Sky hanya bisa terengah-engah dengan kecewa dan penuh kemarahan karena ia tak bisa berbuat apa-apa dan merasa tak berdaya.
Sementara si anak tengah hanya bisa mengutuki tragedi pembunuhan kudanya yang baru saja terjadi dalam sekejap mata, sepasang mata adik kembarnya masih terus mengawasi.
Earth baru kali ini merasakan suatu perasaan aneh merayapi pembuluh darah dalam tubuhnya. Antara penyesalan bercampur kepuasan melihat darah kedua dan nyawa yang ia baru cabut.
'Tadi itu hanya sebuah kebetulan. Sekarang saatnya bagiku untuk melanjutkan perjalanan utama sekaligus terakhirku ke puri.'
Dalam tas milik Ocean yang dibawanya, selain 'surat undangan' dalam botol, Earth telah menyiapkan sesuatu yang ia tahu bisa memicu hal seperti di mercu suar waktu itu.
Ya, hanya sebuah tambahan kecil yang ia rasa cukup untuk memulai pesta hari ulang tahun mereka!
Tak ingin hanya berlama
Sementara itu, Sky dalam pengembaraannya seorang diri setelah kehilangan kudanya. Ia seperti enggan kembali ke puri, jadi ia pergi kemana saja kakinya hendak melangkah. Pandangannya kosong dan pikirannya seperti hampa. Pula tak jauh dari sana, Emily yang terikat mulai merasa resah yang tak biasa. Firasatnya mengatakan, ia harus pergi dari sini, harus melepaskan ikatan ini. Namun, teringat pada kalimat-kalimat yang baru ditulisnya, segera diurungkannya niatnya. Lalu sekonyong-konyong seseorang yang sedang berjalan gontai lewat di hadapannya, tanpa sadar bahwa mereka hampir berpapasan. "Sky!" panggilnya, karena mulutnya tak terbebat. Pemuda itu berbalik, dan terbelalak mendengar dan melihat gadis yang memanggilnya seperti dalam mimpi. Apalagi dalam keadaan terikat. "Emily !!!" dalam kecewanya, ia sedikit banyak bahagia bisa kebetulan sekali 'menemukan' kembali gadis it
Setelah berjam-jam hingga menjelang senjakala tiba, barulah api di pelataran belakang maha luas Puri Vagano berhasil dipadamkan dengan bantuan puluhan pegawai perkebunan. Hanya sedikit terbakar pada tembok, menyisakan jejak kehitaman dan jelaga dari sisa-sisa pagar hidup dan pepohonan yang dahulu rindang dan subur. Ocean belum bisa mendesah lega. Sesuatu yang 'muncul' di lantai setelah kepulan asap mulai menipis segera menarik perhatiannya. Pada ambang pintu kayu besar ganda yang belum terjilat api, muncul sebuah obyek menarik yang ditinggalkan 'sang pemantik api'. "Earth! aku yakin ini semua gara-gara dia!" Ocean berlari mengambil botol berisi gulungan surat itu. Dibukanya dan dibacanya dalam remang senja yang perlahan turun mencekam, "Kedua saudara kembarku yang mulia, aku hanya seorang adik yang berterimakasih karena selama bertahun-tahun dilupakan dan disiksa tanpa tahu kesalahanku sendiri. Sementara kalian hidup dalam kenyamanan dan jaminan masa
"Tadi aku sempat bertemu dengannya di hutan!" kisah Sky, "Zeus, ayah kita yang kita kira sudah mati dan tak muncul-muncul lagi selama 23 tahun, ternyata masih hidup. Ia bukan monster, tapi ia 'mengerikan!' setidaknya penampilannya..." "Hmm, Lilian, kau pasti sudah mengetahui hal ini namun merahasiakannya kepada kami!" komentar Ocean yang melihat reaksi Lilian yang begitu ketakutan. "Oke, kuakui, aku dan Hannah memang sempat bertemu dengannya. Ia yang minta agar keberadaannya dirahasiakan. Bagaimanapun, Zeus mungkin tak seberbahaya Earth. Justru ia ingin Earth terbunuh. Karena Zeus pasti bertahan hidup hanya dengan satu motivasi; ingin melihat kalian berdua selamat!" "Jadi, sekarang apa yang kita harus lakukan?" Sky dan Ocean sama-sama memandang Lilian, yang mereka anggap paling tahu mengenai Zeus, "Ayah kami memang bukan orang jahat, namun ia juga seorang pembunuh! Lihat, demi menghabisi Hannah, penjaga-penjaga saja ia patahkan lehernya!" "Biark
"Kenakan ini, Earth. Kami ingin hanya satu hal, Emily selamat dan kita juga." Ocean melemparkan set pakaian dan helm pelindung ala ksatria jaman dahulu yang sama seperti yang ia dan Sky kenakan kepada adik mereka. "Ide bagus, Kak. Dengan demikian, Emily tak perlu melihat wajah siapapun Vagano yang akan menderita di akhir hidupnya nanti..." Earth yang sudah siap dengan segala kemungkinan itu segera mengenakan semua yang ada di tanah hingga kini penampilan mereka bertiga sudah tak dapat lagi dibedakan. "Tolong, jangan biarkan semua ini terjadi, kutukan Zeus itu bukan untuk kalian bertiga. Ia sendirilah yang telah mengutuk dirinya karena telah menyakiti wanita-wanita yang ia cintai dan malah menyalahkan Earth. Bayi yang tak berdosa, yang kutolong kelahirannya bersama kalian semua!" Lilian masih mencoba mencegah, bahkan mendekat kepada Earth yang baru saja mengenakan helmnya. Tiba-tiba ia tersungkur! "Lilian !!!" Ocean dan Sky menggeram bersama-sa
Ocean dan Sky kini saling berhadap-hadapan. Tak ada yang ingin saling mengalah satu kepada yang lainnya. Mereka berdua sama-sama memiliki peluang yang kuat dan sebanding. Mereka masih mengatur jarak dan sama-sama mencari kesempatan untuk menyerang. Pula siap-siap untuk bertahan.Sky yang telah tersingkir hanya bisa mengeluh dalam hati. Merasa putus asa dan tak berdaya. Bagaimanapun, ia tentu lebih membela Ocean sang kakak, daripada Earth yang ia tak kenal. Apalagi setelah hal-hal buruk yang ia lakukan sebelumnya, tak ingin rasanya Sky serta-merta menganggap pemuda itu sebagai teman, apalagi saudara.Emily hanya bisa menangis, walau air matanya bercampur dengan hujan yang masih turun dengan deras, sesekali diselingi guruh dan guntur yang berkilat-kilat. Ia sangat ingin bergerak pelan-pelan menuju tebing, menjatuhkan dirinya sendiri ke bawah sana, agar semua pertarungan ini berakhir dan tak ada yang akan bisa mencintainya dan memilikinya...Keinginan untuk mati ti
"Emily !!!" Ocean dan Sky sama-sama terkejut namun tak berdaya segera mencegah, karena jarak yang memisahkan cukup jauh.Earth juga terdiam, bahkan Pedang Terkutuk Dangerous Attraction yang hulunya masih ia genggam tetiba bergetar hebat... Mendadak terasa berat...Dan jatuh begitu saja dari genggamannya.Ia tak mampu mengangkatnya lagi."Emily..." Earth hanya bisa berbisik pelan, tak terdengar karena terbawa deru hujan deras."Jangan." permintaannya tak terdengar oleh siapapun karena bunyi halilintar melintasi langit menggelegar, bagai berusaha merobek gendang telinga semua yang hadir di tebing itu.Emily tersenyum tipis dan berpamitan kepada semua dengan nada sendu, "Selamat tinggal kalian semua, terima kasih sudah menyelamatkanku.."Sekonyong-konyong, sekelebat bayangan hitam menarik tubuh Emily...Lalu menerkamnya, membuatnya terguling-
"Lara Samsara!" Gadis berumur kira-kira 27 tahun itu menoleh, "Huh, siapa itu?" Ia tak suka pada nama itu, nama tak jelas yang diberikan oleh kedua orangtua yang tak pernah dikenalnya. Orangtua yang konon meninggalkannya begitu saja di sebuah panti asuhan terpencil di pelosok Evermerika. Padahal konon ibunya adalah seorang sosialita dari keluarga ternama dan ayahnya adalah seorang bangsawan Everopa. Lara tak suka arti namanya. Dalam Bahasa Ever, namanya berarti Duka dan Sengsara, Ia tak tahu mengapa ia dahulu dinamai demikian. Namun seiring waktu, ia bisa mulai 'menerima' namanya. Kebanyakan anak-anak yatim piatu di panti asuhan tempatnya dulu dibesarkan, tidaklah bernama. Hingga dinamai oleh para pengasuh atau orangtua angkat yang memilih mereka untuk dijadikan anggota keluarga baru. Hanya Lara yang sudah diberi nama, jadi pihak panti asuhan tak ingin menggantinya begitu saja tanpa amanah. Lara kecil cukup cantik, dengan mata biru yang
"Hannah Miles..." Lara menyebut nama itu perlahan-lahan seolah mencoba mengakrabinya di dalam hati. Ia melihat sekilas foto-foto yang dikirimkan. Beberapa pasangan muda ada di sana. 'Apakah ini ayah dan ibuku?' ia segera mengenali kemiripan fisik sepasang manusia dalam foto-foto jaman dahulu kala yang dikirimkan wanita bernama Hannah itu. "Dear Lara Samsara... Vagano." demikian bunyi surat yang mendampingi foto-foto yang Lara belum selesai lihat itu. "Bila kau baca surat ini, mungkin aku, ibumu, sudah tak ada lagi di dunia ini. Sebelumnya maafkanlah kami, kedua orangtuamu, yang tak pernah mengurus dan mengasuhmu semenjak bayi. Maafkan kami yang terpaksa meninggalkanmu di tempat terpencil seperti ini. Ini semua semata-mata hanya demi melindungi keberadaaanmu. Dan kami tak ingin apa-apa terjadi pada dirimu. Karena kau, Lara putriku, sebenarnya tak bersalah. Kamilah yang berdosa, khususnya aku, karena lebih memilih ayahmu daripada dirimu.
"Tidak, jangan lakukan itu, Nona Kate! Kami akan segera mencari dan menemukan Ocean Vagano!" di luar dugaan semua orang yang hadir di pagi menjelang siang benderang namun mencekam itu, tetiba Lilian maju, menempatkan dirinya di antara Kate yang nyaris terjun ke jurang dan Katy yang semakin bernafsu untuk mengakhiri hidup kakaknya! "Minggir, Wanita Tua! Kau bukan sasaran Pedang Terkutuk ini! Minggir sekarang juga, aku tidak main-main!" geram Katy kesal. "Tidak! aku memang bersalah! Kuakui semua sekarang juga! Aku yang mengundang kalian kemari karena ingin menjodohkan Ocean dengan harapan semua kutukan akan segera berlalu dan kalian semua bisa berkeluarga dan akhirnya hidup bahagia, melupakan Emily dan segala yang terjadi!" aku Lilian, membuat kedua gadis kembar itu terhenyak, "Namun ternyata semua ini terjadi! Ocean sudah hilang dan kemungkinan besar tewas di laut dan takkan pernah kembali! Jadi aku merasa gagal, aku merasa benar bila ini semua salahku! Sama seperti p
Semua yang hadir terpaku di tempat, tak berani bergerak sedikitpun setelah mereka berjarak sedemikian dekat dengan Katy yang mungkin akan melukai Kate sewaktu-waktu tanpa sempat mereka cegah."Berhenti di sana sekarang juga, Nona Siapapun Namamu! Sebab gara-gara dirimu, semua yang aku dan Emily ingin lakukan hingga pergi sejauh ini terpaksa tertunda!" Earth dengan suara keras menitahkan Katy yang belum ia kenal."Darimana kau mendapatkan pedang itu dan siapa sebenarnya kalian, mengapa bisa ada di puri ini?" tanya Sky yang juga belum tahu apa-apa."Mereka berdua gadis-gadis bangsawan Everopa, keluarga Forrester yang datang kemari dari jauh dengan tujuan ingin bertunangan dengan kakak kalian, Ocean Vagano," jelas Lilian yang merasa bersalah karena diam-diam mengundang mereka, namun tampaknya tak berjalan baik seperti yang direncanakan."Betul sekali! Dan aku sebagai adik, kali ini tak ingin mengalah untuk kakakku, sekalipun ia telah tidur dengan Ocean Vagan
"Tidak, jangan ikuti aku lagi! Kumohon! Lihat, tadi ada seorang Vagano datang entah darimana, Ocean atau bukan, dia bisa kaujadikan milikmu!" Kate Forrester berlari terus di jalan yang semakin menanjak di tepi pantai itu, tanpa sadar bahwa sebenarnya ia menuju 'dead end'. Jurang yang menghadap ke pantai, namun bukan yang berpasir putih, melainkan pantai curam berbatu karang besar tajam dimana almarhum Zeus Vagano pernah terjatuh ke atasnya dan tewas seketika. "Kau tak bisa mengaturku! Nyawamu berada dalam tanganku, Kak!" Katy masih tersenyum dengan anehnya. Kini Kate berada dekat sekali dengan tepi jurang. Ia terhenti, bingung. Tak ada jalan kemanapun untuk kabur lagi. Hanya ada dua pilihan, dan dua-duanya jalan menuju maut! ********** Sementara itu di puri, Emily dan Earth telah memasuki ruang utama. Emily yang masih enggan sekaligus cemas pada nasib gadis kembar misterius yang dikejar saudarinya sendiri dengan pedang Dangerous Attraction, di
"Tidak mungkin, ini semua tak mungkin terjadi, sebab lukisan ini tak mungkin nyata!" Kate Forrester perlahan mundur menjauh, merasa tak ingin terburu-buru dari tempat persembunyian itu karena khawatir Katy akan menemukannya. Namun ia juga merasa tak nyaman dengan apa yang ia lihat. Terlalu mengerikan dan tak dapat dipercaya! Hanya saja, untuk bertahan di bawah tatapan empat pasang mata sedemikian mengerikan, siapa sanggup bertahan? Akhirnya Kate keluar dan kembali berlari menelusuri labirin Lorong Bawah Tanah. Tentu saja, tak jauh darinya masih ada Katy yang sedari tadi menunggunya dengan sabar. Dan suaranya yang berisik melengking saat bermonolog di hadapan Lukisan Terkutuk tentu saja terdengar oleh Sang Adik yang masih belum ingin melepaskan Sang Kakak. "Kate, sejauh apapun dan dimanapun kau berada, aku selalu ada di belakangmu, mengawasimu hingga aku mendapatkan nyawamu!" Kate berusaha keras mencari jalan keluar, kemana saja tembusnya lorong-lorong
Sementara jauh di lantai dasar, kedua Kembar Cantik Forrester masih saling kejar. Katy yang masih dibawah pengaruh misterius tentu saja takkan menyerah sebelum mencapai tujuannya."Bersiaplah untuk mati, Kate! Kau takkan pernah bisa menghindar dariku ataupun takdir yang menunggumu!""Tidak! Tinggalkan aku saat ini juga! Kau bukan dirimu sendiri, Katy! Sadarlah! Kumohon, ingatlah bahwa kau adikku! Adik takkan membunuh kakak sendiri walau demi cinta!"Sepanjang perjalanannya mencari pintu menuju Lorong Bawah Tanah, Kate Forrester berusaha keras menghalang-halangi adiknya sambil mencoba semua pintu di lorong yang ia duga pernah dilaluinya beberapa saat silam bersama Ocean dan Lilian. Dijatuhkannya semua vas bunga besar-besar dan pajangan berharga yang ia temui, tak peduli bahwa tuan rumah puri bisa saja marah besar bila mengetahui perbuatannya itu.Demi keselamatannya, ia tak peduli. Sayangnya, perbuatan Kate itu percuma saja. Katy tetap mengejarnya dan mela
Semalam-malaman, beberapa jam lamanya Lilian bersama beberapa petugas jaga terkurung di museum perpustakaan hampir merasa putus asa karena 'dikungkung' oleh suatu kekuatan tak kasat mata yang seakan-akan 'menguasai' Puri Vagano. Mereka telah mencari celah di dinding, jendela, serta mencoba semua kemungkinan lain untuk keluar. Tak berhasil. Semua seakan-akan rapat tertutup, bahkan kaca jendela menolak untuk dibuka dari dalam.Sementara di bawah sana, tanpa mereka ketahui, seorang penghuni lama sekaligus tuan rumah, Sky Vagano sang kembar tengah, telah tiba kembali di kediamannya sendiri. Merasa heran karena tak ada seorang penjagapun di puri, sementara pintu-pintu utama tak terjaga dan dengan mudah dibuka dari luar."Pagi yang senyap di Pulau Vagano, dan tak ada penyambutan kepulangan sama sekali. Baiklah, ini memang sangat mendadak! Huh, semoga Lilian tak mengabaikan 'tugasnya'. Berarti benar dugaanku, ada hal yang tak beres di sini! Syukurlah aku kembali! Lilian! Penj
Kate masih belum terlalu percaya bila Katy betul-betul serius ingin menyakitinya, walau sebenarnya ia betul-betul mulai dilanda sebuah perasaan yang sangat tak enak."Ayolah, Adikku! Letakkan saja pedang-pedangan yang kau dapatkan entah darimana itu dan berdamai sajalah denganku! Kau nanti juga akan mendapatkan jodohmu sendiri. Kembar Vagano tidak hanya Tuan Muda Ocean! Masih ada 2 adiknya yang sama-sama tampan dan bisa kaupilih sendiri nanti!" ia tertawa gelisah sementara Katy masih mendesaknya hingga jauh mundur ke dalam kamar, bahkan hingga ia terjatuh ke atas ranjangnya sendiri."Tidak, Kak! Aku ingin hanya diriku saja yang menjadi kekasih, tunangan dan kelak istri Ocean Vagano! Karena kau adalah sainganku! Dalam cinta, tak pernah ada yang namanya teman, sahabat bahkan saudara sekalipun!" Katy tersenyum sinis sambil tetap menggenggam hulu pedang terkutuk Dangerous Attraction yang belum pernah Kate lihat sebelumnya."Lalu, apa yang kau inginkan? Membunuhku? C
Lama Earth terdiam, sementara dalam hatinya, Emily sangat yakin bahwa pemuda itu takkan pernah berkata ya. 'Ia sangat membenci keluarganya, tanah kelahirannya, jadi ia takkan pernah mau! Maka aku akan bebas pergi, karena ia tentu akan menolak mentah-mentah semua permintaanku yang sukar ini!' demikian Emily berusaha untuk membuat Earth mundur perlahan dengan syarat yang sedemikian berat. Berada kembali di tanah kelahirannya tentu saja bukan pilihan terbaik bagi Earth yang tak ingin mengenang masa lalunya yang begitu kelam dan menyedihkan. Pergi sejauh-jauhnya, bila perlu! "Baiklah, Emily! Demi kau, hari ini juga kita akan segera kembali ke Pulau Vagano!" di luar dugaan, Earth menyanggupi permintaan Emily yang paling sukar itu. "A, a, a, apaaaa?" Emily terperangah tak percaya, "Earth, bagaimana mungkin kau mau? Ocean dan Sky bisa membunuhmu, apalagi bila kau membawaku kesana! Pedang Terkutuk itu tentunya masih ada dan kali ini hidupmu bisa berakhir di ujungnya!
Sementara, Emily masih berada dalam 'penguasaan' Earth di sebuah hutan yang sunyi. Masih terombang-ambing antara ingin kembali kepada Xander yang 'ditinggalkannya' begitu saja tanpa kabar di M's Brew di Evertown, atau tetap bersama Earth yang tak mungkin akan mengizinkannya pergi lagi. "Emily, sudah dua kali kita melakukan itu. Kau bisa berterusterang kepadaku, apakah kau mulai bisa menyukaiku walau sedikit?" Earth masih memeluknya erat, seakan tak ingin melepaskannya untuk selama-lamanya. Emily gemetaran, walau pelukan Earth terasa hangat. Di bawah siraman cahaya mentari, pemuda itu sama sekali tak seperti saat mereka masih di Pulau Vagano tiga tahun silam. Tubuhnya bersih, mulus, wajahnya bercahaya. Emily sungguh merasakan perbedaan yang signifikan antara Earth Si Bungsu Terkutuk di masa lalu dengan Avalanche Si Barista di masa kini. "Aku belum tahu. Tiba-tiba saja kau muncul kembali. Terlalu mendadak bagiku. Dan aku sudah punya kekasih yang mencintaiku. Xa