Tak lama, Kinara pulang sembari menenteng beberapa bag pelastik besar berisi bahan-bahan kue.Menurutnya, ia paling ahli dalam hal membuat kue, terlebih lagi, membuat kue juga merupakan hobi untuknya.Ia memulai eksekusinya, Kinara mencampurkan beberapa bahan dalam sebuah baskom dan mulai mengaduk-aduknya, terlihat Nathan yang tengah menemani sang ibu sembari memainkan sendok dan beberapa peralatan dapur.Tak berselang lama, brownis buatan Kinara pun telah matang, Kinara nampak menghias brownis buatannya dengan beberapa whip cream dan potongan ceri, setelah itu dia memposting foto brownisnya di seluruh media sosial yang ia punya.***Arka yang tengah duduk di kursi kerjanya di buat sumringah dengan unggahan sebuah foto dari media sosial milik Kinara, nampak dari layar hpnya, Kinara memposting sebuah foto kue coklat dengan tulisan harga di atasnya."Benar-benar tidak bisa mempromosikan apapun, dasar Kinara!" gerutu Arka.Arka mencoba meretas beberapa situs iklan dan menggungah foto kue
"Iya, itu separuh," jawab Arka."Itu kebanyakan, harga brownis satu loyang cuma tujuh puluh ribu, kalau di kali lima puluh totalnya jadi tiga juta lima ratus, kenapa kamu transfernya lima juta?"Kinara mencoba menjelaskan harga brownis yang di jualnya pada Arka."Yang beli siapa?" tanya Arka."Kamu," jawab Kinara."Ya udah, terserah aku dong mau hargain brownis kamu berapa."Kinara merasa bingung dengan ucapan Arka, bisa-bisanya dia menghargai brownis buatannya seenaknya sendiri, sedangkan Arka sendiri tidak pernah merasakan rasa brownis buatan Kinara."Sudah-sudah, sekarang kamu belanja bahan-bahannya, besok aku ambil jam sembilan pagi."Menyadari Kinara yang terdiam cukup lama dari seberang telepon, membuat Arka cepat-cepat menutup teleponnya, walau sebenarnya ia ingin lebih lama mengobrol dengan Kinara, ia ingin mendukung usaha Kinara walaupun tak secara langsung.***Keesokan harinya, Bayu memperhatikan sekelilingnya, merasa kebingungan dengan Kinara yang tengah membuat banyak kue
"Ekhem!"Mereka di kejutkan dengan Kinara yang tengah menghampiri mereka, Kinara berdehem cukup keras untuk memisahkan pertikaian di antara mereka."Ka, tolong bantu bawakan kuenya keluar," ujar Kinara sembari memberikan beberapa kotak kue pada Arka.Arka bergegas membantu Kinara membawakan kue-kue buatannya.Bayu yang tidak di mintai pertolongan pun berinisiatif sendiri untuk membantu Kinara, jujur saja, hatinya kini di penuhi dengan rasa cemburu yang membara, melihat keakraban Kinara dengan Arka.Arka hanya melirik Kinara yang tak menggubris suaminya sama sekali, ia merasa cukup puas dengan itu, kini peluangnya menjadi semakin besar untuk kembali merebut Kinara dari Bayu.Arka merogoh saku jasnya dan mengeluarkan segepok uang dari sana."Ini sisa uang kuenya."Arka memang sengaja memberikan uang sepuluh juta kepada Kinara tepat di hadapan suaminya, ia ingin melihat bagaimana reaksi Bayu saat ini."Arka, ini terlalu banyak."Kinara merasa sungkan untuk menerima uang pemberian Arka, t
Bayu nampak memberikan segepok uang pada Kinara yang tengah membereskan peralatan dapurnya, namun Kinara hanya meliriknya sekilas, tak memberikan respon yang berarti seperti bayangan Bayu."Tidak perlu, aku bisa menghidupi diriku sendiri," ucap Kinara enggan, dengan wajah datarnya, ia hanya meliriknya sekilas, tak ada niatan untuk menatap sang suami yang tengah berdiri di belakangnya."Sudah terima saja! aku bisa menghidupimu, jadi tidak usah jual kue lagi!," perintah Bayu pada Kinara, sembari memaksa tangan Kinara untuk menerima pemberiannya, namun Kinara menolak sembari menyeringai kecil, ternyata Bayu merasa kepanasan melihat Arka yang datang mengambil kuenya, Bayu menarik lagi tangan Kinara, memaksanya untuk menerima uang pemberiannya, dan pergi berlalu.Kinara hanya terdiam menatap tangannya yang tengah memegang segepok uang pemberian Bayu, sementara Bayu meninggalkannya yang masih berada di dapur dengan terus menggerutu.Sudahlah, aku bisa menyimpan uang ini untuk kebutuhan Nath
Baralih ke kantor Arka.Nampak beberapa karyawan berteriak gembira melihat Arka yang tengah membagikan kue brownis buatan calon istrinya itu, setelah membaginya, Arka bergegas menuju ruang kerjanya seraya membawa satu kotak kue yang di belinya dari Kinara, ia nampak sumringah ketika mencicipi kue brownisnya.'ternyata seenak ini kue buatan Kinara' batinnya.'Kira-kira Kinara sekarang sedang apa ya?' Arka tak henti-hentinya bergumam dalam hati.***Kinara yang telah terbangun dari tidurnya merasa terkejut dengan rumah yang tiba-tiba bersih dengan sendirinya, siapa yang telah membersihkan mainan-mainan yang tadinya berserakan memenuhi lantai?"Sayang, aku minta uangnya buat beli rokok dong, uang yang aku kasih ke Kamu tadi."Suara Bayu yang tiba-tiba terdengar di belakang, membuat Kinara berlonjak kaget, ia mengira Bayu akan pulang larut malam seperti biasanya, walaupun di hari minggu sekalipun, dia akan beralasan lembur, hanya untuk bertemu selingkuhannya.'Bener kan dugaanku? habis ng
Drrrtttt.. Drrrtttt..Notifikasi pesan w******p memenuhi hp Kinara, nampak puluhan orang mengiriminya pesan untuk orderan kue, Kinara seketika terkejut, nampak sumringah melihat hal itu, dengan cekatan ia terus membalas chat satu per satu.Hanya terhitung hari ini, Kinara mendapatkan pesanan seratus loyang kue brownis untuk besok, Kinara tidak bisa menutupi raut wajah bahagianya, bagaimana bisa ini terjadi? sedangkan baru kemarin dia mengunggah foto kuenya di media sosial, apa media sosial sekarang memang sangat berpengaruh untuk penjual online sepertinya? tapi Kinara tidak pernah mengetahui sesuatu, sebenarnya semua ini terjadi karena bantuan Arka, jika Arka tidak meretas situs iklan untuk mengiklankan foto kue milik Kinara, Kinara tidak akan mendapatkan pesanan sebanyak ini.Kinara merasa sangat berterimakasih kepada Arka, dengan uang yang di berikan Arka padanya hari ini, ia bisa berbelanja bahan-bahan kue untuk besok, sebagai rasa terimakasihnya, rencananya Kinara juga akan membua
Suara deru mobil yang berhenti di depan rumah, berhasil mengejutkan Kinara yang tengah sibuk di dapur, ia bergegas melihat tamu yang tengah datang ke rumahnya, nampak seorang pria tampan berperawakan tinggi turun dari dalam mobil berwarna putih."Assalamualaikum."Terdengar ucapan salam di barengi dengan beberapa kali ketukan dari luar pintu rumah Kinara."Waalaikumsallam," sahut Kinara, ia bergegas keluar dari rumah untuk menemui Arka yang sedang menunggunya di depan pintu."Masuk Ka!" lanjut Kinara.Ketika memasuki rumah, Arka melihat Nathan yang tengah bermain sendirian di ruang tamu."Maaf ya Ka, rumahnya berantakan, aku belum sempat membersihkan rumah." Kinara merasa sungkan dengan tamunya, menurutnya rumahnya kini memang terlihat seperti kapal pecah, mengingat Nathan yang selalu kembali membuat mainannya berserakan, walaupun telah berulang kali di bersihkan."Gak masalah," ucap Arka seraya duduk di samping Nathan yang tengah bermain dengan mobil mainannya.Menyadari hal itu, Kin
"Aku boleh makan ini?" ucap Arka seraya menunjuk kue lapis di atas meja yang tersaji di hadapannya."Oh, tentu!" Kinara gelagapan dengan sikapnya sendiri, dia terlalu percaya diri, menganggap Arka masih menyimpan perasaan terhadapnya."Hmm, enak, Kamu mau jual kue ini juga?" ucap Arka dengan mulut yang penuh dengan kue lapis."Iya, menurutmu gimana?"Kinara merasa sedikit khawatir jika kue buatannya kali ini tidak terasa enak seperti sebelumnya, maka dari itu ia meminta bantuan Arka untuk merasakan kuenya dahulu sebelum ia menjualnya."Ini enak, cuma kalau bisa ukurannya di perbesar sedikit ya? biar lebih puas juga makannya," ujar Arka sembari menyengir kuda."Astaga orang ini."Kinara menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa renyah mendengar ucapan Arka, menurutnya Arka tidak pernah berubah, dari dulu dia selalu rakus kalau soal makanan.Drrttt.. Drrttt..Hp Arka terasa bergetar dalam saku jas yang tengah di kenakannya, terlihat nama Risa yang terpampang dari layar hp milik Arka
Tawa itu seketika menghilang, menyisakan kesunyian yang begitu mencekam. Raut wajah panik menyoroti seorang pria yang tengah terdiam, masih duduk di atas tempat tidur pasiennya. Sorot mata tajam itu terasa begitu mengiris, menatap lekat lantai rumah sakit yang berada di bawah tubuhnya."Sayang, ikutlah denganku besok, aku hanya ingin Nathan melihat wajah Ayah kandungnya untuk yang terakhir kali. Tidak ada maksud lain," ucap Kinara. Dirinya berusaha meyakinkan sang Suami yang masih meragukan kesetiaannya.Arka seketika mendongak. Menatap Kinara dengan wajah tak percaya. Mulut itu terasa kaku untuk sesaat, sampai akhirnya memutuskan sesuatu yang tidak dipercayai oleh semua orang. "Baiklah, besok kita pergi ke sana."Saking tidak percayanya, kedua Pengawal dan Risa saling bertukar pandang. Dengan tatapan penuh kebingungan.***Keesokan harinya. Setelah keluar dari rumah sakit. Arka dan Kinara segera berangkat menuju rumah sakit jiwa yang sebelumnya merawat Bayu. Mereka meninggalkan buah
Kinara berharap cemas, ketika mendengar suara langkah kaki beriringan yang semakin mendekati ruangannya. Tubuhnya terasa kaku untuk sekedar berdiri meminta pertolongan. Jahitan di bawah perut masih terasa begitu nyeri hingga menusuk tulang."Mbak Risa, tolong segera panggil Dokter. Arka pingsan," ucapnya dengan suara serak ketika mendapati seorang wanita yang ia kenal baru memasuki ruangan. Nampak seorang wanita cantik yang tengah menggendong anak laki-laki berusia dua tahun. Dua pria bertubuh besar di belakangnya pun ikut panik. Mereka berlari keluar ruangan untuk mencari bantuan dari tenaga medis yang bertugas di sana.Selang beberapa menit, ketiga orang itu kembali dengan seorang Dokter pria yang tengah mengekor di belakang mereka."Tolong bantu baringkan Pasien di tempat tidur, untuk memudahkan saya dalam memeriksa," ujar sang Dokter dengan nada panik.Kedua Pengawal Arka segera membaringkan tubuh atasannya di atas tempat tidur rumah sakit di samping Kinara. Setelahnya mereka berd
Arka membelalak. Risa tidak tahu bagaimana perasaan atasannya saat ini. Dengan kekhawatiran bercampur rasa takut yang amat sangat, bagaimana mungkin dirinya akan pulang meninggalkan sang Istri dan buah hatinya untuk sekedar beristirahat di rumah."Apa ada masalah, Pak?" tanya Risa khawatir saat melihat raut kebingungan dari wajah atasannya."Bisakah kamu menutup mulut? Lebih baik kamu pergi jemput Nathan dan bawa kemari," ucap Arka seraya memegangi kepalanya.Pria tampan dengan kemeja putih yang terlihat lusuh kini melangkah pasti menuju salah satu ruangan rawat di rumah sakit itu.Risa masih membeku di tempat, menatap iba pada punggung lebar sang atasan yang semakin menghilang dari pandangan matanya. Sorot mata penat terlihat begitu jelas dari sana.Wanita yang kini telah mendapatkan kembali kesadarannya, terlentang di atas ranjang rumah sakit dengan membuang muka ketika sang Suami datang menghampiri. Rasa sesak masih terasa memenuhi dada. Setelah pernikahan pertamanya yang kandas ak
Tatapan sendu bercampur dengan kekhawatiran yang terpancar dari wajah lelah itu, membuat Dokter sedikit merasa iba, hingga mengizinkan Arka untuk menemani sang istri yang tengah berjuang antara hidup dan mati ketika berusaha melahirkan buah hati mereka di meja operasi.Dengan pakaian serba hijau dan jaring penutup kepala, Arka berdiri di samping meja operasi. Menatap nanar wajah yang kini tengah terpejam erat. Emosi yang baru saja meledak-ledak mengakibatkan tekanan darah meningkat hingga terjadi eklamsia pada Kinara. Kondisi darurat di mana ibu hamil kehilangan kesadaran hingga mengalami kejang.Memori Arka seketika berputar mundur, mengingat penjelasan sang Dokter mengenai kondisi kesehatan sang Istri yang kini terbaring lemah di meja operasi. Eklamsia bisa membahayakan nyawa ibu dan bayi dalam waktu bersamaan.Arka berlutut menghadap kepala sang Istri, memegangi tangan Kinara yang tengah terlentang dengan erat."Kinara, bangunlah." Satu kalimat itu berulang kali ia ucapkan dengan l
"Tidak! Lepaskan aku! Aku membencimu!" Kinara berteriak kencang seraya memberontak. Ia tidak bisa mengendalikan diri akibat emosi yang membara dalam hati. Rasa nyeri akibat luka lama yang kembali terbuka mengalahkan rasa sakit pada kontraksi pertamanya. Masih terlintas jelas memori otaknya ketika mendapati Arka bermain api di belakang."Aku tidak akan melepaskanmu. Setelah ini aku janji akan menyelesaikan kesalah pahamanmu padaku."Meski kualahan dengan sang Istri yang terus meminta turun dari gendongannya, Arka tidak menyerah, kaki jenjangnya melangkah cepat menuju mobil yang terparkir di halaman perusahaan miliknya. Dengan nafas menderu, ia merasa acuh tak acuh pada beberapa karyawan yang menatapnya terheran-heran.Salah satu sorot mata, nampaknya mampu menerka hal yang begitu membuat sang atasan merasa panik. Hingga ia memutuskan untuk mengekor dengan langkah cepat dari belakang."Pak Arka, apakah Mbak Kinara akan melahirkan?" Terdengar suara panik dari seorang wanita yang dengan c
Drrttt ... Drrttt ....Suara getaran ponsel menghentikan aktivitas mereka. Arka dengan cepat menyambar ponsel yang tengah bergetar di atas meja kerjanya."Pak, Anda harus cepat pergi ke kantor, ada salah satu Klien yang meminta Anda untuk membahas masalah saham perusahaan secepatnya." Terdengar suara panik dari seorang pria dari seberang telepon.Arka dan Kinara terlihat saling bertukar pandang untuk sesaat."Baiklah, saya akan segera pergi ke sana," jawab Arka dengan perasaan gusar sebelum menutup sambungan telepon."Ada apa, Sayang?""Belakangan ini saham perusahaan tiba-tiba turun secara misterius. Banyak Investor yang meminta penjelasan. Aku harus segera pergi," jelas Arka dengan raut wajah panik. Pria itu dengan cepat bangkit dan menyambar kasar jas hitam yang tergantung di senderan meja kerjanya."Tapi kamu bahkan belum beristirahat semenit pun." Kinara menatap khawatir pada tubuh pria yang terlihat panik di depannya.Arka perlahan mendekatkan tubuhnya. Kedua tangannya memegangi
Kinara hanya tertawa kecil. Meski sang suami bersikap seperti itu, dirinya tetap merasa bersalah karena menambah beban pekerjaan untuk suaminya. "Apa kamu lelah? Setelah membersihkan kekacauan ini aku akan memijat punggungmu sebentar.""Tidak! Lebih baik sekarang kamu istirahat. Biarkan Pelayan saja yang melakukan pekerjaan ini."Wajah wanita itu seketika berubah setelah persekian detik. Sorot mata tajam ia layangkan pada suaminya, karena salah menangkap maksud ucapan dari Arka. "Jadi maksudmu, lebih baik Pelayan saja yang memijat punggungmu? Lalu untuk apa menikahiku jika semua bisa dikerjakan oleh Pelayan?"Arka terdiam sejenak sembari mencerna ucapan ketus dari sang istri yang tidak bisa ia tangkap dengan baik. Sikap Kinara terlalu sensitif semenjak kehamilannya. Menjadikannya sering kali berseteru dengan sang suami hanya karena salah menangkap maksud ucapan lawan bicaranya. "Memangnya aku ada salah bicara?""Huh! Sudahlah, aku tidak ingin berbicara denganmu hari ini," ketus Kinara
"Kenapa diam? Ayo tertawa lagi!" ucap Arka lantang dengan gestur menantang.Dua pria berbadan kekar itu seketika terdiam membisu. Tak ada sedikit pun keberanian untuk menampik ucapan sang atasan."Se-sebenarnya, Tuan, kami tidak memiliki saran apa pun untuk hal ini." ucap Tono dengan tubuh yang sedikit bergetar."Apa maksudmu?" Sorot mata tajam nan mengintimidasi mulai dilayangkan pada kedua pria di depannya."Begini, Tuan. Seorang Ibu hamil yang menginginkan sesuatu cenderung tidak bisa dibantah. Jika itu nekat dilakukan, hal itu akan menjadi bumerang bagi diri Anda sendiri."Sorot mata tajam itu kini berfokus menatap arah lain. Otaknya mencoba berpikir keras. Menerjemahkan bahasa yang sedikit tidak ia mengerti."Singkatnya begin, Tuan. Jika Anda menentang keinginan Nyonya, bisa saja Nyonya pergi dari rumah meninggalkan Anda. Karena perasaan hati Ibu hamil cenderung lebih sensitif," jelas Toni ketika berhasil mengumpulkan keberanian beberapa detik yang lalu.Arka membelalak, "Hah? Se
Setelah melakukan ritualnya hingga dua kali di dalam kamar mandi, akhirnya sepasang kaki itu berjalan keluar mendekati sang Istri yang terlihat meringkuk di balik selimut.Air hangat masih terlihat mengucur melalui kaki jenjangnya. Handuk putih masih melilit tubuh bagian bawahnya. Namun lagi-lagi sang Istri merasa enggan untuk didekati."Sayang, bisakah kamu tidur di kamar lain untuk malam ini? Aku benar-benar tidak tahan dengan aroma tubuhmu."Belum juga kedua kaki itu menaiki ranjang. Aktivitas itu sudah dihentikan oleh penolakan sang Istri yang meminta Arka untuk tidur di tempat lain."Astaga, Sayang. Aku sudah mandi, bahkan ini sudah yang ke dua kali loh! Kamu mau aku bagaimana lagi?" pekik Arka frustasi. Kedua tangannya mengacak rambutnya kasar."Sayang, maafkan aku. Tapi sepertinya Anak kamu tidak menyukai aroma tubuh Papanya."Duar!Kalimat itu seolah membuat Arka bagaikan disambar petir di siang bolong. Matanya membelalak, ada perasaan tak percaya dengan apa yang baru saja mem