Selama beberapa hari ini Nayla tinggal dirumah lama nya, beruntung dia masih menyimpan kunci rumah lamanya jadi setidaknya dia tidak akan luntang-lantung di jalanan. Namun aneh nya saat dia pulang hari ini terlihat lampu dirumahnya menyala padahal setahunya dia tidak pernah menyalakan lampu. Karena takut jika itu maling gadis itu pun langsung berlari menuju rumah nya.
"Oh anda siapa?" tanya nya pada seorang wanita paruh baya yang baru saja keluar dari rumah nya.
"Saya pemilik rumah ini. kamu siapa?"
"Apa? Tapi ini rumah saya Tante."
"Pemilik rumah ini sudah menjual nya pada saya tadi siang."
,,,,,,,,,,,,,
Nayla membuka pintu rumah ayah tirinya dengan sangat kencang, bahkan penghuni rumah yang sedang makan malam itipun langsung menoleh kearahnya.
"Nay kamu pulang?" tanya tuan Wijaya dengan senyum senang nya Melihat putrinya kembali pulang kerumah.
Tidak memperdulikan pertanyaan ayah tirinya itu, Nayla langsung berjalan menghampiri sang Ibu yang duduk disalah satu kursi ruang makan. "Ma, kenapa mama menjual rumah kita?!" tanyanya dengan nada bicara yang bisa dibilang tidak sopan.
"Nay, tolong jangan berteriak. Kamu sudah tidak pulang berhari-hari sekarang pulang marah-marah. Di mana sopan santun mu?!" bentak Ibunya.
"Aku tidak peduli! Yang ingin aku tanya sekarang kenapa mama menjual rumah lama kita?!! Mama, itu rumah peninggalan papa kenapa mama tega menjualnya!!" Tampak nya Nayla sudah benar-benar tidak bisa mengendalikan emosinya didepan ibunya.
"Nay, jangan berteriak didepan mamamu!" Samuel yang juga berada ditempat itu pun akhirnya ikut mengeluarkan suaranya karena tidak suka dengan apa yang Nayla lakukan pada ibu nya.
Melihat Samuel yang ikut bicara tentu saja membuat Nayla langsung menatap tajam kearah pria itu. "Kamu diam! aku tidak ada urusan denganmu!"
"Ma, aku tidak peduli Ibu menikah dengan siapapun. Aku tidak melarang mama berbuat apapun tapi tidak dengan menjual rumah papa. Itu peninggalan papa satu satu nya !! Kenapa Ibu tega melakukan itu?"
"Karena mama tahu kamu tinggal disana beberapa hari ini. Mama tidak ingin kamu tinggal disana Nay, kamu sudah punya keluarga baru," Jawab Nyonya Marisa yang tak lain adalah Ibu kandungnya. Wanita paruh baya itu mencoba menurunkan nada bicaranya.
"Ckk, dari awal aku tidak menyukai keluarga ini. Mama saja yang selalu memaksaku."
"NAYLA WIJAYA!!"
"Jangan memanggilku dengan nama itu karena sampai kapanpun aku tidak akan menghapus nama papa dari Namaku!" Sentak Nayla sebelum akhirnya melangkahkan kakinya pergi meninggalkan rumah itu.
Nyonya Marisa yang sudah ingin mengejar anaknya itu langsung ditahan oleh Samuel. "Mama disini saja, Nayla biar aku yang urus," Ucap nya kemudian segera menyusul Nayla.
Samuel yang dengan cepat bisa menyusul Nayla itu pun langsung menahan tangan gadis itu agar berhenti. "Lepas!" Teriak Nayla.
"Tidak! Kamu mau kemana lagi ha? Kamu mau keluyuran lagi?"
"Bukan urusanmu. Cepat lepas !"
"Nay, aku mohon jangan pergi. Kalau kamu tidak suka aku disini aku yang akan pergi," Sahut Michelle yang ternyata juga ikut menyusulnya. Gadis itu berjalan menghampiri Nayla dan juga Samuel.
Nayla menatap Michelle dan Samuel secara bergantian. Sungguh miris, 2 orang yang dulu menjadi sahabat nya kini berubah menjadi orang yang sangat ia benci.
"Nay, tolong jangan kekanakan. Kamu hanya perlu meminta maaf pada mama dan menyelesaikan masalahmu, bukan dengan pergi keluyuran seperti ini."
"Ckk, kamu tidak usah menasehatiku kalau kamu sendiri masih banyak kesalahan." sindir Nayla tak suka dengan apa yang baru saja kakak tirinya itu katakan.
"Nay.."
"Sampai kapanpun aku akan membenci kalian terutama kamu Michelle ! Kamu tidak lebih dari wanita murahan yang sudah tega merebut kekasih sahabatmu!"
"NAYLA!!"
"Kenapa? Memang benar bukan? Kalian berdua sama-sama brengsek!"
PLAK!
"Kak Sam," teriak Michelle kaget saat melihat Samuel tanpa sadar menampar pipi Nayla cukup keras bahkan sampai meninggalkan bekas kemerahan di pipi chubby Gadis itu.
Samuel yang baru sadar dengan apa yang ia lakukan menatap tangannya bergetar, sungguh dia tidak sengaja melakukan itu.
"Aku benar-benar membencimu SAMUEL WIJAYA!" Teriak Nayla sebelum akhirnya berlari pergi meninggalkan mantan sahabatnya yang dengan tega mengkhianatinya.
,,,,,,,,,,
[ Aditya : "Halo Ibu, ada apa?" ]
[ Ibu andara : "Halo Adit? Adit, Chiko demam tinggi. Dia terus mengigau memanggil namamu." ]
[ Aditya : "Benarkah? Besok Aku akan kesana Bu. Tolong katakan pada Chiko, aku akan kesana besok." ]
[ Ibu Andara : "Baiklah, maaf Ibu mengganggumu malam malam." ]
[ Aditya : "Tak apa Bu, Kalau begitu saya matikan tlp nya. Besok saya akan kesana menjenguk Chiko." ]
Chiko adalah salah satu anak panti asuhan tempat dulu Aditya diasuh. Dia baru berumur 8 tahun, sejak lahir dia sudah dibuang oleh orang tuanya di panti asuhan. Chiko merupakan anak yang sangat nakal dan juga jahil, namun sangat penurut jika sudah ditangani Aditya karena Aditya lah yang sejak dulu menemaninya dipanti .
"Aish Aku lupa membeli mie instan. Sial, kalau saja cacing di perutku tidak berisik Aku malas keluar," Umpat Adit kesal. Pria itu segera beranjak mengambil jaketnya sebelum pergi ke mini market untuk membeli ramen.
Udara malam ini sangat dingin karena memang sudah mulai memasuki musim hujan. Sesampai nya di Mini market, Dia tidak sengaja melihat seseorang yang ia kenal terlihat mengambil beberapa roti secara diam-diam. Sepertinya orang itu ingin mencuri, pikir nya.
Tanpa mengucapkan apapun, Adit menarik tangan orang itu menuju kasir, mengambil alih beberapa roti yang berada di tangannya "Tolong dijadikan dua," ucap nya pada kasir mini market.
Setelah selesai urusannya di mini market, Adit keluar menemui orang tadi yang menunggunya diluar Mini market. "Nih, kenapa kamu mencuri? Kupikir kamu orang baik," Ucapnya sambil memberikan sekantong plastik berisi roti tadi.
"Aku akan mengganti uangmu nanti."
"Tunggu," Adit mencoba mencegah orang itu yang hendak pergi namun sepertinya usahanya gagal karena orang itu terus saja melangkahkan kakinya pergi.
"Nayla !" Pria itu tersenyum saat akhirnya berhasil membuat Orang tadi menghentikan langkahnya. Dengan langkah panjangnya Adit menghampiri gadis yang berhenti beberapa langkah didepannya.
"Mau makan Mie bersama?"
,,,,,,,,,,,,,
Adit menatap lekat Nayla yang sedang memakan Mie instan nya dengan sangat lahap. Pada akhirnya setelah beberapa saat berdebat, pria itu berhasil memaksa Nayla untuk ikut dengannya kekontrakannya. entahlah apa yang ada dipikiran Pria itu sampai nekat membawa Nayla ke kontrakannya untuk makan Mie bersama.
"Aku sudah selesai. Nanti semua nya akan aku ganti," ucap Nayla setelah selesai memakan mie nya dan beranjak ingin pergi.
"Setidaknya cucilah mangkok kotormu. aku bukan pelayanmu," sahut Adit sebelum melanjutkan memakan mie nya.
Nayla tidak menolak, gadis itu membawa mangkok nya tadi untuk dicuci. Diam-diam Adit memperhatikan gerak-gerik gadis itu yang sibuk mencuci mangkok, bahkan gadis itu juga mencuci panci bekas merebus mie tadi. Entah sadar atau tidak sudut bibir Adit terangkat membentuk senyum tipis, sangat tipis namun cukup terlihat.
"aish apa yang kamu lakukan Dit," batinnya sebelum kembali memasang wajah dinginnya.
"Sudah, biarkan aku pergi sekarang."
"Tunggu."
"Apalagi? Kamu tidak menyuruhku mencuci mangkok mu ini kan?"
"Betul! kamu harus mencuci mangkok ku juga," Jawab Adit membenarkan ucapan Nayla barusan.
"Apa?!"
Tidak menjawab pertanyaan gadis itu, Adit beranjak berdiri menuju kulkas mini nya, mengambil es batu dan handuk kecil sebelum kembali menghampiri Nayla. "Kompres pipi mu. Apa kamu baru saja berkelahi?"
Seketika Nayla baru sadar jika pipi nya masih sangat perih akibat tamparan kakak tirinya tadi "Tidak, aku gapapa. Ini tidak sakit. Aku akan pergi sekarang,"
Sebelum gadis itu benar-benar pergi, Adit lebih dulu menahan tangan nya. Tangan yang satu dia gunakan untuk membungkus es batu dengan handuk kecil tadi.
"A-apa yang kamu lakukan?"
Adit tidak menjawab, pria itu mengarahkan kompresan tadi kearah wajah Nayla."kamu mau apa?"
"Sstt diam."
Entah kenapa Nayla seakan langsung menurut dengan perintah pria itu. dia diam saat Adit mulai menempelkan kompresan tadi, sesekali dia juga meringis perih. Melihat apa yang sedang Adit lakukan untuknya membuatnya teringat sesuatu.
"Nayla bodoh! kenapa kamu bisa seperti ini?" omel Samuel saat melihat wajah lebam di pipi Nayla.
"Ini gara-gara penggemarmu. Dia mengeroyokku karena tahu aku pacarmu."
"Aish harusnya kamu kabur jangan ladenin mereka."
"Akh Sam sakit ! Pelan-pelan." teriak Nayla saat Samuel menekan pipi nya yang lebam dengan kompresan
"Hehe maaf sayang, aku akan pelan."
Hampir saja Nayla terlarut dalam perasaannya, setelah tersadar, gadis itu langsung mendorong tangan Adit dari pipi nya "Aku gapapa. Aku harus pergi sekarang."
"Tunggu Nay. Tidur lah disini. Kamu tidak tahu harus kemana bukan?"
Nayla mulai menggeliat dalam tidur nya, badannya terasa sangat sakit karena semalaman tidur diatas kasur lipat yang sangat tipis. Saat matanya terbuka, sosok yang pertama kali ia lihat adalah Adit yang sedang bersiap-siap entah mau kemana karena ini hari minggu dan sekolah libur. "Kamu sudah bangun? Hmm aku harus pergi ada urusan mungkin pulang malam. Kalau kamu mau pergi sebaiknya nanti malam saja setelah aku pulang," Ujar Adit sambil memasukkan beberapa bungkus coklat kedalam tas nya. "Aku mau ke suatu tempat yang harus aku kunjungi. Jauh dari kota Jakarta," lanjut nya seolah tahu isi pikiran Nayla yang ingin bertanya namun ragu. "Aku boleh ikut?" ,,,,,,,,,,, "Kak, bukankah seharusnya aku pergi saja? Nayla pasti pergi karenaku sampai membuat Tante sakit," lirih Michelle saat melihat dokter pribadi keluarga Wijaya baru saja selesai memerik
"Kak, ayo kita makan malam bersama. Ibu panti dan yang lainnya sudah menunggu," Ujar Putri pada Nayla yang sedang duduk termenung sendirian di taman panti. "Putri, Ayo kita tinggalkan saja dia kalau tidak mau," suara teriakan Chiko membuat Nayla langsung menoleh kearah bocah kecil yang berdiri di teras panti itu. "Tidak usah didengar, Kak. dia memang suka begitu. Ayo." "Putri duluan saja. Kakak masih ingin disini , didalam sedikit gerah," Balas Nayla. "Yasudah kalau begitu aku masuk ya, Kak," Nayla sedikit menyunggingkan senyumnya saat melihat Putri dan Chiko berjalan bersama masuk kedalam panti. Tadi siang mereka masih bertengkar tapi sekarang tiba tiba sudah akrab. "Putri yang introvert saja bisa berubah kenapa aku tidak ? Bahkan dia masih kecil, tapi sudah berani mengambil langkah lebih baik," gumam nya kembali mendongakkan kepalanya keatas. Mamandang bintang yang berlomba mengerlipkan cahayanya terangnya. Su
Nayla diam merenung memikirkan obrolannya dengan Bu Andara beberapa jam yang lalu. "Kamu tidak ingin kembali sekolah, Nay? Bukan maksud Ibu tidak suka kamu tinggal disini, Ibu sangat senang kamu tinggal disini. tapi keluargamu pasti khawatir mencarimu dan juga bukankah sebentar lagi ujian kelulusan sekolah ? Kamu tidak ingin lulus ?" Itulah kurang lebih yang Bu Andara tanyakan padanya tadi. Sudah hampir 1 minggu Nayla tinggal di panti asuhan ini. Gadis itu merasa sangat senang, semua yang tidak pernah dia dapatkan dikeluarganya dapat ia dapatkan disini, terutama kasih sayang. Bu Andara sangat menyayangi nya, bahkan Putri yang awalnya tertutup bisa sangat terbuka dan dekat dengannya apalagi Chiko. "Kak." Suara panggilan itu membuat Nayla langsung menoleh. Putri, Gadis kecil yang selama beberapa hari ini tidur dengannya terlihat mulai terbangun. "Kakak tidak tidur?" Tanya nya dengan mata yang m
Bruk !!! Tubuh Monika terdorong begitu keras hingga punggung nya membentur tembok. Dinda, Nanda dan putri menarik rambutnya secara bergantian, tak hanya itu tubuh nya bahkan sudah penuh dengan bau busuk akibat siraman air kotor. "Cihh anak koruptor sepertimu hanya akan mengotori sekolahan ini," ucap Dinda setelah menjambak rambut Monika hingga membuatnya meringis kesakitan. "Seharusnya kamu ikut menekam dipenjara bersama ayahmu. Benar benar memalukan!!" sahut putri. "Nanda mana gunting nya?" Nanda mengeluarkan gunting yang sudah ia bawa sejak tadi "Biar aku saja yang menggunting rambutnya," ucap nya dengan senyum seringai membuat Monika ketakutan. "Jadi, gaya rambut apa yang kamu inginkan Monika Bramanta?" "Tidak, aku mohon jangan," tangis Monika mulai pecah begitu Nanda mendekat kearahnya. "Sudah
Adit dan Nayla lengkap dengan pakaian serba hitamnya kembali menyelusup masuk kesekolah. Mereka akan mencari lagi bukti tentang kematian Nina.Adit menahan tangan Nayla yang sudah ingin masuk kedalam ruang guru "ada cctv," ucap pria itu pelan sambil melirik kearah cctv di atasnya."Tunggu disini, jangan kemana mana sampai aku kembali. Aku harus mematikan saluran listrik agar semua cctv mati."Setelah keadaan mulai aman, mereka berdua mulai masuk kedalam ruangan guru. Memeriksa satu persatu laci dengan dibantu senter yang sudah Adit bawa dari rumah nya tadi. Sejujurnya Nayla sedikit aneh dengan Adit, kenapa dia terkesan sangat ahli dalam hal semacam ini? Bahkan dia seakan sudah menyiapkan ini semua sebelum nya."Aku tidak menemukan apapun. Bagaimana denganmu?" tanya Adit menghampiri sosok Nayla yang berdiri didepan meja wali kelas nya."Tidak ada apa apa," j
Nayla dan Adit duduk saling diam dalam suasana canggung. Keduanya sibuk dengan pikiran masing masing atau hanya berpura pura sibuk? Entahlah yang jelas kejadian beberapa menit yang lalu benar benar membuat suasana sangat canggung.Keadaan yang benar benar memalukan bagi keduanya. Bagaimana tidak, tadi awalnya semuanya terlihat biasa saja. Mereka menonton acara tv bersama hingga acara tv itu selesai. Adit yang tidak menyukai acara tv setelahnya itu mencoba mengganti saluran tv namun sepertinya Nayla keberatan dengan acara tv yang Adit pilih hingga tanpa permisi Nayla mengganti saluran tv itu lagi membuat Adit kesal. Mereka terlihat adu rebut remot. Adit yang merasa lebih tinggi dari Nayla itu pun berdiri dan mengangkat remotnya setinggi mungkin agar Nayla tidak sampai meraihnya. Nayla tidak tinggal diam, dia terus berusaha merebut remot tv dari tangan Adit dengan cara menaiki meja kecil. Karena tidak memperhatikan pijakan kaki nya Nayla tergeli
"Samuel?"Nayla menghentikan langkahnya tiba tiba saat Samuel menghadang jalannya. "Minggir," ucap Nayla dingin namun Samuel enggan menggeser tubuhnya walau hanya sedikit. Ngomong-ngomong mereka sedang berada di gang sempit menuju kontrakan Adit. Gang yang terlalu sempit membuat Nayla tidak bisa menghindari nya."Tidak bisakah kamu pergi? Oke kalau begitu aku yang akan pergi," lanjutnya memutar arah.Kaki yang belum sempat melangkah pergi itu tiba tiba diam membeku di tempat. Samuel dengan kurang ajar nya memeluk tubuhnya dari belakang."Lepas.""Tidak.""Aku bilang lepas," Nayla mencoba memberontak agar bisa terlepas dari pelukan sang mantan kekasih yang sekarang menjabat sebagai kakak ipar nya itu. Namun walau sekeras apapun dia memberontak, itu tidak akan membuahkan hasil mengingat kekuatan Samuel lebih besar darinya.
"Wah!! Jadi kamu memasang alap penyadap dirumah nauen?!" tanya Nayla takjup saat Adit menceritakan tentang apa yang dia lalukan semalam di rumah Nina.. Ternyata Adit memasang alat sadap suara di kamar Nina agar memudahkannya mencari informasi tentang dalang dibalik kematian palsu nya."Tapi bukankah alat penyadap itu sangat mahal? Dari mana kamu mendapatkannya? Tidak mungkin kalau kamu membelinya.""Aku meminjam dari temanku," jawab Adit santai membuat Nayla kembali takjup."Kamu mempunyai teman yang mempunyai alat penyadap? Apa temanmu itu seorang anggota TNI? Atau dia...""Sstt... Tidak bisakah kamu diam? Aku sedang mencoba mendengar apa yang Nina ucapakan di rumahnya," sahut Adit dengan raut wajah kesal nya."Cihh baru saja aku memuji nya tapi dia kembali menyebalkan," gumam Nayla pelan namun masih bisa didengar oleh Adit.,,,
2 bulan kemudian... "Aku diterima!!!" Suara teriakan bahagia Nayla menggelegar ketika gadis itu mendapat berita tentang dirinya diterima di universitas yang ia inginkan. Kedua orang tuanya dan Adit pun ikut tersenyum senang melihat gadis itu berhasil diterima di kampus impiannya. Tidak mudah bagi Nayla untuk bisa diterima di kampus yang sama dengan Adit. Sebelumnya Adit memang sudah diterima di kampus impiannya melalui jalur PTN. Awalnya Nayla sempat ragu jika dirinya bisa diterima di kampus yang sama dengan Adit, tapi berkat kerja kerasnya dan tentu saja bantuan dari Adit yang tidak henti-hentinya menyemangati dan mengajarinya membuat Nayla akhrinya keterima di kampus itu. "Papa sama mama bangga sama kamu, Nay," ucap kedua orang tua Nayla sambil menatap gadis itu dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Jujur, kedua orang tua Nayla sangat bangga dengan
Ujian nasional sebentar lagi akan dimulai, Adit dan Nayla terlihat semakin giat belajar. Contohnya saja hari ini, sepulang sekolah mereka langsung belajar bersama di rumah Nayla. Ngomong-ngomong mereka berdua berencana ingin kuliah ditempat yang sama dengan jurusan yang sama juga. Awalnya Adit tidak berniat kuliah, pria itu ingin langsung bekerja setelah lulus sekolah tapi ayah Nayla memintanya untuk melanjutkan kuliah. Bahkan ayah Nayla juga yang akan membiayai semua biaya kuliahnya. Hal itu ayah Nayla lakukan agar Adit tumbuh menjadi pria yang sukses agar nanti jika ia dan Nayla melanjutkan hubungan mereka ke jenjang sesius, Adit sudah mempunyai bekal yang cukup. Ditengah aktifitas belajarnya, sesekali Nayla melirik kearah sang kekasih yang tampak sangat fokus dengan buku pelajarannya. Wanita itu heran, kenapa pria yang selama ini dikenal bad boy, trouble maker bahkan sering sekali membolos bisa sepintar itu. Bahkan Nayla saja yang setiap hari masuk sekolah
"Kalian dari mana saja? Bilangnya futsal tapi dari pagi baru pulang jam segini. Futsal dimana? Di luar kota?!"Samuel dan Adit hanya berdiri diam saat mendapat omelan dari Nayla. Kedua pria itu bahkan baru saja pulang tapi sudah langsung kena Omelan. Wajar sih Kenapa Nayla marah karena seharian ini kekasihnya lebih memilih menghabiskan waktunya bersama Samuel di banding dirinya."Lagipula sejak kapan kalian sedekat ini? Bukankah sebelumnya kalian bermusuhan?" lanjutnya saat tidak mendapat jawaban dari pertanyaan pertamanya."Ekhem, sepertinya ini masalah sepasang kekasih jadi lebih baik aku pergi saja ya. Kalian Selesaikan masalah kalian sendiri, bye!" sahut Samuel. Pria itu segera melangkahkan kakinya pergi meninggalkan sepasang kekasih yang sebentar lagi bisa di pastikan akan bertengkar.Tanpa mengatakan apapun Nayla melangkahkan kakinya menuju kursi yang berada di teras rumah diikuti Adit di belakangnya. Melihat sang kekasih memasang wajah kesaln
"Bagaimana, sudah ada kabar?"Nayla menggeleng menjawab pertanyaan yang baru saja Nanda tanyakan. Saat ini kedua gadis itu sedang berada di salah satu tempat makan. Mereka baru saja selesai belajar bersama dengan teman-teman mereka. Tadi Nayla memutuskan untuk ikut belajar bersama karena Adit tiba-tiba tidak ada kabar sama sekali."Apa dia masih latihan?" tebak Nanda."Tidak mungkin. Tadi aku melihat anak basket lainnya sudah kembali ke sekolah. Lagi pula kata bobby, Adit sudah pulang setelah latihan basket.""Jangan-jangan dugaanku benar.""Apa?""Adit bertemu dengan cewek lain disana terus mereka pergi bersama?"Seketika Nayla langsung diam. Entah kenapa perasaan gadis itu mendadak tidak karuan. Dia takut jika ucapan Nanda itu benar. Jika benar, maka Nayla bersumpah tidak akan memaafkan Adit.Hingga beberapa saat kemudian ponsel Nayla bernyanyi. Melihat nama orang yang baru saja menghubunginya membuat Nayla tersenyum senang d
Beberapa minggu kemudian....Kini hubungan Nayla dan Adit tampak semakin harmonis. Kedua orang itu tidak lagi canggung atau malu memperlihatkan kemesraan mereka di publik. Tidak hanya itu saja, kini semakin banyak perubahan dari mereka. Mulai dari Adit yang awalnya suka membolos dan bersikap dingin kini berubah lebih rajin masuk sekolah dan mulai ramah dengan orang lain. Begitu juga dengan Nayla, dia yang awalnya sangat introvert kini telah kembali menjadi Nayla di gadis murah senyum dan mudah bergaul."Nayla!"Nayla yang baru saja keluar dari perpustakaan di kejutkan dengan teriakan Nanda. Oh siapa sangka kini mereka berdua sudah berteman baik."Ada apa?" tanya Nayla begitu Nanda sudah berdiri di depannya."Nanti sore mau ikut belajar bersama tidak? Aku dan teman yang lain ingin belajar bersama untuk persiapan ujian.""Hmm bagai
"Adit, maaf Aku baru datang." Adit yang sedang duduk di salah satu bangku taman itupun langsung beranjak berdiri begitu melihat kedatangan Nayla. Beberapa jam yang lalu Adit meminta Nayla untuk menemuinya di taman. Nayla yang baru saja datang langsung mendudukan dirinya disamping Adit tadi. "Kamu gapapa? Ada apa?" tanya Nayla. Bisa dilihat dari raut wajahnya sepertinya Adit masih sedih atas kepergian Putri. "Sebelum meninggal, Putri menitipkan ini untukmu." Nayla menerima sebuah kotak yang baru saja Adit berikan. Didalam sebuah kotak itu terdapat buku diary yang diyakini adalah milik Putri. "Itu adalah buku diary Putri. Ibu panti bilang setiap malam Putri selalu menulis di diary itu. Kamu bisa membacanya." Nayla mengangguk sebelum akhirnya membuka buku diary itu dan membaca isinya. Ada begitu banyak curahan hati Putri yang di tulis pada buku diar
Setelah semalaman Putri dinyatakan koma, paginya dokter yang menangani gadis kecil itu mengatakan jika Putri sudah meninggal dunia. Adit yang tidak percaya dengan ucapan dokter itu pun langsung berlari menghampiri Putri di ranjang nya. Wajah gadis kecil itu terlihat sangat pucat, mata nya pun terpejam erat dan detak jantung nya sudah tidak berdetak sama sekali."Hiks Putri bangun! Kakak mohon bangunlah Hiks.""Putri kamu pasti mendengar ku kan? Ayo bangun hiks. Bangun Putri hik."Adit menggoyangkan tubuh Putri kuat namun gadis itu sama sekali tidak bereaksi. Ibu panti yang mendapat kabar jika Putri sudah meninggal dunia itupun langsung jatuh pingsan."Hiks kakak mohon bangunlah hiks bangun Putri, Kakak akan membawa kak Nayla kesini tapi kakak mohon bangunlah hiks."Adit yang sudah tidak kuasa menahan rasa sedihnya itupun akhirnya jatuh terduduk. Pria itu sa
Beberapa hari kemudian...Putri sudah sadar dan baru saja selesai melakukan kemoterapi pertamanya. Gadis kecil itu juga harus kehilangan rambutnya dipotong habis karena penyakitnya itu. Sejak tadi Putri terus merengek pada Adit untuk bertemu dengan Nayla. Sebenarnya Adit sudah menghubungi Nayla beberapa kali namun Nayla sama sekali tidak mengangkat panggilannya."Kak, Aku ingin bertemu Kak Nayla hiks Aku ingin memeluk nya hiks.""Putri, kak Nayla sedang sibuk. Lain kali saja ya?""Tidak mau! Hiks Aku mau sekarang!!"Tidak lama kemudian tiba-tiba Nayla datang membuat Putri langsung berteriak senang. Sebenarnya Nayla tahu jika Adit beberapa kali menghubunginya namun Samuel melarang nya untuk mengangkat panggilan itu. Hingga saat setelah Samuel mengantar Nayla ke sekolah, Nayla pun memutuskan untuk membolos pergi ke rumah sakit untuk
Putri masih belum sadarkan diri, keadaannya pun mulai memburuk. Ibu pemilik panti asuhan sedang mengantar Chiko kembali ke panti jadi sejak semalam hanya Adit yang menunggunya. Ini sudah larut malam dan Adit masih betah terjaga disamping ranjang Putri. Pria itu tidak henti-henti nya menggenggam tangan gadis mungil itu. Hingga beberapa saat kemudian dering ponselnya berbunyi membuyarkan lamunan nya. Terlihat nama Nayla yang terpampang jelas dilayar ponselnya. [Adit : "Halo."] [Nayla : "Adit, bagaimana keadaan Putri? Apa dia sudah sada ?"] [Adit : "Belum."] Terdengar helaan nafas dari sambungan telepon membuat Nayla mulai khawatir dengan kondisi Putri. [Nayla : "Kamu sudah makan?"] [Adit : "Belum."] [Nayla : "Kamu jangan lupa makan. Jangan sampai sakit, kalau kamu sakit nanti siapa yang menjaga Putri?"] [Adit : "Iya."] [Nayla : "Yasudah, maaf kalau aku mengganggu mu. Aku akan matikan tlp nya. salam untuk Putri kal