Sebelum Raiga pergi ke rumah sakit, dia yang sedang berdiri di balkon sambil memandang taman rumah yang ada di bawah dihampiri oleh Daniel. Papanya itu sudah berpakaian rapi siap untuk pergi ke perusahaan, tapi masih belum memakai sepatu kerjanya.Daniel berdiri mensejajari Raiga, menumpuk ke dua tangan ke besi pembatas balkon lalu mengedarkan pandangan ke taman yang ada di bawah.“Dulu, Sean dan kamu sering berlarian di sana. Tentu saja sebelum Sean mengalami kejadian penculikan itu dan kembali dengan sikap yang jauh berbeda,”kenang Daniel. “Papa pernah berpikir mungkinkah semua itu salah Papa. Bagaimana seandainya jika Papa bukan bagian dari keluarga Tyaga, apakah Papa bisa membesarkan Sean dengan jauh lebih baik? Sehingga dia tidak perlu mengalami kejadian pahit itu.”Daniel tersenyum ironi, dia tahu bahwa tidak mungkin memutar waktu kembali. Jika dia bukan Daniel Tyaga jelas dia juga belum tentu bertemu dengan seorang Ghea Salsabila.“Jangan menyalahkan diri sendiri, Pa!” pinta Ra
Raiga pun pergi ke rumah sakit karena yakin bisa bertemu dengan Zie di sana. Seperti biasa, wanita itu pasti akan menemani Sean di pagi hari.Raiga mencoba bersikap biasa, bertingkah seolah-olah baik-baik saja setelah membaca surat Sean yang baru saja diberikan oleh sang papa. Ia bertemu dengan Marsha di depan, sepupunya itu duduk sambil bermain ponsel dan tak sadar dia sudah berdiri di depannya.“Ah… Rai, apa kamu ada praktik di rumah sakit ini?” tanya Marsha setelah mendongak untuk memastikan siapa yang datang.“Apa Zie di dalam?”Raiga tak menjawab pertanyaan Marsha, dia menoleh ke arah ruang ICU dan mencebikkan bibir karena sang sepupu tidak langsung membalas pertanyaannya. Raiga tahu, dia harus menjawab Marsha dulu, barulah wanita dua anak itu mau menjawab pertanyaannya.“Aku datang ke sini untuk melihat Sean, apa perlu aku praktik di semua rumah sakit agar ada alasan untuk datang ke rumah sakit,”ketus Raiga. “Sekarang jawab aku, apa Zie di dalam?”Marsha mengunci layar ponsel la
Mirna yang bingung mendengar kalimat putrinya pun meminta Yura mengulangi ucapannya. “Kamu bilang apa?” “Aku dua bulan ini tidak datang bulan.” “Apa?” Mirna membungkam mulut. Ia buru-buru menutup pintu kamar Yura lalu kembali masuk ke kamar mandi. Beberapa menit yang lalu, Mirna baru saja mengantar Aris berangkat kerja, dia heran mendapati Yura tidak turun untuk sarapan bersama, padahal sang pembantu sudah ke kamar untuk memanggil gadis itu. Alhasil setelah Aris pergi Mirna memilih untuk melihat kondisi sang putri ke kamar, dia takut Yura sakit karena tidak biasanya melewatkan sarapan. Mirna sebenarnya sudah ingin melakukannya sejak tadi, tapi sang suami melarang dengan alasan Yura tidak perlu terus-terusan dimanja. “Yura kamu jangan ngaco! Apa kamu melakukan seks bebas?” tanya Mirna. Sebagai keluarga terpandang, ini jelas akan menjadi aib jika sampai benar Yura hamil di luar nikah. “Aku hanya sekali melakukan itu, Ma!” Mirna memegangi dada, mulutnya megap-megap sampai dia har
“Sya, apa-apaan sih kamu?”Zie bingung meladeni sang sahabat. Bukannya berbelok ke kantin, Marsha malah mengajaknya ke poli kandungan untuk mendaftar.“Tenang saja! kita bisa makan sambil menunggu,”jawab Marsha. Ia menarik lengan Zie ke meja pendaftaran dengan tergesa-gesa.“Astaga, Marsha!”Zie akhirnya mengalah. Dia memilih mendaftar seperti apa yang Marsha inginkan, lalu menatap sahabatnya itu dengan raut muka cemberut. Marsha sepertinya senang, dia tertawa-tawa meski Zie mengayunkan tangan dan memukul lengannya karena gemas.“Sudah Zie! Banyak orang,”ucap Marsha untuk menghindari serangan dari istri sepupunya itu.Saat masih bercanda dengan Marsha, Zie melihat Yura dan seorang wanita yang tak lain adalah Mirna seperti disambut oleh seorang dokter. Ketiganya pun berjalan beriringan menuju lift lantas masuk.“Ada apa?” Marsha mencoba melihat ke arah Zie memandang, sayangnya dia tak melihat apa-apa. “Kamu lihat apa sih?”“Aku tidak yakin, tapi sepertinya aku melihat gadis pemilik hel
"Sudah ayo makan! Jangan pikirkan gadis itu dulu, nanti kita datangi rumahnya untuk mengucapkan terima kasih."Marsha sampai menghalangi pandangan Zie yang duduk di sebelahnya, karena sejak tadi Zie terus memandang ke arah lift seolah menunggu Yura muncul dari sana."Iya... Iya aku makan," ucap Zie yang masih saja menoleh. Sedangkan Marsha langsung menahan pipi sahabatnya itu.Di ruangan dokter Woro, Yura dan Mirna masih duduk dan sama-sama terdiam. Beberapa saat yang lalu Yura menceritakan semuanya ke dua wanita yang sedang bersamanya ini. Ia bahkan dengan polosnya berkata tidak menyangka bisa hamil padahal baru sekali melakukan itu.“Begitulah Tuhan kalau ingin menegur hambanya, kamu itu nakal, tidak pernah beribadah. Lihat di luaran sana! banyak pasangan suami istri yang sudah lama menikah tapi belum juga mendapat keturunan,”amuk Mirna. Ia baru saja menenggak obat sakit kepala karena pening memikirkan nasib putri kesayangannya.“Kamu membuat aib Yura,”imbuhnya.Yura diam seribu bah
Zie galau, dia keluar dari ruang pemeriksaan dengan wajah murung. Entah kenapa suasana hatinya berubah, bukankah seharusnya dia bahagia karena hasil USG yang baru saja dia lakukan, menunjukkan ada kantung janin di rahimnya.“Zie, kenapa kamu malah lemas seperti ini? apa kamu tidak senang mengandung adik Ken?”Marsha merasa bersalah, ini karena dia lah yang memaksa Zie melakukan pemeriksaan tadi. Wajahnya yang ceria pun seketika ikut murung. Menyadari hal ini, Zie pun mencoba menenangkan.“Aku senang, Sya. Aku juga bersyukur karena akan mendapat anak lagi, hanya saja aku sedikit menyayangkan, kenapa anak di antara aku dan Sean selalu hadir di saat yang tidak tepat,”ucap Zie. Ia memaksakan senyuman, sedangkan Marsha hanya bisa memandang iba.Dua wanita itu masih dia di sekitar area poli kandungan, hingga Zie melihat Yura dan Mirna yang berjalan menuju pintu keluar. Zie bergegas mengejar, dia benar-benar ingin mengucapkan terima kasih ke Yura karena bantuannya dua bulan yang lalu.“Maaf!
“Saya akan turun, Anda di mana? saya akan menemui Anda,”ucap Raiga. Meski masih bingung, tapi menyadari ponsel Zie berada di tangan wanita itu membuatnya merasa cemas.Mirna mengembalikan ponsel Zie, dia tak mengucapkan sepatah katapun dan membiarkan Zie kebingungan dengan sikapnya. Sementara itu, Yura tidak berkutik. Ia hanya bisa pasrah, memikirkan perbuatannya dan Raiga yang dia yakini hanyalah sebuah kecelakaan.Mirna dan Yura masih berada di lobi menunggu Raiga, sedangkan Zie langsung kembali ke ruang ICU bersama Marsha karena tidak ingin meninggalkan sang suami terlalu lama sendiri.“Aku harus menjemput Sera di sekolah, kamu tidak apa-apa ‘kan balik sendiri?” tanya Marsha setelah mereka agak menjauh dari Yura dan ibunya.“Hem, aku sudah biasa sendiri menemani Sean, jadi jangan cemas!” Zie menepuk lembut lengan Marsha, mengucapkan terima kasih karena sahabatnya itu membawakan makanan yang enak untuk mengisi perut dan bahkan menemaninya memeriksakan kandungan.Zie melambaikan tang
Zie masuk kembali ke ruang ICU. Ia tanpa sadar memegang bagian perutnya sambil berjalan mendekat ke ranjang Sean. Bibirnya tersenyum tipis, antara haru dan sedih dia rasakan dalam satu waktu.Zie merasa de javu, dia seperti harus mengulang perasaannya. Bedanya, dulu dia dan Sean tidak memiliki hubungan dan pria itu bisa diajak bicara, sedangkan sekarang mereka adalah pasangan tapi Sean sedang dalam kondisi tak bisa diajak komunikasi.“Sean, aku baru saja ke dokter kandungan, kamu tahu? Ken, akan punya adik. Aku hamil,”bisik Zie di telinga Sean.Ia mengusap rambut sang suami lembut, membirkan saja air matanya menetes membasahi pipi karena rasa haru dan kesedihan yang dia rasakan.“Aku ingin kita mendengar detak jantungnya bersama, kamu mencintaiku ‘kan Sean? Bangun ya! aku dan anak-anak kita sangat membutuhkanmu,”ucap Zie lagi.Ia terdiam di sisi ranjang Sean dan berdoa. Setelah itu Zie mengambil buku yang hari itu dia bawa, lalu membacakannya untuk Sean seperti biasa. Zie memegang buk
Hari itu Sean dan Zie menemani Lea bermain bersama Keenan di taman. Putra dan putri mereka itu tampak bermain prosotan juga ayunan bersama. Zie duduk tidak jauh dari mereka, dia sangat bahagia melihat Keenan dan Lea yang begitu akur. “Yura masih bersikeras tidak mau melihat kondisi ayahnya. Dia tampaknya sekarang benar-benar tidak peduli,” ucap Zie dengan tatapan tertuju ke Keenan dan Lea. Sean menghela napas kasar, hingga kemudian membalas, “Yura masih menganggap kalau kecelakaan yang menimpanya dulu memang disengaja. Sampai sekarang Yura juga sangat yakin jika pak Aris memang dalangnya, padahal yang sebenarnya itu murni kecelakaan. Kakaknya saja yang sengaja membuat isu itu agar Yura membenci papanya, kemudian pergi dan tidak mengharapkan warisan karena terlanjur benci.” Sean menjelaskan panjang lebar akan fakta yang memang diketahuinya. “Hem … tapi Yura sebenarnya juga sudah tahu, dan dia bilang tidak butuh warisan. Buatnya yang terpenting bisa hidup tenang dan Raiga terus mencin
Setelah perbincangan malam itu, hari berikutnya Yura dan Raiga pun menemui Mita yang sudah kembali masuk penjara. Di sana mereka bicara di ruang khusus yang memang disediakan untuk menjenguk narapidana.“Kami sengaja ke sini karena ingin meminta izin darimu. Kami berniat mengadopsi bayimu,” ujar Yura menyampaikan maksud kedatangannya dan sang suami, sesuai dengan apa yang sudah mereka sepakati.Mita terkejut mendengar ucapan Yura, bahkan menatap mantan teman kuliahnya itu seolah tidak percaya.“Aku akan meminta pengacara untuk menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Kami juga akan memberimu sejumlah uang, agar nanti saat kamu keluar dari penjara, kamu bisa memulai hidup baru yang lebih baik,” ucap Raiga.“Kamu harus berjanji, tidak akan pernah bertanya, mendekati, atau berpikir untuk melihat anak itu lagi, setelah kamu setuju untuk melimpahkan hak asuhnya kepada kami.”Raiga sengaja menegaskan agar Mita tidak sembrono dan dikemudian hari mengakui anak itu sebagai anaknya.Mita hany
“Tapi memangnya Lea boleh punya adik?” tanya Lea ke Yura, dia menatap wanita itu penuh harap.Yura menoleh Ghea, hingga kemudian mencoba memanfaatkan keinginan Lea untuk membujuk Raiga.“Kalau gitu ngomong ke papa, bilang Lea mau bayi ini jadi adik Lea. Gimana?” Yura mencoba memprovokasi karena mungkin jika Lea yang meminta hasilnya akan berbeda.Lea terlihat senang, hingga kemudian kembali menatap bayi Mita.Raiga baru saja selesai menangani pasien, dia cukup terkejut melihat Yura, Ghea, dan Lea di sana, karena mereka tidak mengatakan jika akan berkunjung ke klinik.“Papa.” Lea langsung berlari ke arah Raiga, kemudian meminta gendong.Raiga pun senang, dia menggendong Lea bahkan mencium pipi bocah itu penuh kasih sayang.“Kenapa kalian tidak memberi tahu kalau mau ke sini?” tanya Raiga sambil menggendong Lea. “Hanya kebetulan mampir, sekalian mau melihat bayinya Mita, katanya ada di sini,” jawab Ghea.Raiga menoleh ke bayi Mita yang tampak menggeliat di dalam box, kemudian kembali me
“Harusnya kita makan siang bukan makan sore seperti ini.” Raiga tampaknya merasa kasihan ke Yura yang harus menunggu dia membantu persalinan Mita tadi. “Tidak apa-apa, aku masih bisa menahan rasa lapar, lagipula aku senang melihat kakak bisa membantu persalinan ibu hamil dengan selamat.” Yura tersenyum lebar. Ia bahkan menyodorkan sendok ke depan mulut Raiga, dan pria itu tanpa ragu menerima suapannya. “Polisi tadi datang ‘kan?” Tanya Raiga. Masalah Mita sepertinya menjadi topik yang menarik untuk mereka bahas. Baik Raiga dan Yura tak menyangka kalau Mita berujung menjadi PSK dan hamil anak salah satu pelanggannya. Karena membahas soal bayi yang baru saja dilahirkan wanita itu, Yura pun memberanikan diri untuk bertanya bagaimana kalau mereka mengadopsi seorang bayi. Bukankah banyak anak yang butuh orangtua asuh di luaran sana. “Bagaimana menurut kakak? Apa kita harus mengadopsi anak?” Mendengar pertanyaan itu, pikiran Raiga pun langsung tertuju ke Mita. Mungkinkah Yura ingin men
Enam Bulan KemudianHari itu Yura baru saja mengantar Lea yang kemarin menginap bersamanya ke rumah Zie. Dia berada di mobil dan kini sedang menelepon Raiga. Setelah masalah Lea selesai hubungan mereka masih sangat harmonis. Riaga sendiri kini sudah tidak bekerja di rumah sakit karena fokus mengurus klinik bersalin miliknya sendiri.“Apa kakak sibuk? Aku sudah mengantar Lea ke apartemen kak Zie. Bagaimana kalau kita keluar untuk makan siang bersama?” tanya Yura.Dia seberang sana, Raiga tampak memulas senyum bahagia sambil membubuhkan tanda tangan ke berkas yang dipegang oleh perawat.“Tentu, aku tidak mungkin menolak ajakan makan siang dari wanita —yang selalu bisa membuatku merasa menjadi pria paling beruntung di dunia," jawabnya merayu.Yura pun tertawa mendengar ucapan Raiga, pria itu senang sekali menggombal dan membuat hatinya berbunga-bunga. Jika dipikir lagi, mungkin ini adalah hikmah dari kejadian yang menimpa rumah tangga mereka. Bukannya renggang hubungan keduanya malah ber
Hari berikutnya, baik Yura dan Zie terlihat sudah bisa menjaga perasaan dan sikap masing-masing. Keduanya bertatap muka meski tidak saling sapa, tapi tidak seemosi semalam. “Mama.” Lea langsung mendekat ke Yura, bahkan langsung memeluk wanita itu. Zie sedikit iri melihat hal itu, tapi dia mencoba menahan diri meski ada rasa sesak yang tak terelakkan melihat Lea yang memeluk Yura penuh kasih sayang. “Lea mau mandi, sambil main busa,” celoteh anak itu. Yura pun mengangguk sambil tersenyum, dia kemudian menggandeng Lea untuk pergi mandi, sedangkan Zie hanya bisa memandangi keduanya, tanpa bisa berbuat apa-apa karena takut membuat Lea sedih. Saat sudah berkumpul untuk sarapan bersama, mereka bersikap wajar meski wajah mereka terlihat begitu tegang. “Aku minta izin untuk bermain dengan Lea sebentar, Kak. Setelah itu baru kita bicara,” ujar Yura ke Zie. Ia memulas senyum tipis saat sang kakak ipar menganggukkan kepala tanda setuju. Yura pun mengajak Lea ke halaman samping. Dia sama se
Raiga tidak bisa berkata-kata saat Sean menghajarnya. Seolah pasrah, Raiga membiarkan kakaknya itu memukul wajahnya bertubi-tubi. Zie hanya diam dan Yura pun masih syok sekaligus bingung. Tak tinggal diam, Daniel mencoba melerai dan menjauhkan Sean yang masih memukuli Raiga. “Sudah, kalian seharusnya tenang! Kasihan Lea jika tahu kalian begini. Seharusnya kalian bicara baik-baik agar Lea tidak terkejut atau bingung dengan fakta sebenarnya,” ujar Daniel yang tidak berniat membela salah satu dan berusaha menjadi penengah. Sean pun akhirnya menjauh dari Raiga, tapi tatapan pria itu jelas masih penuh amarah. “Kalian menginaplah di sini dulu. Besok setelah kalian sedikit tenang, kita bicarakan lagi masalah ini dengan baik-baik, serta memikirkan bagaimana ke depannya,” ujar Daniel ke Zie dan Sean. Sean melirik Zie yang mengangguk tanda setuju dengan ide Daniel, hingga akhirnya mereka pun menginap di sana malam itu. Lea sendiri tidur dengan Keenan, Daniel, dan Ghea agar tidak lagi terjad
Setelah menembus jalanan yang sedikit sepi, Sean dan Zie pun sampai di rumah Daniel. Di sana Yura menyambut hangat mereka, meski Zie dan Sean hanya memasang wajah datar.“Ken, ajak Lea main di kamarnya, ya,” pinta Sean ke sang putra.Keenan pun mengangguk, sedangkan Ghea langsung mengajak dan menemani keduanya pergi ke kamar yang terdapat di lantai atas.“Ra, kita perlu bicara!” ujar Sean.Yura bingung karena sikap Sean dan Zie yang berbeda, apalagi Zie terlihat sedih, hingga kemudian membiarkan saja Keenan dan Lea pergi ditemani sang mertua, sedangkan dia ikut Sean dan yang lain ke ruang keluarga untuk bicara.Mereka kini sudah duduk bersama, Yura sendiri menangkap gelagat aneh dari kakak iparnya.“Kami ingin membicarakan sesuatu. Meskipun menyakitkan, tapi kamu harus tahu kalau Raiga selama ini memiliki kebohongan besar,” ujar Sean sambil memberikan ekspresi wajah datar.Yura mencoba menyiapkan hati dengan hal yang akan didengar selanjutnya, meskipun tangannya kini sudah terlihat g
Hari itu adalah hari Yura wisuda. Binar kebahagiaan tampak jelas di wajahnya. Apalagi Raiga datang ke sana bersama Lea. Bocah itu memakai kebaya yang mirip dengannya, Daniel dan Ghea juga hadir sebagai orangtua. Mereka begitu bahagia melihat Yura yang akhirnya bisa menyelesaikan study-nya.Setelah acar seremonial selesai, mereka pun berfoto bersama, Yura terlihat bahagia karena semua orang memberinya selamat, termasuk Lea yang tampak bangga ke prestasi yang diraihnya.“Papa sudah memesan tempat di restoran untuk kita merayakan kelulusan Yura,” ucap Daniel.Yura semakin bahagia karena keluarga sang suami sangat baik, tidak pernah membedakan antara anak dan mantu. Namun, saat tiba di restoran dan sampai waktu makan tiba, Zie, Sean, dan Keenan tidak terlihat di sana, tentu saja hal itu membuat Yura bertanya-tanya.“Apa Kak Sean dan Kak Zie tidak Papa undang?” tanya Yura. “Sean sibuk dan Zie juga, jadi mereka tidak bisa datang," jawab Raiga membuat alasan.Yura pun memaklumi, hingga kem