Siena dan Alfonso berjalan bergandengan tangan keluar dari rumah masa kecil Siena. Hati Siena masih terasa hangat. Ucapan Alfonso seakan terus terngiang di telinganya. Alfonso berkata ingin memulai semuanya dari awal lagi, dan bahkan memintanya untuk menjadi pendamping pria itu. Apa itu artinya mereka jadi sepasang kekasih? Kenapa ada desir aneh di hatinya, dan jantungnya masih terus meletup-letup, seperti seseorang yang baru saja mendapat hadiah yang dinanti-nanti?
Mereka berjalan ke mobil. Alfonso menoleh ke belakang seperti mencari sesuatu, sebelum akhirnya dia masuk ke dalam mobil.
"Aneh…," gumam Alfonso. Lagi-lagi dia menolehkan kepalanya ke jendela belakang mobil.
"Ada apa?" Siena keheranan.
"Mobil itu seperti mengikuti kita." Alfonso menunjuk sebuah mobil SUV warna putih yang diparkir beberapa meter di belakang mobil mereka. "Sejak kita keluar dari Hotel Sakura sampai ke
Alfonso mengerang pelan, "Aku bosan melihatnya." Pandangan Siena beralih ke wajah pria itu. "Bagaimana kalau kali ini, kamu yang coba pecahkan kode ini?" Senyum usil terukir di bibir Siena. "Kamu sedang mengerjai aku?" Alis Alfonso terangkat. "Bukan, tapi aku menantang kamu." Senyum Siena makin lebar. Alfonso mencermati wajah Siena sesaat. "Aah…." Mendadak dia ikut tersenyum. "Jadi kamu sudah tahu jawabannya? Dan kamu mau cobai aku, ingin lihat apakah aku bisa lebih cerdas daripada kamu?" Siena tak bisa menahan tawanya. Untuk pertama kalinya dia bisa menikmati menertawakan Alfonso, bukan karena ingin mengejek, tapi lebih karena hatinya sedang gembira. "Aku belum tahu jawabannya, tapi aku sedang menebak-nebak. Kita lihat saja, apa kamu juga bisa pecahkan kode ini?" Siena makin berani menantang Alfonso. Mata bir
"Alfonso Garcia…?" Mendadak wanita bermata hijau itu menyebutkan nama Alfonso. Siena dan Alfonso menoleh bersamaan ke arahnya. Wajah wanita itu tampak terkejut, tapi sedetik kemudian dia tersenyum lebar. "Astaga! Kamu benar-benar Alfonso!" pekiknya. "Kamu masih ingat aku 'kan?" Alfonso mengerutkan dahi. Siapa wanita ini? Mata emerald-nya memang sangat indah, kulitnya juga bersinar cerah. Apa mungkin dia…? Wanita itu melepaskan topi beanie warna pink dari kepalanya, sehingga rambutnya yang merah kecokelatan jatuh terurai dengan indahnya sampai ke punggungnya. "Ini aku, Sasha! Sasha Petrova…!" Nama itu terdengar seperti nama Rusia, dan logat bicaranya juga unik. "Sa-sha…?" Alfonso masih berusaha mengingat-ingat. "Ah, jangan katakan kalau kamu lupa! Aku Sasha, wakil Rusia dalam kontes Miss Universe tiga tahun yan
"Mister Lambert?"Damien mengangkat telepon dari sekretarisnya yang duduk di depan ruang kerjanya. "Ya, Natalie?""Ada tamu untuk Anda. Katanya namanya Brian Jung."Dahi Damien berkerut. Siapa itu? Rasanya dia belum pernah mendengar nama itu."Dia ingin bertemu Anda. Katanya penting, ini menyangkut Nona Siena Mori."*Damien menatap pria berwajah oriental yang duduk di hadapannya. Pria yang tak dikenalnya, tapi bagaimana pria ini bisa membawa-bawa nama Siena?Brian berdehem. "Kurasa aku langsung saja. Aku Brian Jung, sahabat Siena."Sahabat? Rasanya dia tak pernah mendengar cerita Siena, tapi memang banyak hal yang belum diketahuinya tentang Siena."Apa yang bisa kubantu, Mister Jung?""Panggil saja aku Brian. Aku datang untuk minta bantuan. Tolong beritahu aku,
"Cherry, tolong buka pintu…!" Alfonso menggedor-gedor pintu kamar resort tempat Siena menginap malam itu. Dia sudah menelepon ponsel Siena berulang kali, tapi tak ada jawaban. Dia juga sudah mencari Siena ke seluruh bagian resort tanpa hasil. Satu-satunya kemungkinan adalah Siena berada di kamar. "Cherry…, aku tahu kamu di dalam. Buka pintunya!" Ah, ada apa dengan Siena? Alfonso mengeluh. Siena meninggalkannya begitu saja di klinik saat dia sedang mengantarkan Sasha. Apakah Siena marah, atau cemburu? "Cherry---" Mendadak, pintu terbuka. Siena berdiri di balik pintu dengan gaun tidur panjang berwarna merah muda. Gaun itu tidak tipis, juga tak berpotongan seksi, tapi entah kenapa tetap terlihat sangat indah jika dikenakan oleh Siena. "Ada apa?" Siena langsung bertanya dengan nada datar. "Apa maksudmu ada apa? Ha
Alfonso sama sekali tak mengharapkan bertemu Sasha lagi, terutama tidak di saat sekarang ini, ketika dia merasa wine mulai membawa pikirannya melayang dan tubuhnya menghangat. Saat matanya tertuju pada Sasha, dia baru sadar wanita itu memakai mini dress warna merah yang berpotongan seksi dan sangat menggoda."Oh, aku tak butuh ditemani, Sasha…." Walaupun berkata begitu, dia tetap saja tak melepaskan pandangannya dari tubuh Sasha.Sasha terkikik. "Ucapanmu tak sesuai dengan caramu memandangku. Bukankah aku sudah katakan tadi, kamu boleh mengantarku ke kamarku?"Astaga! Tubuh Alfonso mulai bereaksi tak sesuai harapannya mendengar desahan Sasha di telinganya."Biarkan aku sendiri, Sasha. Suasana hatiku sedang buruk." Alfonso mencoba cara terakhir untuk mengusir Sasha, berusaha menjaga pikirannya tetap waras.Sasha menarik wajah Alfonso supaya menghadapnya. "Kena
"A-apa katamu?" Siena terbelalak menatap Alfonso. Senyum Alfonso makin lebar. Senang rasanya bisa menggoda Siena lagi. "Ingat janjimu, Cherry. Kamu tantang aku pecahkan kode keempat. Dan aku berhasil. Sekarang saatnya menagih hadiahku." Alfonso melangkah mendekat. Siena langsung berlari menghindar ke tengah kamar, berlindung di balik sofa. Alfonso tertawa, matanya mengedip nakal. "Cherry, kamu sudah janji padaku…." "A-aku tak pernah janji apa-apa…. Kamu saja yang seenaknya putuskan sendiri hadiah itu. Aku belum pernah menyetujui," Siena berusaha memprotes. Aduh, kenapa jantungnya berdebar tak karuan seperti ini? Apa mungkin Alfonso akan berani memaksanya? Alfonso berdiri dengan tangan disilangkan di depan dadanya. "Kalau begitu, untuk apa kamu datang ke kamarku? Kamu sudah tak marah lagi? Atau… kamu cemburu dan takut aku bersama Sas
Siena nyaris sesak napas waktu Alfonso mendadak memeluk pinggangnya dengan erat. Jantungnya mulai berpacu. Ia bisa melihat hasrat yang bergelora di mata Alfonso. Apalagi saat pria itu berbisik persis di dekat telinganya, "Cherry, berikan hadiahku….""Alf…."Siena mendorong dada Alfonso dengan tangannya, tapi percuma. Alfonso jauh lebih kuat dan waspada, berbeda dengan pria kurang ajar yang menggodanya di klub malam di Dubai, yang bisa dibantingnya dengan mudah.Alfonso terkekeh. "Lihat saja apa kamu bisa membantingku, Cherry…." Ternyata dia tahu apa yang dipikirkan Siena."Alf, lepaskan aku!" Siena mencoba menarik tubuhnya ke belakang."Atau mungkin aku yang banting kamu? Ke tempat tidurku?"Sedetik kemudian, tangan Alfonso bergerak dengan cepat mengangkat tubuh Siena dan menggendongnya. Siena menjerit dan meronta. Baru saja
Jantung Siena berdenyut lebih cepat saat pilot pesawat mereka menginformasikan bahwa mereka akan segera mendarat dalam sepuluh menit lagi. Kota Siena ternyata tak memiliki bandara. Jadi mereka harus mendarat dulu di Kota Florence, baru kemudian melanjutkan perjalanan darat ke Kota Siena. Alfonso menggenggam erat tangan kanannya seolah tahu apa yang dirasakannya. "Kamu tak sendirian, ada aku…," ucap Alfonso, sambil tersenyum menenangkan. Siena heran apakah Alfonso mungkin bisa membaca pikirannya, karena pria itu sepertinya selalu tahu semuanya. Tapi dia memang butuh senyum itu, sentuhan tangan itu. Dan di atas segalanya, dia butuh Alfonso menemaninya. "Setahuku Siena adalah kota yang sangat indah. Penuh dengan karya seni," Siena berusaha menghilangkan kegugupan dengan bicara yang lain. "Kalau begitu, kamu pasti suka. Kamu dan Kakek sama-sama suka seni." "B
"Apa maksudnya?" Kening Siena berkerut dalam. "Tapi hari ini bukan ulang tahunku."Ah, ini pasti kode, pikir Siena. Alfonso benar-benar sengaja mengerjainya tepat di hari pernikahan mereka!Siena mencari pulpen dan mulai mencoret-coret di kertas. "Tanggal ulang tahunku 17 September. Mungkin itu sebagai kunci untuk menggeser huruf yang ada. Hmm, biar kucoba."Ia menuliskan tebakannya di atas kertas.ELANHPB1791791FSJOOYC"Aneh, kenapa tak ada artinya?" Siena tertegun melihat hasilnya. "Atau… hurufnya bukan digeser ke kanan, tapi ke kiri!"Siena mencoret-coret ulang dan menulis lagi.ELANHPB1791791DERMAGA"Dermaga?" Siena berseru kaget. "Apakah Alf memintaku untuk pergi ke dermaga?"
"Dengan ini kalian berdua dinyatakan resmi menjadi suami istri. Silakan, Anda boleh mencium istri Anda."Setelah pastor selesai mengucapkan kalimat tersebut, Alfonso langsung merangkul pinggang Siena, memberikan belaian lembut di pipi Siena yang merona indah, dan mengecup bibirnya dengan penuh kasih. Seketika semua yang hadir bertepuk tangan.Segala sesuatu berjalan sesuai harapan Siena di hari pernikahannya ini. Dia tak perlu pesta mewah, hadiah mahal, atau gaun pengantin seperti putri kerajaan. Yang dia butuhkan hanyalah pernikahannya sah di hadapan Tuhan dan orang-orang yang disayanginya.Setelah acara pemberkatan pernikahan berakhir, Alfonso dan Siena mendapatkan pelukan dari Stefano, Carlo, juga Irina yang datang jauh-jauh dari Melbourne. Mendadak…."Siena Chan! Selamat ya!" Siapa lagi kalau bukan Imelda yang memekik. M
Alfonso masuk ke dalam kamar tidur Siena dengan wajah cerah. Siena sudah berganti gaun tidur dan duduk bersandar di kepala tempat tidur, ia langsung mengarahkan pandangan ke Alfonso."Kamu kelihatan gembira…, sepertinya aku tak usah khawatir apa yang kamu bicarakan dengan Papa," celetuk Siena.Seringai Alfonso makin lebar. "Aku baru saja mendapat seorang Papa hari ini."Mulut Siena melongo. "Benarkah? Papa sudah memintamu memanggilnya Papa?"Alfonso menjawab dengan anggukan mantap. "Yup!""Oh, Alf, aku bahagia sekali mendengarnya!" Siena merentangkan kedua tangannya lebar-lebar untuk memeluk Alfonso.Alfonso duduk di samping Siena dan merangkulnya dengan mesra. "Sekarang aku punya keluarga yang utuh lagi. Aku punya seorang istri yang kucintai, ayah yang bi
Bagi Alfonso, hari ini adalah salah satu hari paling istimewa baginya. Ia sempat kehilangan Siena selama tiga bulan lebih, berusaha bertahan dalam hati yang hancur, bahkan menjalani hidup seperti zombie, tubuhnya hidup tapi jiwa dan pikirannya serasa kosong.Mimpi buruk itu telah berakhir. Sekarang, Siena kembali padanya. Bahkan lebih daripada yang berani dia bayangkan, dia mendapatkan Siena bersama anak mereka yang berumur tiga bulan dalam kandungan Siena!"Kamu tak mau makan, Cherry? Dari tadi aku lihat kamu belum makan apa-apa," ujar Alfonso, kelihatan cemas.Malam ini pesta pertunangan mereka sedang berlangsung di halaman belakang rumah yang sangat luas. Keluarga De Martini adalah keluarga bangsawan yang sangat terkenal dan penting di Kota Siena. Jadi tak heran kalau tamu yang berkunjung juga terus mengalir.Alfonso menuntut Si
"Selamat siang, Tuan Stefano." Alfonso memutuskan untuk menyapa lebih dulu. "Carlo, Damien…." Alfonso mengangguk pada mereka bertiga.Mata Stefano mengamati tangan Alfonso dan Siena yang terus saling bergandengan. "Siena, kamu membuat kami khawatir. Apakah Alfonso menyakitimu?" Jelas bahwa Stefano sengaja mengabaikan sapaan Alfonso."Tidak, Papa, Alfonso tak mungkin sakiti aku," Siena menjawab dengan cepat. "Papa, kumohon biar kami jelaskan dulu semuanya.""Kurasa semuanya sudah sangat jelas bagiku. Kamu memilih untuk menyakiti hati seorang pria yang baik seperti Damien, demi kembali pada pria yang jelas-jelas telah menyakitimu sebelumnya," sergah Stefano dengan suara tegas."Papa, ini semua salahku. Alfonso tak pernah sakiti aku. Aku sudah tahu kalau dia tak ada hubungannya dengan masalah Gloria, tapi waktu dia datang menem
Butuh waktu beberapa detik bagi Siena untuk mencerna perkataan Alfonso. Namun yang bisa dilakukannya hanyalah menatap Alfonso dengan mata terbelalak dan mulut melongo."Aku mohon jangan menikah dengan Damien. Aku ingin kamu jadi milikku seorang. Menikahlah denganku, Cherry…." Ucapan Alfonso terdengar sangat jelas, ucapan yang menimbulkan rasa hangat yang menjalari hati Siena."Alf….""Ya?""Kamu sadar kalau kamu baru saja memintaku menikah denganmu? Di dalam sebuah garasi mobil yang tertutup, di mana kamu baru saja menculikku tepat di hari pertunanganku dengan Damien?"Alfonso terpaku sesaat. "Yah…, aku bisa lakukan hal yang lebih gila lagi kalau kamu mau. Aku bisa saja tiba-tiba muncul di rumahmu, dan berteriak memprotes tepat saat Damien baru saja mau pasangkan cincin pertun
"Kamu cantik sekali, Siena," puji Viola, wanita paruh baya yang menjadi penata rias Siena.Siena sedang berada di salon untuk merias diri sebelum acara pertunangannya dengan Damien nanti malam. Tadinya dia hendak merias diri sendiri saja, tapi Carlo bersikeras bahwa dia harus tampil istimewa di hari yang istimewa ini.Jadilah dia akhirnya berangkat ke salon dengan sedikit enggan, diantar oleh Pino. Sedangkan Stefano, Carlo, dan Damien mempersiapkan acara yang akan diadakan di rumahnya."Apa dandananku… tidak berlebihan?" Siena ragu melihat penampilannya sendiri di cermin. Dia bukan gadis yang suka dandanan tebal selama ini."Jelas tidak. Dandanan ini sangat sempurna untuk acara spesial," Viola meyakinkannya sambil tersenyum."Maaf, maksudku, tentu saja hasil dandananmu sangat sempurna, Viol
Saat Alfonso mengemudikan mobilnya masuk ke halaman depan rumah, dia merasa curiga dengan mobil limusin putih yang diparkir di area taman umum yang berada persis di seberang rumah.Tak banyak orang yang mengendarai mobil limusin ke mana-mana karena terlalu mencolok. Siapa pemilik limusin itu, seorang selebritis yang sengaja mencari perhatian?Alfonso melangkah masuk ke dalam rumah, dan seketika terhenti karena mencium bau ganjil yang tak biasanya. Bau yang mengingatkan dia pada sesuatu.Ia mempercepat langkahnya, matanya mencari-cari sampai akhirnya dia melihat apa yang dicurigainya. Carlo sedang duduk di ruang tengah rumahnya sambil mengisap cerutu!"Aku rasa sudah saatnya aku sewa petugas keamanan untuk jaga rumah ini. Supaya orang-orang seperti kamu tak bisa masuk seenaknya," nada suara Alfonso terdengar ketus.
Alfonso keluar dari mobilnya. Matanya langsung melihat Brian dan Gloria yang sedang duduk bersebelahan di depan mobil kopi mereka, menatapnya dengan wajah serius."Apa kabar, Alfonso?" Gloria yang lebih dulu menyapa, karena Brian diam saja."Hai, Gloria. Bagaimana keadaanmu, sehat?" balas Alfonso. Ia berdiri di depan mereka berdua."Sehat, biarpun aku kelihatan makin mengembang tiap hari," celoteh Gloria, terkikik geli dengan gurauannya sendiri."Menurutku kamu kelihatan seperti ibu hamil yang modis, Gloria," puji Alfonso, tapi matanya melirik ke Brian.Dia mengatakan itu semata-mata untuk memberi dukungan pada Gloria, tanpa ada maksud merayu. Tapi dia tahu sifat Brian yang posesif. Wajah Brian seketika tampak berubah.Dalam hati Alfonso rasanya ingin tertawa. Pa