Flashback: Satu minggu yang lalu.
Sebuah mobil limusin warna hitam mengilap berhenti di depan rumah mewah Adalfo Garcia di kawasan Beverly Hills. Terburu-buru Siena keluar dari mobil itu. Adalfo sengaja mengutus sopir pribadinya untuk menjemput Siena. Pria itu meminta untuk segera bertemu.
Siena berlari tergopoh-gopoh ke kamar tidur Adalfo. Menurut Lucio, Adalfo hanya berbaring di tempat tidurnya selama dua hari terakhir ini. Dalam hatinya, Siena gelisah. Dia tahu Adalfo menderita penyakit jantung koroner, dan sudah pernah menjalani operasi bypass. Namun kondisi kesehatan kakek angkatnya itu memang cenderung menurun belakangan ini.
"Grandpa…," sapa Siena, saat tiba di depan pintu kamar Adalfo. Dadanya naik turun, napasnya masih terengah-engah karena berlari.
Adalfo berbaring di atas tempat tidur berukuran besar di tengah kamar tidur yang luas. Ia langsung menoleh
Perjalanan yang paling menantang dalam hidup kita adalah perjalanan menemukan jati diri kita sendiri.***Kembali ke saat ini.Siena duduk dengan wajah muram di dalam jet pribadi milik Adalfo. Alfonso duduk di kursi lain, agak jauh di seberangnya. Tapi Siena tahu, dari tadi mata tajam Alfonso berulang kali melirik ke arahnya, seakan sedang mengawasi.Ponsel Siena berbunyi. "Hallo, Damien….""Siena, apa yang kamu lakukan?" Suara Damien terdengar sangat panik. "Kamu tak boleh pergi ke Dubai dengan Alfonso! Pria itu berbahaya! Aku sedang menuju ke bandara sekarang, kamu harus tunggu aku! Jangan pergi tanpa aku!" perintah Damien.Siena melirik ke Alfonso. Pria itu sedang memandanginya sambil tersenyum culas."Damien, maafkan aku…. Aku tak bisa jelaskan semuanya sekarang, tapi aku tetap har
Setahu Siena, mereka sudah berkendara lebih dari setengah jam dari pusat Kota Dubai yang mewah dan penuh gedung pencakar langit. Makin jauh dari pusat kota, suasana yang terlihat makin kontras. Bangunan pabrik dan perumahan sederhana mendominasi. Mobil Mercedes Benz hitam yang mereka tumpangi berhenti di depan bangunan luas nan tinggi, yang lebih terlihat seperti rumah susun."Kita sudah sampai di Rumah Aman," sang sopir sekaligus karyawan Hotel Adalfo itu memberitahu.Siena memandang keluar. Bangunan itu jauh dari kata mewah, kondisinya hampir mirip apartemen yang sebelumnya disewa Siena, sederhana dan bersih. Hanya saja, lingkungan sekitar yang cenderung gersang, panas, dan berdebu membuatnya terlihat kusam.Siena membuka pintu mobil. Tapi Alfonso tak bergerak sedikit pun."Kamu tak ikut turun?" tanya Siena."Aku di mobil saja. Di luar terlalu panas. Lagipula cuma
Seringai lebar muncul di wajah Alfonso, puas rasanya bisa menakut-nakuti Siena. "Gampang saja. Ikuti semua yang aku mau. Cuma itu," tandas Alfonso dengan enteng."Tapi apa yang kamu mau? Kamu tak bisa seenaknya perintah aku begitu saja!" Siena menggeram.Alfonso menyandarkan tubuhnya dengan nyaman pada jok mobil, seiring dengan mobil yang terus meluncur kembali ke pusat kota. "Mulai saja dulu dengan temani aku keliling Kota Dubai."Alfonso benar-benar serius dengan kata-katanya. Dia memerintahkan sang sopir untuk membawa mereka berkeliling pusat Kota Dubai. Menjelang petang, Alfonso minta diturunkan di sebuah pusat perbelanjaan besar yang padat pengunjung. Lalu dia mengajak Siena masuk ke sebuah butik mewah. Dalam sekejap, gadis pramuniaga butik langsung melayaninya dengan penuh semangat."Gara-gara kamu, aku tak sempat bawa pakaian ganti sama sekali. Jadi kamu yang harus bayar semua ya
Siena memilih menikmati minuman di gelasnya daripada menikmati suasana klub malam. Dia tak kenal siapa-siapa di situ, dia juga tak tertarik untuk menari atau berbaur."Apa sih enaknya datang ke klub malam? Rasanya masih banyak tempat wisata lain yang lebih bagus di Dubai," mulut Siena masih mengomel sendiri."Selamat malam…," sapa sebuah suara berat di belakangnya.Siena memutar kursinya ke belakang. Dua orang pria berumur tiga puluh tahunan tersenyum padanya. Yang satu berambut pirang dan bermata cokelat, yang satu lagi berambut cokelat dan bermata biru gelap. Mereka berdua memakai setelan jas mewah."Kamu sendirian, Nona?" tanya si rambut pirang. "Sepertinya kamu orang baru di sini. Kami sudah sering ke klub ini, tapi belum pernah lihat kamu."Siena bisa menghirup aroma alkohol yang tajam dari mulut mereka berdua. Instingnya langsung waspada. "Mmm…,
Siena masih berguling-guling di atas tempat tidurnya lama setelah dia berbaring. Matanya seperti tak mau terpejam. Pikirannya terus memutar ulang semua kejadian hari ini. Di satu sisi, dia marah sekali dengan tindakan Alfonso yang 'menculiknya', sampai-sampai dia terpaksa datang ke Dubai bersama pria itu. Padahal dia dan Damien sudah mempersiapkan semua rencana mereka. Di sisi lain, dia heran kenapa Alfonso mau menolongnya waktu di klub malam. Alfonso bahkan menghajar pria berengsek yang mengusiknya."Apa aku harus ucapkan terima kasih?" gumam Siena. Sedetik kemudian, dia menggeleng-geleng. "Enak saja, dia yang culik aku ke Dubai. Dia juga yang paksa aku ke klub malam itu!" gerutunya.Namun dalam hati, dia mengagumi gerakan bela diri yang ditunjukkan Alfonso. Waktu masih kecil dan tinggal di Jepang, kakek kandung Siena pernah mengajarinya teknik Aikido. Siena masih terus ingat teknik bela diri sederhana itu untuk melindungi dir
Siena dan Alfonso sudah berada di dalam jet pribadi yang akan membawa mereka menuju Spanyol. Mereka duduk di kursi yang saling berhadapan. Pesawat sedang menunggu giliran lepas landas.Terdengar bunyi dering. Alfonso menjawab panggilan di ponselnya."Hai, Cutie Pie… Ya, baik-baik saja, kami sedang siap-siap terbang ke Spanyol…."Siena memutar bola matanya. Cutie Pie, kata pria itu? Itu pasti kekasih Alfonso yang menelepon, wanita berambut pirang yang mirip aktris Hollywood itu. Kenapa nama panggilan yang diberikan harus norak begitu? Sama sekali tak cocok dengan kesan sombong pria itu! Siena menutup mulutnya, berusaha menyembunyikan tawanya.Alfonso sekilas melirik ke arah Siena. Kenapa gadis itu tertawa, apa yang lucu?"Sudah dulu ya, nanti aku kabari lagi…." Alfonso memutuskan sambungan telepon."Apa ada yang lucu?" tanya
Siena berdiri di depan Alfonso, menghalanginya berjalan ke arah Carla. Mata Alfonso masih menyala penuh amarah saat menatap Siena. Sebenarnya ada kegentaran dalam hati Siena, tapi dia harus tetap memberanikan diri menghadapi pria yang emosinya sulit ditebak ini."Apa katamu?" tanya Alfonso."Jangan buat keributan di sini…," ucap Siena dengan pandangan memohon."Bukan, tadi kamu katakan, kamu akan ikut denganku ke mana pun?" Alfonso menaikkan alisnya.Siena menelan ludah. Dia sudah telanjur mengucapkannya. "Ya, asal kamu tidak buat keributan. Kamu mau kita pergi ke Castell de Bellver bukan?"Alfonso tampaknya sedang mempertimbangkan sesuatu. "Baik, aku pegang kata-katamu. Masuk ke mobil," perintah Alfonso, tapi kali ini suaranya terdengar jauh lebih lunak.Alfonso melayangkan pandangannya sekilas ke arah Carla, tapi akhirnya pria itu berja
Alfonso dan Siena masih sama-sama berdiri diam di atas menara kastel. Seperti ada beban yang terlepas dari hati Alfonso. Kenapa dia ingin menceritakan semua kisah masa lalunya pada Siena, Alfonso juga tak mengerti. Namun kata-kata Siena benar, setelah bercerita, rasanya memang jauh lebih lega. "Jadi itu sebabnya kamu marah-marah sejak kita sampai di kota ini? Karena ada kenangan buruk yang buat kamu sakit hati?" celetuk Siena setelah hening agak lama. Alfonso menoleh memandang Siena. "Ya, sebagian karena itu. Sebagian lagi aku marah kenapa Kakek harus memilih tempat ini untuk lokasi aset warisannya. Tempat yang jadi awal mula semua permusuhan Kakek dengan Ayah dan aku." "Mungkin bagi Grandpa justru sebaliknya. Mungkin yang diingatnya dari tempat ini adalah kenangan indah waktu dia berlibur bersamamu," tutur Siena dengan suara pelan. Alfonso mengerutkan dahinya. "Kamu tak perlu
"Apa maksudnya?" Kening Siena berkerut dalam. "Tapi hari ini bukan ulang tahunku."Ah, ini pasti kode, pikir Siena. Alfonso benar-benar sengaja mengerjainya tepat di hari pernikahan mereka!Siena mencari pulpen dan mulai mencoret-coret di kertas. "Tanggal ulang tahunku 17 September. Mungkin itu sebagai kunci untuk menggeser huruf yang ada. Hmm, biar kucoba."Ia menuliskan tebakannya di atas kertas.ELANHPB1791791FSJOOYC"Aneh, kenapa tak ada artinya?" Siena tertegun melihat hasilnya. "Atau… hurufnya bukan digeser ke kanan, tapi ke kiri!"Siena mencoret-coret ulang dan menulis lagi.ELANHPB1791791DERMAGA"Dermaga?" Siena berseru kaget. "Apakah Alf memintaku untuk pergi ke dermaga?"
"Dengan ini kalian berdua dinyatakan resmi menjadi suami istri. Silakan, Anda boleh mencium istri Anda."Setelah pastor selesai mengucapkan kalimat tersebut, Alfonso langsung merangkul pinggang Siena, memberikan belaian lembut di pipi Siena yang merona indah, dan mengecup bibirnya dengan penuh kasih. Seketika semua yang hadir bertepuk tangan.Segala sesuatu berjalan sesuai harapan Siena di hari pernikahannya ini. Dia tak perlu pesta mewah, hadiah mahal, atau gaun pengantin seperti putri kerajaan. Yang dia butuhkan hanyalah pernikahannya sah di hadapan Tuhan dan orang-orang yang disayanginya.Setelah acara pemberkatan pernikahan berakhir, Alfonso dan Siena mendapatkan pelukan dari Stefano, Carlo, juga Irina yang datang jauh-jauh dari Melbourne. Mendadak…."Siena Chan! Selamat ya!" Siapa lagi kalau bukan Imelda yang memekik. M
Alfonso masuk ke dalam kamar tidur Siena dengan wajah cerah. Siena sudah berganti gaun tidur dan duduk bersandar di kepala tempat tidur, ia langsung mengarahkan pandangan ke Alfonso."Kamu kelihatan gembira…, sepertinya aku tak usah khawatir apa yang kamu bicarakan dengan Papa," celetuk Siena.Seringai Alfonso makin lebar. "Aku baru saja mendapat seorang Papa hari ini."Mulut Siena melongo. "Benarkah? Papa sudah memintamu memanggilnya Papa?"Alfonso menjawab dengan anggukan mantap. "Yup!""Oh, Alf, aku bahagia sekali mendengarnya!" Siena merentangkan kedua tangannya lebar-lebar untuk memeluk Alfonso.Alfonso duduk di samping Siena dan merangkulnya dengan mesra. "Sekarang aku punya keluarga yang utuh lagi. Aku punya seorang istri yang kucintai, ayah yang bi
Bagi Alfonso, hari ini adalah salah satu hari paling istimewa baginya. Ia sempat kehilangan Siena selama tiga bulan lebih, berusaha bertahan dalam hati yang hancur, bahkan menjalani hidup seperti zombie, tubuhnya hidup tapi jiwa dan pikirannya serasa kosong.Mimpi buruk itu telah berakhir. Sekarang, Siena kembali padanya. Bahkan lebih daripada yang berani dia bayangkan, dia mendapatkan Siena bersama anak mereka yang berumur tiga bulan dalam kandungan Siena!"Kamu tak mau makan, Cherry? Dari tadi aku lihat kamu belum makan apa-apa," ujar Alfonso, kelihatan cemas.Malam ini pesta pertunangan mereka sedang berlangsung di halaman belakang rumah yang sangat luas. Keluarga De Martini adalah keluarga bangsawan yang sangat terkenal dan penting di Kota Siena. Jadi tak heran kalau tamu yang berkunjung juga terus mengalir.Alfonso menuntut Si
"Selamat siang, Tuan Stefano." Alfonso memutuskan untuk menyapa lebih dulu. "Carlo, Damien…." Alfonso mengangguk pada mereka bertiga.Mata Stefano mengamati tangan Alfonso dan Siena yang terus saling bergandengan. "Siena, kamu membuat kami khawatir. Apakah Alfonso menyakitimu?" Jelas bahwa Stefano sengaja mengabaikan sapaan Alfonso."Tidak, Papa, Alfonso tak mungkin sakiti aku," Siena menjawab dengan cepat. "Papa, kumohon biar kami jelaskan dulu semuanya.""Kurasa semuanya sudah sangat jelas bagiku. Kamu memilih untuk menyakiti hati seorang pria yang baik seperti Damien, demi kembali pada pria yang jelas-jelas telah menyakitimu sebelumnya," sergah Stefano dengan suara tegas."Papa, ini semua salahku. Alfonso tak pernah sakiti aku. Aku sudah tahu kalau dia tak ada hubungannya dengan masalah Gloria, tapi waktu dia datang menem
Butuh waktu beberapa detik bagi Siena untuk mencerna perkataan Alfonso. Namun yang bisa dilakukannya hanyalah menatap Alfonso dengan mata terbelalak dan mulut melongo."Aku mohon jangan menikah dengan Damien. Aku ingin kamu jadi milikku seorang. Menikahlah denganku, Cherry…." Ucapan Alfonso terdengar sangat jelas, ucapan yang menimbulkan rasa hangat yang menjalari hati Siena."Alf….""Ya?""Kamu sadar kalau kamu baru saja memintaku menikah denganmu? Di dalam sebuah garasi mobil yang tertutup, di mana kamu baru saja menculikku tepat di hari pertunanganku dengan Damien?"Alfonso terpaku sesaat. "Yah…, aku bisa lakukan hal yang lebih gila lagi kalau kamu mau. Aku bisa saja tiba-tiba muncul di rumahmu, dan berteriak memprotes tepat saat Damien baru saja mau pasangkan cincin pertun
"Kamu cantik sekali, Siena," puji Viola, wanita paruh baya yang menjadi penata rias Siena.Siena sedang berada di salon untuk merias diri sebelum acara pertunangannya dengan Damien nanti malam. Tadinya dia hendak merias diri sendiri saja, tapi Carlo bersikeras bahwa dia harus tampil istimewa di hari yang istimewa ini.Jadilah dia akhirnya berangkat ke salon dengan sedikit enggan, diantar oleh Pino. Sedangkan Stefano, Carlo, dan Damien mempersiapkan acara yang akan diadakan di rumahnya."Apa dandananku… tidak berlebihan?" Siena ragu melihat penampilannya sendiri di cermin. Dia bukan gadis yang suka dandanan tebal selama ini."Jelas tidak. Dandanan ini sangat sempurna untuk acara spesial," Viola meyakinkannya sambil tersenyum."Maaf, maksudku, tentu saja hasil dandananmu sangat sempurna, Viol
Saat Alfonso mengemudikan mobilnya masuk ke halaman depan rumah, dia merasa curiga dengan mobil limusin putih yang diparkir di area taman umum yang berada persis di seberang rumah.Tak banyak orang yang mengendarai mobil limusin ke mana-mana karena terlalu mencolok. Siapa pemilik limusin itu, seorang selebritis yang sengaja mencari perhatian?Alfonso melangkah masuk ke dalam rumah, dan seketika terhenti karena mencium bau ganjil yang tak biasanya. Bau yang mengingatkan dia pada sesuatu.Ia mempercepat langkahnya, matanya mencari-cari sampai akhirnya dia melihat apa yang dicurigainya. Carlo sedang duduk di ruang tengah rumahnya sambil mengisap cerutu!"Aku rasa sudah saatnya aku sewa petugas keamanan untuk jaga rumah ini. Supaya orang-orang seperti kamu tak bisa masuk seenaknya," nada suara Alfonso terdengar ketus.
Alfonso keluar dari mobilnya. Matanya langsung melihat Brian dan Gloria yang sedang duduk bersebelahan di depan mobil kopi mereka, menatapnya dengan wajah serius."Apa kabar, Alfonso?" Gloria yang lebih dulu menyapa, karena Brian diam saja."Hai, Gloria. Bagaimana keadaanmu, sehat?" balas Alfonso. Ia berdiri di depan mereka berdua."Sehat, biarpun aku kelihatan makin mengembang tiap hari," celoteh Gloria, terkikik geli dengan gurauannya sendiri."Menurutku kamu kelihatan seperti ibu hamil yang modis, Gloria," puji Alfonso, tapi matanya melirik ke Brian.Dia mengatakan itu semata-mata untuk memberi dukungan pada Gloria, tanpa ada maksud merayu. Tapi dia tahu sifat Brian yang posesif. Wajah Brian seketika tampak berubah.Dalam hati Alfonso rasanya ingin tertawa. Pa