Sementara itu, Emily Rose Stewart, 23 tahun, tetap melanjutkan hidupnya sebagai seorang guru bahasa Inggris di sebuah SMA baru di kota kecil sunyi Evertown di Evermerika.
Sudah hampir tiga tahun ia melupakan segalanya dan hampir berhasil 'move on' dari semua yang terjadi.
Nun jauh di sana, di sebuah pulau terpencil di tengah lautan Evertika.
Yang tak bisa berhasil ia lupakan bila pada malam-malam tertentu dalam mimpi terdalamnya setelah hari melelahkan yang dilaluinya.
Apabila ia seperti terjatuh ke dalam lembah yang terdalam setiap kepalanya menyentuh bantal di atas ranjangnya.
Emily seperti kembali berada di tempat dimana ia pernah terbaring sadarkan diri pasca kecelakaan kapal laut yang takkan pernah bisa ia lupakan untuk seumur hidupnya. Saat-saat ia membuka mata untuk pertama kali dalam keadaan kesakitan dan tak berdaya.
Namun yang ia lihat adalah wajah wanita separuh baya dalam keadaan terbakar yang gigi depannya sudah hampir omp
Sementara itu, jauh di sebuah pulau terpencil di tengah lautan Evertika maha luas... Hari masih di penghujung sore menjelang senja, cuaca cerah berangin, suasana sangat sunyi, hanya terdengar pekik burung-burung camar di kejauhan, bersahutan dengan debur ombak di pantai. Seorang pemuda tampan berambut cokelat panjang termenung, duduk sendiri di hadapan tiga nisan pualam hitam nan dingin. Tertulis dalam tinta emas, 'Beristirahat dengan tenang:' 'Archduke Zeus Calamity Vagano' 'Duchess Florencia Lancaster-Vagano' 'Hannah Miles' Tiga nama, tiga orang manusia yang kini 'betul-betul nyata' dan pasti semuanya sudah tiada. Di masa lalu, mereka terlibat cinta segitiga hingga Zeus memutuskan kekasihnya Hannah dan memilih mempersunting Florencia Lancaster, alias Florence. 'Darah biru harus bersatu dengan darah biru', itulah aturan tak tertulis di kalangan bangsawan Everopa. Rakyat jelata, walau kalangan sosialita berada dan selebriti ter
Sementara itu, jauh di pelosok Evermerika, terdapat di lokasi super rahasia, sebuah bangunan megah berdisain futuristis dengan tingkat pengamanan sangat tinggi. Masuk semakin dalam melewati puluhan pintu terkunci dengan sandi elektronik dan pintu-pintu berterali besi, terdapat sebuah ruangan 'kubus' persegi empat berlangit-langit tinggi seluas sebuah kamar tidur standar, namun terjaga ketat. Aroma di dalamnya seperti obat pembersih di fasilitas-fasilitas medis, sangat bersih dan terkesan selalu steril dengan dinding putih berpelapis bantalan super empuk bagaikan sofa berkulit mewah. Tak ada obyek yang istimewa, hanya sebuah ranjang dan fasilitas kamar mandi serta cermin. Yang sebenarnya adalah sebuah 'magic mirror', dimana subyek yang berada di dalam ruangan itu tak dapat memandang keluar, sekeras apapun ia berusaha, hanya akan menatap bayangannya sendiri. Penghuni di sana, atau mungkin lebih tepatnya, 'subjek yang sedang diobservasi', adalah seorang
Tak perlu makan waktu lama bagi Lara Samsara 'si penyelidik kematian' untuk menemukan belasan, bahkan puluhan artikel mengenai keluarga sosialita Miles, keluarga ibu kandungnya. Gadis itu rela berpetualang ke perpustakaan yang jauh di kota besar Evermerika dan membongkar semua informasi lama yang terlupakan. Duduk menyendiri di sepinya ruang perpustakaan menjelang tutup, ia mulai membaca kliping berita lama. Keluarga Miles. Mereka memiliki The Miles Company, perusahaan multinasional yang menaungi aneka bisnis kelas atas. Jauh ke masa silam, keluarga Miles ternyata sempat memberi pernyataan kepada wartawan beberapa media cetak. Dalam kliping surat kabar dan majalah-majalah tua berisi kabar-kabar nasional Evermerika, pernah heboh berita mengenai menghilangnya putri tunggal cantik keluarga Miles, siapa lagi kalau bukan Hannah. Konon Hannah muda, berusia dua puluhan tahun, dibawa lari oleh kekasihnya di bangku kuliah, seorang keturunan bangsawan Everopa k
Sky Firmament Vagano, 26, sang adik kembar Ocean, atau lebih tepatnya, si tengah, ternyata juga tak betah berlama-lama berdiam diri di pulau pribadi terpencil di tengah lautan Evertika. Setelah kepergian Emily dan Earth dari pulau, tiga tahun kemudian, tepatnya beberapa saat yang lalu, diputuskannya juga untuk angkat kaki dari puri, mencoba untuk melepaskan semua kejenuhan. Bahkan Ocean pun tak bisa menahannya. Memang semenjak kehadiran Emily dan Earth di antara mereka, kedua bersaudara yang dahulu kompak itu tak bisa lagi kembali akur seperti dahulu lagi, barangkali untuk selamanya. Sky memutuskan untuk menyusul, mencari Emily ke Evermerika. Walau ia berusaha sebaik mungkin untuk menelusuri jejak berita kepulangan gadis itu hingga ke kotanya, sayangnya ia tak berhasil. Pencariannya selama 3 tahun belum membuahkan hasil, bahkan setelah ia menyewa detektif-detektif terbaik sekalipun dengan segenap kemampuan finansial keluarga Vagano. Emily pindah
"Emily Rose Stewart!" Sudah sangat lama ia tak mendengar nama lengkapnya dipanggil oleh seorang pria muda. Apalagi dengan suara bas yang terkesan merdu, ramah dan maskulin itu. "Oh, Anda, Mr. Meyer... Selamat pagi," Emily menoleh dan menutup serta mengunci pintu loker besi barang-barang pribadinya di lemari guru-guru Evertown High School. "Panggil aku Xander saja," pria yang kira-kira berumur hanya sedikit di atasnya itu menjawab. Seorang rekan guru baru juga, nama lengkapnya Alexander Chan-Meyer. Kadang Emily masih terkejut juga bila ada pemuda tampan yang gagah, tinggi dan bermata biru bening di hadapannya. Xander seorang guru IT di sekolahnya, pemuda keturunan Everiental-Everopa. Matanya sipit tetapi berpupil biru terang, sedangkan rambutnya sekelam malam. "Baik, Xander. Maafkan kecanggunganku, aku masih baru di kota ini." Emily berusaha untuk tidak terkagum atau mencuri pandang pada sosok yang diidolakan banyak siswi itu. Ia masih begitu r
"Uhh, apa yang kulakukan? Tidak, ini tak boleh terjadi lagi!" Emily tersadar, buru-buru mendorong dada Xander dari miliknya sendiri. Dada pemuda itu juga 'hairless', tak berambut, hanya sedikit dan sangat lembut.Emily sangat menyukainya, namun apa yang hampir mereka lakukan membuatnya sadar kalau ini sangat mirip dengan apa yang ia pernah alami dengan Ocean, dengan Earth.Xander sedikit terkejut. Namun pemuda blasteran itu tak ingin buru-buru melepaskan Emily dari pelukannya. Bibirnya kembali mencium gadis itu dengan lembut. Bibirnya sangat smooth dan begitu lezat bagaikan permen jeli. Aroma tubuhnya juga begitu enak, pewangi yang ia semprotkan saat mandi beraroma white musk.Namun lagi-lagi mengapa aroma itu mengingatkan Emily pada tubuh Ocean?"Xander, sungguh, aku belum siap. Aku bukannya tak suka pada cowok, tapi aku belum benar-benar siap untuk berhubungan lebih jauh dengan siapapun sementara ini.""Kau pernah punya pacar?" Xander akhir
Malam itu Xander pulang sendirian dari apartemen Emily dengan perasaan bercampur aduk. Gadis itu baik, cantik, dan juga sangat memikat. Sedari dahulu melihatnya di situs berita-berita heboh dan media viral mengenai 'keajaiban' selamatnya gadis muda itu dari kecelakaan kapal pesiar maut, ia sudah yakin gadis itu selamat bukan hanya karena takdir atau keberuntungan. Memang Emily masih menutup mulut rapat-rapat tentang bagaimana ia bisa selamat dan segala mengenai 'keluarga tempat ia tinggal untuk sementara' sehingga tak satu mediapun tahu. Bahkan keluarganya sendiri tak ia beritahu sepatah katapun mengenai Ocean atau Earth. Antara malu, segan, dan juga 'trauma'. Sedikit mencurigakan, memang. Namun sampai hari ini tak seorangpun berhasil mengorek 'rahasia selama Emily hilang.' Xander, yang mulai tertarik pada gadis rekan gurunya itu, bertekad akan menggalinya. Mulai besok, ia akan mengajak Emily berkencan dengan lebih serius lagi. Yang tadi mungkin gagal, walau ga
Sementara itu, Lara yang masih dalam misi pencariannya, tak terlalu sukar dalam menemukan The Miles Company, perusahaan milik keluarga ibunya.Setelah menyelidiki lewat situs online dan media-media cetak, Lara mengetahui bila di kota kecil terdekat, Evertown, akan dibuka cabang sebuah kafe baru milik keluarga Miles, bermerek M's Brew.Segera dikuncinya pintu rumah lamanya dan diangkutnya beberapa koper berisi barang pribadi seadanya ke dalam mobil tua yang ia beli dari dana 'pemberian' Hannah selama ini. Dikendarainya seorang diri menuju Evertown.Melewati jalan sepi berdebu dan tandus, akhirnya menjelang senja ia tiba di Evertown yang sepi dan damai.'Kurasa aku harus segera melamar kerja di tempat itu sebagai apapun. Nanti baru akan kupikirkan langkah selanjutnya. Akankah kumasuki jenjang perusahaan keluarga ibuku itu secara diam-diam, atau sambil mencari jejak keluarga ayahku yang entah dimana. Yang jelas, aku harus memperoleh hak-hakku dan mencari kej