Aurora menunggu prof. John tepat di depan Cafe Lola. Dia sudah menunggu lima belas menit namun batang hidung lelaki tampan itu tidak terlihat.“Uhft!” Aurora menghela napas panjang.“Atau … dia tidak datang? Atau prof. John hanya mempermainanku?” gerutunya kemudian. Aurora terus menatap benda persegi yang melingkar di pergelangan tangannya. Tanda-tanda kedatangan prof. John belum terlihat. Aurora merasa lelaki itu berbohong.Seorang lelaki berjas hitam segera menarik tangannya dan membuat Aurora kaget bukan main. Dia membulatkan mata menatap prof. John yang memandanginya dengan ekspresi dingin. Lelaki itu tanpa malu segera memeluknya dan membuat Aurora memberontak.“Hai, lepaskan aku!”“Prof. John, apa yang kau lakukan!” gerutu Aurora kemudian. Prof. John melepaskan pelukannya dan melihat Aurora yang sedang panik.“Maafkan saya, tadi saya terlambat karena beberapa hal. Saya memelukmu karena kau dalam bahaya,” jelas prof. John. Aurora semakin tidak paham dengan jalan pikiran lelaki itu
“Jadi, apa yang prof. John ingin katakan?”“Aku tidak punya waktu banyak di sini!” gerutu Aurora sambil memandangi lelaki di depannya.“Jika William tahu, bagaimana?” sambungnya lagi. Prof. John hanya terdiam sambil membuka laptopnya dan menunjukan beberapa gambar kepada Aurora.“Kau harus berusaha untuk tetap tenang saat melihat gambar ini,” ucap prof. John. Aurora mengigit bibir bawahnya ketakutan. Apa yang akan ditunjukan lelaki itu? Pikirnya.“Kau sudah siap?” tanyanya lagi. Aurora mengangguk meskipun dia sepenuhnya tidak yakin. Aurora menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Prof. John bergegas membalikan laptopnya lalu bola mata Aurora terbelalak.“Apa ini?”“Gambar ayahmu,” ucap prof. John. Wajahnya terlihat tenang sedangkan wajah Aurora terlihat pucat pasi.“A-ayahku?”“Mengapa dibungkus seperti itu?” gerutunya tidak mengerti. Prof. John membalikan laptopnya kembali. Dia tidak menunjukan gambar itu lagi kepada Aurora.“Karena kepolisian menemukan hal yang ane
“Sekarang jelaskan kepadaku, apa hubunganmu dengan prof. John?”“Sepasang kekasih?” tanyanya. William menatap Aurora dengan sorot mata yang tajam.“Apa urusanmu?”“Aku ingin mencari pamanku dan bisa jadi lelaki itu tahu!” sahut Aurora membela dirinya. Dia memandangi William dengan tatapan tidak suka. William mencondongkan wajahnya dan membuat Aurora spontan memundurkan tubuhnya.Edward segera mengalihkan pandangan saat William semakin dekat ke arah Aurora. Tanpa berpikir panjang, William bergegas mencium bibir ranum itu.“Aku sudah katakan kepadamu, selama kau menjadi istriku. Tidak ada yang bisa bersamamu!” bisiknya. William melepaskan ciumannya dan mengatur posisi duduknya kembali.Aurora merasa tubuhnya sangat aneh. Apalagi saat William menciumanya. Mengapa dia tidak memberontak? Mengapa Aurora diam saja dan membiarkan William melakukan itu? Mengapa harus menikmatinya?Selama di perjalanan, Aurora terdiam membisu. Pikirannya berkecamuk. Sesekali dia menyentuh bibirnya.“Aku sedang
“Kau lihat tatapan prof. John, dia selalu melihatmu, Aurora!”“Aku kasihan saja, mungkin dia benar-benar menyukaimu. Bagaimana kalo kau mendekati prof. John dan menyuruhnya membantumu?” bisik Joanna saat berada di dalam kelas. Perempuan berkuncir kuda itu sesekali menatap ke arah prof. John yang sibuk mengetik di balik keybord laptopnya.Aurora menongakan wajahnya dan menatap prof. John yang sedang memandanginya. “Aku sepertinya salah masuk perangkap, aku ngak suka dia,” ucap Aurora lagi. Joanna menggeleng terheran.“Kurang tampan apa lagi? Dia single dan tidak beristri,” sahutnya.“Menyukai William, keluarga Keller yang terkenal tertutup itu? Aku rasa, prof. John memiliki hati yang lembut!” sambung Joanna. Aurora menghela napas panjangnya. Dia menatap ke depan dan Prof. John masih memandanginya.“Ya, dia sangat tampan.”“Tapi misterius,” sahutnya lirih.“Misterius?” seru Joanna tidak mengerti. Aurora menganggukan kepala.“Dia baru saja menyelesaikan pendidikannya di Inggris lalu sege
Aurora mencoba membuka matanya. Perutnya terasa sangat sakit. Bola mata Aurora tiba-tiba menangkap sosok Prof. John yang duduk termenung di sampingnya. Tanpa sadar, lelaki itu sedang mengengam tangannya. Secepat kilat Aurora menepis pegangan Prof. John.“Kau sudah sadar?” tanyanya lelaki itu segera. Aurora mencoba duduk namun pingangnya terasa ingin patah.“Apa yang terjadi?” Aurora mencoba melihat sekelilingnya.“Kau pingsan, Antoni mendorongmu masuk ke dalam mobil. Saya sudah memerintahkan beberapa pengawal untuk menahannya sejenak,” jelas prof. John. Dia berjalan mendekati tempat tidur Aurora. Tidak lupa, prof. John mencondongkan wajahnya. Menepis jarak antara dirinya dengan nyonya besar keluar Keller itu. Aurora spontan memundurkan tubuhnya.“Jangan mendekat seperti itu!” gerutunya kesal. Aurora masih berusaha agar dia bisa duduk dan menyenderkan tubuhnya.“Mau saya bantu?”“Tidak usah!” sahut Aurora segera. Prof. John menghela napas panjang. Dia duduk tepat di depan Aurora. Dia
Aurora menatap langit-langit kamarnya. William masih berada di sampingnya dan lelaki itu tetap fokus menatap ponselnya tanpa berbicara.Aurora merasa kata-kata Wiliam terlalu berlebihan. Dada Aurora terasa sakit bahkan air matanya terus mengalir di pipi. William berpura-pura tidak melihatnya.“Aku harus pulang dulu, nanti aku akan kembali ke sini. Tadi, aku sudah bertanya kepada dokter. Katanya, semua baik-baik saja!”Setelah mengatakan hal itu, William bergegas keluar dari dalam ruangan tanpa menatapnya sedikit pun. Aurora bisa mendengarkan suara pintu yang terbuka. Bola mata Aurora terasa memanas. Hatinya tercabik apalagi saat William mengatakan bahwa dirinya pelacur.Setegah itu kah dia mengatakan kepada perempuan yang akan melahirkan penerusnya? Apakah selama ini, William menganggapnya perempuan murahan? Memikirkan semua itu, membuat Aurora lagi-lagi sesak napas.Klek~Pintu terbuka, Aurora bergegas menyeka air matanya. Dia tidak ingin orang melihatnya menangis.“Kau sudah sehat?”
Aurora menatap William dan Maya yang saling berpegangan tangan. Aurora merasa sangat sakit. Bukannya membantunya untuk berjalan, William malah pergi begitu saja.“Aku akan rajin mengantarmu ke kanpus,” sahut William. Dia menghentikan langkahnya dan bergegas menoleh ke arah Aurora.“Kau tidak usah melakukan itu, aku selalu merepotkanmu.”“Aku melakukan ini bukan karena peduli, ayahku yang memerintahkannya,” seru William. Aurora menghela napas panjang. Dia berjalan dengan sangat pelan masuk ke dalam kamarnya. Sedangkan Maya menatapnya dengan sorot mata tidak bersahabat.Margaret yang melihat Aurora hanya bisa merasa iba.“Sayang!” Maya melilitkan tangannya ke leher Wiliam. Mengecup kening lelaki itu lalu memeluknya.“Kamu tidak cinta sama dia kan?”“Hanya peduli saja karena dia melahirkan anak untuk kita?” sahut Maya. William tidak membalas pelukan istrinya. William secepat kilat melepaskan tangan Maya lalu berjalan menuju ruang kerjanya tanpa berkata apapun.William menghela napas panj
“Kau tidak mengejar istrimu?” tanya Tuan Damian. Dia menatap William yang masih duduk tenang di meja makan. Maya bergegas keluar dari dalam kamar dan segera pergi dari rumah. Aurora hanya terdiam sambil menunduk ke bawah.“Biarkan saja, Ayah!” Tuan Damian mengerutkan kening. “Ada apa, William?”“Apa yang terjadi dengan kamu dan Maya? Biasanya, ayah selalu melihat kalian berdua bermesraan?” Tuan Damian menatap William lekat-lekat. Lelaki itu membuang napas kasar ke udara.“Biarkan saja, Ayah!” sahut William lagi. Suaraya semakin tinggi dan membuat Tuan Damian merasakan ada yang aneh.Aurora terus melanjutkan sarapannya sambil sesekali mencuri pandangan ke arah William. Sejak tadi malam saat Aurora mendengarkan suara tangisan, dia merasa ada yang tidak beres. Apa yang ditutupi William? Pikirnya.“Ayah, aku sudah selesai!”Aurora meletakkan garpunya dan tersenyum menatap Tuan Damian. William menatap Aurora, tidak ada senyuman di wajah lelaki itu. William bergegas beranjak dari tempat dud
“Kau cemburu?”“Ya, aku cemburu?”“Apa kau tidak tahu bahwa aku cemburu dengan apa yang kau lakukan dengan lelaki lain! Kamu berpelukan dengan prof. John!”“Apa kamu pikir itu tidak membuatku marah?” William berdecak kesal. Sorot matanya sangat tajam memandangi Aurora.“Apa maksudmu, William?”“Aku sama sekali tidak mengerti?” Aurora mengerutkan kening. William segera mengambil ponselnya dan menunjukan foto Aurora dan Prof. John yang saling berpelukan. Aurora mengusap wajahnya secara kasar. Siapa yang mengambil gambar mereka? Pikirnya.“Apa ini Aurora? Kau pikir aku tidak tahu?” William semakin keras mengengam tangan Aurora dan membuat perempuan itu merintih kesakitan.“William, lepaskan tanganku!”“Aku tidak mau ikut denganmu!”“Kau terlalu kasar, menganggap aku sampah dan tidak memperhatikanku, lepaskan aku!”Prof. John segera mengengam tangan William. Dia berusaha melepaskan Aurora dari tarikan kasar lelaki itu.“Tuan William, istri anda sakit!”“Jangan lakukan ini!” Prof. John men
“Sial!”William melempar ponselnya saat melihat gambar Aurora dan prof. John berpelukan di depan apartemen. “Perempuan itu benar-benar murahan!” gerutunya.“Aku memberikannya apartemen, dia malah bersama lelaki lain!” Wajah William memerah, dia menahan emosi yang memuncak di dada. Secepat kilat dia memanggil Edward yang berjaga selalu di depan pintu kerjanya.“Edward!” teriaknya. Lelaki bertubuh tinggi itu segera menghampirinya.“Ada apa Tuan?”“Cepat jemput Aurora segera di kampus, bawah dia ke sini!” perintahnya.“Lihat, apa yang dia perbuat?” William mengambil ponselnya lalu menunjukan kepada Edward gambar yang baru saja diterimanya saat ini. Edward mengerutkan kening tidak mengerti.“Perempuan itu bersama lelaki lain.”“Paksa dia datang ke sini sekarang!”“Baik, Tuan!” Edward segera keluar. Tidak ada yang bisa menolak perintah William. Apapun yang dikatakan lelaki itu.“William?”Maya menghampiri suaminya. Wajahnya sangat pucat. Dia mengelus perutnya yang buncit. Maya menatap Wil
Aurora memandangi jam dinding yang berada di dalam kamarnya saat ini, sudah pukul dua malam dan bola matanya belum bisa diajak bekerja sama. Aurora ingin terlelap tidur agar dia bisa ke kampus dan menyelesaikan tugas akhirnya. Aurora sudah memasuki semester terakhir tahun ini.Aurora menatap ponselnya. Semua baik-baik saja. Tidak ada yang menghubunginya sampai sekarang. Bahkan William tidak mengirimkannya pesan. Aurora semakin terheran, apa lelaki itu sama sekali tidak cemas kepadanya?Aurora menghela napas panjang. Dia berajalan menuju meja riasnya dan memandangi dirinya dari balik cermin.Seluruh isi media sosialnya mengabarkan mengenai kehamilan Maya. Tidak sedikit yang mengulas mengenai nasibnya ke depan. Tapi, Aurora tidak peduli. Dia sungguh sangat kesal dan sakit hati.Aurora berjalan mengambil air minum. Saat tangannya baru saja ingin mengambil gelas, Aurora mendengarkan langkah seorang sedang berjalan menuju apartemennya. Langkah kaki lelaki itu terdengar jelas dan membuat Au
Maya membuka matanya. Dia meraba ke sampingnya dan William tidak ada. Maya berusaha untuk duduk. Dia mencari William di dalam kamar.“William?” panggilnya. Nihil, suaminya itu tidak berada di sampingnya atau dimana pun.“Di mana William?” serunya. Maya menyentuh kepalanya yang terasa sakit. Dia berjalan keluar dari dalam kamar sambil terus mencari William. Sudah pukul dua malam dan suaminya itu tidak berada di dalam kamar.“Di mana dia?”Maya menuju ruang kerja William. Ruangan itu terang dengan cahaya lampu. Maya berjalan pelan menuju pintu. Dari kejauhan, William sedang duduk di meja kerjanya sambil memegang ponsel.“Apapun itu, pantau dia dari jauh.”“Aku tidak ingin Aurora dalam keadaan bahaya di luar.”“Walaupun aku terlihat tidak memperdulikannya, namun aku menyayanginya.” Bola mata Maya terbelalak mendengarkan perkataan William.“Dia menyanyangi perempuan itu?” batinnya.“Tidak, itu tidak mungkin!”“William tidak mungkin semudah itu menyanyangi perempuan lain,” serunya kemudian
Prof. John merasakan sesuatu yang dingin sedang mengecup tubuhnya. Kepalanya sangat sakit dan dia berusaha membuka matanya. Kecupan itu semakin nyata, memberikan sensasi tersendiri di tubuhnya.“Cicilia!” Bola mata prof. John terbelalak. Secara cepat, dia mendorong tubuh perempuan itu menjauh.“Apa yang kau lakukan di sini?” hardiknya. Cicilia memandangi prof. John. Dia mengerutkan kening tidak mengerti.“John, mengapa kau kasar sekali?” rintih Cicilia sambil menyentuh tangannya. Dia menangis di sudut tempat tidur karena dorongan prof. John yang melukainya. Prof. John segera mengambil bajunya dan berjalan keluar dari dalam kamar.“Pakai pakaianmu dan jangan lakukan itu!” perintah Prof. John ketus. Dia berjalan meninggalkan Cicilia yang menangis di depannya.Prof. John menghela napas panjang. “Aku tidak suka dengan tindakanmu seperti ini, Cicilia!” serunya dari luar. Cicilia mengambil bajunya yang tercecer di lantai. Dia menggunakannya kembali lalu turun dari tempat tidur. Cicilia frus
Sudah ada tiga gelas wiski yang terjatuh dari atas meja. Roy mengusap wajahnya kesal. Prof. John sama sekali tidak ingin berhenti minum malam ini.“John, aku tahu kau sedang frustasi. Tapi, kamu pasti bisa berpikir cerdas.”“Kamu memiliki karier yang bagus, kamu tampan dan kaya raya. Kamu bisa mendapatkan perempuan mana pun. Hanya karena Aurora, perempuan asing itu, kau seperti ini?”“Ah, John. Kamu benar-benar lemah!” hardik Roy. Dia duduk di atas meja sambil menyilangkan kakinya. John tidak peduli ucapan lelaki itu.“Aku mencintai, Aurora!”Prof. John menoleh ke arah Roy. Bola mata prof. John berkabut. Dia melepaskan kacamatanya dan menundukan wajahnya ke bawah. Roy menghela napas panjang.“Oke, apa yang kamu butuhkan sekarang, John?”“Meminta Aurora untuk menghubungimu?” tanyanya. Prof. John menggelengkan kepala.“Aku akan hubungi Cicilia, kamu sepertinya sedang mabuk. Tunggu di sini!” Roy bergegas menuju tangga yang menghubungkan kamarnya dengan lantai dua. Roy mengambil ponselnya
Aurora terbangun lebih awal. Dia memikirkan mengenai rencana Cicilia untuk membawahnya keluar dari Nevada demi kelangsungan hubungan dirinya dengan Prof. John. Cicilia sudah mengirimkan tiket dan juga foto rumah yang bisa ditempati Aurora di Italia.Aurora menghela napas panjang. Hubungan dengan ibunya tidak baik saat ini. Hari ini, nyonya Rebeca sudah bisa keluar dari rumah sakit. Namun, perempuan paruh baya itu tidak ingin jika Aurora yang menjemputnya.“Ibu, aku akan menyuruh pengawal William untuk menjemputmu,” ucap Aurora melalui sambungan telepon.“Aku tidak mau!”“Apapun itu, aku tidak mau, Aurora! Aku ingin prof. John saja. Lelaki itu lebih lembut dan juga lebih jelas.”“Maksud ibu, apakah William tidak jelas?” sergap Aurora kemudian.“Putriku, kau tahu kan kalo William sudah beristri dan hanya menjadikanmu simpanan di rumah itu? Ah, ibu terluka mendengarkannya.”“Bahkan di ruang publik pun, dia tidak ingin mengakuimu. Ibu tidak mau putri ibu diperlakukan buruk.”“Aku akan men
Cicilia menangis terisak di taman kampus. Luka hatinya tidak akan terobati. Prof. John begitu kasar. Padahal saat di Inggris, lelaki itu selalu menyanyanginya dan bersikap lembut. Prof. John sangat mencintainya dan entah mengapa, dia tiba-tiba berubah seketika.Cicilia berusaha menenangkan dirinya namun air matanya terus mengalir. Dia sudah menghubungi Aurora agar segera menemaninya.“Cicilia!”Aurora panik saat melihat wajah Cicilia penuh dengan air mata. Tubuh perempuan itu bergetar bahkan suaranya sangat pelan, hampir tidak terdengar. Cicilia memeluk Aurora dan terisak di dalam pelukan perempuan itu.“Aurora, tolong aku!”“Aku sangat mencintai Prof. John. Dia adalah lelaki yang aku sayangi. Apa kau bisa menolongku?” Cicilia terus menangis. Aurora menghela napas panjang. Dia melepaskan pelukan Cicilia.“Ada apa?”“Aku sudah menghindarinya. Apa dia melukaimu?” Aurora memandangi Cicilia. Perempuan itu menganggukan kepala.“Aurora, aku mohon kepadamu. Aku mohon kepadamu!” pinta Cicilia
“Jadi, pernikahan ini hanya secara paksa?” Nyonya Rebeca memandangi Aurora yang duduk di depannya. Aurora menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Dia menganggukan kepala secara perlahan.“Kau mencintainya?” Nyonya Rebeca menyipitkan mata memandangi putrinya itu. Aurora menongakan wajahnya dan menggelengkan kepala.“Aku tidak mencintainya.”“Tapi apa? Mengapa kau melakukan ini Aurora?” sergap Nyonya Rebeca kemudian. Aurora menghela napas kasar di udara.“Aku tidak memiliki uang sepeser pun untuk biaya ibu, aku melakukan ini untuk ibu.”“Kamu hamil?” tanya nyonya Rebeca. Dia menatap Aurora yang tertunduk lemas di hadapannya. Aurora menganggukan kepala.“Tuhan, mengapa kau mengorbankan dirimu sendiri, Aurora?”“Apa kau tidak tahu? Prof. John menyukaimu dan lelaki itu bisa membantu kita! Ah, kau benar-benar bodoh!” cetus nyonya Rebeca. Dia tidak mengerti dengan jalan pikiran putrinya sendiri.Aurora terlihat sangat lemas. “Bagaimana jika William membuangmu? Prof. John b