“Aurora?”“Boleh aku masuk?”Mendengarkan suara itu, membuat Aurora bergegas membuka pintu. Ada William yang berada di depannya saat ini. Wiliam memandangi Aurora dengan tatapan yang sangat dalam. Wajah William berbeda. Lelaki itu tampak pucat dan ada bekas air mata di pipinya. Apa yang terjadi? Pikirnya.“Aku lagi bingung.”“Bingung?” Aurora mengerutkan kening tidak mengerti. William bergegas masuk ke dalam kamar. Dia segera memeluk Aurora yang berdiri di depan pintu. Bola mata Aurora terbelalak.“Hai, lepaskan aku Tuan William!”“Apa yang sedang kau lakukan?” gerutu Aurora kesal. William terus memeluknya dan tidak membiarkan Aurora melepaskan tangannya.“Lelaki mesum!”“Lepaskan aku!”“Aku ingin seperti ini, beberapa detik saja!” bisik William lirih.Aurora terdiam sejenak. Dia membiarkan William terus memeluknya. Aurora tidak mengerti. William sedang apa? Dia baru saja melihatnya berciuman dengan istrinya, Maya. Namun, apa yang terjadi?“Tuan William, ada apa?”Tidak ada suara, Wil
“Kau serius mau menginap di rumahku?” tanya Joanna sambil menatap Aurora dengan ekspresi serius. Aurora menganggukan kepala.“Dia tidak akan marah?” tanyanya lagi.“Siapa?”“Suamimu!” jawab Joanna segera.“Tidak, William sedang sibuk mengurus istrinya. Sepertinya mereka sedang marahan. Aku juga tidak terlalu mengerti.”Mereka berdua berjalan menuju parkiran dan menatap Edward yang sudah berjaga di depan sana. Joanna tersenyum saat lelaki itu tersenyum menatapnya. Sumpah, Joanna merasa pengawal keluarga Keller terlalu berlebihan. Dia memiliki ketampanan yang luar biasa. Lebih cocok menjadi seorang model dari pada menjadi pengawal.“Joanna, masuklah!” sahut Aurora segera. Mereka berdua masuk ke dalam mobil. Edward menatap Aurora.“Nona, apakah kita akan ke rumah yang lain?”“Edward, aku ingin menginap di rumah Joanna sahabatku, kau harus mengantar kami ke sana,” jelas Aurora segera. Di dalam mobil, Joanna hanya terdiam membisu. Entah mengapa pipinya tiba-tiba memanas. Apalagi saat Edwar
Aurora menunggu prof. John tepat di depan Cafe Lola. Dia sudah menunggu lima belas menit namun batang hidung lelaki tampan itu tidak terlihat.“Uhft!” Aurora menghela napas panjang.“Atau … dia tidak datang? Atau prof. John hanya mempermainanku?” gerutunya kemudian. Aurora terus menatap benda persegi yang melingkar di pergelangan tangannya. Tanda-tanda kedatangan prof. John belum terlihat. Aurora merasa lelaki itu berbohong.Seorang lelaki berjas hitam segera menarik tangannya dan membuat Aurora kaget bukan main. Dia membulatkan mata menatap prof. John yang memandanginya dengan ekspresi dingin. Lelaki itu tanpa malu segera memeluknya dan membuat Aurora memberontak.“Hai, lepaskan aku!”“Prof. John, apa yang kau lakukan!” gerutu Aurora kemudian. Prof. John melepaskan pelukannya dan melihat Aurora yang sedang panik.“Maafkan saya, tadi saya terlambat karena beberapa hal. Saya memelukmu karena kau dalam bahaya,” jelas prof. John. Aurora semakin tidak paham dengan jalan pikiran lelaki itu
“Jadi, apa yang prof. John ingin katakan?”“Aku tidak punya waktu banyak di sini!” gerutu Aurora sambil memandangi lelaki di depannya.“Jika William tahu, bagaimana?” sambungnya lagi. Prof. John hanya terdiam sambil membuka laptopnya dan menunjukan beberapa gambar kepada Aurora.“Kau harus berusaha untuk tetap tenang saat melihat gambar ini,” ucap prof. John. Aurora mengigit bibir bawahnya ketakutan. Apa yang akan ditunjukan lelaki itu? Pikirnya.“Kau sudah siap?” tanyanya lagi. Aurora mengangguk meskipun dia sepenuhnya tidak yakin. Aurora menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Prof. John bergegas membalikan laptopnya lalu bola mata Aurora terbelalak.“Apa ini?”“Gambar ayahmu,” ucap prof. John. Wajahnya terlihat tenang sedangkan wajah Aurora terlihat pucat pasi.“A-ayahku?”“Mengapa dibungkus seperti itu?” gerutunya tidak mengerti. Prof. John membalikan laptopnya kembali. Dia tidak menunjukan gambar itu lagi kepada Aurora.“Karena kepolisian menemukan hal yang ane
“Sekarang jelaskan kepadaku, apa hubunganmu dengan prof. John?”“Sepasang kekasih?” tanyanya. William menatap Aurora dengan sorot mata yang tajam.“Apa urusanmu?”“Aku ingin mencari pamanku dan bisa jadi lelaki itu tahu!” sahut Aurora membela dirinya. Dia memandangi William dengan tatapan tidak suka. William mencondongkan wajahnya dan membuat Aurora spontan memundurkan tubuhnya.Edward segera mengalihkan pandangan saat William semakin dekat ke arah Aurora. Tanpa berpikir panjang, William bergegas mencium bibir ranum itu.“Aku sudah katakan kepadamu, selama kau menjadi istriku. Tidak ada yang bisa bersamamu!” bisiknya. William melepaskan ciumannya dan mengatur posisi duduknya kembali.Aurora merasa tubuhnya sangat aneh. Apalagi saat William menciumanya. Mengapa dia tidak memberontak? Mengapa Aurora diam saja dan membiarkan William melakukan itu? Mengapa harus menikmatinya?Selama di perjalanan, Aurora terdiam membisu. Pikirannya berkecamuk. Sesekali dia menyentuh bibirnya.“Aku sedang
“Kau lihat tatapan prof. John, dia selalu melihatmu, Aurora!”“Aku kasihan saja, mungkin dia benar-benar menyukaimu. Bagaimana kalo kau mendekati prof. John dan menyuruhnya membantumu?” bisik Joanna saat berada di dalam kelas. Perempuan berkuncir kuda itu sesekali menatap ke arah prof. John yang sibuk mengetik di balik keybord laptopnya.Aurora menongakan wajahnya dan menatap prof. John yang sedang memandanginya. “Aku sepertinya salah masuk perangkap, aku ngak suka dia,” ucap Aurora lagi. Joanna menggeleng terheran.“Kurang tampan apa lagi? Dia single dan tidak beristri,” sahutnya.“Menyukai William, keluarga Keller yang terkenal tertutup itu? Aku rasa, prof. John memiliki hati yang lembut!” sambung Joanna. Aurora menghela napas panjangnya. Dia menatap ke depan dan Prof. John masih memandanginya.“Ya, dia sangat tampan.”“Tapi misterius,” sahutnya lirih.“Misterius?” seru Joanna tidak mengerti. Aurora menganggukan kepala.“Dia baru saja menyelesaikan pendidikannya di Inggris lalu sege
Aurora mencoba membuka matanya. Perutnya terasa sangat sakit. Bola mata Aurora tiba-tiba menangkap sosok Prof. John yang duduk termenung di sampingnya. Tanpa sadar, lelaki itu sedang mengengam tangannya. Secepat kilat Aurora menepis pegangan Prof. John.“Kau sudah sadar?” tanyanya lelaki itu segera. Aurora mencoba duduk namun pingangnya terasa ingin patah.“Apa yang terjadi?” Aurora mencoba melihat sekelilingnya.“Kau pingsan, Antoni mendorongmu masuk ke dalam mobil. Saya sudah memerintahkan beberapa pengawal untuk menahannya sejenak,” jelas prof. John. Dia berjalan mendekati tempat tidur Aurora. Tidak lupa, prof. John mencondongkan wajahnya. Menepis jarak antara dirinya dengan nyonya besar keluar Keller itu. Aurora spontan memundurkan tubuhnya.“Jangan mendekat seperti itu!” gerutunya kesal. Aurora masih berusaha agar dia bisa duduk dan menyenderkan tubuhnya.“Mau saya bantu?”“Tidak usah!” sahut Aurora segera. Prof. John menghela napas panjang. Dia duduk tepat di depan Aurora. Dia
Aurora menatap langit-langit kamarnya. William masih berada di sampingnya dan lelaki itu tetap fokus menatap ponselnya tanpa berbicara.Aurora merasa kata-kata Wiliam terlalu berlebihan. Dada Aurora terasa sakit bahkan air matanya terus mengalir di pipi. William berpura-pura tidak melihatnya.“Aku harus pulang dulu, nanti aku akan kembali ke sini. Tadi, aku sudah bertanya kepada dokter. Katanya, semua baik-baik saja!”Setelah mengatakan hal itu, William bergegas keluar dari dalam ruangan tanpa menatapnya sedikit pun. Aurora bisa mendengarkan suara pintu yang terbuka. Bola mata Aurora terasa memanas. Hatinya tercabik apalagi saat William mengatakan bahwa dirinya pelacur.Setegah itu kah dia mengatakan kepada perempuan yang akan melahirkan penerusnya? Apakah selama ini, William menganggapnya perempuan murahan? Memikirkan semua itu, membuat Aurora lagi-lagi sesak napas.Klek~Pintu terbuka, Aurora bergegas menyeka air matanya. Dia tidak ingin orang melihatnya menangis.“Kau sudah sehat?”
“Kau tidak mengejar istrimu?” tanya Tuan Damian. Dia menatap William yang masih duduk tenang di meja makan. Maya bergegas keluar dari dalam kamar dan segera pergi dari rumah. Aurora hanya terdiam sambil menunduk ke bawah.“Biarkan saja, Ayah!” Tuan Damian mengerutkan kening. “Ada apa, William?”“Apa yang terjadi dengan kamu dan Maya? Biasanya, ayah selalu melihat kalian berdua bermesraan?” Tuan Damian menatap William lekat-lekat. Lelaki itu membuang napas kasar ke udara.“Biarkan saja, Ayah!” sahut William lagi. Suaraya semakin tinggi dan membuat Tuan Damian merasakan ada yang aneh.Aurora terus melanjutkan sarapannya sambil sesekali mencuri pandangan ke arah William. Sejak tadi malam saat Aurora mendengarkan suara tangisan, dia merasa ada yang tidak beres. Apa yang ditutupi William? Pikirnya.“Ayah, aku sudah selesai!”Aurora meletakkan garpunya dan tersenyum menatap Tuan Damian. William menatap Aurora, tidak ada senyuman di wajah lelaki itu. William bergegas beranjak dari tempat dud
Aurora menatap William dan Maya yang saling berpegangan tangan. Aurora merasa sangat sakit. Bukannya membantunya untuk berjalan, William malah pergi begitu saja.“Aku akan rajin mengantarmu ke kanpus,” sahut William. Dia menghentikan langkahnya dan bergegas menoleh ke arah Aurora.“Kau tidak usah melakukan itu, aku selalu merepotkanmu.”“Aku melakukan ini bukan karena peduli, ayahku yang memerintahkannya,” seru William. Aurora menghela napas panjang. Dia berjalan dengan sangat pelan masuk ke dalam kamarnya. Sedangkan Maya menatapnya dengan sorot mata tidak bersahabat.Margaret yang melihat Aurora hanya bisa merasa iba.“Sayang!” Maya melilitkan tangannya ke leher Wiliam. Mengecup kening lelaki itu lalu memeluknya.“Kamu tidak cinta sama dia kan?”“Hanya peduli saja karena dia melahirkan anak untuk kita?” sahut Maya. William tidak membalas pelukan istrinya. William secepat kilat melepaskan tangan Maya lalu berjalan menuju ruang kerjanya tanpa berkata apapun.William menghela napas panj
Aurora menatap langit-langit kamarnya. William masih berada di sampingnya dan lelaki itu tetap fokus menatap ponselnya tanpa berbicara.Aurora merasa kata-kata Wiliam terlalu berlebihan. Dada Aurora terasa sakit bahkan air matanya terus mengalir di pipi. William berpura-pura tidak melihatnya.“Aku harus pulang dulu, nanti aku akan kembali ke sini. Tadi, aku sudah bertanya kepada dokter. Katanya, semua baik-baik saja!”Setelah mengatakan hal itu, William bergegas keluar dari dalam ruangan tanpa menatapnya sedikit pun. Aurora bisa mendengarkan suara pintu yang terbuka. Bola mata Aurora terasa memanas. Hatinya tercabik apalagi saat William mengatakan bahwa dirinya pelacur.Setegah itu kah dia mengatakan kepada perempuan yang akan melahirkan penerusnya? Apakah selama ini, William menganggapnya perempuan murahan? Memikirkan semua itu, membuat Aurora lagi-lagi sesak napas.Klek~Pintu terbuka, Aurora bergegas menyeka air matanya. Dia tidak ingin orang melihatnya menangis.“Kau sudah sehat?”
Aurora mencoba membuka matanya. Perutnya terasa sangat sakit. Bola mata Aurora tiba-tiba menangkap sosok Prof. John yang duduk termenung di sampingnya. Tanpa sadar, lelaki itu sedang mengengam tangannya. Secepat kilat Aurora menepis pegangan Prof. John.“Kau sudah sadar?” tanyanya lelaki itu segera. Aurora mencoba duduk namun pingangnya terasa ingin patah.“Apa yang terjadi?” Aurora mencoba melihat sekelilingnya.“Kau pingsan, Antoni mendorongmu masuk ke dalam mobil. Saya sudah memerintahkan beberapa pengawal untuk menahannya sejenak,” jelas prof. John. Dia berjalan mendekati tempat tidur Aurora. Tidak lupa, prof. John mencondongkan wajahnya. Menepis jarak antara dirinya dengan nyonya besar keluar Keller itu. Aurora spontan memundurkan tubuhnya.“Jangan mendekat seperti itu!” gerutunya kesal. Aurora masih berusaha agar dia bisa duduk dan menyenderkan tubuhnya.“Mau saya bantu?”“Tidak usah!” sahut Aurora segera. Prof. John menghela napas panjang. Dia duduk tepat di depan Aurora. Dia
“Kau lihat tatapan prof. John, dia selalu melihatmu, Aurora!”“Aku kasihan saja, mungkin dia benar-benar menyukaimu. Bagaimana kalo kau mendekati prof. John dan menyuruhnya membantumu?” bisik Joanna saat berada di dalam kelas. Perempuan berkuncir kuda itu sesekali menatap ke arah prof. John yang sibuk mengetik di balik keybord laptopnya.Aurora menongakan wajahnya dan menatap prof. John yang sedang memandanginya. “Aku sepertinya salah masuk perangkap, aku ngak suka dia,” ucap Aurora lagi. Joanna menggeleng terheran.“Kurang tampan apa lagi? Dia single dan tidak beristri,” sahutnya.“Menyukai William, keluarga Keller yang terkenal tertutup itu? Aku rasa, prof. John memiliki hati yang lembut!” sambung Joanna. Aurora menghela napas panjangnya. Dia menatap ke depan dan Prof. John masih memandanginya.“Ya, dia sangat tampan.”“Tapi misterius,” sahutnya lirih.“Misterius?” seru Joanna tidak mengerti. Aurora menganggukan kepala.“Dia baru saja menyelesaikan pendidikannya di Inggris lalu sege
“Sekarang jelaskan kepadaku, apa hubunganmu dengan prof. John?”“Sepasang kekasih?” tanyanya. William menatap Aurora dengan sorot mata yang tajam.“Apa urusanmu?”“Aku ingin mencari pamanku dan bisa jadi lelaki itu tahu!” sahut Aurora membela dirinya. Dia memandangi William dengan tatapan tidak suka. William mencondongkan wajahnya dan membuat Aurora spontan memundurkan tubuhnya.Edward segera mengalihkan pandangan saat William semakin dekat ke arah Aurora. Tanpa berpikir panjang, William bergegas mencium bibir ranum itu.“Aku sudah katakan kepadamu, selama kau menjadi istriku. Tidak ada yang bisa bersamamu!” bisiknya. William melepaskan ciumannya dan mengatur posisi duduknya kembali.Aurora merasa tubuhnya sangat aneh. Apalagi saat William menciumanya. Mengapa dia tidak memberontak? Mengapa Aurora diam saja dan membiarkan William melakukan itu? Mengapa harus menikmatinya?Selama di perjalanan, Aurora terdiam membisu. Pikirannya berkecamuk. Sesekali dia menyentuh bibirnya.“Aku sedang
“Jadi, apa yang prof. John ingin katakan?”“Aku tidak punya waktu banyak di sini!” gerutu Aurora sambil memandangi lelaki di depannya.“Jika William tahu, bagaimana?” sambungnya lagi. Prof. John hanya terdiam sambil membuka laptopnya dan menunjukan beberapa gambar kepada Aurora.“Kau harus berusaha untuk tetap tenang saat melihat gambar ini,” ucap prof. John. Aurora mengigit bibir bawahnya ketakutan. Apa yang akan ditunjukan lelaki itu? Pikirnya.“Kau sudah siap?” tanyanya lagi. Aurora mengangguk meskipun dia sepenuhnya tidak yakin. Aurora menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Prof. John bergegas membalikan laptopnya lalu bola mata Aurora terbelalak.“Apa ini?”“Gambar ayahmu,” ucap prof. John. Wajahnya terlihat tenang sedangkan wajah Aurora terlihat pucat pasi.“A-ayahku?”“Mengapa dibungkus seperti itu?” gerutunya tidak mengerti. Prof. John membalikan laptopnya kembali. Dia tidak menunjukan gambar itu lagi kepada Aurora.“Karena kepolisian menemukan hal yang ane
Aurora menunggu prof. John tepat di depan Cafe Lola. Dia sudah menunggu lima belas menit namun batang hidung lelaki tampan itu tidak terlihat.“Uhft!” Aurora menghela napas panjang.“Atau … dia tidak datang? Atau prof. John hanya mempermainanku?” gerutunya kemudian. Aurora terus menatap benda persegi yang melingkar di pergelangan tangannya. Tanda-tanda kedatangan prof. John belum terlihat. Aurora merasa lelaki itu berbohong.Seorang lelaki berjas hitam segera menarik tangannya dan membuat Aurora kaget bukan main. Dia membulatkan mata menatap prof. John yang memandanginya dengan ekspresi dingin. Lelaki itu tanpa malu segera memeluknya dan membuat Aurora memberontak.“Hai, lepaskan aku!”“Prof. John, apa yang kau lakukan!” gerutu Aurora kemudian. Prof. John melepaskan pelukannya dan melihat Aurora yang sedang panik.“Maafkan saya, tadi saya terlambat karena beberapa hal. Saya memelukmu karena kau dalam bahaya,” jelas prof. John. Aurora semakin tidak paham dengan jalan pikiran lelaki itu
“Kau serius mau menginap di rumahku?” tanya Joanna sambil menatap Aurora dengan ekspresi serius. Aurora menganggukan kepala.“Dia tidak akan marah?” tanyanya lagi.“Siapa?”“Suamimu!” jawab Joanna segera.“Tidak, William sedang sibuk mengurus istrinya. Sepertinya mereka sedang marahan. Aku juga tidak terlalu mengerti.”Mereka berdua berjalan menuju parkiran dan menatap Edward yang sudah berjaga di depan sana. Joanna tersenyum saat lelaki itu tersenyum menatapnya. Sumpah, Joanna merasa pengawal keluarga Keller terlalu berlebihan. Dia memiliki ketampanan yang luar biasa. Lebih cocok menjadi seorang model dari pada menjadi pengawal.“Joanna, masuklah!” sahut Aurora segera. Mereka berdua masuk ke dalam mobil. Edward menatap Aurora.“Nona, apakah kita akan ke rumah yang lain?”“Edward, aku ingin menginap di rumah Joanna sahabatku, kau harus mengantar kami ke sana,” jelas Aurora segera. Di dalam mobil, Joanna hanya terdiam membisu. Entah mengapa pipinya tiba-tiba memanas. Apalagi saat Edwar