Siena memilih menikmati minuman di gelasnya daripada menikmati suasana klub malam. Dia tak kenal siapa-siapa di situ, dia juga tak tertarik untuk menari atau berbaur.
"Apa sih enaknya datang ke klub malam? Rasanya masih banyak tempat wisata lain yang lebih bagus di Dubai," mulut Siena masih mengomel sendiri.
"Selamat malam…," sapa sebuah suara berat di belakangnya.
Siena memutar kursinya ke belakang. Dua orang pria berumur tiga puluh tahunan tersenyum padanya. Yang satu berambut pirang dan bermata cokelat, yang satu lagi berambut cokelat dan bermata biru gelap. Mereka berdua memakai setelan jas mewah.
"Kamu sendirian, Nona?" tanya si rambut pirang. "Sepertinya kamu orang baru di sini. Kami sudah sering ke klub ini, tapi belum pernah lihat kamu."
Siena bisa menghirup aroma alkohol yang tajam dari mulut mereka berdua. Instingnya langsung waspada. "Mmm…,
Siena masih berguling-guling di atas tempat tidurnya lama setelah dia berbaring. Matanya seperti tak mau terpejam. Pikirannya terus memutar ulang semua kejadian hari ini. Di satu sisi, dia marah sekali dengan tindakan Alfonso yang 'menculiknya', sampai-sampai dia terpaksa datang ke Dubai bersama pria itu. Padahal dia dan Damien sudah mempersiapkan semua rencana mereka. Di sisi lain, dia heran kenapa Alfonso mau menolongnya waktu di klub malam. Alfonso bahkan menghajar pria berengsek yang mengusiknya."Apa aku harus ucapkan terima kasih?" gumam Siena. Sedetik kemudian, dia menggeleng-geleng. "Enak saja, dia yang culik aku ke Dubai. Dia juga yang paksa aku ke klub malam itu!" gerutunya.Namun dalam hati, dia mengagumi gerakan bela diri yang ditunjukkan Alfonso. Waktu masih kecil dan tinggal di Jepang, kakek kandung Siena pernah mengajarinya teknik Aikido. Siena masih terus ingat teknik bela diri sederhana itu untuk melindungi dir
Siena dan Alfonso sudah berada di dalam jet pribadi yang akan membawa mereka menuju Spanyol. Mereka duduk di kursi yang saling berhadapan. Pesawat sedang menunggu giliran lepas landas.Terdengar bunyi dering. Alfonso menjawab panggilan di ponselnya."Hai, Cutie Pie… Ya, baik-baik saja, kami sedang siap-siap terbang ke Spanyol…."Siena memutar bola matanya. Cutie Pie, kata pria itu? Itu pasti kekasih Alfonso yang menelepon, wanita berambut pirang yang mirip aktris Hollywood itu. Kenapa nama panggilan yang diberikan harus norak begitu? Sama sekali tak cocok dengan kesan sombong pria itu! Siena menutup mulutnya, berusaha menyembunyikan tawanya.Alfonso sekilas melirik ke arah Siena. Kenapa gadis itu tertawa, apa yang lucu?"Sudah dulu ya, nanti aku kabari lagi…." Alfonso memutuskan sambungan telepon."Apa ada yang lucu?" tanya
Siena berdiri di depan Alfonso, menghalanginya berjalan ke arah Carla. Mata Alfonso masih menyala penuh amarah saat menatap Siena. Sebenarnya ada kegentaran dalam hati Siena, tapi dia harus tetap memberanikan diri menghadapi pria yang emosinya sulit ditebak ini."Apa katamu?" tanya Alfonso."Jangan buat keributan di sini…," ucap Siena dengan pandangan memohon."Bukan, tadi kamu katakan, kamu akan ikut denganku ke mana pun?" Alfonso menaikkan alisnya.Siena menelan ludah. Dia sudah telanjur mengucapkannya. "Ya, asal kamu tidak buat keributan. Kamu mau kita pergi ke Castell de Bellver bukan?"Alfonso tampaknya sedang mempertimbangkan sesuatu. "Baik, aku pegang kata-katamu. Masuk ke mobil," perintah Alfonso, tapi kali ini suaranya terdengar jauh lebih lunak.Alfonso melayangkan pandangannya sekilas ke arah Carla, tapi akhirnya pria itu berja
Alfonso dan Siena masih sama-sama berdiri diam di atas menara kastel. Seperti ada beban yang terlepas dari hati Alfonso. Kenapa dia ingin menceritakan semua kisah masa lalunya pada Siena, Alfonso juga tak mengerti. Namun kata-kata Siena benar, setelah bercerita, rasanya memang jauh lebih lega. "Jadi itu sebabnya kamu marah-marah sejak kita sampai di kota ini? Karena ada kenangan buruk yang buat kamu sakit hati?" celetuk Siena setelah hening agak lama. Alfonso menoleh memandang Siena. "Ya, sebagian karena itu. Sebagian lagi aku marah kenapa Kakek harus memilih tempat ini untuk lokasi aset warisannya. Tempat yang jadi awal mula semua permusuhan Kakek dengan Ayah dan aku." "Mungkin bagi Grandpa justru sebaliknya. Mungkin yang diingatnya dari tempat ini adalah kenangan indah waktu dia berlibur bersamamu," tutur Siena dengan suara pelan. Alfonso mengerutkan dahinya. "Kamu tak perlu
Alfonso dan Siena memandangi pohon sycamore besar di hadapan mereka."Apakah kamu atau Grandpa yang buat tulisan itu?" tanya Siena.Alfonso menggeleng. "Setahuku tulisan itu sudah ada sejak pertama kali aku ke sini. Kakek juga tak tahu siapa yang membuatnya. Tapi menurut Kakek, pesan itu untuk mengingatkan manusia pada sifatnya yang cenderung sombong.""Jadi kenapa kamu ajak aku ke sini?""Karena tadi kamu katakan menggali lantai kapel. Aku teringat, dulu aku dan Kakek sering bermain menggali dan menyembunyikan sesuatu di sini, tanah di bawah pohon ini," ungkap Alfonso.Siena terperangah. "Kenapa tidak? Kita harus coba! Siapa tahu Grandpa sembunyikan pesan di bawah sini!" sambut Siena dengan semangat.Alfonso menolehkan kepalanya ke sana kemari, mencari-cari. Ia kembali dengan ranting kayu yang agak besar di tangannya. Lalu dia mulai menggali ta
"Siena, buka matamu!"Panik sekejap melanda pikiran Alfonso. Mungkinkah kepala Siena terbentur batu saat meluncur jatuh tadi? Apa yang harus dia lakukan?Alfonso melongok ke bawah, lereng bukit itu masih tinggi, tak mungkin mereka melompat turun ke dasar. Untuk memanjat ke atas juga tak mungkin. Tanah di lereng bukit ini terlalu licin, mudah longsor, dan tak ada bebatuan atau tanaman untuk tempat berpegangan. Apalagi jika dia harus membopong tubuh Siena bersamanya.Baru saja Alfonso berniat untuk meraih ponselnya, mendadak kelopak mata gadis itu bergerak."Siena…!""A-alf…? Apa ---""Oh, syukurlah kamu sudah sadar…." Alfonso menarik napas lega. "Jangan takuti aku seperti tadi lagi. Kamu bisa bergerak?"Siena berusaha menggerakkan anggota tubuhnya. Ia meringis waktu merasakan sakit yang menusuk di pergela
Siena terkesiap waktu melihat pria itu melangkah masuk ke dalam kamar. "Damien?" "Hai, Siena…," sapa Damien. "Bagaimana kamu bisa datang ke sini?" Siena masih tak bisa menyembunyikan rasa kagetnya. "Bukankah kamu sendiri yang minta Kapten Hans, pilot pesawatmu untuk kabari aku, kalau kamu akan ke Palma?" tanggap Damien sambil tersenyum. Ia sudah berdiri di samping tempat tidur Siena. Tentu saja Siena ingat. Sebelum terbang ke Palma, Siena memang diam-diam berpesan pada pilot pesawat pribadinya untuk menghubungi Damien, sekedar memberitahu Damien bahwa dia akan pergi ke Spanyol. Itu gara-gara Alfonso menolak meminjamkannya ponsel untuk menelepon sendiri. "Oh ya…. Tapi maksudku, kenapa kamu bisa datang ke Palma? Dan bagaimana kamu tahu kalau aku ada di rumah sakit ini?" "Karena aku khawatir padamu, Siena…. Alfonso berkata pada Kapten
Alfonso membuka pintu unit apartemennya dengan kartu akses yang dipegangnya. Dia membeli unit apartemen mewah di daerah Beverly Hills ini sejak kembali ke Los Angeles, untuk menuntut kembali harta warisan kakeknya. Dengan kekayaan dan pengaruhnya, bagi Alfonso, membeli apartemen mewah adalah hal yang gampang. Apalagi fasilitasnya memuaskan dan letak apartemennya sangat strategis. Tapi kenapa sekarang, ada rasa enggan untuk kembali ke apartemennya ini? "Honey Bear? Oh, kamu sudah pulang…," suara manja itu sudah langsung menyambutnya saat Alfonso melangkah masuk ke ruang tamu. Gloria muncul dengan mini dress warna merah menyala yang sensual, dia sengaja memakainya untuk menggoda Alfonso. Dia tahu kekasihnya itu sangat suka warna merah. Tapi tatapan mata Alfonso terasa hambar dan dingin. "Hai, Gloria…," hanya itu yang keluar dari mulut Alfonso. "Apa kabar, Honey Be
"Apa maksudnya?" Kening Siena berkerut dalam. "Tapi hari ini bukan ulang tahunku."Ah, ini pasti kode, pikir Siena. Alfonso benar-benar sengaja mengerjainya tepat di hari pernikahan mereka!Siena mencari pulpen dan mulai mencoret-coret di kertas. "Tanggal ulang tahunku 17 September. Mungkin itu sebagai kunci untuk menggeser huruf yang ada. Hmm, biar kucoba."Ia menuliskan tebakannya di atas kertas.ELANHPB1791791FSJOOYC"Aneh, kenapa tak ada artinya?" Siena tertegun melihat hasilnya. "Atau… hurufnya bukan digeser ke kanan, tapi ke kiri!"Siena mencoret-coret ulang dan menulis lagi.ELANHPB1791791DERMAGA"Dermaga?" Siena berseru kaget. "Apakah Alf memintaku untuk pergi ke dermaga?"
"Dengan ini kalian berdua dinyatakan resmi menjadi suami istri. Silakan, Anda boleh mencium istri Anda."Setelah pastor selesai mengucapkan kalimat tersebut, Alfonso langsung merangkul pinggang Siena, memberikan belaian lembut di pipi Siena yang merona indah, dan mengecup bibirnya dengan penuh kasih. Seketika semua yang hadir bertepuk tangan.Segala sesuatu berjalan sesuai harapan Siena di hari pernikahannya ini. Dia tak perlu pesta mewah, hadiah mahal, atau gaun pengantin seperti putri kerajaan. Yang dia butuhkan hanyalah pernikahannya sah di hadapan Tuhan dan orang-orang yang disayanginya.Setelah acara pemberkatan pernikahan berakhir, Alfonso dan Siena mendapatkan pelukan dari Stefano, Carlo, juga Irina yang datang jauh-jauh dari Melbourne. Mendadak…."Siena Chan! Selamat ya!" Siapa lagi kalau bukan Imelda yang memekik. M
Alfonso masuk ke dalam kamar tidur Siena dengan wajah cerah. Siena sudah berganti gaun tidur dan duduk bersandar di kepala tempat tidur, ia langsung mengarahkan pandangan ke Alfonso."Kamu kelihatan gembira…, sepertinya aku tak usah khawatir apa yang kamu bicarakan dengan Papa," celetuk Siena.Seringai Alfonso makin lebar. "Aku baru saja mendapat seorang Papa hari ini."Mulut Siena melongo. "Benarkah? Papa sudah memintamu memanggilnya Papa?"Alfonso menjawab dengan anggukan mantap. "Yup!""Oh, Alf, aku bahagia sekali mendengarnya!" Siena merentangkan kedua tangannya lebar-lebar untuk memeluk Alfonso.Alfonso duduk di samping Siena dan merangkulnya dengan mesra. "Sekarang aku punya keluarga yang utuh lagi. Aku punya seorang istri yang kucintai, ayah yang bi
Bagi Alfonso, hari ini adalah salah satu hari paling istimewa baginya. Ia sempat kehilangan Siena selama tiga bulan lebih, berusaha bertahan dalam hati yang hancur, bahkan menjalani hidup seperti zombie, tubuhnya hidup tapi jiwa dan pikirannya serasa kosong.Mimpi buruk itu telah berakhir. Sekarang, Siena kembali padanya. Bahkan lebih daripada yang berani dia bayangkan, dia mendapatkan Siena bersama anak mereka yang berumur tiga bulan dalam kandungan Siena!"Kamu tak mau makan, Cherry? Dari tadi aku lihat kamu belum makan apa-apa," ujar Alfonso, kelihatan cemas.Malam ini pesta pertunangan mereka sedang berlangsung di halaman belakang rumah yang sangat luas. Keluarga De Martini adalah keluarga bangsawan yang sangat terkenal dan penting di Kota Siena. Jadi tak heran kalau tamu yang berkunjung juga terus mengalir.Alfonso menuntut Si
"Selamat siang, Tuan Stefano." Alfonso memutuskan untuk menyapa lebih dulu. "Carlo, Damien…." Alfonso mengangguk pada mereka bertiga.Mata Stefano mengamati tangan Alfonso dan Siena yang terus saling bergandengan. "Siena, kamu membuat kami khawatir. Apakah Alfonso menyakitimu?" Jelas bahwa Stefano sengaja mengabaikan sapaan Alfonso."Tidak, Papa, Alfonso tak mungkin sakiti aku," Siena menjawab dengan cepat. "Papa, kumohon biar kami jelaskan dulu semuanya.""Kurasa semuanya sudah sangat jelas bagiku. Kamu memilih untuk menyakiti hati seorang pria yang baik seperti Damien, demi kembali pada pria yang jelas-jelas telah menyakitimu sebelumnya," sergah Stefano dengan suara tegas."Papa, ini semua salahku. Alfonso tak pernah sakiti aku. Aku sudah tahu kalau dia tak ada hubungannya dengan masalah Gloria, tapi waktu dia datang menem
Butuh waktu beberapa detik bagi Siena untuk mencerna perkataan Alfonso. Namun yang bisa dilakukannya hanyalah menatap Alfonso dengan mata terbelalak dan mulut melongo."Aku mohon jangan menikah dengan Damien. Aku ingin kamu jadi milikku seorang. Menikahlah denganku, Cherry…." Ucapan Alfonso terdengar sangat jelas, ucapan yang menimbulkan rasa hangat yang menjalari hati Siena."Alf….""Ya?""Kamu sadar kalau kamu baru saja memintaku menikah denganmu? Di dalam sebuah garasi mobil yang tertutup, di mana kamu baru saja menculikku tepat di hari pertunanganku dengan Damien?"Alfonso terpaku sesaat. "Yah…, aku bisa lakukan hal yang lebih gila lagi kalau kamu mau. Aku bisa saja tiba-tiba muncul di rumahmu, dan berteriak memprotes tepat saat Damien baru saja mau pasangkan cincin pertun
"Kamu cantik sekali, Siena," puji Viola, wanita paruh baya yang menjadi penata rias Siena.Siena sedang berada di salon untuk merias diri sebelum acara pertunangannya dengan Damien nanti malam. Tadinya dia hendak merias diri sendiri saja, tapi Carlo bersikeras bahwa dia harus tampil istimewa di hari yang istimewa ini.Jadilah dia akhirnya berangkat ke salon dengan sedikit enggan, diantar oleh Pino. Sedangkan Stefano, Carlo, dan Damien mempersiapkan acara yang akan diadakan di rumahnya."Apa dandananku… tidak berlebihan?" Siena ragu melihat penampilannya sendiri di cermin. Dia bukan gadis yang suka dandanan tebal selama ini."Jelas tidak. Dandanan ini sangat sempurna untuk acara spesial," Viola meyakinkannya sambil tersenyum."Maaf, maksudku, tentu saja hasil dandananmu sangat sempurna, Viol
Saat Alfonso mengemudikan mobilnya masuk ke halaman depan rumah, dia merasa curiga dengan mobil limusin putih yang diparkir di area taman umum yang berada persis di seberang rumah.Tak banyak orang yang mengendarai mobil limusin ke mana-mana karena terlalu mencolok. Siapa pemilik limusin itu, seorang selebritis yang sengaja mencari perhatian?Alfonso melangkah masuk ke dalam rumah, dan seketika terhenti karena mencium bau ganjil yang tak biasanya. Bau yang mengingatkan dia pada sesuatu.Ia mempercepat langkahnya, matanya mencari-cari sampai akhirnya dia melihat apa yang dicurigainya. Carlo sedang duduk di ruang tengah rumahnya sambil mengisap cerutu!"Aku rasa sudah saatnya aku sewa petugas keamanan untuk jaga rumah ini. Supaya orang-orang seperti kamu tak bisa masuk seenaknya," nada suara Alfonso terdengar ketus.
Alfonso keluar dari mobilnya. Matanya langsung melihat Brian dan Gloria yang sedang duduk bersebelahan di depan mobil kopi mereka, menatapnya dengan wajah serius."Apa kabar, Alfonso?" Gloria yang lebih dulu menyapa, karena Brian diam saja."Hai, Gloria. Bagaimana keadaanmu, sehat?" balas Alfonso. Ia berdiri di depan mereka berdua."Sehat, biarpun aku kelihatan makin mengembang tiap hari," celoteh Gloria, terkikik geli dengan gurauannya sendiri."Menurutku kamu kelihatan seperti ibu hamil yang modis, Gloria," puji Alfonso, tapi matanya melirik ke Brian.Dia mengatakan itu semata-mata untuk memberi dukungan pada Gloria, tanpa ada maksud merayu. Tapi dia tahu sifat Brian yang posesif. Wajah Brian seketika tampak berubah.Dalam hati Alfonso rasanya ingin tertawa. Pa