Sisil berjalan cepat menuju studio musik. Wanita itu berjalan sambil membawa tabletnya di tangan kanan. Setelah memanggil semua personel Evolution, dia lalu mengajak mereka duduk di kursi panjang yang ada di dekat satu set drum.“Ada apa, Sil?” tanya Endra.“Rencananya buat konser Evolution kan kita mau bawain lima belas lagu,” kata Sisil, “nah gue kan udah ngadain poling kemaren. Dan hasilnya lagu yang terpilih adalah ini.”Sisil menyodorkan tabletnya kepada Zevan. Setelah puas melihat, Zevan lalu mengoper tablet Sisil ke Jojo, Raden dan Okan.“Gimana kalian sepakat nggak buat bawain lagu itu di konser?” tanya Sisil.Zevan mengangguk. “Gue sepakat sih,” katanya.“Yang lain gimana?” tanya Sisil, “barangkali ada lagu lain selain yang ada di list itu yang pengen kalian masukin, nggak apa-apa loh diganti.”“Gue pengen nambahin satu lagu sih sebenernya,” kata Raden.“Lagu apa?” tanya Sisil.“Lagu di album pertama Evolution,” sahut Raden, “yang judulnya Hancur Oleh Cintamu.”Sisil mengangg
Bukannya menjawab pertanyaan Dania, Fathan malah tertawa.Dania mengambil centong yang ada di meja. Dia melemparkan centong itu ke Fathan, tapi meleset. “Lo ditanyain bukannya jawab malah ngetawain. Maksud lo apa?”Fathan malah tertawa lebih keras. Dia sampai memukul-mukul meja. “Gue nggak nyangka ya Dania yang selalu jutek dan jahat ternyata bisa luluh juga sama cowok,” katanya dengan masih ada sisa tawa.Dania tak menyahuti Fathan. Dia malu sekali.“Mana muka lo pas ciuman sama cowok lo kayak orang sange banget lagi,” Fatha melanjutkan meledek Dania.“Fathan! Bisa diem nggak,” omel Dania, “atau kamu aku usir!”“Cie ngancem,” kata Fathan. Dia lalu mengambil sepotong roti lagi, “ini rumah Bude sama Pakde, bukan rumah kamu. Berani-beraninya ngusir-ngusir.” Dia lalu berjalan meninggalkan dapur.***Dania menyiapkan satu demi satu kostum personel Evolutioner yang akan dipakai untuk pemotretan. Dia menggantung kostum itu di ruang ganti, memastikan tak ada satu pun yang kusut. Setelah tuga
Setelah Endra meninggalkan ruangannya, Karra menghembuskan napas panjang. Dia lalu duduk termenung. Dia sedikit kesal karena perubahan penampilannya tak membuat Endra tertarik. Padahal, dia berencana membuat Endra kagum padanya. Atau minimal setidaknya sekali saja lai-laki itu tidak memandangnya sebagai sekertaris melainkan seorang wanita dewasa yang menaruh perasaan padanya.Karra lantas mengambil ponselnya yang dia taruh di saku blus. Dia lalu membuka aplikasi Instagramnya. Sejak Endra memberitahu kalau laki-laki itu mempunyai hubungan spesial dengan Dania, Karra selalu menstalking akun Instagram gadis itu. Sekarang pun dia melakukan hal yang sama.Karra melihat satu demi satu foto Dania yang ada di Instagram. Kalau dipikir-pikir, dania memang cantik. Body gadis itu juga bagus. Tapi, gadis itu terlihat cuek dengan penampilannya. Beda dengan Karra yang merasa ada yang kurang kalau tak menggunakan riasan meski hanya untuk pergi ke minimarket yang jaraknya seratus meter dari rumah.Mem
“Kenapa nunduk?” tanya Endra, dia lalu mengangkat dagu Dania.Dania tertawa. “Jangan liatin kayak gitu!” kata Dania.Endra tersenyum geli. “Kenapa?” tanyanya. Dia tak juga mengalihkan pandangannya dari wajah Dania meski tahu gadis itu salah tingkah.“Ih, pokonya gak suka,” kata Dania. Dia lalu mengalihkan wajah Endra dengan kedua tangannya.Endra tertawa. “Yaudah ... yaudah, “katanya, “aku pulang dulu. Ini udah malem kayaknya.”Dania mengangguk.“Gitu doang?” tanya Endra.“Terus apa dong?” tanya Dania. Dia tertawa.Endra menunjuk bibirnya dengan jari telunjuk.Dania tersenyum. Dia lalu berjinjit. Dia mencoba memberikan apa yang Endra minta. Namun, tepat saat bibir mereka akan bersentuhan, pintu rumah Dania dibuka. Refleks, Dania segera menarik kepalanya.“Eh, Ibuk, Dania kira udah tidur tadi,” kata Dania.“Sebenarnya sudah mau tidur, tapi Ibu kepikiran kamu yang nggak masuk-masuk rumah padahal sudah malem,” kata Talia. Wanita itu lalu beralih memandang Endra, “Nak Endra masih di sini?
Dania berpindah duduk di dekat Rita.“Emangnya Fathan ngomong apa sih?” tanya Dania, “gue masih belum jelas tadi dengerin cerita lo di telfon soalnya lo ngomongnya sambil nangis.”Rita menghembuskan napas panjang. “Awalnya Fathan itu ngelihat anak dari desainer yang bajunya gue pakai foto sama gue,” kata Rita, “terus dia marah-marah.”“Bentar deh, berarti dia dateng ke lokasi pemotretan lo?” potong Dania.Rita menggeleng. “Enggak,” katanya, “Dia lihat di Instagram gue karena gue ditag sama anaknya desainer itu.”Dania mengerutkan kening. “Oh iya sih, si Fathan minta password Instagram lo ya,” katanya setelah ingat.“Pas Fathan nelfon itu padahal gue udah jelasin ke dia kalo itu anaknya desainer dan dia masih bocah pula. Tapi Fathan nggak mau tahu. Dia tetap marah sama gue. Dan dia bilang mau nyamperin ke apartemen gue.”“Tunggu, masih bocah?” ulang Dania, “maksud lo masih anak kecil? Masih SD gitu. Kok bisa sih Fathan cemburu?”“Enggak SD juga, Dan,” sahut Rita, “SMA dia.”Dania menga
Setibanya Di hotel, Endra segera menemui branch manager. Meski disambut dengan senyum ramah oleh kepala cabang di ruangannya, tetap saja raut wajah Endra tegang. Dia tak bisa mentolerir sebuah kesalahan.“Katakan apa yang sebenarnya terjadi, Tomo?” kata Endra.“Silakan duduk dulu, Pak Endra,” kata laki-laki berkumis tebal itu. Dia tersenyum ramah.“Nggak perlu basa-basi,” kata Endra. Suaranya menebal dan sedikit meninggi, “cepat ceritakan apa yang terjadi!”Karra yang berdiri di belakang Endra memasang raut waspada. Kalau sudah mode pemimpin dan sifat tegasnya keluar, Endra tampak mengagumkan sekaligus menakutkan di saat yang bersamaan.“Saat sarapan, ada tamu yang menemukan sisa potongan plastik di dalam kue,” kata Tomo, “setelah diteliti ternyata itu adalah potongan bungkus vanili bubuk.”Endra membelalakkan mata. “Kok bisa sih?!” katanya, “ceroboh sekali!”“Maaf, Pak Endra,” kata Tomo sambil sedikit membungkuk, “saya juga tidak menyangka akan terjadi musibah seperti ini.”“Maaf dar
Zevan mendengar suara langkah seseorang mengikuti di belakangnya. Namun, dia tak mau peduli. Dia terus berjalan. Saat dia mendengar Fajar memanggilnya, dia baru berhenti berjalan dan berbalik.“Mamamu bilang dia juga mau datang,” kata Fajar.Zevan tersenyum sinis. “Setelah Papa rayu?” katanya.“Zevan, kamu ini kenapa sih?” katanya, “hargai dong usaha mama kamu untuk memperbaiki hubungannya sama kamu.”“Memperbaiki?” ulang Zevan, “telat banget.”“Daripada nggak sama sekali,” sahut Fajar.Endra menghembuskan napas panjang. Sejujurnya, dia tidak ingin berharap. Karena dulu Hana juga pernah mengatakan hal yang sama tapi dia bohong. Zevan masih ingat sekali. Saat itu, dia kelas dua SMP. Dia menjadi juara satu lomba menyanyi antar sekolah yang diadakan dalam rangka memperingati hari kemerdekaan. Hana berjanji akan datang saat final karena Fajar sedang ada kunjungan bisnis ke luar kota. Sudah ditunggu-tunggu, ternyata wanita itu tidak datang. Wanita itu lebih memilih menemani Endra yang sed
Seharusnya, Endra tak perlu bertanya mengapa Zevan melupakannya. Tapi rasanya menyesakkan mengetahui fakta itu. Mungkin jarak antara diriny dan Zevan tak akan pernah bis ditepis selamanya. Mungkin mereka akan tetap jadi seperti orang asing walaupun pada kenyataannya mereka adalah saudara sedarah.“Endra ...,” terdengar suara Dania dari seberang, membuyarkan pikiran Endra.“Eh ... iya,” kata Endra.“Kok diem. Kenapa?” tanya Dania.“Nggak kenapa-napa?” sahut Endra, “by the way, kamu nggak kerja?”“Hari ini aku free,” kata Dania, “tapi habis ini mau diajak Sisil buat ngecek lokasi yang mau dipake acara ntar malem sih.”Endra mengangguk. “Yaudah kalo gitu, aku matiin telfonnya ya. Aku mau mandi dan persiapan buat ke bandara.”“Oke,” sahut Dania dari seberang, “see you. Love you.”“Love you too,” sahut Endra. Dia lalu memutus sambungan telepon.***Karra menatap bayangan wajahnya di cermin sambil menyisir rambut. Pikirannya melayang lagi mengingat kejadian semalam saat dia mencium kening E