*Kerajaan Brama adalah kerajaan yang memiliki julukan The Kingdom Of Holy Sword. Julukan ini ada bukan tanpa alasan. Melainkan karena secara turun-temurun keluarga kerajaan adalah satu-satunya yang memiliki kemampuan teknik pedang-roh terkuat di dunia.
Setiap anggota keluarga kerajaan haruslah memiliki kemampuan. Tidak hanya sebatas memiliki kemampuan dalam menggunakan pedang yang hebat. Tetapi juga harus dapat menggunakan kemampuan roh yang mengimbanginya. Apabila tidak dapat menggunakan keduanya. Maka orang tersebut akan dipandang sebagai aib bagi mereka.*
William Van Bramasta adalah seorang anak ketiga dari lima bersaudara dan sekaligus Putra kedua. Dia memiliki rambut berwarna hitam dan mata berwarna ungu. Dia adalah seorang pangeran kedua, putra dari raja dan ratu kerajaan Brama.
Dia adalah seorang anak berumur 12 tahun satu tahun lalu. Dia juga memiliki kemampuan pedang yang melebihi keempat saudaranya, dan itu jika hanya bertarung menggunakan pedang tanpa kekuatan roh.
Tetapi karena dia tidak bisa menggunakan roh, maka dia sering dijuluki pangeran palsu, sampah, tidak berguna, dan aib kerajaan.
Banyak julukan buruk yang diterimanya. Berbeda dengan keempat saudaranya. Karena mereka dapat menggunakan kemampuan roh.
Sebagian orang berpengaruh di kerajaan beranggapan. Sehebat apapun kemampuan pedang seseorang, tidak akan ada gunanya jika orang itu tidak bisa menggunakan roh.
Bertarung dengan orang dengan yang memiliki kemampuan roh. Itu sama saja seperti seorang kesatria yang bertarung menggunakan satu tangan kosong, melawan seorang yang memegang pedang di kedua tangannya.
Hal yang mustahil untuk bisa menang melawan seseorang dengan pedang di kedua tangannya.
Banyak cemoohan dan hinaan yang William terima. Dari keempat saudaranya, hanya adik laki-lakinya dan adik perempuannya yang selalu menganggapnya benar-benar sebagai saudara.
Sedangkan ayah dan kakak-kakaknya menganggap dan memandangnya seperti sampah.
Hanya ibunya yang selalu memberi dukungan moral kepadanya. Tetapi itu tidak pernah terjadi lagi, sejak ibunya meninggal karena sakit.
Sekarang tidak ada lagi yang orang yang memberikan kasih sayang kepadanya. Dia selalu berusaha menyembunyikan isi hatinya dari adik-adiknya.
Dia tidak ingin adik-adiknya tahu kekurangannya. Karena baginya hanya adik-adiknya lah yang bisa dia sebut keluarga.
Bahkan orang-orang di istana seperti pelayan dan pekerja yang bekerja di istana selalu menghindarinya.
★★★
Sekarang William sedang berjalan sendiri taman yang ada di istana. Tidak ada siapa pun hanya dia sendiri.
"... Aku selalu bersama ibu di sini, melihat dan menikmati bunga-bunga ini," gumam William.
Sambil berbicara sendiri, William berjalan memandang taman dengan pandangan jauh.
Mungkin matanya mengarah ke bunga-bunga yang ada di taman. Tetapi apa yang ada di matanya adalah kenangan dengan ibunya. Satu-satunya orang yang selalu ada untuknya, disaat dia sedih dan frustrasi.
Taman ini adalah tempat yang selalu dia kunjungi. Tempat kenangannya dan ibunya.
Dulu William sering menghabiskan waktunya di sini bersama ibunya. Karena ibunya sudah tidak ada lagi, sekarang dia lebih sering menghabiskan waktunya sendiri.
"..." William berdiri diam sambil terus memandang kearah taman.
Terlihat senyum diwajahnya yang bercampur dengan raut wajah sedih.
Ada perasaan rindu di dalam hatinya yang tidak bisa ia ungkapkan.
Sambil memandang dan membayangkan kenangannya dengan ibunya. Yang dahulu bersamanya di taman ini sambil dipeluk ibunya.
"Kak William, kak William, kakak..."
Tiba-tiba ada suara anak perempuan memanggilnya, membuatnya tersadar dari ilusi kenangannya.
William menoleh ke arah sumber suara itu.
Dia melihat seorang anak perempuan berumur 9 tahun, berambut abu-abu berlari sambil memanggilnya. Dia adalah adik perempuannya, Lisbet Van Bramasta.
"Lisbet! Jangan berlari-lari...hah hah hah." Sambil terengah-engah.
Di belakang Lisbet, terlihat anak laki-laki berambut hitam pendek berlari mengejar sambil menegurnya.
Anak laki-laki itu adalah Richard Van Bramasta, dia adalah adik laki-laki William, dia berumur 11 tahun.
Lisbet yang berlari mendekat ke arah William, saat jaraknya sudah dekat dengan William, Lisbet melompat ke arah William dan memeluk pinggangnya.
William pun secara reflek menangkapnya.
"Lisbet jangan berlarian sambil berteriak-teriak di tempat ini, tidak baik jika seorang melihat seorang putri berlarian, seperti yang kamu lakukan," tegur William sambil membelai kepala kecil adiknya.
Mendengar teguran kakaknya, Lisbet menoleh keatas memandang William.
"Eeeh, tetapi jika Lisbet tidak lari, Lisbet tidak bisa lebih cepat menyusul kakak," ucap Lisbet sambil menggembungkan pipinya.
Dengan ekspresi kekanak-kanakan yang lucu. Lisbet memprotes William yang menegurnya.
"Lisbet jangan seperti itu... kak William tidak akan lari dari kita... iyakan, kak?"
Richard mengatakan itu sambil memasang raut wajah kesal.
Richard hanya kesal dengan adiknya yang selalu bertindak ceroboh, karena dia takut adiknya yang bisa saja terjatuh, dan meminta dukungan dari kakaknya William untuk ikut menegur adiknya.
"Kak William tolong aku, kak Richard memarahi ku," ujar Lisbet sambil merengek manja kepada William.
Lisbet bersembunyi di belakang William. Sambil berakting takut dan menjulurkan lidahnya ke arah Richard tanpa diketahui William.
Melihat adiknya yang berakting di belakang kakaknya sambil menjulurkan lidah ke arahnya. Richard bergerak mendekati Lisbet, dan berusaha menangkapnya.
"Ooo,.. Liiis-beeeeet," Richard yang gemas dan jengkel dengan adiknya, berusaha menakutinya.
"Kyaaaa!"
Lisbet berteriak, karena melihat Richard yang mendekat ke arahnya sambil tersenyum menakutkan.
"Richard, jangan takuti Lisbet seperti itu, seorang kakak harus bisa menjaga adiknya," tegur William.
"Hahh, Kak William selalu saja," ucap Richard sambil mengeluh.
Richard yang mendesah lelah karena kelakuan adiknya, dan menuruti perkataan kakaknya sambil menggrutu.
"Fufufu, kak Richard, kak William selalu ada di pihak ku, bwee..." ejek Lisbet sambil menjulurkan lidahnya.
William tersenyum melihat kelakuan kedua adiknya yang berada di depannya.
William menenangkan kedua adiknya sambil membelai kepala mereka berdua.
"Jadi, Lisbet jangan membuat susah Richard, tidak baik." William menegur Lisbet sambil memegang kepalanya dengan lembut.
"Hmph!"
Mendengar kakaknya William yang membela kakaknya Richard, Lisbet memalingkan muka sambil menggembungkan pipinya, dengan cara lucunya.
"..." Richard yang melihat kelakuan adiknya yang seperti itu, hanya bisa diam sambil tersenyum kecut.
William tersenyum melihat tingkah kedua adiknya.
Didalam hatinya William merasakan kehangatan yang tidak pernah dirasakannya selain dari kedua adiknya.
★★★
*William setiap harinya yang selalu mengalami hinaan dan tidak ada yang membelanya. Tetapi melihat kedua adiknya sekarang membuatnya mudah melupakan kejadian itu.
Didalam hatinya William bertanya, apa jadinya jika keduanya juga menganggapnya sampah.
Pernah terlintas dipikirannya, untuk meninggalkan kerajaan, dulu saat setelah ibunya meninggal. Tetapi saat itu dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan, dan siapa yang menyangka saat adiknya tumbuh lebih besar mereka menjadi lebih dekat dengannya.
Sebenarnya ada rasa canggung pada saat dia bertemu dengan kedua adiknya yang manja kepadanya.
Karena William belum pernah mendapatkan perlakuan seperti itu dari saudaranya yang lain sejak dia berumur 6 tahun.
Dan waktu itu adalah saat William divonis oleh Grand Sword yang adalah seorang penasihat kerajaan pada waktu itu, bahwa dia adalah orang yang tidak memiliki energi roh dan sihir ditubuhnya.
Sejak saat itu semua perilaku orang yang dekat dengannya berubah drastis. Orang-orang mulai menjauh darinya, dan itu bahkan ayah beserta kakak-kakaknya.
Disisi lain perilaku ibunya pun berubah dari yang biasa saja layaknya seorang ibu, waktu itu menjadi lebih perhatian kepadanya,
Dia yang dahulu tidak tahu apa-apa karena ibunya yang selalu ada untuknya, membuatnya tidak terlalu memikirkan hal itu.
Tetapi sejak meninggalnya ibunya, perlahan dia tahu mengapa dia diperlakukan seperti ini. William akhirnya tahu akan kekurangan pada dirinya.
Bahwa dirinya tidak bisa menggunakan kekuatan Ron dan bahkan sihir.
Sejak saat itu William berusaha sebaik mungkin agar bisa menggunakan teknik Roh selama bertahun-tahun sampai sekarang.
Tetapi itu tidak menghasilkan apapun, bahkan sedikitpun.
Sekarang dia hanya fokus melatih teknik pedangnya, berusaha semaksimal mungkin menguasai apa yang bisa dia kuasai, berharap orang-orang disekitarnya kembali memandangnya.
Tetapi tetap saja itu memiliki batasan. Karena sebagian teknik pedang harus dilakukan dengan roh, dan karena itu harapannya pun mulai hancur.
Ada rasa sakit yang William rasakan didalam hatinya, yang tidak diketahui oleh siapa pun bahkan orang-orang di dekatnya, yaitu adik-adiknya.
Semua hanya dia pendam dan dirasakannya sendiri.
Bahkan disaat dia menangis karena beratnya perasaan dihatinya yang dia tahan dan lalui, tidak ada yang tau, dan hanya dia sendiri yang tau.
Dia tidak ingin adik-adiknya tau, William tidak ingin adik-adiknya tahu kekurangannya, dia takut jika itu akan membuat adik-adiknya menjauh darinya, dia takut sendirian, dia takut, dia sangat takut.
Pernah dia memprotes kepada takdirnya. Mengapa dia tidak bisa, disaat orang lain bisa. Mengapa dia harus dibenci, disaat semua itu bukan kesalahan yang sengaja dia lakukan.
Tidak adil, tidak adil, tidak adil, itulah yang selalu William teriakkan di dalam hatinya.
Apa salahku? Dosa apa yang aku lakukan? mengapa harus aku? Haruskah itu memang aku? Mengapa semua harus aku ? Apa memang ini yang harus aku rasakan selama hidupku? Adakah keadilan buat ku? Sampai kapan aku harus merasakan ini? Buat apa aku lahir? Buat apa aku dilahirkan? Untuk apa keberadaan ku? Apa memang hanya untuk cemoohan? Bolehkah aku merasa bahagia? Kapan? Jika boleh kapan aku bisa merasakan itu? Bolehkah aku meminta air mata ini kering?
Pertanyaan-pertanyaan itu yang selalu ditanyakan di dalam hatinya, tidak ada yang mendengarnya, tidak ada yang bisa dia tanyakan mengenai hal itu, hanya pada dirinya sendiri dia bertanya. Dan tentu saja tidak ada yang menjawab, bahkan dirinya sendiri.*
★★★
Masih di taman yang sama, William sekarang melihat kedua adiknya yang berlarian di taman.
Melihat kedua adiknya yang saling berlarian di taman. Membuat William menegur keduanya.
"Lisbet, Richard jangan berlarian seperti itu." William berteriak, memperingatkan adiknya.
" " Ya." "
Mendengar William yang mengingatkan mereka. Lisbet dan Richard menjawab bersamaan dengan tersenyum lebar di wajah mereka.
Mereka berlari mendekat ke arah William dengan senang tanpa menghiraukan peringatan William.
"Hahh..."
William yang melihat itu hanya mendesah lelah dengan kelakuan adik-adiknya.
★★★
William dan kedua adiknya sekarang sedang berjalan bersama, melihat bagaimana Lisbet yang ceria sambil menunjuk-nunjuk ke arah bunga di dekatnya. Menanyakan nama dari bunga tersebut kepada William, dan Richard yang memerhatikan sambil berjalan di sampingnya memerhatikan dengan serius saat William menjelaskannya.
"Kak William, lihat-lihat," Lisbet memanggil William, sambil menunjuk ke arah bunga yang perhatiannya.
"Mengapa bunganya memiliki warna yang berubah-ubah kak?" tanya Lisbet
Dengan wajah penasaran, Lisbet bertanya kepada William.
Lisbet melihat-lihat berbagai bunga yang selalu dirawat kakaknya, dan karena bunga yang ditanam di taman ini adalah bunga yang belum dia tahu nama dan jenisnya. Lisbet bertanya karena penasaran dengan nama bunganya.
Mendengar adiknya bertanya kepadanya, William menjawab dan menjelaskannya kepada adiknya, dengan pelan agar mudah diingat.
"Bunga ini disebut bunga Laetus. Bunga ini adalah bunga yang akan berubah warna bila terkena angin. Bunga ini juga akan terlihat menyala seperti aurora jika terkena sinar bulan di malam hari," jelas William.
"Aurora?" ucap Lisbet dengan ekspresi bingung di wajahnya.
William menjelaskan kepada kedua adiknya.
"Ya, Aurora adalah fenomena alam yang menyerupai pancaran cahaya yang menyala-nyala, yang sering kita lihat jika malam pergantian tahun," jelas William.
Mendengar penjelasan kakaknya, Richard hanya diam sambil memerhatikan dengan serius, dengan apa yang William katakan.
Berkebalikan jauh dengan Richard. Seolah tidak peduli dengan penjelasan William. Lisbet yang melihat bunga berbentuk seperti kupu-kupu yang berwarna-warni, yang menarik baginya.
Lisbet kembali bertanya kepada William.
"Hoo, kak William, kalo bunga ini disebut bunga apa? Mengapa berbentuk seperti kupu-kupu?" tanya Lisbet.
"Ini namanya bunga Papillon. Bunga yang sering disebut bunga kupu-kupu. Saat bunga ini melepaskan mahkotanya, itu akan terlihat seperti kupu-kupu yang sedang terbang," jelas William sambil memetik salah satu bunga, dan melepaskan mahkota bunganya, lalu melemparkannya ke udara. "..Seperti ini"
Richard dan Lisbet yang melihat bagaimana bunga yang dipetik dan dilempar kakaknya.
Saat kelopak bunga yang dilempar terkena angin, itu terlihat seperti bergerak seolah kupu-kupu sungguhan yang sedang terbang. Membuat mereka dengan polosnya terkagum melihat pemandangan itu.
"Keren," Richard terkagum.
"Woaahh," Lisbet terkagum.
William sambil melihat kepolosan kedua adiknya yang terkagum. "Indah kan?"
William bertanya kepada mereka sambil memandang dengan tersenyum dan membelai kepala mereka.
"Ya," sahut keduanya sambil mengangguk.
Mereka berdua menjawab setuju dengan tersenyum kagum, sambil melihat sesuatu yang mengagumkan yang pertama kali mereka lihat.
Di saat William sedang berjalan dengan kedua adiknya, seorang pelayan perempuan datang.
"Permisi Putri, Pangeran... Yang Mulia memanggil untuk menghadap," kata pelayan itu.
Dia memberitahu bahwa Pangeran dan putri dipanggil. Putri dan Pangeran yang di maksud tentu saja bukanlah William.
Melainkan adalah Richard dan Lisbet dipanggil oleh raja, yang tidak lain adalah ayahnya.
Mendengar itu William memerhatikan ekspresi wajah kedua adiknya yang cemberut, seolah enggan datang.
William memerintahkan dan meminta mereka untuk mengikuti perintah ayahnya.
"Richard, Lisbet pergilah ayah memanggil kalian berdua, jadi datanglah," kata William.
"... ya"
"...."
Mendengar kakaknya Richard hanya menjawab dengan lemas, sedangkan Lisbet tidak menjawab dan hanya diam sambil menunduk.
"Rita, Apa kakak William juga diundang?" tanya Lisbet.
"Lisbet?!"
William kaget dengan yang ditanyakan adiknya kepada pelayan itu.
"Yang mulia memanggil Pangeran Richard dan Putri Lisbet, beserta tuan William, jika tuan William bersama Pangeran dan Putri, itu yang Baginda perintahkan," jawab pelayan itu.
Dia berbicara dengan nada dingin, dan menyebut William dengan tuan, walaupun sebenarnya dia adalah Pangeran.
"KAMU KURANG AJAR!" Richard berteriak marah.
"RITA!" Bentak Lisbet.
Richard dan Lisbet marah, karena itu adalah penghinaan yang disengaja.
Bagi William ini adalah hal yang sudah biasa baginya, jadi dia tidak terlalu memikirkannya, tetapi untuk kedua adiknya, itu adalah bentuk penghinaan yang ditujukan kepada kakaknya.
"Richard, Lisbet, hentikan!" William berusaha menenangkan keduanya memegangi pundak mereka.
William berpindah dan berjongkok didepan keduanya.
"Seorang Pangeran dan Putri harus bisa mengontrol emosinya, karena itu akan menunjukkan martabat kalian tidak hanya luar, tetapi juga dari dalam," tegur William sambil memegangi kepalanya dengan lembut.
William menegur mereka dengan ekspresi lembut di wajahnya dan tidak ada nada marah yang terucap dari mulutnya.
"..." Richard hanya diam, mendengarkan apa yang kakaknya katakan.
"Tapi…" ucap Lisbet dengan lemas.
Sambil terus memandang mereka berdua, William hanya bisa tersenyum kecut dengan melihat raut wajah adiknya saat ini.
Walaupun itu adalah wajah marah, tetapi tetap terlihat lucu karena wajah anak-anak mereka.
Jauh di lubuk hatinya, William senang karena mereka berdua marah untuknya.
"Terima kasih…"
Dengan suara sangat pelan hampir tidak terdengar, William berterima kasih kepada kedua adiknya.
"Kalau begitu mari pergi menuju ayah, Ayah sudah menunggu," ajak William.
"Y-ya," sahut Richard sambil mengangguk.
"E-em," sahut Lisbet sambil mengangguk.
Richard dan Lisbet mengangguk dengan perkataan kakaknya, dan berjalan menuju tempat ayahnya.
Sambil bergandengan tangan dengan Richard di sebelah kanan, dan Lisbet di sebelah kiri. William berjalan menuju tempat ayahnya.
Sekarang William berjalan menuju ruangan ayahnya, bersama kedua adiknya di samping kanan dan kirinya.Ada perasaan gugup bercampur senang di hatinya, karena ini adalah pertama kalinya dari sekian lama dia tidak dipanggil oleh ayahnya.Setelah beberapa saat, sekarang William berdiri didepan pintu salah satu ruangan. Itu adalah ruangan ayahnya.Saat William ingin membuka pintu. Tangannya entah mengapa terasa sangat berat.Lisbet dan Richard yang berada disebelah William, sekarang melihat ekspresi rumit William yang berdiri diam di depan pintu, dengan tangan yang hampir menyetuh gagang pintu.Keduanya melihat wajah pucat pasi William, yang seperti seseorang sedang merenung dan memikirkan sesuatu yang berat."Kakak... kakak tidak apa-apa?" tanya Lisbet dengan khawatir sambil menarik-narik lengan baju William.Mendengar suara Lisbet, William tersadar."E, Ah, ya, ti-tidak, aku tidak apa-apa," jawab William dengan gugup.
Sekarang didalam kamarnya, William berdiri dengan mengenakan pakaian kemeja tipis berwarna hitam yang dimasukkan ke dalam celana panjang hitam. Di celana panjang yang di kenakannya terdapat kait untuk menaruh sarung pedang di samping kanan dan kirinya. Itu adalah pakaian yang sering dia pakai untuk latihan. William sekarang sedang memilih pedang yang ada di depannya untuk digunakannya latihan. William berencana untuk berlatih pedang, yang merupakan rutinitas hariannya. William mengeluarkan pedang yang dia ambil dari sarungnya dan melihatnya. "Hm, sepertinya pedang ini sudah mulai tumpul," gumam William sambil mengamati pedang yang dia pegang. Pedang yang dipegangnya terlihat sudah banyak goresan pada permukaannya, dan lekukan bekas menghantam benda keras pada bagian bilah tajamnya. Itu adalah pedang yang sebenarnya tidak layak lagi untuk digunakan, tetapi karena ini hanya latihan, William menganggap itu tidak terlalu penting. "
William mendengar sorakan riuh dari para penonton yang melihat pertarungannya dengan Lucas.Walaupun begitu, tidak ada raut wajah senang sama sekali di wajahnya.William sambil berbalik. "Reny, kita kembali," ajak William."Pangeran?" Reny berkedip bingung, melihat William berjalan pergi meninggalkannya.Reny hanya bingung melihat William yang terlihat seperti terburu-buru."Ba-baik, pangeran," ucap Reny sambil berlari menyusul William, lalu berjalan di belakangnya.Semua orang yang sebelumnya bersorak karena melihat kemenangan William, sekarang terdiam. Melihat William pergi begitu saja meninggalkan mereka.Bukan maksud William ingin bersikap angkuh kepada semua yang
Di salah satu kamar, dengan lantai batu dan satu buah tempat tidur kecil, yang memang didesain hanya untuk satu orang.Tidak ada banyak perabotan di dalam kamar itu. Disana hanya ada satu buah meja kecil dan satu kursi sebagai pasangannya. Di sudut ruangan terlihat ada satu buah lemari dengan satu pintu.Tidak ada kesan mewah dan bagus saat kamu melihat semua yang ada di dalamnya. Semua tampak usang, bahkan di beberapa bagian langit-langit kamar, yang terbuat dari kayu pun juga terlihat sudah mulai rapuh.Seorang pangeran yang meninggali kamar ini adalah William. Letaknya bahkan ada di belakang istana. Tidak di dalam istana, yang semuanya terdapat kemewahan di setiap sudutnya.William mengalami kehidupannya seperti ini, sudah sejak ibunya meninggal beberapa tahun yang la
Dua hari telah berlalu sejak kejadian itu.William sekarang sedang duduk di taman sambil membaca buku, sambil ditemani Lilia dan Reny yang berdiri di dekatnya.William tidak pergi latihan, karena kondisi tubuhnya yang masih belum benar-benar pulih. Sekalipun dia tetap memaksa untuk pergi latihan, sudah dipastikan Lilia dan Reny pasti akan melarangnya dengan keras."Pangeran, teh ini sudah dingin, apa perlu aku ganti yang baru?" tanya Lilia.Lilia yang sebelumnya membuatkan teh untuk William, memandang William yang sangat terpaku dengan buku yang dia baca. Sampai-sampai teh yang dibuatnya belum disentuh sekalipun oleh William, karena terlalu fokus dengan yang dia baca.William sambil masih tetap fokus dengan
Perlahan Lisbet membuka matanya. Pandangannya terlihat kabur dan perlahan mulai tampak jelas. 'Di mana aku?' gumam Lisbet. Lisbet tidak mengenali tempat ini. Itu adalah sebuah ruangan berlantaikan kayu tanpa perabotan apapun. Di ruangan ini benar-benar kosong. 'Apa yang terjadi padaku?! di mana aku?!' Tanya Lisbet didalam hatinya. Lisbet benar-benar bingung, apa yang terjadi padanya, dan di mana sebenarnya dia sekarang. Perlahan Lisbet menyadari bahwa mulutnya tersumpal. Saat dia melihat kakinya, itu terikat dan merasakan tangannya pun juga terikat di belakang. Lisbet mencoba mengingat apa yang bisa dia ingat, bagaimana dia bisa berada di sini.
Perlahan Lisbet membuka matanya. Pandangannya terlihat kabur dan perlahan mulai tampak jelas. 'Di mana aku?' gumam Lisbet. Lisbet tidak mengenali tempat ini. Itu adalah sebuah ruangan berlantaikan kayu tanpa perabotan apapun. Di ruangan ini benar-benar kosong. 'Apa yang terjadi padaku?! di mana aku?!' Tanya Lisbet didalam hatinya. Lisbet benar-benar bingung, apa yang terjadi padanya, dan di mana sebenarnya dia sekarang. Perlahan Lisbet menyadari bahwa mulutnya tersumpal. Saat dia melihat kakinya, itu terikat dan merasakan tangannya pun juga terikat di belakang. Lisbet mencoba mengingat apa yang bisa dia ingat, bagaimana dia bisa berada di sini.
Dua hari telah berlalu sejak kejadian itu.William sekarang sedang duduk di taman sambil membaca buku, sambil ditemani Lilia dan Reny yang berdiri di dekatnya.William tidak pergi latihan, karena kondisi tubuhnya yang masih belum benar-benar pulih. Sekalipun dia tetap memaksa untuk pergi latihan, sudah dipastikan Lilia dan Reny pasti akan melarangnya dengan keras."Pangeran, teh ini sudah dingin, apa perlu aku ganti yang baru?" tanya Lilia.Lilia yang sebelumnya membuatkan teh untuk William, memandang William yang sangat terpaku dengan buku yang dia baca. Sampai-sampai teh yang dibuatnya belum disentuh sekalipun oleh William, karena terlalu fokus dengan yang dia baca.William sambil masih tetap fokus dengan
Di salah satu kamar, dengan lantai batu dan satu buah tempat tidur kecil, yang memang didesain hanya untuk satu orang.Tidak ada banyak perabotan di dalam kamar itu. Disana hanya ada satu buah meja kecil dan satu kursi sebagai pasangannya. Di sudut ruangan terlihat ada satu buah lemari dengan satu pintu.Tidak ada kesan mewah dan bagus saat kamu melihat semua yang ada di dalamnya. Semua tampak usang, bahkan di beberapa bagian langit-langit kamar, yang terbuat dari kayu pun juga terlihat sudah mulai rapuh.Seorang pangeran yang meninggali kamar ini adalah William. Letaknya bahkan ada di belakang istana. Tidak di dalam istana, yang semuanya terdapat kemewahan di setiap sudutnya.William mengalami kehidupannya seperti ini, sudah sejak ibunya meninggal beberapa tahun yang la
William mendengar sorakan riuh dari para penonton yang melihat pertarungannya dengan Lucas.Walaupun begitu, tidak ada raut wajah senang sama sekali di wajahnya.William sambil berbalik. "Reny, kita kembali," ajak William."Pangeran?" Reny berkedip bingung, melihat William berjalan pergi meninggalkannya.Reny hanya bingung melihat William yang terlihat seperti terburu-buru."Ba-baik, pangeran," ucap Reny sambil berlari menyusul William, lalu berjalan di belakangnya.Semua orang yang sebelumnya bersorak karena melihat kemenangan William, sekarang terdiam. Melihat William pergi begitu saja meninggalkan mereka.Bukan maksud William ingin bersikap angkuh kepada semua yang
Sekarang didalam kamarnya, William berdiri dengan mengenakan pakaian kemeja tipis berwarna hitam yang dimasukkan ke dalam celana panjang hitam. Di celana panjang yang di kenakannya terdapat kait untuk menaruh sarung pedang di samping kanan dan kirinya. Itu adalah pakaian yang sering dia pakai untuk latihan. William sekarang sedang memilih pedang yang ada di depannya untuk digunakannya latihan. William berencana untuk berlatih pedang, yang merupakan rutinitas hariannya. William mengeluarkan pedang yang dia ambil dari sarungnya dan melihatnya. "Hm, sepertinya pedang ini sudah mulai tumpul," gumam William sambil mengamati pedang yang dia pegang. Pedang yang dipegangnya terlihat sudah banyak goresan pada permukaannya, dan lekukan bekas menghantam benda keras pada bagian bilah tajamnya. Itu adalah pedang yang sebenarnya tidak layak lagi untuk digunakan, tetapi karena ini hanya latihan, William menganggap itu tidak terlalu penting. "
Sekarang William berjalan menuju ruangan ayahnya, bersama kedua adiknya di samping kanan dan kirinya.Ada perasaan gugup bercampur senang di hatinya, karena ini adalah pertama kalinya dari sekian lama dia tidak dipanggil oleh ayahnya.Setelah beberapa saat, sekarang William berdiri didepan pintu salah satu ruangan. Itu adalah ruangan ayahnya.Saat William ingin membuka pintu. Tangannya entah mengapa terasa sangat berat.Lisbet dan Richard yang berada disebelah William, sekarang melihat ekspresi rumit William yang berdiri diam di depan pintu, dengan tangan yang hampir menyetuh gagang pintu.Keduanya melihat wajah pucat pasi William, yang seperti seseorang sedang merenung dan memikirkan sesuatu yang berat."Kakak... kakak tidak apa-apa?" tanya Lisbet dengan khawatir sambil menarik-narik lengan baju William.Mendengar suara Lisbet, William tersadar."E, Ah, ya, ti-tidak, aku tidak apa-apa," jawab William dengan gugup.
*Kerajaan Brama adalah kerajaan yang memiliki julukan The Kingdom Of Holy Sword. Julukan ini ada bukan tanpa alasan. Melainkan karena secara turun-temurun keluarga kerajaan adalah satu-satunya yang memiliki kemampuan teknik pedang-roh terkuat di dunia.Setiap anggota keluarga kerajaan haruslah memiliki kemampuan. Tidak hanya sebatas memiliki kemampuan dalam menggunakan pedang yang hebat. Tetapi juga harus dapat menggunakan kemampuan roh yang mengimbanginya. Apabila tidak dapat menggunakan keduanya. Maka orang tersebut akan dipandang sebagai aib bagi mereka.*William Van Bramasta adalah seorang anak ketiga dari lima bersaudara dan sekaligus Putra kedua. Dia memiliki rambut berwarna hitam dan mata berwarna ungu. Dia adalah seorang pangeran kedua, putra dari raja dan ratu kerajaan Brama.Dia adalah seorang anak berumur 12 tahun satu tahun lalu. Dia juga memiliki kemampuan pedang yang melebihi keempat saudaranya, dan itu jika hanya