"Kenakan ini, Earth. Kami ingin hanya satu hal, Emily selamat dan kita juga." Ocean melemparkan set pakaian dan helm pelindung ala ksatria jaman dahulu yang sama seperti yang ia dan Sky kenakan kepada adik mereka.
"Ide bagus, Kak. Dengan demikian, Emily tak perlu melihat wajah siapapun Vagano yang akan menderita di akhir hidupnya nanti..."
Earth yang sudah siap dengan segala kemungkinan itu segera mengenakan semua yang ada di tanah hingga kini penampilan mereka bertiga sudah tak dapat lagi dibedakan.
"Tolong, jangan biarkan semua ini terjadi, kutukan Zeus itu bukan untuk kalian bertiga. Ia sendirilah yang telah mengutuk dirinya karena telah menyakiti wanita-wanita yang ia cintai dan malah menyalahkan Earth. Bayi yang tak berdosa, yang kutolong kelahirannya bersama kalian semua!"
Lilian masih mencoba mencegah, bahkan mendekat kepada Earth yang baru saja mengenakan helmnya. Tiba-tiba ia tersungkur!
"Lilian !!!" Ocean dan Sky menggeram bersama-sa
Ocean dan Sky kini saling berhadap-hadapan. Tak ada yang ingin saling mengalah satu kepada yang lainnya. Mereka berdua sama-sama memiliki peluang yang kuat dan sebanding. Mereka masih mengatur jarak dan sama-sama mencari kesempatan untuk menyerang. Pula siap-siap untuk bertahan.Sky yang telah tersingkir hanya bisa mengeluh dalam hati. Merasa putus asa dan tak berdaya. Bagaimanapun, ia tentu lebih membela Ocean sang kakak, daripada Earth yang ia tak kenal. Apalagi setelah hal-hal buruk yang ia lakukan sebelumnya, tak ingin rasanya Sky serta-merta menganggap pemuda itu sebagai teman, apalagi saudara.Emily hanya bisa menangis, walau air matanya bercampur dengan hujan yang masih turun dengan deras, sesekali diselingi guruh dan guntur yang berkilat-kilat. Ia sangat ingin bergerak pelan-pelan menuju tebing, menjatuhkan dirinya sendiri ke bawah sana, agar semua pertarungan ini berakhir dan tak ada yang akan bisa mencintainya dan memilikinya...Keinginan untuk mati ti
"Emily !!!" Ocean dan Sky sama-sama terkejut namun tak berdaya segera mencegah, karena jarak yang memisahkan cukup jauh.Earth juga terdiam, bahkan Pedang Terkutuk Dangerous Attraction yang hulunya masih ia genggam tetiba bergetar hebat... Mendadak terasa berat...Dan jatuh begitu saja dari genggamannya.Ia tak mampu mengangkatnya lagi."Emily..." Earth hanya bisa berbisik pelan, tak terdengar karena terbawa deru hujan deras."Jangan." permintaannya tak terdengar oleh siapapun karena bunyi halilintar melintasi langit menggelegar, bagai berusaha merobek gendang telinga semua yang hadir di tebing itu.Emily tersenyum tipis dan berpamitan kepada semua dengan nada sendu, "Selamat tinggal kalian semua, terima kasih sudah menyelamatkanku.."Sekonyong-konyong, sekelebat bayangan hitam menarik tubuh Emily...Lalu menerkamnya, membuatnya terguling-
"Lara Samsara!" Gadis berumur kira-kira 27 tahun itu menoleh, "Huh, siapa itu?" Ia tak suka pada nama itu, nama tak jelas yang diberikan oleh kedua orangtua yang tak pernah dikenalnya. Orangtua yang konon meninggalkannya begitu saja di sebuah panti asuhan terpencil di pelosok Evermerika. Padahal konon ibunya adalah seorang sosialita dari keluarga ternama dan ayahnya adalah seorang bangsawan Everopa. Lara tak suka arti namanya. Dalam Bahasa Ever, namanya berarti Duka dan Sengsara, Ia tak tahu mengapa ia dahulu dinamai demikian. Namun seiring waktu, ia bisa mulai 'menerima' namanya. Kebanyakan anak-anak yatim piatu di panti asuhan tempatnya dulu dibesarkan, tidaklah bernama. Hingga dinamai oleh para pengasuh atau orangtua angkat yang memilih mereka untuk dijadikan anggota keluarga baru. Hanya Lara yang sudah diberi nama, jadi pihak panti asuhan tak ingin menggantinya begitu saja tanpa amanah. Lara kecil cukup cantik, dengan mata biru yang
"Hannah Miles..." Lara menyebut nama itu perlahan-lahan seolah mencoba mengakrabinya di dalam hati. Ia melihat sekilas foto-foto yang dikirimkan. Beberapa pasangan muda ada di sana. 'Apakah ini ayah dan ibuku?' ia segera mengenali kemiripan fisik sepasang manusia dalam foto-foto jaman dahulu kala yang dikirimkan wanita bernama Hannah itu. "Dear Lara Samsara... Vagano." demikian bunyi surat yang mendampingi foto-foto yang Lara belum selesai lihat itu. "Bila kau baca surat ini, mungkin aku, ibumu, sudah tak ada lagi di dunia ini. Sebelumnya maafkanlah kami, kedua orangtuamu, yang tak pernah mengurus dan mengasuhmu semenjak bayi. Maafkan kami yang terpaksa meninggalkanmu di tempat terpencil seperti ini. Ini semua semata-mata hanya demi melindungi keberadaaanmu. Dan kami tak ingin apa-apa terjadi pada dirimu. Karena kau, Lara putriku, sebenarnya tak bersalah. Kamilah yang berdosa, khususnya aku, karena lebih memilih ayahmu daripada dirimu.
Sementara itu, Emily Rose Stewart, 23 tahun, tetap melanjutkan hidupnya sebagai seorang guru bahasa Inggris di sebuah SMA baru di kota kecil sunyi Evertown di Evermerika. Sudah hampir tiga tahun ia melupakan segalanya dan hampir berhasil 'move on' dari semua yang terjadi. Nun jauh di sana, di sebuah pulau terpencil di tengah lautan Evertika. Yang tak bisa berhasil ia lupakan bila pada malam-malam tertentu dalam mimpi terdalamnya setelah hari melelahkan yang dilaluinya. Apabila ia seperti terjatuh ke dalam lembah yang terdalam setiap kepalanya menyentuh bantal di atas ranjangnya. Emily seperti kembali berada di tempat dimana ia pernah terbaring sadarkan diri pasca kecelakaan kapal laut yang takkan pernah bisa ia lupakan untuk seumur hidupnya. Saat-saat ia membuka mata untuk pertama kali dalam keadaan kesakitan dan tak berdaya. Namun yang ia lihat adalah wajah wanita separuh baya dalam keadaan terbakar yang gigi depannya sudah hampir omp
Sementara itu, jauh di sebuah pulau terpencil di tengah lautan Evertika maha luas... Hari masih di penghujung sore menjelang senja, cuaca cerah berangin, suasana sangat sunyi, hanya terdengar pekik burung-burung camar di kejauhan, bersahutan dengan debur ombak di pantai. Seorang pemuda tampan berambut cokelat panjang termenung, duduk sendiri di hadapan tiga nisan pualam hitam nan dingin. Tertulis dalam tinta emas, 'Beristirahat dengan tenang:' 'Archduke Zeus Calamity Vagano' 'Duchess Florencia Lancaster-Vagano' 'Hannah Miles' Tiga nama, tiga orang manusia yang kini 'betul-betul nyata' dan pasti semuanya sudah tiada. Di masa lalu, mereka terlibat cinta segitiga hingga Zeus memutuskan kekasihnya Hannah dan memilih mempersunting Florencia Lancaster, alias Florence. 'Darah biru harus bersatu dengan darah biru', itulah aturan tak tertulis di kalangan bangsawan Everopa. Rakyat jelata, walau kalangan sosialita berada dan selebriti ter
Sementara itu, jauh di pelosok Evermerika, terdapat di lokasi super rahasia, sebuah bangunan megah berdisain futuristis dengan tingkat pengamanan sangat tinggi. Masuk semakin dalam melewati puluhan pintu terkunci dengan sandi elektronik dan pintu-pintu berterali besi, terdapat sebuah ruangan 'kubus' persegi empat berlangit-langit tinggi seluas sebuah kamar tidur standar, namun terjaga ketat. Aroma di dalamnya seperti obat pembersih di fasilitas-fasilitas medis, sangat bersih dan terkesan selalu steril dengan dinding putih berpelapis bantalan super empuk bagaikan sofa berkulit mewah. Tak ada obyek yang istimewa, hanya sebuah ranjang dan fasilitas kamar mandi serta cermin. Yang sebenarnya adalah sebuah 'magic mirror', dimana subyek yang berada di dalam ruangan itu tak dapat memandang keluar, sekeras apapun ia berusaha, hanya akan menatap bayangannya sendiri. Penghuni di sana, atau mungkin lebih tepatnya, 'subjek yang sedang diobservasi', adalah seorang
Tak perlu makan waktu lama bagi Lara Samsara 'si penyelidik kematian' untuk menemukan belasan, bahkan puluhan artikel mengenai keluarga sosialita Miles, keluarga ibu kandungnya. Gadis itu rela berpetualang ke perpustakaan yang jauh di kota besar Evermerika dan membongkar semua informasi lama yang terlupakan. Duduk menyendiri di sepinya ruang perpustakaan menjelang tutup, ia mulai membaca kliping berita lama. Keluarga Miles. Mereka memiliki The Miles Company, perusahaan multinasional yang menaungi aneka bisnis kelas atas. Jauh ke masa silam, keluarga Miles ternyata sempat memberi pernyataan kepada wartawan beberapa media cetak. Dalam kliping surat kabar dan majalah-majalah tua berisi kabar-kabar nasional Evermerika, pernah heboh berita mengenai menghilangnya putri tunggal cantik keluarga Miles, siapa lagi kalau bukan Hannah. Konon Hannah muda, berusia dua puluhan tahun, dibawa lari oleh kekasihnya di bangku kuliah, seorang keturunan bangsawan Everopa k
"Tidak, jangan lakukan itu, Nona Kate! Kami akan segera mencari dan menemukan Ocean Vagano!" di luar dugaan semua orang yang hadir di pagi menjelang siang benderang namun mencekam itu, tetiba Lilian maju, menempatkan dirinya di antara Kate yang nyaris terjun ke jurang dan Katy yang semakin bernafsu untuk mengakhiri hidup kakaknya! "Minggir, Wanita Tua! Kau bukan sasaran Pedang Terkutuk ini! Minggir sekarang juga, aku tidak main-main!" geram Katy kesal. "Tidak! aku memang bersalah! Kuakui semua sekarang juga! Aku yang mengundang kalian kemari karena ingin menjodohkan Ocean dengan harapan semua kutukan akan segera berlalu dan kalian semua bisa berkeluarga dan akhirnya hidup bahagia, melupakan Emily dan segala yang terjadi!" aku Lilian, membuat kedua gadis kembar itu terhenyak, "Namun ternyata semua ini terjadi! Ocean sudah hilang dan kemungkinan besar tewas di laut dan takkan pernah kembali! Jadi aku merasa gagal, aku merasa benar bila ini semua salahku! Sama seperti p
Semua yang hadir terpaku di tempat, tak berani bergerak sedikitpun setelah mereka berjarak sedemikian dekat dengan Katy yang mungkin akan melukai Kate sewaktu-waktu tanpa sempat mereka cegah."Berhenti di sana sekarang juga, Nona Siapapun Namamu! Sebab gara-gara dirimu, semua yang aku dan Emily ingin lakukan hingga pergi sejauh ini terpaksa tertunda!" Earth dengan suara keras menitahkan Katy yang belum ia kenal."Darimana kau mendapatkan pedang itu dan siapa sebenarnya kalian, mengapa bisa ada di puri ini?" tanya Sky yang juga belum tahu apa-apa."Mereka berdua gadis-gadis bangsawan Everopa, keluarga Forrester yang datang kemari dari jauh dengan tujuan ingin bertunangan dengan kakak kalian, Ocean Vagano," jelas Lilian yang merasa bersalah karena diam-diam mengundang mereka, namun tampaknya tak berjalan baik seperti yang direncanakan."Betul sekali! Dan aku sebagai adik, kali ini tak ingin mengalah untuk kakakku, sekalipun ia telah tidur dengan Ocean Vagan
"Tidak, jangan ikuti aku lagi! Kumohon! Lihat, tadi ada seorang Vagano datang entah darimana, Ocean atau bukan, dia bisa kaujadikan milikmu!" Kate Forrester berlari terus di jalan yang semakin menanjak di tepi pantai itu, tanpa sadar bahwa sebenarnya ia menuju 'dead end'. Jurang yang menghadap ke pantai, namun bukan yang berpasir putih, melainkan pantai curam berbatu karang besar tajam dimana almarhum Zeus Vagano pernah terjatuh ke atasnya dan tewas seketika. "Kau tak bisa mengaturku! Nyawamu berada dalam tanganku, Kak!" Katy masih tersenyum dengan anehnya. Kini Kate berada dekat sekali dengan tepi jurang. Ia terhenti, bingung. Tak ada jalan kemanapun untuk kabur lagi. Hanya ada dua pilihan, dan dua-duanya jalan menuju maut! ********** Sementara itu di puri, Emily dan Earth telah memasuki ruang utama. Emily yang masih enggan sekaligus cemas pada nasib gadis kembar misterius yang dikejar saudarinya sendiri dengan pedang Dangerous Attraction, di
"Tidak mungkin, ini semua tak mungkin terjadi, sebab lukisan ini tak mungkin nyata!" Kate Forrester perlahan mundur menjauh, merasa tak ingin terburu-buru dari tempat persembunyian itu karena khawatir Katy akan menemukannya. Namun ia juga merasa tak nyaman dengan apa yang ia lihat. Terlalu mengerikan dan tak dapat dipercaya! Hanya saja, untuk bertahan di bawah tatapan empat pasang mata sedemikian mengerikan, siapa sanggup bertahan? Akhirnya Kate keluar dan kembali berlari menelusuri labirin Lorong Bawah Tanah. Tentu saja, tak jauh darinya masih ada Katy yang sedari tadi menunggunya dengan sabar. Dan suaranya yang berisik melengking saat bermonolog di hadapan Lukisan Terkutuk tentu saja terdengar oleh Sang Adik yang masih belum ingin melepaskan Sang Kakak. "Kate, sejauh apapun dan dimanapun kau berada, aku selalu ada di belakangmu, mengawasimu hingga aku mendapatkan nyawamu!" Kate berusaha keras mencari jalan keluar, kemana saja tembusnya lorong-lorong
Sementara jauh di lantai dasar, kedua Kembar Cantik Forrester masih saling kejar. Katy yang masih dibawah pengaruh misterius tentu saja takkan menyerah sebelum mencapai tujuannya."Bersiaplah untuk mati, Kate! Kau takkan pernah bisa menghindar dariku ataupun takdir yang menunggumu!""Tidak! Tinggalkan aku saat ini juga! Kau bukan dirimu sendiri, Katy! Sadarlah! Kumohon, ingatlah bahwa kau adikku! Adik takkan membunuh kakak sendiri walau demi cinta!"Sepanjang perjalanannya mencari pintu menuju Lorong Bawah Tanah, Kate Forrester berusaha keras menghalang-halangi adiknya sambil mencoba semua pintu di lorong yang ia duga pernah dilaluinya beberapa saat silam bersama Ocean dan Lilian. Dijatuhkannya semua vas bunga besar-besar dan pajangan berharga yang ia temui, tak peduli bahwa tuan rumah puri bisa saja marah besar bila mengetahui perbuatannya itu.Demi keselamatannya, ia tak peduli. Sayangnya, perbuatan Kate itu percuma saja. Katy tetap mengejarnya dan mela
Semalam-malaman, beberapa jam lamanya Lilian bersama beberapa petugas jaga terkurung di museum perpustakaan hampir merasa putus asa karena 'dikungkung' oleh suatu kekuatan tak kasat mata yang seakan-akan 'menguasai' Puri Vagano. Mereka telah mencari celah di dinding, jendela, serta mencoba semua kemungkinan lain untuk keluar. Tak berhasil. Semua seakan-akan rapat tertutup, bahkan kaca jendela menolak untuk dibuka dari dalam.Sementara di bawah sana, tanpa mereka ketahui, seorang penghuni lama sekaligus tuan rumah, Sky Vagano sang kembar tengah, telah tiba kembali di kediamannya sendiri. Merasa heran karena tak ada seorang penjagapun di puri, sementara pintu-pintu utama tak terjaga dan dengan mudah dibuka dari luar."Pagi yang senyap di Pulau Vagano, dan tak ada penyambutan kepulangan sama sekali. Baiklah, ini memang sangat mendadak! Huh, semoga Lilian tak mengabaikan 'tugasnya'. Berarti benar dugaanku, ada hal yang tak beres di sini! Syukurlah aku kembali! Lilian! Penj
Kate masih belum terlalu percaya bila Katy betul-betul serius ingin menyakitinya, walau sebenarnya ia betul-betul mulai dilanda sebuah perasaan yang sangat tak enak."Ayolah, Adikku! Letakkan saja pedang-pedangan yang kau dapatkan entah darimana itu dan berdamai sajalah denganku! Kau nanti juga akan mendapatkan jodohmu sendiri. Kembar Vagano tidak hanya Tuan Muda Ocean! Masih ada 2 adiknya yang sama-sama tampan dan bisa kaupilih sendiri nanti!" ia tertawa gelisah sementara Katy masih mendesaknya hingga jauh mundur ke dalam kamar, bahkan hingga ia terjatuh ke atas ranjangnya sendiri."Tidak, Kak! Aku ingin hanya diriku saja yang menjadi kekasih, tunangan dan kelak istri Ocean Vagano! Karena kau adalah sainganku! Dalam cinta, tak pernah ada yang namanya teman, sahabat bahkan saudara sekalipun!" Katy tersenyum sinis sambil tetap menggenggam hulu pedang terkutuk Dangerous Attraction yang belum pernah Kate lihat sebelumnya."Lalu, apa yang kau inginkan? Membunuhku? C
Lama Earth terdiam, sementara dalam hatinya, Emily sangat yakin bahwa pemuda itu takkan pernah berkata ya. 'Ia sangat membenci keluarganya, tanah kelahirannya, jadi ia takkan pernah mau! Maka aku akan bebas pergi, karena ia tentu akan menolak mentah-mentah semua permintaanku yang sukar ini!' demikian Emily berusaha untuk membuat Earth mundur perlahan dengan syarat yang sedemikian berat. Berada kembali di tanah kelahirannya tentu saja bukan pilihan terbaik bagi Earth yang tak ingin mengenang masa lalunya yang begitu kelam dan menyedihkan. Pergi sejauh-jauhnya, bila perlu! "Baiklah, Emily! Demi kau, hari ini juga kita akan segera kembali ke Pulau Vagano!" di luar dugaan, Earth menyanggupi permintaan Emily yang paling sukar itu. "A, a, a, apaaaa?" Emily terperangah tak percaya, "Earth, bagaimana mungkin kau mau? Ocean dan Sky bisa membunuhmu, apalagi bila kau membawaku kesana! Pedang Terkutuk itu tentunya masih ada dan kali ini hidupmu bisa berakhir di ujungnya!
Sementara, Emily masih berada dalam 'penguasaan' Earth di sebuah hutan yang sunyi. Masih terombang-ambing antara ingin kembali kepada Xander yang 'ditinggalkannya' begitu saja tanpa kabar di M's Brew di Evertown, atau tetap bersama Earth yang tak mungkin akan mengizinkannya pergi lagi. "Emily, sudah dua kali kita melakukan itu. Kau bisa berterusterang kepadaku, apakah kau mulai bisa menyukaiku walau sedikit?" Earth masih memeluknya erat, seakan tak ingin melepaskannya untuk selama-lamanya. Emily gemetaran, walau pelukan Earth terasa hangat. Di bawah siraman cahaya mentari, pemuda itu sama sekali tak seperti saat mereka masih di Pulau Vagano tiga tahun silam. Tubuhnya bersih, mulus, wajahnya bercahaya. Emily sungguh merasakan perbedaan yang signifikan antara Earth Si Bungsu Terkutuk di masa lalu dengan Avalanche Si Barista di masa kini. "Aku belum tahu. Tiba-tiba saja kau muncul kembali. Terlalu mendadak bagiku. Dan aku sudah punya kekasih yang mencintaiku. Xa