Rafael masih sibuk dengan persiapannya, matahari sudah hampir tenggelam sepenuhnya. Dia terus menatap matahari dan mempercepat menuliskan rune di tanah. Semakin banyak semakin baik tapi menuliskan rune tidaklah mudah dia baru mendapatkan beberapa buah saja.
“Waktunya tidak cukup,” gumam Rafael yang terus melirik matahari yang sedang berlomba dengannya. Rafael menyerah saat sang surya lebih dulu tenggelam sebelum dia selesai dengan rune terakhirnya. Dia berdiri dan memandang rune yang baru seperempat tergambar.
Tiba-tiba Rafael merasakan seseorang memeluknya dari belakang. Raja terkejut sekaligus cemas dengan pikirannya. Siapa lagi di kota Avari yang akan melakukan hal itu jika bukan Fiona.
“Fiona, lepaskan,” lirih Rafael.
“Tidak mau, katakan dulu kalau kamu kan
Terima kasih untuk para pembaca, selalu dukung penulis dengan memberikan komentar yang membangun dan jangan lupa berikan vote (gems) yang banyak. Love you all
Desa Redstone, tempat dimana gerbang dimensi yang berada di dekat Kerajaan Silverstone. Atas kecepatan pemberitahuan dari Xavier, pasukan sudah bersiap di depan gerbang dimensi sebelum makhluk dunia bawah menyerang. “Aku penasaran seperti apa ya makhluk dunia bawah, apakah seperti iblis bertanduk atau seperti zombie,” ucap Recca yang dari tadi menengok terus gerbang dimensi yang belum juga terbuka. “Diamlah, Recca kalau mereka muncul langsung saja kau serang,” timpal Rainsword. Xavier masih berada di sana, dia hanya memperhatikan saja. Persiapan sudah sangat memadai, pasukan, senjata dan penduduk yang sudah diungsikan di sekitar area Redstone membuat semua berjalan mudah. Setidaknya jika terjadi pertempuran besar, tidak akan ada korban jiwa dari rakyat jelata.
Desa Redstone terpukul, berat rasanya memakamkan sekian jasad dalam hari yang sama. Tapi, seperti itulah perang. Sayangnya musuh mereka sudah mati, dan telah mati kembali. Mayat-mayat hidup yang hancur berkeping-keping berubah menjadi debu saat matahari bersinar. "Kita tidak bisa bertahan jika serangan terjadi lagi," lirih Rainsword. "Kita butuh bantuan bangsa kristal, tidak bisa hanya manusia saja," tambah Recca yang berada di samping Rainsword. Mereka memakamkan para pejuang yang telah gugur. Rainsword melaporkan kejadian tadi malam kepada sang raja. Mereka berhasil bertahan tapi dengan korban yang tidak sedikit pula. Dan luka-luka para korban sulit diobati. "Begitu rupanya, tapi pasukan Elf sudah tidak ada lagi. Awalnya karena ada kau dan R
Yuan berjalan di kastil dunia bawah, dia berpikir kenapa ada di tempat ini sementara sangat jelas dalam ingatannya dia berada di dunia manusia. “Sepertinya sudah mencapai batas,” suara yang familiar terdengar. “Kau?!” Yuan memandang dirinya sendiri dalam wujud lain duduk di singgasana dengan angkuh. “Siapa lagi, lama tidak bertemu diriku,” ucapnya. “Apa yang terjadi?” tanya Yuan mendekati dirinya dalam wujud lain dan duduk bersandar di kursi. “Kau sekarat, jadi jiwamu mencariku,” jawabnya. “Begitu rupanya, itu artinya kita akan mati bersama,” ucap Yuan ringan seakan kematian bukanlah hal yang menakutkan.
Perang membawa kedua anak kembar kembali ke dunia atas, bergabung bersama yang lain. Pasukan dari ketiga kerajaan membuat barisan berharap malam ini tidak sama dengan malam-malam yang lain. Mereka melihat ada harapan dari keberadaan orang-orang yang kemarin membantu mereka. Siapapun mereka tidak menjadi masalah, selama mereka berada di pihak yang sama.“Dengar Yuan, Yui, kita harus segera kembali sebelum matahari terlihat, jangan sampai kejadian kemarin terulang,” saran Rafael mengingatkan si kembar. Keduanya mengangguk tanda mengerti.Light berada di posisinya, tidak seperti Light yang biasa Yui lihat, dia terlihat tangguh dan sosok pemimpin yang dipercaya pasukannya. Pandangan Yui beralih kepada kembarannya, dia juga memiliki aura kepemimpinan yang tak kalah kuatnya. Pasukan manusia mulai mengikutinya tanpa butuh perintah. Kali ini Yui berada bers
Pegunungan Jade, tinggi menjulang dengan lebatnya tanaman dan monster yang ada. Mereka berdua telah sampai di puncaknya. Sepi, tidak seperti yang dipikirkan Rosaline tentang desa naga.“Kau berpikir ada banyak naga di sini?” tebak Pangeran Yuasa.“Ya, ini desa naga seharusnya banyak naga disini,” jawab Rosaline.“Ada, kemarilah.” Pangeran Yuasa mengajak Rosaline masuk ke ruang bawah tanah. Tempat itu tidak terlihat dari permukaan, mereka berada di sebuah ruangan besar yang berada di dalam tanah. Mereka menelusuri lorong gelap dan lembab yang minim cahaya, kemudian tiba di sebuah ruang besar.“Akhirnya kau kembali juga,” suara serak naga yang berbicara dalam bahasa mereka.
Siapa yang siap berperang? Jika ditanya, apakah siap untuk berperang? Semua akan menjawab tidak siap. Bahkan mereka yang saat ini berjalan menyerang juga tidak yakin dengan tindakannya. Mereka hanya mengikuti perintah, takut dan tidak bisa berbuat atas keinginan sendiri.Yuan menatap ribuan pasukan yang menghadang dan melihat kesiapan penduduk yang sudah memegang senjata dengan tatapan takut. Namun, keberanian menjadi muncul saat semua yang mereka kenal maju bersama, saling menguatkan.“Aku belum siap,” lirih Yuan, menelan ludahnya. Ada ketakutan dalam hatinya, dialah yang harus menghadapi sang pembawa petaka tapi saat ini dia belum cukup kuat.“Aku ada bersamamu,” ucap Yui menguatkan Yuan. Dia menggenggam tangan saudara kembarnya, menatap lautan pasukan yang berwarna hitam.
Lenora Isolde, Ratu dari Kerajaan Awan. Sang Penguasa dunia lain, dia tidak pernah ikut campur urusan dunia di bawahnya, baik dunia manusia, dunia kristal apalagi dunia bawah. Dia sang penguasa mimpi dan persimpangan, peramal masa depan.“Apa yang membuat seorang Lenora Isolde turun dari singgasananya?” tanya Rafael yang hampir tidak percaya dengan matanya. Melihat sang Ratu Awan di depan mata.“Persimpangan, kali ini ada banyak persimpangan, bahkan kau juga memiliki persimpangan, Rafael. Hidup atau mati, ah selalu tidak menentu,” jawab Lenora yang kata-katanya bagaikan misteri di telinga Rafael.“Apa Sawatari yang memanggilmu?” tanya Rafael kembali.“Salah satunya, permintaanya akan jiwa Yuasa, kau pasti tahu itu,” j
Rafael tersenyum masam, takdir benar-benar mempermainkannya. Dia bahkan belum jatuh cinta dan hidupnya sudah harus berakhir. Dia juga belum sempat melihat dunianya kembali. Tapi tidak masalah, setidaknya gadis di depannya tidak mengalami rasa sakit yang kini dialami saat ini.“Bukankah seharusnya aku hidup denganmu, Yui,” lirih Rafael yang membuat Yui berhenti terisak.“Paman,”“Aku belum mau mati, jadi tenanglah, aku tidak mudah mati, benarkan,” lirih Rafael yang terus memandang gadis yang selalu menyusahkannya sekaligus mengisi hari-harinya selama ini.“Kenapa baru kusadari, berat rasanya melepaskan gadis ini,” batin Rafael.“Yui, boleh paman memelukmu?&rdquo