Hayo lho om Je dibentak gimana istri kecilmu? wkwkwkwk
"Kamu bisa tidak jangan membantahku?"Marsha mengulang perkataan Jeremy yang dianggap membentaknya. Padahal sebenarnya pria itu hanya bertanya tapi memang dengan nada bicara yang naik beberapa oktaf dari biasanya. "Apakah ini tanda-tanda kak Je sudah bosan denganku?" Marsha mulai berpikir berlebihan, dan Zie pun merespon dengan cara berlebihan juga, dia merengkuh bahu Masha dan menyandarkan ke pundaknya. "Sudah-sudah! Aku yakin ini pasti hanya kesalahpahaman biasa." Zie menepuk punggung Marsha secara konstan. Keduanya tidak sadar sedang dipantau oleh orang-orang, termasuk putri sulung Marsha. Serafina menyembul di antara Sean dan Airlangga yang sedang berdiri di depan dinding kaca yang membatasi antara ruang tengah dan halaman. Bocah itu berdecak beberapa kali sambil menggelengkan kepala. "Drama apa lagi ini? Hidupku terlalu banyak drama."Sontak saja Airlangga dan Sean menatap ke sumber suara. Mereka saling lirik dan Serafina pun membuang napas panjang sampai pundaknya turun. "In
"Zie, apa aku boleh menjenguknya?" "Sekarang? Sean, ini masih siang bolong." "Kalau nanti malam, kita pasti akan sama-sama capek." Sean menegakkan badan, dia menggeser tubuh mendekat ke arah Zie lalu tersenyum manis menggoda. Ia mengangguk-angguk memberi kode agar Zie setuju melakukan hohohehe dengannya. Zie gemas, tapi dia juga tidak bisa menolak ajakan mendayung nirwana dengan sang suami. Zie lantas melingkarkan tangan ke leher Sean, dia mengecup sekilas bibir pria itu sebelum dibalas dengan ciuman penuh gairah. Mereka saling membelit lidah, hingga lama kelamaan tangan Zie mulai menarik kaus yang dikenakan suaminya, dan meloloskan kain penutup itu dari tubuh Sean. Mereka masih saling menautkan bibir, sampai pada akhirnya apa yang Sean inginkan akan segera terpenuhi. Dia memegang pinggang Zie yang sudah duduk di atas pangkuan, posisi seperti ini adalah yang paling aman dan dianjurkan oleh dokter kandungan, untuk menghindari perut Zie tertindih atau tertekan. Sean benar-benar sud
Ulangtahun Keenan dan Kenzio pun akhirnya terselenggara dengan sangat meriah. Meskipun hanya keluarga inti yang hadir, tapi pesta itu terbilang cukup seru. Miro dan Serafina sudah cukup membuat orang-orang dewasa terbahak-bahak karena tingkah polos keduanya.Ditemani orangtua mereka masing-masing, duo Ken meniup lilin ulangtahun mereka yang pertama, masing-masing dari mereka mendapat hadiah dan jumlahnya pun sama. Zie buru-buru memberitahu semua keluarga sebelum acara berlangsung, sehingga meski tergesa-gesa, mereka masih bisa menyiapkan hadiah juga untuk Kenzio.“Mereka memiliki umur yang sama, nama yang hampir sama dan jika dilihat wajah mereka pun hampir mirip.” Daniel berseloroh sambil memandang dua bocah yang kini sedang duduk di mobil-mobilan hadiah darinya.Semua orang yang berada di dekatnya pun menoleh, mereka tersenyum menyadari bahwa klan Tyaga sudah dipastikan memiliki penerus. Sama halnya dengan Marsha, perempuan di keluarga Tyaga lebih memiliki kebebasan untuk memilih ja
Zie perlahan menutup pintu kamar Keenan setelah memastikan putranya itu tidur. Ia bersyukur dan merasa puas acara hari ini berjalan sangat lancar, apalagi semua anggota keluarga yang hadir terlihat sangat menikmati pesta. Namun, kini ada satu hal penting yang harus dia kerjakan, hal yang tidak akan bisa membuatnya tidur nyenyak sebelum dilakukan. Zie masuk ke kamar dan menutup pintu pelan-pelan, di sana Sean sudah menunggunya di tepian ranjang sambil menumpukan ke dua tangan ke kasur. Suara gemericik air terdengar karena kamar mandi tidak ditutup rapat oleh Sean. Pria itu tersenyum hangat, dia ingin Zie nyaman, melakukan kewajibannya sebagai istri tanpa beban. “Ken sudah tidur?” “Sudah,”jawab Zie sambil mengurai rambut yang tadi dia cepol sembarangan seusai pesta. “Kita mandi dulu, aku akan memijat punggungmu,”kata Sean. Terdengar sangat mesra, tapi jelas ada udang di balik batu dari niat baiknya itu. Ia ingin mendapat haknya sebelum tidur, seperti apa yang sudah Zie janjian tadi s
Yura bingung, dia menggerak-gerakkan matanya ke arah bawah lalu berkata,”Bukankah kakak memang sudah menandaiku, lihat perutku! Di sini ada anak kakak.” Raiga baru sadar dirinya salah mengeluarkan ancaman, dia melihat ke arah perut Yura dengan kikuk. “Maksudku bukan yang ini,”ucapnya sambil mengusap perut sang istri. “Lalu apa? Semua pria jelas tidak akan ada yang berani mendekat karena tahu aku ini bumil. Ya, meskipun di kampus aku suka memakai baju over size sih. Bisa saja ada yang tidak tahu. Apa mulai sekarang aku pakai baju biasa saja, agar perutku kelihatan?” Pipi Raiga tanpa disangka merona, dia benar-benar malu mengakui bahwa yang dia maksud sebagai menandai adalah mengajak Yura bercinta, bukan penjelasan panjang lebar seperti apa yang istrinya katakan itu. “Apa kamu benar-benar sepolos ini? Atau hanya berpura-pura?” Raiga menjauhkan badan, dia pindai wajah Yura yang menurutnya memang masih sangat muda. “Apa aku sudah menghancurkan masa depannya?” bisiknya di dalam hati. “E
Sean berangkat dengan perasaan jengkel, dia tidak bisa lagi mendebat karena anak dijadikan alasan oleh Zie. Ia tidak mau dicap sebagai papa durhaka, penyebab anaknya yang belum lahir ileran karena keinginan mamanya tidak dituruti. Sean akhirnya setuju untuk hadir di acara resepsi pernikahan Surya, dengan syarat setelah makan pulang, tidak ada acara foto bersama dan bercengkerama dengan keluarga Surya. “Pak Sean, Anda kedatangan tamu.” Resepsionis perusahaan tiba-tiba berlari menghampiri Sean untuk memberitahu. Karena terlalu kesal, dia sampai tidak memperhatikan bahwa Bagus sudah datang dan kini sedang duduk di sofa yang ada di lobi perusahaan. “Halo, Pak!” Bagus mendekat memberi salam. “Aku pikir kamu akan sedikit terlambat karena kita janjian jam sembilan,”ucap Sean. Ia diam-diam memindai penampilan Bagus yang terlihat lebih kurusan. “Aku mendengar kabar duka yang menimpamu dari Zie, aku turut berduka dan semoga kekasihmu tenang di sana.” Bagus memulas senyum tipis, meski nama d
Seperti janjinya semalam, Raiga mengantar Yura pergi ke kampus. Tak hanya itu, dia berkata akan menunggu sang istri sampai selesai kuliah.“Tidak perlu, Kak!”Yura yang awalnya ingin mendekati Raiga dengan berbagai cara, kini malah dibuat bingung sendiri dengan sikap sang suami. Yura memaki diri sendiri di dalam hati, seharusnya dia tidak perlu jujur bahwa kuliahnya hanya sampai jam sebelas.“Tidak apa-apa, aku akan menunggumu di kantin atau perpustakaan. Sana cepat keluar dan belajar! Aku suka ibu anakku rajin,”ucap Raiga sambil membuat gerakan mengusir.Yura menelan ludah, dia menyentuh bagian lehernya yang sudah dia tutupi dengan concealer. Rambutnya sengaja dia gerai agar bekas itu tidak terlihat oleh teman-temannya.Hari itu, Yura sengaja memakai baju biasa, sehingga perutnya yang buncit terlihat menonjol. Ia berjalan mengabaikan tatapan aneh mahasiswa lain, meski kehamilannya adalah buah kecelakaan, tapi dia memiliki suami.Yura tak peduli, sampai tiga gadis yang pernah membulin
Yura diam memandang ke arah jalan raya. Kuliahnya sudah selesai dan sekarang dia sedang menuju tempat di mana Raiga ingin mengajaknya makan siang. Yura masih memikirkan sindirian pedas Gani pagi tadi, dia bahkan tak memiliki kesempatan untuk mengajak Gani bicara karena adik Zie itu menghindar.“Kenapa? Sejak keluar kelas mukamu masam, apa ada tugas dari dosenmu?”Raiga tentu saja menyadari perubahan sikap Yura, dia melirik botol air minum yang ada di pangkuan istrinya itu dan bertanya kenapa Yura sedikit sekali minumnya. Raiga malah menjelaskan perlunya asupan cairan, dia seperti sedang melakukan sesi konsultasi bersama pasien, sampai Yura menyela.“Kak, Gani marah padaku, padahal aku merasa tidak memiliki salah apa-apa.”Raiga diam, dia menghentikan mobil dengan mulus saat lampu lalu lintas menyala merah. Raiga menoleh sang istri, memindai wajahnya yang kebingungan.“Ra, bukankah sudah sangat jelas, dia menyukaimu,”kata Raiga.“Apa?”“Saat kamu masuk UGD, dia sangat ketakutan dan emo