Bawangnya dikit lagi ya, aku harap kalian bisa rasain gimana cinta Zie dan Sean, huaaaaaaaaaa
Daniel dan rombongan tiba hampir tengah malam. Ghea yang cemas dengan kondisi putra sulungnya bergegas ingin melihat Sean di kamar inap. Namun, saat sampai di sana dia memilih untuk mundur melihat Sean dan Zie sedang tidur sambil berpelukan.“Lebih baik kita pulang, besok pagi kita ke sini lagi untuk melihat keadaan Sean,”ucap Daniel untuk membujuk sang istri.Ghea pun akhirnya setuju, tapi sebelum itu mereka mengobrol lebih dulu dengan Raiga yang masih berada di sana. Raiga menjelaskan kondisi sang kakak, dia tak sedikitpun menyembunyikan apa yang dia tahu dan menceritakan penjelasan dokter Billy dengan detail.“Koma? Maksudnya Sean tidak akan bangun? dia tidak hidup juga tidak mati?”Ghea bertanya ke Raiga tapi tak ada jawaban, dia yang tak sabar bahkan sampai mendekat dan mengguncang tubuh putra bungsunya itu agar mau menjawab.“Jawab, Rai! Kenapa diam saja? jawab Mama!” bentak Ghea.“Ma, jangan begini! Mama pikir aku juga tidak sedih, aku juga takut dia tidak akan bangun lagi,”uca
"Zie, makan dulu!"Gia membujuk sang putri yang sejak tadi duduk di kursi selasar di depan ruang operasi. Zie memeluk Ken yang tidur di pangkuannya, dia menggeleng menolak dan berkata tidak lapar. Operasi Sean sudah berjalan lebih dari setengah jam, tapi bagi Zie rasanya seperti hampir setengah hari. Mertua dan papanya pun nampak prihatin melihat kondisinya. Airlangga bahkan sedih membayangkan nasib sang cucu kesayangan. Karena ditolak oleh Zie, Gia menoleh ke Airlangga seolah meminta bantuan untuk membujuk putrinya. Namun, pria itu malah menggeleng seolah memintanya diam dan kembali duduk. "Kalau begitu, sini biar Mama gendong Ken!" Gia mengulurkan tangan dan Zie memberikan Keenan yang ada dipelukan, setelah itu Zie menunduk memegangi dua sisi kepala, dia memejamkan mata sambil berdoa, sampai seorang perawat mendekat dan membuat semua orang yang berada di sana terdiam. Zie yang merasa keadaan berubah sunyi pun mengangkat kepala. Ia heran, apalagi saat perawat itu mendekat dan me
Daniel sendiri langsung membaca surat yang tertulis namanya dan Ghea. Ia sudah bisa menebak bahwa isinya pasti permohonan untuk menjaga Zie dan juga Keenan. Ya, itu semua benar. Sean bahkan meminta semua harta miliknya diberikan ke istri dan anaknya jika sampai hal yang buruk terjadi padanya. Ghea menyambar surat dari tangan Daniel, dia membacanya lantas jatuh merosot terduduk di lantai yang dingin. Sementara itu, Airlangga memilih memeluk Gia dan menyembunyikan wajah ke pundak sang istri. Airlangga mengusap kepala Keenan yang berada di pangkuan Gia dengan dada yang terasa berdenyut nyeri. Meskipun tidak tahu apa isi dari surat yang dibaca oleh Zie dan juga Daniel, tapi dia yakin pasti sangat menyakitkan. Raiga yang baru saja kembali dari membeli makanan untuk semua orang pun dibuat kaget. Ia menjatuhkan kantung plastik di tangan dan berlari mendekat ke sang mama. Raiga pikir operasi sudah selesai dengan hasil yang tidak diharapkan oleh semua orang. Pria itu bingung, menoleh Zie yang
Yura gelisah. Sejak pulang bersama keluarga Daniel, dia tak sedetikpun melupakan sosok Raiga. Wajah pria itu saat mencemaskan Sean terus terbayang di benak Yura, dari sana dia bahkan bisa mengambil kesimpulan bagaimana sifat Raiga. Yura berada di kamarnya sambil memeluk guling siang itu, dia sedikit tak percaya karena saat pulang Daniel juga mengantarnya sendiri, padahal pria itu pasti sangat ingin langsung melihat kondisi putranya di rumah sakit.Namun, meski dirinya sudah berbuat baik, tapi tetap saja Aris menghukumnya. Yura tidak diperbolehkan keluar rumah selama seminggu.“Bagaimana kabar pria itu? dia pasti baik-baik saja ‘kan? kasihan anaknya masih bayi,”gumam Yura. Ia tak sadar sang mama sedang mengintip dari pintu dan melihatnya berbicara sendiri.“Kenapa Yura berbicara sendiri? jangan-jangan dia stress karena dihukum?”Tak bisa dipungkiri, Mirna – ibunda Yura adalah salah satu sosok yang membuat gadis itu sangat manja. Meski bukan satu-satunya anak, tapi Yura adalah satu-satu
Zie sudah siap, dia memakai baju rapi dan hendak pergi ke rumah sakit untuk menemani Sean seperti biasa, tapi berlari ke kamar mandi kembali. Wanita itu membuka keran wastafel dan menumpahkan sarapan yang sudah masuk ke perutnya sejam yang lalu. Zie merasa kurang enak badan, kepalanya terasa pusing sejak dua hari ini. Ia berjalan keluar kamar mandi sambil mengusap mulut dengan tisu, lantas mengambil obat masuk angin di dalam laci.Dua bulan sudah Sean terbaring dalam kondisi tak sadarkan diri, dua bulan juga Zie memilih cuti bekerja dari perusahaan papanya untuk fokus merawat sang suami. Badan Zie nampak lebih kurus, mungkin karena dia harus bolak-balik siang dan malam menjaga Sean dan Keenan bergantian. Meski Keenan sudah ada yang menjaga, tapi dia tidak bisa mengabaikan putra semata wayangnya itu.“Zie, wajahmu pucat sekali.”Gia yang memilih pindah untuk menemani sang putri tinggal di rumahnya pun cemas, dia memberikan Keenan ke gendongan pengasuh dan mendekat untuk mengusap pipi s
Sebelum Raiga pergi ke rumah sakit, dia yang sedang berdiri di balkon sambil memandang taman rumah yang ada di bawah dihampiri oleh Daniel. Papanya itu sudah berpakaian rapi siap untuk pergi ke perusahaan, tapi masih belum memakai sepatu kerjanya.Daniel berdiri mensejajari Raiga, menumpuk ke dua tangan ke besi pembatas balkon lalu mengedarkan pandangan ke taman yang ada di bawah.“Dulu, Sean dan kamu sering berlarian di sana. Tentu saja sebelum Sean mengalami kejadian penculikan itu dan kembali dengan sikap yang jauh berbeda,”kenang Daniel. “Papa pernah berpikir mungkinkah semua itu salah Papa. Bagaimana seandainya jika Papa bukan bagian dari keluarga Tyaga, apakah Papa bisa membesarkan Sean dengan jauh lebih baik? Sehingga dia tidak perlu mengalami kejadian pahit itu.”Daniel tersenyum ironi, dia tahu bahwa tidak mungkin memutar waktu kembali. Jika dia bukan Daniel Tyaga jelas dia juga belum tentu bertemu dengan seorang Ghea Salsabila.“Jangan menyalahkan diri sendiri, Pa!” pinta Ra
Raiga pun pergi ke rumah sakit karena yakin bisa bertemu dengan Zie di sana. Seperti biasa, wanita itu pasti akan menemani Sean di pagi hari.Raiga mencoba bersikap biasa, bertingkah seolah-olah baik-baik saja setelah membaca surat Sean yang baru saja diberikan oleh sang papa. Ia bertemu dengan Marsha di depan, sepupunya itu duduk sambil bermain ponsel dan tak sadar dia sudah berdiri di depannya.“Ah… Rai, apa kamu ada praktik di rumah sakit ini?” tanya Marsha setelah mendongak untuk memastikan siapa yang datang.“Apa Zie di dalam?”Raiga tak menjawab pertanyaan Marsha, dia menoleh ke arah ruang ICU dan mencebikkan bibir karena sang sepupu tidak langsung membalas pertanyaannya. Raiga tahu, dia harus menjawab Marsha dulu, barulah wanita dua anak itu mau menjawab pertanyaannya.“Aku datang ke sini untuk melihat Sean, apa perlu aku praktik di semua rumah sakit agar ada alasan untuk datang ke rumah sakit,”ketus Raiga. “Sekarang jawab aku, apa Zie di dalam?”Marsha mengunci layar ponsel la
Mirna yang bingung mendengar kalimat putrinya pun meminta Yura mengulangi ucapannya. “Kamu bilang apa?” “Aku dua bulan ini tidak datang bulan.” “Apa?” Mirna membungkam mulut. Ia buru-buru menutup pintu kamar Yura lalu kembali masuk ke kamar mandi. Beberapa menit yang lalu, Mirna baru saja mengantar Aris berangkat kerja, dia heran mendapati Yura tidak turun untuk sarapan bersama, padahal sang pembantu sudah ke kamar untuk memanggil gadis itu. Alhasil setelah Aris pergi Mirna memilih untuk melihat kondisi sang putri ke kamar, dia takut Yura sakit karena tidak biasanya melewatkan sarapan. Mirna sebenarnya sudah ingin melakukannya sejak tadi, tapi sang suami melarang dengan alasan Yura tidak perlu terus-terusan dimanja. “Yura kamu jangan ngaco! Apa kamu melakukan seks bebas?” tanya Mirna. Sebagai keluarga terpandang, ini jelas akan menjadi aib jika sampai benar Yura hamil di luar nikah. “Aku hanya sekali melakukan itu, Ma!” Mirna memegangi dada, mulutnya megap-megap sampai dia har