Ria masih kepikiran dengan pertemuannya dua hari lalu di tempat panahan. Ia tidak menyangka bahwa Wira dan Hartanto berteman sedekat itu. Bodohnya ia yang langsung bersikap seolah hanya ada dirinya dan Hartanto di sana.
Mungkin jika temannya Hartanto adalah orang lain, ia tidak begitu peduli menunjukkan interaksinya dengan Hartanto. Namun, orang tersebut Wira, loh. Kakeknya sendiri!
Ria mengerti kekecewaan yang dirasakan oleh lelaki tersebut. Ia juga sering merasa kesal jika papahnya lebih memperhatikan Reno dibandingkan dirinya.
Ria mengetukkan kepalanya pada sisi kiri kubikelnya. Ia merasa bersalah, sungguh. Tapi ia tidak tahu harus berbuat apa untuk memperbaikinya. Bahkan Wira tidak pernah menghubunginya. Dirinya juga tidak pernah menghubungi, sih.
"Aarrgghhh." Mengacak-acak rambutnya hingga terlihat seperti rambut singa. Ia tidak memiliki gairah untuk melakukan apapun.
"Kerja, hey! Stresnya ditahan dulu, deadline d
"Perketat penjagaan! Jangan terima paket dari siapa pun mulai sekarang. Makan harus dengan segel dari Papah agar tidak keracunan." Dan masih banyak lagi perintah Antara yang sangat berlebihan."Mulai besok Fikri ikut berjaga di ruangan kamu.""Pah!" teriak Ria dengan refleks. Ia sedang nyaman menjalankan hidup tanpa pengawal 24/7 di sisinya."Atau kamu mau berhenti kerja aja?" Ria menggeram akibat opsi yang ditawarkan sang papah. Tidak ada yang menyenangkan hatinya."Bondan sudah Kakek urus. Dia langsung patuh dan berjanji untuk mengikuti hasil analisis dari OPR internal. Dia juga berjanji untuk tidak mengintimidasi karyawan yang tidak mengikuti perintah anaknya. Putrinya sudah Kakek beri pelajaran melalui Dio," kata Wira menyampaikan hasil pertemuan siang tadi dengan Bondan.Wira ikut makan malam bersama di kediaman Antara. Atau lelaki tersebut akan tinggal bersama mereka mulai sekarang? Ananta tidak pernah ada yang k
[Christian H.] : Selamat pagi, Boo. Lagi ngapain nih? [Christian H.] : Boo Begitu isi pesan yang dikirim Tian sampai puluhan kali. Ria yang sedang bekerja merasa geram dengan getaran ponselnya yang tiada henti. [Ria A.] : bisa diem nggak? Brisik! Tian senang mendapati pesannya terjawab. Ia buru-buru mengetik kembali pesan selanjutnya. [Christian H.] : Booooo, kangen 😌 [Ria A.] : Y Astaga, boo-nya tidak pernah berubah. Selalu jutek jika berbalas pesan. Tak menunggu waktu lama, Tian menghubungi Ria melalui panggilan video. Ria menghirup nafas dalam-dalam, mengeluarkan secara perlahan. Belum cukup mengganggunya melalui pesan, lelaki tersebut malah meneleponnya. Tahu tabiat Tian yang tidak akan menyerah, Ria mengalah dan menjawab panggilan tersebut. Ia sudah menggunakan handsfree pada telinga kanannya, agar volume bicaranya tidak terlalu besar ketika berbicara. "Selamat pagi, Ria-ku, cantikku," sapa Tian dengan sebutan yang menurut Ria menjijikan. Ia mengedikkan bahu merespon per
"Boo, aku udah di lobby," ujar Tian di jam 5 sore sesuai kesepakatan mereka. "Tunggu, lagi rapihin meja dan siap-siap turun. Kamu bawa mobil yang mana?" tanya Ria memastikan agar ia langsung masuk ke mobil. "Porsche kuning." "Porsche kuning mulu. Ganti yang lain, dong. Kamu nggak bosen jemput aku pake itu mulu?" Suara Ria sarat akan kekesalan. Bukannya apa, setiap mereka jalan, Tian selalu menggunakan mobil tersebut. Padahal mobilnya banyak loh. Dan ia seorang Christian Hartanto, seorang artis besar dengan penghasilan tiap tahunnya mencapai ratusan miliar. "Ya gimana dong? Aku udah terlanjur nyaman. Kamu tahu aku orangnya kalau udah nyaman setia hanya pada barang tersebut. Sama kayak aku ke kamu." Perkataan di akhir kalimatnya membuat Ria memutar bola mata malas. "Mau pakai mobil aku aja? Lexus hitam biasa," ujar Ria mengajukan mobilnya untuk mereka gunakan. "Kamu juga apa bedanya? Lexus terus, kayak
Semakin Ria diremehkan, semakin jadi ia menunjukkan hartanya. Seperti keesokan paginya, ia sudah memanaskan mobil Ferrari 599 GTO miliknya yang tertimbun di garasi bawah kediaman Antara. Ia jarang sekali mengendarainya karena tidak begitu menyukai sport car.Seperti kebanyakan barang branded yang dimilikinya, Ria mendapatkan mobil tersebut karena diundang langsung oleh manajer pemasaran Ferrari di Indonesia yang cukup mengenalnya. Mobil yang diproduksi hanya 599 unit secara global tersebut, ditawarkan pada kaum borjuis yang sudah mempunyai nama di kalangan brand ternama, Ria salah satunya.Manajer tersebut kala itu menghubunginya karena mendapatkan kontaknya dari brand Mercedes Benz. Seharusnya tidak boleh menyebarkan seperti itu, namun karena sang manajer butuh menggaet orang-orang royal nan banyak harta, langkah apapun akan mereka tempuh demi mencapai target penjualan.Nama Ria sudah dikenal sebagai target pembeli yang akan mengeluarkan uang cuma-c
"Kenapa belum sampai juga?" tanya Antara heran. Tidak butuh waktu yang lama dari lantai 30 ke lantai 50 letak ruangannya berada.Antara menghubungi kembali ruang OPR. “Sudah jalan belum orangnya?”“Sudah dari 15 menit yang lalu, Pak.” Jawaban dari orang tersebut semakin menambah kecurigaan Antara.Dengan tidak sabar, Antara menghubungi Ria. “Nomor yang anda tuju, sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi.” Suara operator wanita menyambutnya.Entah mengapa, hatinya semakin resah. Apakah putrinya baik-baik saja? Tidak biasanya ia kehilangan kontak seperti ini. Antara berniat menghubungi Randy sebelum kegiatannya terinterupsi oleh seseorang.“Tuan, ada insiden di lift,” kata Andre memberitahunya.“Sudah panggil teknisi?” tanya Antara berusaha tenang.“Sudah. Sudah menghubungi damkar terdekat juga
"Kenapa sosok Lidya jadi hadir dalam halusinasi Ria?" tanya Antara dengan suara besar menandakan bahwa ia sedang marah saat ini.Ardi meletakkan pena ke atas mejanya. Ia sedang berpikir harus berperan sebagai psikiater Ria atau sahabat dari lelaki di hadapannya."Memang hal tersebut bisa terjadi? Dua orang hadir secara bersamaan di dalam halusinasinya. Mengapa tidak satu saja?" Antara bertanya sambil berjalan dari satu tempat ke tempat lainnya. Ia tidak bisa diam ketika sedang gusar."Kamu sedang konsultasi tentang putrimu atau sedang berkeluh kesah pada sahabatmu?" Ardi menyerah, ia tidak tahu harus memposisikan dirinya dimana. Salahnya juga yang menerima permintaan sahabatnya untuk menangani putrinya. Ditambah satu putranya yang menjadi pasiennya juga."Aku nggak tahu." Antara juga tidak tahu dirinya mau apa saat ini.Ardi mengambil rekam medis Ria dan membacanya di atas meja. Ia memutuskan berperan sebagai psikiater
"Tian, Yan, Yan!!!" teriak Jimmy dari ujung lorong dan terdengar hingga satu dorm."Apaan, sih? Berisik." Tian semakin menenggelamkan tubuhnya di sofa bed ruang tengah."Lo nggak ada niatan klarifikasi?""Klarifikasi apa lagi? Udah muak gue klarifikasi terus," jawab Tian dengan kekesalan yang tergambar jelas."Buka twitter, cepat!" perintah Jimmy yang tidak diindahkan Tian. Ia sedang malas memegang ponsel belakangan ini.Jimmy mengalah. Ia memberikan ponselnya yang menampilkan pemberitaan tentang Tian dan kekasihnya. "Lo perhatikan baik-baik!" tekannya yang dituruti oleh Tian."Berita bermula ketika salah satu Wings ada yang menyebarkan foto Tian dan Ria sedang melakukan video call." Januar tiba dan menjelaskan awal mula identitas Ria terbongkar ke khalayak umum."Akunnya tidak diketahui milik siapa, jika dilihat dari posisi dan lokasinya, sepertinya panggilan video ketika Ria di kantor." 
“Sayang. Kamu udah bangun?” tanya Antara dengan sigap ketika melihat pergerakan putrinya dari ranjang pasien.Ria memandang Antara dengan terheran. Ia melihat sekeliling ruangan dan pandangannya terfokus pada seseorang.“Ada berapa orang di ruangan ini?” Antara menyadari putrinya melihat sosok lain karena pandangannya yang hanya terfokus pada satu titik.“Dua.”Menghela nafas lelah dan berusaha tersenyum. Antara berusaha memahami dan mempercayai yang terlihat oleh netra Ria.“Coba bawa ke sini. Papah mau kenalan,” kata Antara berusaha ramah.“Cih, mana mau dia. Dia kan penakut. Beraninya ngomporin aku doang di berbagai situasi,” cibir Ria pada sosok tersebut.“Ria mau cerita sama Papah?” tanya Antara coba memancing Ria mengutarakan perasaannya.“Papah disuruh Dokter Ardi, pasti!” tuduh Ria yang mem
Hai! Sudah sampai kita di penghujung kisah mereka. Terima kasih kepada pembaca yang senantiasa bersedia menunggu cerita ini usai. Maaf jika terdapat plothole dan beberapa kesalahan lainnya. Terutama tidak sesuai ekspektasinya. Maaf jika selama membaca, dari kalian ada yang tertriggered karena gangguan jiwa yang dialami tokoh utama. Saya ingin memberitahu bahwa cerita ini merupakan series alias tidak hanya cerita tentang mereka berdua. Kisah mereka tidak berakhir begitu saja. Akan ada cerita selanjutnya yang mungkin terdapat tokoh pada cerita ini alias Ria dan Tian. Mungkin kisah mereka akan berlanjut di cerita lainnya. Nantikan kisah selanjutnya dari series ini, ya! See you.
Surat ini ditujukan untuk semua anggota keluarga yang sangat aku cintai.Terlihat jadul banget, ya? Masih pakai surat kertas tulis tangan seperti ini, hehe. Pertama-tama aku mau minta maaf dulu sebelum dapat penghakiman dari kalian. Maaf harus mengacaukan kebahagiaan yang sedang menyapa keluarga kita. Maaf untuk kesekian kalinya karena aku bertindak egois.Aku butuh jarak dari ini semua. Aku bener-bener belum bisa menerima keadaan dan status aku yang baru. Maaf karena lagi-lagi aku bertindak egois tanpa memikirkan perasaan Papah dan Kakek yang ingin sekali mengumbar kedekatan dengan Ananta tanpa takut statusnya akan terungkap.Aku butuh berpikir jernih untuk bisa melanjutkan hidupku yang terlanjur berantakan. Bukan karena Ananta yang terungkap ke publik, kok. Memang sudah berantakan dari awal. Banyak yang harus aku luruskan dengan diriku sendiri.Ditambah aku baru aja putus. Sedih, kan? Aku mendapat figur keluarga yan
Entah terlalu lelah atau terlalu malas, Ria langsung tergeletak begitu saja di tengah-tengah ruangan depan. Ia melempar tas sembarang dan merebahkan tubuhnya di lantai. Lantainya bersih tentu saja. Untuk apa Antara mempekerjakan sebanyak itu pembantu rumah tangga jika rumahnya masih saja kotor.Ria masih setengah terkejut mendapati keputusan Tian yang memilih untuk berpisah. Meskipun lelaki tersebut tidak gamblang menyatakannya, namun Ria paham arti dari semua tindakan Tian hari ini. Hal tersebut cukup membuktikan bahwa semuanya telah usai.Ria masih belum menerima alasan dari lelaki tersebut untuk mengakhiri hubungan mereka. Sungguh, Ria masih tidak mengerti sudut pandang Tian. Ia bahkan tidak tahu hal yang membuat Tian merasa begitu tersakiti. Seolah dirinya berselingkuh dari lelaki tersebut.Ria menyipitkan matanya begitu berbagai spekulasi hadir di benaknya. Semakin dipikirkan, semakin sakit kepalanya. Namun ia tidak bisa menerima begitu sa
“Firasatku berkata tuk jauh darimu, lalu kutemui kamu. Tak ku sangka kamu ada di depanku, bermain cinta.” Penggalan lirik lagu dari Geisha membawa Ria tiba di ruang sidang yang akan membacakan putusan terkait kasus penganiayaan dirinya tempo lalu.Ruang sidang terasa ramai karena banyak orang yang menyaksikan mengingat Lita salah satu artis tanah air yang sedang naik daun. Kasihan jika dilihat, baru merintis karir dan mulai merasakan ketenarannya, tapi semuanya harus hilang dalam sekejap mata akibat emosi semata.Berbagai pemberitaan di luar sana semakin menggila terkait kasus yang menimpa Ria, Lita dan sepupunya Tian. Nama Tian juga ikut terseret dalam kasus tersebut, apalagi kalau bukan untuk menaikkan engagement pemilik portal berita online. Ria tidak ingin hal ini merembet pada kehidupan orang lain sebenarnya, namun media dengan segala kontennya.Nama Ria juga tak luput dari pemberitaan terlebih setelah pengakuan langsung dari p
“Lo udah tahu kalau lo kembali viral? Namun dengan pemberitaan yang berbeda,” kata Jimmy memulai percakapannya dengan Ria.Beberapa menit yang lalu, Antara dan Wira meninggalkan ruangan dengan alasan ingin mencari angin. Padahal mereka ingin memberi ruang untuk Ria dan kawannya berbincang. Antara dan Wira senang bisa berinteraksi dengan kawan Ria tanpa perlu takut status Ria terungkap. Mereka harus menunggu 33 tahun lebih sesuai dengan umur Reno, anak tertua untuk bisa mengakui keturunan mereka dengan bangga.Ria menggeleng, kemudian mengangguk. Ia sendiri tidak yakin dengan jawabannya.“Ketika kasus penganiayaan yang menimpa diri lo terkuak ke publik, bersamaan dengan tersangka yang namanya juga diungkap. Besok paginya, Papah lo bikin konferensi pers di depan puluhan wartawan dan mengatakan bahwa putrinya yang menjadi korban dalam kasus tersebut.”“Pelan-pelan. Gue tahu lo biangnya gosip, tapi gue mas
“Ria!” panggil Antara dengan keras begitu mendapati wajah putrinya penuh darah dan lebam di berbagai sisi. Ia bahkan sempat tidak mengenali jika tidak menangkap anting yang dikenakan putrinya yang tidak dimiliki oleh siapapun.Antara berlari menerobos pengawal yang sudah mengepung para pelaku. Tangan Antara gemetar tatkala akan menyentuh pipi Ria. Ikatan tali di tangan dan kaki Ria sudah dilepas, meninggalkan bekas yang sampai terlihat dagingnya. “Ambulan sebentar lagi tiba, Tuan. Kita tidak berani memindahkan Nona, takut semakin memperparah kondisinya,” ungkap salah seorang pengawal, takut Antara salah paham karena mereka yang tidak segera membawa Ria ke rumah sakit.“Pakai helikopter agar cepat sampai.”“Baik, Tuan.”Antara meletakkan tangannya di dada kiri Ria tempat jantung berada. Ia ingin memastikan sendiri bahwa jantung putrinya masih berdetak. Entah apa yang akan terjadi jika
"Gue minta sama lo untuk nggak perlu membela kita di hadapan siapapun," kata Januar dengan tegas. Mereka sedang berkumpul di ruangan yang berisi sofa mengelilingi sebuah meja.Ruangan yang digunakan GMC untuk diskusi sebelumnya, bersebelahan tepat dengan ruangan Ria dan Reno bertengkar. Mereka bukan adu argumen, lebih ke arah Ria yang menghakimi Reno.Semua pertengkaran mereka terdengar jelas oleh GMC. Bahkan mereka menemukan fakta baru bahwa direktur di hadapan mereka saat ini sebelumnya merupakan CEO di Adiwira Holding Inc. Siapa yang tidak mengenal Adiwira? Banyak, karena saking banyaknya produk yang mereka hasilkan. Sehingga orang-orang tidak peduli di bawah naungan perusahaan mana produk tersebut berasal.GMC jadi merasa tidak enak karena membuat kakak beradik tersebut bertengkar. Ria dengan niat baiknya untuk menyampaikan keresahan GMC, namun caranya yang salah. Ia malah terfokus untuk menghakimi Reno, bukannya berdiskusi menemukan solusi
"Semuanya setuju dengan konsep shooting kali ini?" tanya Januar pada GMC yang lain di ruang studio latihan mereka.Tidak ada yang berani menjawab. "It's fine, guys. Sampaikan saja kalau keberatan. Kita punya hak bersuara dan gue sebagai leader yang akan menyampaikan ke atasan." Januar meyakinkan mereka semua untuk tidak perlu menahan pendapat."Gue nggak suka konsepnya. Konten yang kita jual di platform stars punya kualitas seperti siaran TV dengan kamera profesional. Kalau kita sekadar ngevlog dengan kamera biasa atau bahkan ponsel, nggak layak dijual pada platform tersebut. Upload aja di youtube, dapat adsense yang banyak juga mengingat masa Wings yang sangat banyak," ujar Samuel memecah keheningan di antara mereka."Setuju. Wings beli konten premium kita nggak murah, loh. Dan kita harus menampilkan kualitas terbaik yang bisa kita kasih ke mereka. Tahu, sih. Niatnya untuk memberi ruang gerak kita lebih leluasa dan di sisi lain memangkas biaya
“Boo, Pak Reno itu-”“Abang aku. Waktu itu kamu pernah ketemu di LA,” jawab Ria sebelum Tian menyelesaikan perkataannya.“Terus, waktu kalian ke Monokrom, kenapa dia bilangnya orang yang lagi dekat sama kamu?” tanya Tian begitu teringat dirinya yang cemburu dengan Reno.“Nggak salah, kan? Dia Abang aku. Dan kita emang lagi coba mendekatkan diri.”Tian menganggukan kepalanya pertanda setuju. Tidak ada yang salah, sih. Dirinya saja yang cemburu tidak jelas.“Pintu tempat kamu keluar tadi, isinya ruangan apa? Atau itu penghubung ke rumah selanjutnya?”“Ruangan yang lebih private yang tidak boleh dimasuki selain keluarga,” jawab Ria menegaskan bahwa batas orang luar berkunjung hanya sekitar ruang depan dan dibatasi oleh pintu tersebut. Bahkan pintunya tidak memiliki jendela, dan tidak akan bisa terlihat suasana di dalam sana.&ldquo