Di salah satu kamar, dengan lantai batu dan satu buah tempat tidur kecil, yang memang didesain hanya untuk satu orang.
Tidak ada banyak perabotan di dalam kamar itu. Disana hanya ada satu buah meja kecil dan satu kursi sebagai pasangannya. Di sudut ruangan terlihat ada satu buah lemari dengan satu pintu.
Tidak ada kesan mewah dan bagus saat kamu melihat semua yang ada di dalamnya. Semua tampak usang, bahkan di beberapa bagian langit-langit kamar, yang terbuat dari kayu pun juga terlihat sudah mulai rapuh.
Seorang pangeran yang meninggali kamar ini adalah William. Letaknya bahkan ada di belakang istana. Tidak di dalam istana, yang semuanya terdapat kemewahan di setiap sudutnya.
William mengalami kehidupannya seperti ini, sudah sejak ibunya meninggal beberapa tahun yang lalu.
Di atas tempat tidur, terlihat William yang masih terbaring. Ada Lilia yang juga masih tidur tertelungkup di sebelahnya sambil duduk di kursi.
Sedangkan Reny terlihat tidur di lantai, sambil duduk bersandar di dinding dengan memegangi pedangnya.
Cahaya matahari melalui celah-celah jendela kamar. Perlahan bergeser bersamaan waktu yang juga ikut bergerak, dan mengenai wajah William yang masih tertidur.
★★★
Disaat Reny dan Lilia masih tertidur pulas.
Terlihat jari-jari tangan William bergerak-gerak, menandakan dirinya perlahan mulai tersadar.
William perlahan membuka matanya seolah dia di bangunkan sinar matahari yang mengenai wajahnya.
Pandangannya yang masih kabur, perlahan mulai kembali normal.
Dalam posisinya yang masih berbaring dia memandang ke langit-langit kamarnya yang usang.
William menoleh kekiri, karena mendengar suara orang yang sedang tertidur pulas.
Dia melihat ada dua orang yang sedang tertidur.
"Lilia, Reny?" gumam William melihat keduanya yang masih tertidur.
William heran, mengapa keduanya tidur dikamarnya.
Mengesampingkan keduanya, William berusaha bangkit dari tempat tidurnya.
Tetapi saat William mengangkat tubuhnya, dan mencoba duduk. Dia merasakan rasa sakit di dadanya.
"Ugh!" William mengerang sambil memegangi dadanya.
Tidak hanya rasa sakit didadanya. Dia juga merasakan tubuhnya yang terasa sangat lemas.
'Apa yang terjadi? Seingat ku... aku muntah darah setelah berduel dengan Lucas. Juga mengapa Reny dan Lilia ada di sini?' batin William.
William bertanya di dalam hatinya bagaimana dia bisa berada di tempat tidur. Dia benar-benar tidak ingat.
Juga, apa yang dilakukan Reny dan Lilia di sini, di kamarnya.
"Masih terasa sangat sakit," gumam William sambil memegangi dadanya.
William masih merasakan rasa sakit di dadanya. Walaupun tidak sesakit sebelumnya. Tetap saja, itu masih terasa sakit saat dia bernafas.
William sambil memegangi dadanya, tanpa membangunkan Reny dan Lilia, beranjak dari tempat tidurnya.
William dengan tubuhnya yang masih lemas, berjalan ke arah jendela kamarnya, ingin membukanya.
Itu hanyalah jendela kayu usang, yang terdapat beberapa celah di permukaannya. Tidak ada tirai atau kaca yang membuat sinar matahari bisa masuk menerangi ruangan sepenuhnya.
Saat William membuka jendelanya kamarnya. Sinar matahari menyinarinya, melewati jendela dan menerangi kamar yang tadinya remang menjadi terang.
"Sepertinya, aku kesiangan," gumam William sambil memandang keluar jendela.
William melalui jendela kamarnya, melihat matahari yang sudah sedikit tinggi.
Mungkin bagi sebagian orang lain, ini masih bisa dibilang pagi. Tetapi, baginya itu sudah siang.
Karena dia terbiasa bangun sebelum matahari terbit. Di tambah tidak adanya jam di kamarnya, membuatnya tidak tahu tepat jam berapa sekarang.
"Pa-pangeran,"
William mendengar suara perempuan memanggilnya.
William menoleh dan memandang ke arah sumber suara itu.
Orang yang memanggilnya adalah Lilia.
"Lilia maaf, apa aku membangunkan mu?" tanya William.
Tetapi Lilia tidak memperdulikan itu, William melihat Lilia yang memandangnya, dengan tatapan bahagia dan sedih yang bercampur.
'Apa aku membangunkannya,' batin William sambil memandangnya.
"Pangerang, sa-saya bersyukur... sa-saya… benar-benar takut Pa-nge-an, sa-a ta-ut sa-."
Lilia berbicara dengan normal pada awalnya. Tetapi, bicaranya mulai tidak jelas, bersamaan saat air matanya yang mengalir di pipinya.
Lilia menangis, dia tidak bisa membendung kebahagiaannya melihat William sudah sadar.
"Lilia, mengapa kamu menangis? apa ada sesuatu yang salah?" tanya William.
Di depan William, Lilia menangis sambil memandangnya.
William sama sekali tidak tahu mengapa Lilia tiba-tiba menangis, dan itu membuatnya bingung.
Reny yang ada dibelakang Lilia juga ikut terbangun, karena suara tangisan Lilia.
Tetapi yang menjadi perhatiannya bukanlah Lilia yang menangis di depannya. Melainkan William yang sekarang berdiri, sambil memandang Lilia yang menangis, dengan wajah khawatir.
"Pa-pangeran," gumam Reny.
Reny dengan ekspresi wajah haru, langsung berlutut sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam, ke arah William.
"...Pangeran, maafkan kebodohanku. Saya benar-benar lupa efek dari bertarung dengan pengguna roh, mohon ampuni saya, Pangeran," ucap Reny dengan nada penuh penyesalan.
Bagi Reny, kesalahannya adalah sesuatu yang sangat fatal. Ketidak pekaannya dengan kondisi William setelah pertarungan melawan Lucas, jelas sangat membahayakan nyawa William.
Karena kecerobohannya itu bisa saja William mati karena dampak energi Roh yang menghancurkan tubuhnya dari dalam.
William yang melihat tingkah laku keduanya, semakin bingung.
"Apa-apaan kalian ini? mengapa kalian tiba-tiba bertingkah aneh setelah bagun tidur? apa mungkin kalian berdua mengigau?" tanya William.
William sama sekali tidak paham dengan tingkah laku Reny dan Lilia setelah mereka terbangun.
William menatap keduanya dengan heran.
'Sebenarnya, apa yang terjadi di sini?' batin William.
★★★
Setelah beberapa saat berusaha menenangkan keduanya. Akhirnya Reny dan Lilia mulai tenang.
Sekarang William duduk di tempat tidur, menghadap keduanya yang duduk di lantai.
Terlihat Lilia masih tersedu-sedu, sedangkan Reny yang menunduk malu dengan ekpresi sedih.
"Jadi, bisa jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi?" tanya William.
William ingin mendengar penjelasan keduanya, sebenarnya apa yang telah terjadi, sampai keduanya bisa bertingkah seperti tadi.
Lilia pun menceritakan semua kejadian yang sebenarnya kepada William.
"Itu setelah saya mendengar dari Reny, bahwa Pangeran telah melakukan duel dengan seseorang pengguna roh,-"
Lilia pun menceritakan semuanya kepada William, tanpa menutup-nutupi kejadian yang sebenarnya. Sesaat setelah William berduel dengan Lucas.
★★★
Setelah Lilia dan Reny menemukan William tidak sadarkan diri. Keduanya dengan sigap membaringkannya di tempat tidur.
Dengan panik, keduanya berusaha melakukan pertolongan pada William.
"Reny, ambilkan aku air hangat! Ambilkan juga tas di kamar ku, cepat!" Lilia dengan sangat panik, memerintahkan Reny.
"Y-ya," Reny dengan sigap berlari keluar kamar, meninggalkan Lilia dan William.
Dia pergi mengambil apa yang Lilia perintahkan kepadanya.
Lilia menyentuh nadi di leher William. Dia merasakan nadi William sangat lemah.
"Pangeran, kumohon bertahanlah," harap Lilia sambil berlinang air mata.
Lilia langsung membuka kancing baju William.
Lilia terbelalak kaget.
"Pangeran! bagaimana kamu bisa menahan semua ini?!" gumam Lilia.
Lilia melihat dada William yang membiru. Dia tidak bisa membayangkan seperti apa rasa sakit yang dirasakan William. Membuat air matanya semakin mengalir di wajahnya.
"Aku harus cepat!" Lilia meletakkan kedua telapak tangannya di dada William yang membiru.
Sambil memfokuskan matanya, Lilia mengalirkan energi rohnya ke tubuh William.
Berbeda dengan energi roh yang diterima William saat bertarung melawan Lucas. Energi roh yang digunakan Lilia kali ini memang untuk menyembuhkan, dan tidak membahayakan untuk orang biasa.
*Lilia sebenarnya adalah seorang petarung. Bahkan karena kemampuannya dia sampai dijuluki sebagai Raja assasin.*
Apa yang dilakukan Lilia sekarang adalah mengalirkan energinya kedalam tubuh William. Bertujuan untuk memicu otot-otot jantung William, agar berdetak normal kembali. Dan mengeluarkan darah kotor yang mengganggu sirkulasi darah William.
William dalam kondisi masih tidak sadarkan diri terdengar mengerang. Terlihat darah kotor perlahan keluar dari mulutnya.
"Pangeran," gumam Lilia, melihat kondisi William, sambil terus mengalirkan energinya.
Perlahan, wajah William yang tadinya pucat terlihat mulai membaik. Menandakan detak jantung William mulai kembali berdetak normal kembali.
"Syukurlah," ucap Lilia dengan wajah sedikit lega.
Melihat kondisi William terlihat mulai membaik. Lilia benar-benar merasa sedikit lega. Dengan begini, William paling tidak sudah melewati masa kritisnya.
Disaat Lilia masih mengalirkan energinya di tubuh William, Reny kembali membawa apa yang diperintahkan kepadanya.
"Lilia, ini pesananmu," kata Reny menyerahkan apa yang diminta Lilia barusan.
Lilia yang masih fokus melakukan perawatan pada William, tanpa menoleh ke arah Reny, memberi perintah kepadanya.
"Reny, ambilkan kristal berwarna hijau di dalam tasku, dan taruh di dalam wadah air hangat itu," kata Lilia.
"Baik, aku mengerti," balas Reny.
Reny langsung melakukan apa yang diperintahkan Lilia padanya, tanpa banyak bicara.
"Lilia, apa ada yang lain?" tanya Reny.
"Tidak, letakkan saja wadah itu disebelahku," jawab Lilia.
"Ya," balas Reny, sambil mengangkat wadah air hangat, dan menaruhnya di lantai dekat Lilia.
Sambil terus fokus pada William, Lilia mengarahkan tangan kirinya ke arah wadah air yang disediakan Reny.
Saat itu tangan kiri Lilia bersinar hijau terang. Batu hijau yang ada di dalam wadah, bereaksi dengan energi Lilia.
"Teknik Roh… Re-healing," ucap Lilia.
Kristal hijau yang ada di dalam wadah air bersinar semakin terang. Merubah air yang ada di dalam wadah berubah menjadi hijau.
Perlahan air terangkat, dan membalut tangan Lilia, seperti sarung tangang yang terbuat dari cairan hijau.
Lilia kembali meletakkan tangan kirinya ke dada William. Air perlahan berubah menjadi uap berwarna hijau.
Seperti terserap, uap hijau perlahan masuk kedalam tubuh William.
Lilia melakukannya untuk menetralisir energi roh negatif, yang mungkin masih ada didalam tubuh William.
Sambil masih fokus kepada William, Lilia berbicara kepada Reny.
"Reny… ingat ini baik-baik. Kelalaian yang kamu lakukan benar-benar berakibat sangat fatal bagi pangeran William," ucap Lilia dengan nada dingin.
Reny hanya diam, dia tidak berani menjawab dan membantah apa yang dikatakan Lilia kepadanya.
Apa yang dikatakan Lilia memang benar. Dia juga merasa bahwa dia sudah melakukan kesalahan fatal, dan itu di hari pertama dia melayani William.
Lilia melanjutkan.
"Aku belum bisa memastikan, apakah keadaan Pangeran benar-benar sudah bisa disebut baik. Tetapi paling tidak, sekarang sudah tidak membahayakan nyawanya lagi," ucap Lilia.
Mendengar itu, Reny benar-benar merasa lega.
Lilia menoleh ke arah Reny. Dia melihat Reny yang sekarang melihat William dengan matanya yang mengembun, lalu melanjutkan apa yang dia ingin katakan.
"Reny, jangan sampai ini terulang lagi. Ini akan menjadi pelajaran bagimu dan aku. Apa kamu mengerti, Reny?"
"Ya " jawab Reny dengan lemas.
Setelah selesai memberikan perawatan, pada William. Lilia berbalik, dan memandang lurus ke arah Reny dengan tatapan sangat dingin.
Reny tidak berani menatap kearah Lilia yang melihatnya sekarang.
Lilia sekarang memandang lurus ke arah Reny yang terlihat sangat menyesal.
★★★
William masih duduk di tempat tidurnya. Mendengarkan cerita Lilia yang ternyata adalah tentang dirinya.
"Jadi itulah yang terjadi, Pangeran," jelas Lilia.
'Jadi begitu...' batin William.
Setelah mendengarkan cerita Lilia, akhirnya William mengerti.
William akhirnya ingat bahwa dia memang sempat jatuh di lantai.
Tetapi bukan itu yang dia pikirkan. Melainkan bahwa nyawanya sudah sangat terancam hanya karena berduel dengan Lucas.
'Sampah ya... mungkin memang benar bahwa aku hanya sampah,' batin William.
Dia selalu dipanggil sampah.
William tidak ingin selamanya dipanggil sampah.
Tetapi, setelah mendengar penjelasan Lilia. William hanya bisa mengakui, bahwa yang dia terus lakukan selama ini, seperti sama sekali tidak menghasilkan apapun.
Mulai dari berlatih pedang, membaca buku tentang teknik pedang, dan latihan setiap hari.
Bahkan dia melakukannya selalu lebih awal dan selalu selesai paling akhir dari yang lain. Kerja kerasnya selama ini, sama sekali tidak ada gunanya.
Frustasi, William merasakan frustasi sekali lagi. Setelah sekian lama dia merasakan hal yang sama.
Biasanya disaat seperti ini ada seseorang yang selalu memberikan dukungan kepadanya, yaitu ibunya.
Tetapi sekarang tidak ada orang yang mendukungnya lagi. Ibunya sudah meninggal, dia benar-benar merasakan kesepian dan kerinduan, dan penyesalan di hatinya.
Kesepian karena tidak ada orang yang bertindak seperti ibunya.
Mungkin ada kedua adiknya, tetapi, William takut jika kedua adiknya tahu, bahwa dia hanyalah seorang kakak yang tidak berguna.
Mungkin mereka akan menjauhinya. Dan pada akhirnya, tidak ada lagi orang di dekatnya.
William merasakan penyesalan di hatinya. Janji akan mewujudkan permintaan ibunya yang terakhir. Yaitu, untuk menjadi kuat. Sepertinya tidak akan pernah bisa dia tepati. Setelah dia tau, semua yang dia lakukan selama ini adalah sia-sia.
Hati William seperti terkoyak, karena ketidak mampuannya sendiri.
Perlahan air mengalir di wajah William. Itu adalah air mata rasa sakit yang selalu dia tahan dan simpan sendiri selama ini.
William tidak sadar, bahwa air matanya terus mengalir.
Saat air matanya menetes dan jatuh ke lantai, dan William akhirnya menyadari bahwa dia sekarang menangis.
Di depannya ada dua orang yang baru ditemuinya kemarin.
"Ah..." Seolah teringat akan sesuatu.
William berusaha menghapus air matanya dengan tangannya. Tetapi itu tetap tidak mau berhenti.
" "Pangeran..." "
William mendengar Reny dan Lilia yang memanggilnya.
Tetapi William tak berani memandang mereka berdua, dia tidak ingin orang lain tahu, penampilannya yang seperti ini.
"Ma-ma, maafkan aku," ucap William sambil terus berusaha menghentikan air matanya yang tidak mau berhenti.
William meminta maaf kepada Reny dan Lilia, yang melihat penampilan buruknya sekarang.
William hanya tidak ingin terlihat lemah.
Sambil terus berusaha menghapus air matanya.
Tiba-tiba, pada saat yang sama, William merasakan kehangatan yang sudah sangat lama dia tidak pernah rasakan.
Seseorang memeluknya.
Baginya itu perasaan yang tidak sama, dengan saat ibunya memeluknya. Tetapi tetap terasa nostalgia baginya.
"Tidak apa Pangeran," ucap Lilia.
Lilia memeluk William, sambil membelai kepala William. Dia berkata "tidak apa", seakan Lilia mengerti dengan perasaan yang dia rasakan.
Sama seperti kata-kata ibunya yang selalu mendukungnya saat dia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa lagi.
William tidak bisa lagi menyembunyikan apa yang dia rasakan sekarang.
"HAaauaAAAA... aaAaa,"
William menangis.
William menangis didalam pelukan Lilia.
Dia sudah tidak peduli dengan apa yang orang lihat tentang dirinya sekarang, dia benar-benar tidak mampu lagi menahannya.
Lilia yang memeluk William, dengan matanya yang berkaca-kaca. Merasakan William yang menguatkan pelukannya kepada dirinya. Baginya itu sama seperti William mentransfer perasaan yang dia rasakan, ke dalam dirinya.
William akhirnya menangis setelah sekian lama. Di saat dia pernah menganggap air matanya sudah kering.
Reny yang melihat itu, memejamkan matanya sambil menggigit bibirnya sendiri, dengan tangan yang menggenggam kuat. Melihat bagaimana tuannya sekarang, seperti menunjukkan penderitaan yang dialaminya selama ini.
Reny melihat bagaimana tuanya yang menangis histeris membuatnya merasakan sakit dihatinya.
★★★
William sekarang tertidur, Reny tahu bahwa hati dan pikiran tuannya sangat lelah. Lelah dengan penderitaan yang dia rasakan.
Jadi dia dan Lilia membiarkannya tertidur dengan sendirinya, karena lelah menangis.
'Entah apa yang pangeran rasakan selama ini, aku hanya bisa mengerti dari melihatnya tadi. Tetapi aku yakin, bahwa apa yang aku rasakan sekarang hanyalah sebagian kecil, dari yang Pangeran rasakan,' batin Reny.
Reny melihat wajah sedih Lilia yang melihat wajah William yang tertidur.
Seolah dengan tidur itu, William benar-benar terlepas dari perasaan yang menyiksanya.
"Saat Pangeran William bangun nanti, aku akan mengatakan dan mengajukan sumpah ku kepadanya," kata Lilia.
Reny pun mengerti apa yang dimaksud Lilia.
"Aku juga berpikiran sama, semoga pangeran mau menerima kita," tambah Reny.
Reny berharap William mau menerima sumpahnya.
"Bagiku, walaupun jika nanti Pangeran menolaknya. Aku akan tetap menjalankan sumpahku kepada ratu, demi Pangeran William," ucap Lilia.
"Ya, kamu benar," balas Reny.
Reny berharap William mau menerima sumpahnya. Tetapi, jika William menolaknya, dia akan tetap selalu ada didekatnya, menjaganya, menjadi salah satu orang yang mendukungnya.
Begitupun Lilia, yang juga berpikiran sama dengannya.
"Reny aku tidak akan pernah melupakan, bagaimana dahulu ratu menolongku. Jadi aku akan menolong Pangeran William, walau itu akan memakan waktu seumur hidupku," ucap Lilia.
Reny juga merasa jika dia tidak ditolong ratu pada waktu itu, mungkin dia sudah mati, dan tidak berada di sini sekarang.
Dia mengingat bagaimana tidak hanya dirinya yang mengalami hal itu. Tetapi juga Lilia dan ketiga orang yang lain.
"Tetapi bagaimanapun, mengapa pangeran berperilaku seperti ini disaat dia telah memenangkan duel? Walaupun dia mungkin terluka. Tetapi bagiku itu adalah hal yang luar biasa. Di umurnya yang sekarang, bukankah itu seharusnya hal yang bisa dia banggakan?" tanya Reny.
Reny yang mengingat saat William berduel melawan Lucas. Kemapuan pedang William dimatanya sangatlah bagus untuk anak seumurannya. Baginya itu adalah hal yang patut di banggakan. Tetapi mengapa William merasa sedih.
"Jika mengenai itu, mungkin benar aku pun merasakan hal yang sama denganmu. Tetapi kita tidak tahu apa yang dirasakan pangeran, dan mungkin itu malah kebalikannya," ucap Lilia.
Lilia berpikiran sama dengan Reny. Dia beranggapan mungkin yang baginya adalah hal luar biasa, tetapi bagi William mungkin adalah kebalikannya.
*Reny dan Lilia hanya berpendapat dengan pemikiran mereka. Tetapi, pendapat pemikiran mereka tanpa mereka sadari, tepat sasaran.*
Dua hari telah berlalu sejak kejadian itu.William sekarang sedang duduk di taman sambil membaca buku, sambil ditemani Lilia dan Reny yang berdiri di dekatnya.William tidak pergi latihan, karena kondisi tubuhnya yang masih belum benar-benar pulih. Sekalipun dia tetap memaksa untuk pergi latihan, sudah dipastikan Lilia dan Reny pasti akan melarangnya dengan keras."Pangeran, teh ini sudah dingin, apa perlu aku ganti yang baru?" tanya Lilia.Lilia yang sebelumnya membuatkan teh untuk William, memandang William yang sangat terpaku dengan buku yang dia baca. Sampai-sampai teh yang dibuatnya belum disentuh sekalipun oleh William, karena terlalu fokus dengan yang dia baca.William sambil masih tetap fokus dengan
Perlahan Lisbet membuka matanya. Pandangannya terlihat kabur dan perlahan mulai tampak jelas. 'Di mana aku?' gumam Lisbet. Lisbet tidak mengenali tempat ini. Itu adalah sebuah ruangan berlantaikan kayu tanpa perabotan apapun. Di ruangan ini benar-benar kosong. 'Apa yang terjadi padaku?! di mana aku?!' Tanya Lisbet didalam hatinya. Lisbet benar-benar bingung, apa yang terjadi padanya, dan di mana sebenarnya dia sekarang. Perlahan Lisbet menyadari bahwa mulutnya tersumpal. Saat dia melihat kakinya, itu terikat dan merasakan tangannya pun juga terikat di belakang. Lisbet mencoba mengingat apa yang bisa dia ingat, bagaimana dia bisa berada di sini.
*Kerajaan Brama adalah kerajaan yang memiliki julukan The Kingdom Of Holy Sword. Julukan ini ada bukan tanpa alasan. Melainkan karena secara turun-temurun keluarga kerajaan adalah satu-satunya yang memiliki kemampuan teknik pedang-roh terkuat di dunia.Setiap anggota keluarga kerajaan haruslah memiliki kemampuan. Tidak hanya sebatas memiliki kemampuan dalam menggunakan pedang yang hebat. Tetapi juga harus dapat menggunakan kemampuan roh yang mengimbanginya. Apabila tidak dapat menggunakan keduanya. Maka orang tersebut akan dipandang sebagai aib bagi mereka.*William Van Bramasta adalah seorang anak ketiga dari lima bersaudara dan sekaligus Putra kedua. Dia memiliki rambut berwarna hitam dan mata berwarna ungu. Dia adalah seorang pangeran kedua, putra dari raja dan ratu kerajaan Brama.Dia adalah seorang anak berumur 12 tahun satu tahun lalu. Dia juga memiliki kemampuan pedang yang melebihi keempat saudaranya, dan itu jika hanya
Sekarang William berjalan menuju ruangan ayahnya, bersama kedua adiknya di samping kanan dan kirinya.Ada perasaan gugup bercampur senang di hatinya, karena ini adalah pertama kalinya dari sekian lama dia tidak dipanggil oleh ayahnya.Setelah beberapa saat, sekarang William berdiri didepan pintu salah satu ruangan. Itu adalah ruangan ayahnya.Saat William ingin membuka pintu. Tangannya entah mengapa terasa sangat berat.Lisbet dan Richard yang berada disebelah William, sekarang melihat ekspresi rumit William yang berdiri diam di depan pintu, dengan tangan yang hampir menyetuh gagang pintu.Keduanya melihat wajah pucat pasi William, yang seperti seseorang sedang merenung dan memikirkan sesuatu yang berat."Kakak... kakak tidak apa-apa?" tanya Lisbet dengan khawatir sambil menarik-narik lengan baju William.Mendengar suara Lisbet, William tersadar."E, Ah, ya, ti-tidak, aku tidak apa-apa," jawab William dengan gugup.
Sekarang didalam kamarnya, William berdiri dengan mengenakan pakaian kemeja tipis berwarna hitam yang dimasukkan ke dalam celana panjang hitam. Di celana panjang yang di kenakannya terdapat kait untuk menaruh sarung pedang di samping kanan dan kirinya. Itu adalah pakaian yang sering dia pakai untuk latihan. William sekarang sedang memilih pedang yang ada di depannya untuk digunakannya latihan. William berencana untuk berlatih pedang, yang merupakan rutinitas hariannya. William mengeluarkan pedang yang dia ambil dari sarungnya dan melihatnya. "Hm, sepertinya pedang ini sudah mulai tumpul," gumam William sambil mengamati pedang yang dia pegang. Pedang yang dipegangnya terlihat sudah banyak goresan pada permukaannya, dan lekukan bekas menghantam benda keras pada bagian bilah tajamnya. Itu adalah pedang yang sebenarnya tidak layak lagi untuk digunakan, tetapi karena ini hanya latihan, William menganggap itu tidak terlalu penting. "
William mendengar sorakan riuh dari para penonton yang melihat pertarungannya dengan Lucas.Walaupun begitu, tidak ada raut wajah senang sama sekali di wajahnya.William sambil berbalik. "Reny, kita kembali," ajak William."Pangeran?" Reny berkedip bingung, melihat William berjalan pergi meninggalkannya.Reny hanya bingung melihat William yang terlihat seperti terburu-buru."Ba-baik, pangeran," ucap Reny sambil berlari menyusul William, lalu berjalan di belakangnya.Semua orang yang sebelumnya bersorak karena melihat kemenangan William, sekarang terdiam. Melihat William pergi begitu saja meninggalkan mereka.Bukan maksud William ingin bersikap angkuh kepada semua yang
Perlahan Lisbet membuka matanya. Pandangannya terlihat kabur dan perlahan mulai tampak jelas. 'Di mana aku?' gumam Lisbet. Lisbet tidak mengenali tempat ini. Itu adalah sebuah ruangan berlantaikan kayu tanpa perabotan apapun. Di ruangan ini benar-benar kosong. 'Apa yang terjadi padaku?! di mana aku?!' Tanya Lisbet didalam hatinya. Lisbet benar-benar bingung, apa yang terjadi padanya, dan di mana sebenarnya dia sekarang. Perlahan Lisbet menyadari bahwa mulutnya tersumpal. Saat dia melihat kakinya, itu terikat dan merasakan tangannya pun juga terikat di belakang. Lisbet mencoba mengingat apa yang bisa dia ingat, bagaimana dia bisa berada di sini.
Dua hari telah berlalu sejak kejadian itu.William sekarang sedang duduk di taman sambil membaca buku, sambil ditemani Lilia dan Reny yang berdiri di dekatnya.William tidak pergi latihan, karena kondisi tubuhnya yang masih belum benar-benar pulih. Sekalipun dia tetap memaksa untuk pergi latihan, sudah dipastikan Lilia dan Reny pasti akan melarangnya dengan keras."Pangeran, teh ini sudah dingin, apa perlu aku ganti yang baru?" tanya Lilia.Lilia yang sebelumnya membuatkan teh untuk William, memandang William yang sangat terpaku dengan buku yang dia baca. Sampai-sampai teh yang dibuatnya belum disentuh sekalipun oleh William, karena terlalu fokus dengan yang dia baca.William sambil masih tetap fokus dengan
Di salah satu kamar, dengan lantai batu dan satu buah tempat tidur kecil, yang memang didesain hanya untuk satu orang.Tidak ada banyak perabotan di dalam kamar itu. Disana hanya ada satu buah meja kecil dan satu kursi sebagai pasangannya. Di sudut ruangan terlihat ada satu buah lemari dengan satu pintu.Tidak ada kesan mewah dan bagus saat kamu melihat semua yang ada di dalamnya. Semua tampak usang, bahkan di beberapa bagian langit-langit kamar, yang terbuat dari kayu pun juga terlihat sudah mulai rapuh.Seorang pangeran yang meninggali kamar ini adalah William. Letaknya bahkan ada di belakang istana. Tidak di dalam istana, yang semuanya terdapat kemewahan di setiap sudutnya.William mengalami kehidupannya seperti ini, sudah sejak ibunya meninggal beberapa tahun yang la
William mendengar sorakan riuh dari para penonton yang melihat pertarungannya dengan Lucas.Walaupun begitu, tidak ada raut wajah senang sama sekali di wajahnya.William sambil berbalik. "Reny, kita kembali," ajak William."Pangeran?" Reny berkedip bingung, melihat William berjalan pergi meninggalkannya.Reny hanya bingung melihat William yang terlihat seperti terburu-buru."Ba-baik, pangeran," ucap Reny sambil berlari menyusul William, lalu berjalan di belakangnya.Semua orang yang sebelumnya bersorak karena melihat kemenangan William, sekarang terdiam. Melihat William pergi begitu saja meninggalkan mereka.Bukan maksud William ingin bersikap angkuh kepada semua yang
Sekarang didalam kamarnya, William berdiri dengan mengenakan pakaian kemeja tipis berwarna hitam yang dimasukkan ke dalam celana panjang hitam. Di celana panjang yang di kenakannya terdapat kait untuk menaruh sarung pedang di samping kanan dan kirinya. Itu adalah pakaian yang sering dia pakai untuk latihan. William sekarang sedang memilih pedang yang ada di depannya untuk digunakannya latihan. William berencana untuk berlatih pedang, yang merupakan rutinitas hariannya. William mengeluarkan pedang yang dia ambil dari sarungnya dan melihatnya. "Hm, sepertinya pedang ini sudah mulai tumpul," gumam William sambil mengamati pedang yang dia pegang. Pedang yang dipegangnya terlihat sudah banyak goresan pada permukaannya, dan lekukan bekas menghantam benda keras pada bagian bilah tajamnya. Itu adalah pedang yang sebenarnya tidak layak lagi untuk digunakan, tetapi karena ini hanya latihan, William menganggap itu tidak terlalu penting. "
Sekarang William berjalan menuju ruangan ayahnya, bersama kedua adiknya di samping kanan dan kirinya.Ada perasaan gugup bercampur senang di hatinya, karena ini adalah pertama kalinya dari sekian lama dia tidak dipanggil oleh ayahnya.Setelah beberapa saat, sekarang William berdiri didepan pintu salah satu ruangan. Itu adalah ruangan ayahnya.Saat William ingin membuka pintu. Tangannya entah mengapa terasa sangat berat.Lisbet dan Richard yang berada disebelah William, sekarang melihat ekspresi rumit William yang berdiri diam di depan pintu, dengan tangan yang hampir menyetuh gagang pintu.Keduanya melihat wajah pucat pasi William, yang seperti seseorang sedang merenung dan memikirkan sesuatu yang berat."Kakak... kakak tidak apa-apa?" tanya Lisbet dengan khawatir sambil menarik-narik lengan baju William.Mendengar suara Lisbet, William tersadar."E, Ah, ya, ti-tidak, aku tidak apa-apa," jawab William dengan gugup.
*Kerajaan Brama adalah kerajaan yang memiliki julukan The Kingdom Of Holy Sword. Julukan ini ada bukan tanpa alasan. Melainkan karena secara turun-temurun keluarga kerajaan adalah satu-satunya yang memiliki kemampuan teknik pedang-roh terkuat di dunia.Setiap anggota keluarga kerajaan haruslah memiliki kemampuan. Tidak hanya sebatas memiliki kemampuan dalam menggunakan pedang yang hebat. Tetapi juga harus dapat menggunakan kemampuan roh yang mengimbanginya. Apabila tidak dapat menggunakan keduanya. Maka orang tersebut akan dipandang sebagai aib bagi mereka.*William Van Bramasta adalah seorang anak ketiga dari lima bersaudara dan sekaligus Putra kedua. Dia memiliki rambut berwarna hitam dan mata berwarna ungu. Dia adalah seorang pangeran kedua, putra dari raja dan ratu kerajaan Brama.Dia adalah seorang anak berumur 12 tahun satu tahun lalu. Dia juga memiliki kemampuan pedang yang melebihi keempat saudaranya, dan itu jika hanya