'muncul' di lantai setelah kepulan asap mulai menipis segera menarik perhatiannya. Pada ambang pintu kayu besar ganda yang belum terjilat api, muncul sebuah obyek menarik yang ditinggalkan 'sang pemantik api'. "Earth! aku yakin ini semua gara-gara dia!" Ocean berlari mengambil botol berisi gulungan surat itu. Dibukanya dan dibacanya dalam remang senja yang perlahan turun mencekam, "Kedua saudara kembarku yang mulia, aku hanya seorang adik yang berterimakasih karena selama bertahun-tahun dilupakan dan disiksa tanpa tahu kesalahanku sendiri. Sementara kalian hidup dalam kenyamanan dan jaminan masa
"Tidak, jangan lakukan itu, Nona Kate! Kami akan segera mencari dan menemukan Ocean Vagano!" di luar dugaan semua orang yang hadir di pagi menjelang siang benderang namun mencekam itu, tetiba Lilian maju, menempatkan dirinya di antara Kate yang nyaris terjun ke jurang dan Katy yang semakin bernafsu untuk mengakhiri hidup kakaknya! "Minggir, Wanita Tua! Kau bukan sasaran Pedang Terkutuk ini! Minggir sekarang juga, aku tidak main-main!" geram Katy kesal. "Tidak! aku memang bersalah! Kuakui semua sekarang juga! Aku yang mengundang kalian kemari karena ingin menjodohkan Ocean dengan harapan semua kutukan akan segera berlalu dan kalian semua bisa berkeluarga dan akhirnya hidup bahagia, melupakan Emily dan segala yang terjadi!" aku Lilian, membuat kedua gadis kembar itu terhenyak, "Namun ternyata semua ini terjadi! Ocean sudah hilang dan kemungkinan besar tewas di laut dan takkan pernah kembali! Jadi aku merasa gagal, aku merasa benar bila ini semua salahku! Sama seperti p
Semua yang hadir terpaku di tempat, tak berani bergerak sedikitpun setelah mereka berjarak sedemikian dekat dengan Katy yang mungkin akan melukai Kate sewaktu-waktu tanpa sempat mereka cegah."Berhenti di sana sekarang juga, Nona Siapapun Namamu! Sebab gara-gara dirimu, semua yang aku dan Emily ingin lakukan hingga pergi sejauh ini terpaksa tertunda!" Earth dengan suara keras menitahkan Katy yang belum ia kenal."Darimana kau mendapatkan pedang itu dan siapa sebenarnya kalian, mengapa bisa ada di puri ini?" tanya Sky yang juga belum tahu apa-apa."Mereka berdua gadis-gadis bangsawan Everopa, keluarga Forrester yang datang kemari dari jauh dengan tujuan ingin bertunangan dengan kakak kalian, Ocean Vagano," jelas Lilian yang merasa bersalah karena diam-diam mengundang mereka, namun tampaknya tak berjalan baik seperti yang direncanakan."Betul sekali! Dan aku sebagai adik, kali ini tak ingin mengalah untuk kakakku, sekalipun ia telah tidur dengan Ocean Vagan
"Tidak, jangan ikuti aku lagi! Kumohon! Lihat, tadi ada seorang Vagano datang entah darimana, Ocean atau bukan, dia bisa kaujadikan milikmu!" Kate Forrester berlari terus di jalan yang semakin menanjak di tepi pantai itu, tanpa sadar bahwa sebenarnya ia menuju 'dead end'. Jurang yang menghadap ke pantai, namun bukan yang berpasir putih, melainkan pantai curam berbatu karang besar tajam dimana almarhum Zeus Vagano pernah terjatuh ke atasnya dan tewas seketika. "Kau tak bisa mengaturku! Nyawamu berada dalam tanganku, Kak!" Katy masih tersenyum dengan anehnya. Kini Kate berada dekat sekali dengan tepi jurang. Ia terhenti, bingung. Tak ada jalan kemanapun untuk kabur lagi. Hanya ada dua pilihan, dan dua-duanya jalan menuju maut! ********** Sementara itu di puri, Emily dan Earth telah memasuki ruang utama. Emily yang masih enggan sekaligus cemas pada nasib gadis kembar misterius yang dikejar saudarinya sendiri dengan pedang Dangerous Attraction, di
"Tidak mungkin, ini semua tak mungkin terjadi, sebab lukisan ini tak mungkin nyata!" Kate Forrester perlahan mundur menjauh, merasa tak ingin terburu-buru dari tempat persembunyian itu karena khawatir Katy akan menemukannya. Namun ia juga merasa tak nyaman dengan apa yang ia lihat. Terlalu mengerikan dan tak dapat dipercaya! Hanya saja, untuk bertahan di bawah tatapan empat pasang mata sedemikian mengerikan, siapa sanggup bertahan? Akhirnya Kate keluar dan kembali berlari menelusuri labirin Lorong Bawah Tanah. Tentu saja, tak jauh darinya masih ada Katy yang sedari tadi menunggunya dengan sabar. Dan suaranya yang berisik melengking saat bermonolog di hadapan Lukisan Terkutuk tentu saja terdengar oleh Sang Adik yang masih belum ingin melepaskan Sang Kakak. "Kate, sejauh apapun dan dimanapun kau berada, aku selalu ada di belakangmu, mengawasimu hingga aku mendapatkan nyawamu!" Kate berusaha keras mencari jalan keluar, kemana saja tembusnya lorong-lorong
Sementara jauh di lantai dasar, kedua Kembar Cantik Forrester masih saling kejar. Katy yang masih dibawah pengaruh misterius tentu saja takkan menyerah sebelum mencapai tujuannya."Bersiaplah untuk mati, Kate! Kau takkan pernah bisa menghindar dariku ataupun takdir yang menunggumu!""Tidak! Tinggalkan aku saat ini juga! Kau bukan dirimu sendiri, Katy! Sadarlah! Kumohon, ingatlah bahwa kau adikku! Adik takkan membunuh kakak sendiri walau demi cinta!"Sepanjang perjalanannya mencari pintu menuju Lorong Bawah Tanah, Kate Forrester berusaha keras menghalang-halangi adiknya sambil mencoba semua pintu di lorong yang ia duga pernah dilaluinya beberapa saat silam bersama Ocean dan Lilian. Dijatuhkannya semua vas bunga besar-besar dan pajangan berharga yang ia temui, tak peduli bahwa tuan rumah puri bisa saja marah besar bila mengetahui perbuatannya itu.Demi keselamatannya, ia tak peduli. Sayangnya, perbuatan Kate itu percuma saja. Katy tetap mengejarnya dan mela
Semalam-malaman, beberapa jam lamanya Lilian bersama beberapa petugas jaga terkurung di museum perpustakaan hampir merasa putus asa karena 'dikungkung' oleh suatu kekuatan tak kasat mata yang seakan-akan 'menguasai' Puri Vagano. Mereka telah mencari celah di dinding, jendela, serta mencoba semua kemungkinan lain untuk keluar. Tak berhasil. Semua seakan-akan rapat tertutup, bahkan kaca jendela menolak untuk dibuka dari dalam.Sementara di bawah sana, tanpa mereka ketahui, seorang penghuni lama sekaligus tuan rumah, Sky Vagano sang kembar tengah, telah tiba kembali di kediamannya sendiri. Merasa heran karena tak ada seorang penjagapun di puri, sementara pintu-pintu utama tak terjaga dan dengan mudah dibuka dari luar."Pagi yang senyap di Pulau Vagano, dan tak ada penyambutan kepulangan sama sekali. Baiklah, ini memang sangat mendadak! Huh, semoga Lilian tak mengabaikan 'tugasnya'. Berarti benar dugaanku, ada hal yang tak beres di sini! Syukurlah aku kembali! Lilian! Penj
Kate masih belum terlalu percaya bila Katy betul-betul serius ingin menyakitinya, walau sebenarnya ia betul-betul mulai dilanda sebuah perasaan yang sangat tak enak."Ayolah, Adikku! Letakkan saja pedang-pedangan yang kau dapatkan entah darimana itu dan berdamai sajalah denganku! Kau nanti juga akan mendapatkan jodohmu sendiri. Kembar Vagano tidak hanya Tuan Muda Ocean! Masih ada 2 adiknya yang sama-sama tampan dan bisa kaupilih sendiri nanti!" ia tertawa gelisah sementara Katy masih mendesaknya hingga jauh mundur ke dalam kamar, bahkan hingga ia terjatuh ke atas ranjangnya sendiri."Tidak, Kak! Aku ingin hanya diriku saja yang menjadi kekasih, tunangan dan kelak istri Ocean Vagano! Karena kau adalah sainganku! Dalam cinta, tak pernah ada yang namanya teman, sahabat bahkan saudara sekalipun!" Katy tersenyum sinis sambil tetap menggenggam hulu pedang terkutuk Dangerous Attraction yang belum pernah Kate lihat sebelumnya."Lalu, apa yang kau inginkan? Membunuhku? C
Lama Earth terdiam, sementara dalam hatinya, Emily sangat yakin bahwa pemuda itu takkan pernah berkata ya. 'Ia sangat membenci keluarganya, tanah kelahirannya, jadi ia takkan pernah mau! Maka aku akan bebas pergi, karena ia tentu akan menolak mentah-mentah semua permintaanku yang sukar ini!' demikian Emily berusaha untuk membuat Earth mundur perlahan dengan syarat yang sedemikian berat. Berada kembali di tanah kelahirannya tentu saja bukan pilihan terbaik bagi Earth yang tak ingin mengenang masa lalunya yang begitu kelam dan menyedihkan. Pergi sejauh-jauhnya, bila perlu! "Baiklah, Emily! Demi kau, hari ini juga kita akan segera kembali ke Pulau Vagano!" di luar dugaan, Earth menyanggupi permintaan Emily yang paling sukar itu. "A, a, a, apaaaa?" Emily terperangah tak percaya, "Earth, bagaimana mungkin kau mau? Ocean dan Sky bisa membunuhmu, apalagi bila kau membawaku kesana! Pedang Terkutuk itu tentunya masih ada dan kali ini hidupmu bisa berakhir di ujungnya!
Sementara, Emily masih berada dalam 'penguasaan' Earth di sebuah hutan yang sunyi. Masih terombang-ambing antara ingin kembali kepada Xander yang 'ditinggalkannya' begitu saja tanpa kabar di M's Brew di Evertown, atau tetap bersama Earth yang tak mungkin akan mengizinkannya pergi lagi. "Emily, sudah dua kali kita melakukan itu. Kau bisa berterusterang kepadaku, apakah kau mulai bisa menyukaiku walau sedikit?" Earth masih memeluknya erat, seakan tak ingin melepaskannya untuk selama-lamanya. Emily gemetaran, walau pelukan Earth terasa hangat. Di bawah siraman cahaya mentari, pemuda itu sama sekali tak seperti saat mereka masih di Pulau Vagano tiga tahun silam. Tubuhnya bersih, mulus, wajahnya bercahaya. Emily sungguh merasakan perbedaan yang signifikan antara Earth Si Bungsu Terkutuk di masa lalu dengan Avalanche Si Barista di masa kini. "Aku belum tahu. Tiba-tiba saja kau muncul kembali. Terlalu mendadak bagiku. Dan aku sudah punya kekasih yang mencintaiku. Xa