Beberapa hari kemudian...
Setelah beberapa hari menikmati drama sakit, akhirnya hari ini Erwin mulai kembali bekerja.
Jika saja Ellena tidak bersikeras ingin menghubungi dokter pribadi Erwin, dikarenakan ia sangat khawatir dengan penyakit Erwin yang 'tak kunjung sembuh, sudah dapat dipastikan, saat ini Erwin masih bisa menikmati sandiwaranya untuk mengerjai Ellena. Namun sayangnya, Erwin memang harus menyudahi sandiwaranya sebelum Ellena curiga kepadanya.
Hari ini demi tidak dicurigai oleh semua orang yang berada di sekitarnya, Erwin meminta sekretaris sekaligus pengawal pribadinya untuk menjadi sopirnya hari ini, dia harus masih berpura-pura lemas untuk menyempurnakan sandiwaranya.
Erwin sengaja menyuruh Lucas, yaitu sekretarisnya yang masih berumur dua puluh tahun, seorang pemuda yang tampan dan juga pintar, tidak hanya itu, kemampuan bela dirinya juga tidak main-main, karena dia dididik langsung oleh Erwin sepe
Suasana taman mendadak menegangkan seketika, teriakan Erwin yang begitu keras, dingin dan menusuk, membuat orang di sekitar mereka merasakan ketakutan yang sama, seperti apa yang dirasakan Ellena. Namun tidak dengan segerombol pria tadi, mereka tampak memasang wajah datar, seolah-olah telah terbiasa melihat kemarahan Erwin.Tidak ada pembicaraan antara Erwin dan Nico, namun mereka saling melempar tatapan tajam bak pedang yang bisa saling mencabik-cabik tubuh mereka. Ellena yang semakin ketakutan melihat pemandangan itu, ia segera berpura-pura mengaduh kesakitan untuk memutus perang tatapan di antara kedua pria tersebut, Ellena takut jika akan sampai terjadi keributan di antara kedua pria yang tampak bermusuhan itu."Auwh ...." pekik Ellena seraya memegangi kedua lututnya yang terluka, darah segar tampak mengalir menodai kulit putih tersebut.Kedua orang itu kompak memutuskan pandangannya, semua tampak beralih memandang w
Di dalam kamar Ellena, sedari tadi Erwin tidak berhenti mengomeli Ellena, ia masih kesal sebab mengingat kejadian tadi, jika saja dirinya terlambat sedikit saja, Nico pasti bisa merasakan halusnya tangan Ellena, dan Erwin tentu tidak mau hal itu terjadi.Siang sudah berganti malam, namun Erwin masih belum bosan mengulang perkataannya untuk memperingatkan Ellena agar menjauhi Nico, jika mereka berdua tidak sengaja bertemu.Ellena mengangguk patuh, namun dalam hati ia tersenyum, Ellena merasa senang mendengar nada bicara Erwin yang tersirat rasa cemburu. Melihat kenyataan sekarang, bolehkah Ellena menerka, jika Erwin sudah mulai mencintainya?"Kau dengar tidak?!" Lagi-lagi Erwin bertanya dengan nada sedikit membentak.Ellena yang terkesiap refleks menganggukkan kepalanya cepat. "Saya mengerti, Tuan." sahut Ellena seraya menundukkan kepalanya.Posisi Ellena yang duduk di pinggir ranjang, sedangkan Erwin yang berdiri seraya berkacak pinggang, mereka be
Ellena yang hanyut dengan harumnya bunga mawar putih di tangannya, tersentak saat pintu kamarnya dibuka dengan sedikit kasar. Ellena ketakutan saat melihat sosok orang yang membuka pintu kamarnya tersebut, sorot mata tajam Erwin, dan rahangnya yang mengeras, mengantarkan sinyal pertanda bahaya bagi Ellena."Bunga dari siapa itu? Cepat buang!!!"Ellena yang bingung, tidak langsung mengindahkan perkataan Erwin, dalam hati ia bertanya-tanya, kenapa Erwin sampai marah seperti ini?"Maaf, Tuan. Tapi kenapa Anda menyuruh saya membuang bunga ini?" tanya Ellena polos."Jangan banyak tanya! Cepat buang! Oh ... atau mungkin bunga ini pemberian dari selingkuhanmu!" tukas Erwin geram. Kepala Erwin terasa ingin pecah karena marah, ia barusan melihat sendiri bagaimana bahagianya Ellena mencium bunga tersebut, dan itu membuatnya tidak bisa mengontrol emosinya, sehingga dalam sekali tarikan, bunga itu berhasil dibuang Erwin ke dalam tempat sampah.Ellena terperang
Hari terus berganti, dan bunga kiriman dari Nico pun tetap berdatangan. Sampai saat ini Ellena masih belum tahu bunga itu dari siapa? Ellena juga lebih mengabaikan rasa penasarannya ketimbang memancing emosi Erwin, jadi ia terus mengabaikan kiriman bunga yang harganya tidak murah itu sia-sia terbuang di tong sampah.Erwin pun tetap pada pendiriannya, ia belum mau mengambil tindakan apapun untuk Nico. Namun, tetap saja hati Erwin terasa terbakar melihat istrinya terus menerus mendapatkan kiriman bunga dari lelaki lain, dan itu sangat tidak adil bagi Erwin, karena Ellena tidak merasakan rasanya terbakar api cemburu yang sama seperti yang ia rasakan. Jadi inilah waktunya bagi Erwin untuk mengetahui perasaan Ellena sesungguhnya kepadanya.Erwin sudah mengatur waktu pertemuannya dengan Rose, tepat di saat menjelang waktu makan siang, di mana Ellena akan mengantarkan bekal makan siang pesanan Erwin."Apakah semua sudah siap, B
Tidak ada yang dilakukan Ellena selain diam, ia seperti layaknya seorang pelayan yang menyaksikan keromantisan sepasang kekasih yang sedang makan siang, meski tidak ada adegan yang berlebihan. Namun, ini sudah lebih dari cukup untuk membuat Ellena menyerah dengan perasaannya kepada Erwin.Setelah mengemasi kotak bekal makan siang, ia langsung pamit. Ellena tidak peduli lagi jika mereka berdua tidak menanggapi kepergiannya, Erwin dan Rose kembali asyik mengobrol yang membuat telinga Ellena panas, dan ia sudah tidak tahan lagi untuk mendengarkan yang lebih jauh lagi.Tepat setelah keluar dari ruangan Erwin, Ellena melihat Lucas sudah berdiri di depan pintu lift, ia terlihat sedang menunggu kedatangannya.Tidak ada pembicaraan di antara mereka hingga mereka masuk ke dalam mobil."Lucas, apakah kamu sudah makan siang?" tanya Ellena setelah mobil berjalan meninggalkan kantor Erwin."Sudah, Nona.""Emm ... Bolehkah aku meminta bantuanmu?" tanya Elle
Melihat kemarahan Ellena, Nico sama sekali tidak panik, ia justru mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kepalanya, lalu bibirnya mengulas senyum khas miliknya."Maaf, aku terlalu tidak sabar untuk mendekatimu, duduklah! Kali ini aku janji tidak akan menyentuhmu," ujar Nico sungguh-sungguh."Tidak! Katakan saja apa yang ingin kamu sampaikan, aku tidak punya banyak waktu untuk berbicara denganmu!" sahut Ellena ketus.Nico mendengus. "Apakah kamu begitu mencintainya? Padahal dia bukan suami yang baik untukmu." Nico memandang burung-burung yang beterbangan meninggalkan area taman. Seolah-olah, burung-burung itu sedang mewakili kisah cintanya yang tidak akan pernah singgah untuknya."Apa maksudmu?""Aku tahu kamu hanya dianggap pelayan oleh Erwin, dari dulu dia hanya mencintai istri Tuan Deffin. Erwin juga tidak pernah bersikap baik denganmu, dia seorang psikopat, dan kabar terakh
Suasana di depan kantor Erwin mendadak ramai, orang-orang yang melewati jalan itu menyempatkan diri untuk berhenti guna melihat apa yang sedang terjadi, tidak sedikit juga para karyawan yang berhamburan keluar karena mendengar istri bosnya terkena tembakan. Tepat setelah Ellena tidak sadarkan diri, sebuah mobil datang mendekat ke arah mereka."Silahkan, Bos," ujar James seraya membukakan pintu mobil. James mendengar kabar dari anak buahnya, jika ada yang tidak beres di kantor Erwin. Setelah terus mengawasinya, siapa yang menduga hal buruk ini sungguh terjadi."Cepat jalan, James." Ini pertama kalinya suara Erwin terdengar parau. Rose yang duduk di kursi penumpang di samping James, sepertinya mulai menyadari sesuatu.Mobil melaju dengan kencang menuju rumah sakit milik Deffin.Sedangkan di sisi lain, Nico masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, ia melihat pistol di tangannya yang bergetar, ia tidak menyangka telah membunuh orang yang d
Semua orang mendadak lemas mendengar berita buruk ini, para wanita sontak menangis karena tidak dapat menahan perasaan sedih mereka. Erwin yang tidak terima mendengar kenyataan ini, ia langsung masuk ke ruang operasi. Para perawat baru saja melepas semua alat bantu medis dari tubuh Ellena, dengan tidak sabaran Erwin menghampiri Ellena, dan meraih tangganya. "Tidak ... kamu tidak boleh mati ... Ellena." Erwin sudah tidak mempedulikan pandangan orang di sekelilingnya, semua orang nampak prihatin dengan sosok suami yang baru saja ditinggal mati oleh istrinya. "Bangunlah ... kamu memintaku untuk mencintaimu, aku sudah mencintaimu. Bahkan dari dulu aku sudah mencintaimu, tapi aku sendiri yang terlalu bodoh untuk mengerti perasaan itu. Kumohon bangunlah ...." "Aku sangat mencintaimu ...." Berulang kali Erwin membisikkan kata-kata ini di dekat telinga Ellena, berharap Ellena bisa mendengarnya dan bangun dari kematiannya. Semua orang merasa terenyuh melihat b
Beberapa hari kemudian...Semenjak kejadian itu, Ellena sering merenung sendirian. Namun, jika ada Erwin di rumah, Ellena menjadi sosok yang seperti biasanya. Sebab, Ellena tidak ingin Erwin melihat dirinya yang sebenarnya masih tertekan atas kejadian di hari itu.Sedangkan Erwin sendiri, ia sangat tahu apa yang dirasakan Ellena saat ini, meskipun Ellena selalu berusaha menutupinya.Namun, Erwin juga tidak akan memaksa Ellena agar mau bercerita kepadanya, Erwin mengerti jika Ellena butuh ruang untuk berdamai dengan batinnya sendiri.Ellena yang sedang melamun di balkon kamarnya, ia tersentak saat tiba-tiba Erwin memeluknya dan berbicara padanya."Sayang, maukah kamu menemaniku pergi ke rumah, Tuan Deffin?" tanya Erwin lembut."Sayang, kamu membuatku terkejut. Sejak kapan kamu pulang?""Sudah dari sepuluh menit yang lalu," sahut Erwin seraya mencium pipi Ellena. "Bagaimana dengan pertanyaanku yang tadi? Maukah kamu menemaniku ke rumah Tuan Deffin?"Ellena tersenyum, ia juga langsung men
Meskipun Erwin menyadari apa yang sedang dilakukan Camelia, Erwin tetap mengabaikannya, seolah-olah nyawanya memang tak berharga."Hei, letakkan pistolmu! Ataukah kau ingin mati juga?" teriak Lucas seraya mengacungkan pistol miliknya ke arah Camelia.Camelia tertawa frustasi. "Dia sudah membunuh Kakak ku, apakah kau pikir dia masih pantas untuk hidup?" Julian sebenarnya bukanlah kakak kandung Camelia. Namun, karena Julian pernah menyelamatkan hidupnya, Camelia menganggapnya sebagai kakak, dan karena Camelia telah melihat Erwin membunuh Julian, semua pandangan Camelia terhadap Erwin telah berubah, termasuk perasaannya. Yang ada kini hanyalah dendam yang membara.Mendengar keributan di sekelilingnya, Ellena sontak mendongakkan kepalanya, ia terkejut ketika melihat Camelia mengacungkan pistol ke arah suaminya. Namun, ia lebih terkejut karena Erwin tidak bereaksi sama sekali, justru Erwin masih asyik memeluknya untuk menenangkannya."Apakah kamu juga mencintainya? Kenapa kamu membiarkan
Maju mati, mundur pun mati. Inilah yang harus dilalui Camelia saat ini. Camelia tidak bisa kabur, ataupun bisa bunuh diri dengan mudah. Hari ini ia harus menjalankan semua rencana yang sudah ia dan laki-laki misterius itu susun sebelumnya.Sedangkan di seberang sana, lelaki itu tidak curiga sama sekali, jika rencana mereka dipercepat. Sebab, ia memang pernah mendengar, bahwa Camelia telah jatuh cinta dengan Erwin. Jadi, lelaki itu berpikir bukanlah masalah, karena baginya yang penting adalah ia bisa mendapatkan Ellena, dan akan lebih baik jika Ellena bisa membenci Erwin, karena Erwin telah menyelingkuhinya.Semuanya begitu lancar, seolah pagi ini memang tidak ada kejadian yang aneh. Ellena dan Erwin bisa menikmati sarapan seperti biasanya, setelah tadi Ellena membantu Camelia memandikan Erlena.Jadi, pada waktu sarapan hingga sesudahnya, Ellena sudah tidak mengurus Erlena, sebab Camelia akan mengasuh Erlena hingga Erlena tertidur, baru setelah Erlena nanti bangun, Ellena akan membantu
Camelia baru saja membaringkan Erlena yang tertidur ke dalam boks bayi, lalu kemudian sejenak ia melihat jam yang menggantung di dinding."Lima menit lagi, syukurlah aku masih punya waktu untuk bersiap," ujar Camelia seraya mengambil sisir dan kemudian dengan cepat menyisir rambutnya.Tidak lupa, ia semprotkan parfum dengan wangi yang menggoda, lalu kemudian mengambil lipstiknya yang berwarna merah menyala dan dioleskannya ke bibir tebalnya.Untung saja malam ini Erlena bisa diajak bekerja sama, ia sudah terbangun dan selesai menyusu dengan asi yang sudah diletakkan ke dalam botol, tepat sebelum tengah malam tiba. Padahal biasanya bayi itu terbangun ketika tepat tengah malam. Jadi itu artinya, malam ini Camelia bisa menemani Erwin dengan tenang.Camelia sekali lagi mematut dirinya di depan cermin, memastikan penampilannya sudah sempurna, dengan lingerie berwarna merah yang melekat ditubuhnya, Camelia sangat yakin bahwa malam ini ia bisa memuaskan Erwin di atas ranjang.Namun, Camelia
Ada yang retak, tapi bukan kaca. Kata-kata itu sedang menggambarkan perasaan Ellena pada saat ini. Selebihnya Ellena sudah tidak bisa mendengar lagi apa yang dikatakan oleh Wendy. Dalam benak Ellena, hanya berputar pernyataan, 'Tuan Erwin mengizinkan Camelia masuk ke dalam ruang kerjanya'.Sebenarnya itu hanyalah kalimat biasa, namun itu sudah seperti petir yang menggelegar di telinga Ellena.Padahal semua orang tahu bahwa tidak ada yang boleh masuk ke dalam ruang kerja Erwin, kecuali Erwin dan Lucas, dan juga Ellena tentunya. Namun, Ellena juga tidak bisa bebas keluar masuk. Bahkan Wendy pun juga harus mengantarkan kopi milik Erwin, hanya sampai di depan pintu ruangannya saja. Tapi, kenapa sekarang Erwin memperbolehkan Camelia masuk ke dalam ruang kerjanya Erwin?"Nyonya!" Wendy refleks mendekat ketika melihat Ellena terduduk lemas di atas sofa di dalam kamarnya, seraya memegangi dadanya yang berdenyut nyeri.Melihat Wendy cemas, Ellena memaksakan senyumnya. "Tidak apa-apa, Wendy.
Satu bulan kemudian..."Ellena ...." Ellena menolehkan kepalanya ke kiri, ketika ia mendengar suara Elma memanggilnya, dan benar saja, Elma sedang memanggilnya seraya melambaikan tangannya.Namun, bukan hanya Elma saja yang sedang berdiri di sana, ada Azkia, Jessie, beserta anak-anak mereka dan para pengasuhnya. Dan, tidak lupa juga dengan para pengawal yang selalu setia di belakang mereka, apalagi jika bukan karena perintah dari para suami posesif mereka, yaitu untuk menjaga keluarga tercinta mereka dari mara bahaya, terutama dari para lelaki yang tidak bisa menjaga matanya."Pagi, Nona Azkia, Kak Elma, Kak Jessie. Maaf kami terlambat," ujar Ellena yang tampak tidak enak. Jika saja pagi tadi Erwin tidak mengganggunya, Ellena tidak akan terlambat seperti ini."Tidak apa-apa, Ellena. Kita juga baru saja sampai," sahut Azkia seraya menepuk-nepuk pundak Ellena pelan."Hanya kamu dan Elma saja yang juga baru datang, sedangkan aku sudah tiba sejak lima belas menit yang lalu," sungut Jessi
Keesokan paginya, Erwin sudah berangkat ke kantor sejak satu jam yang lalu. Sedangkan Ellena, ia sedang menidurkan Erlena yang ada di dalam gendongannya."Permisi, Nyonya. Di bawah ada Tuan Lucas yang sedang menunggu Anda," ujar Wendy setengah berbisik. Ia takut jika berbicara lebih keras lagi, ia akan membangunkan Erlena."Iya, aku akan turun, dan kamu tolong jaga Erlena sebentar ya?" pinta Ellena."Baik, Nyonya."Setelah membaringkan Erlena ke dalam boks bayi, Ellena langsung turun ke lantai bawah.Di ruang tamu, tidak hanya Lucas saja yang masih berdiri menunggunya, namun juga ada seorang gadis yang berdiri di sampingnya."Selamat pagi, Nyonya," sapa Lucas, begitu juga dengan gadis yang ada di sampingnya."Pagi, kenapa kalian berdiri? Ayo, cepat duduk," sahut Ellena yang mempersilakan duduk mereka berdua.Lucas dan gadis itu sontak menuruti perintah Ellena. Lalu kemudian Lucas memperkenalkan gadis itu kepada Ellena, namanya Camelia, dia adalah pengasuh yang akan membantu merawat Er
Ellena seketika mematung melihat pemandangan yang ada di hadapannya, meski yang dilihatnya saat ini adalah hukuman yang tergolong ringan, namun melihat banyaknya orang yang dihukum, sama saja baginya. Seharusnya Erwin tidak melakukan hal ini kepada mereka semua.Ellena yang tadinya merasa haus dan berniat mengambil air minum di dapur, tiba-tiba saja rasa haus itu sudah pergi entah ke mana? Lebih tepatnya, Ellena sudah tidak nafsu lagi. Lalu dengan langkah gontai, Ellena kembali menuju kamarnya.Tidak lama setelah Ellena membaringkan tubuhnya di ranjang, terdengar suara pintu kamarnya dibuka. Erwin yang melihat istrinya masih tidur, ia menghembuskan napas lega.Namun, saat Erwin hendak mendudukkan diri di pinggiran ranjang, ia mendengar Ellena mengatakan, "Dari mana?" Tubuh Erwin sontak membeku mendengar Ellena bertanya dengan nada datar yang tak pernah didengarnya, dan juga tidak ada panggilan 'sayang'. Mungkinkah Ellena mengetahui kejadian di halaman belakang? Pikir Erwin panik."D
Sedangkan di kantor Ghrisam Group. Suasana kantor sudah tegang sejak tadi, yaitu sejak dimulainya rapat rutin untuk laporan bulanan. Para peserta rapat di ruangan tersebut dalam keadaan was-was, mereka takut jika hasil laporan bulan ini tidak sesuai dengan harapan sang pemilik perusahaan.Hanya ada satu orang yang duduk dengan cukup tenang di tempatnya, siapa lagi jika bukan Lucas orangnya. Namun, ketenangan itu tidak berjalan dengan lama, sebab ponselnya berdering dan menunjukkan nama seorang kepala pelayan rumah Erwin yang sedang menghubunginya."Wendy?" gumam Lucas pelan dengan dahi yang mengerut, sebab tidak biasanya kepala pelayan wanita itu menghubunginya di jam kerja, meski ada hal yang mendesak sekalipun. Namun, kecuali jika urusannya tentang Nyonya mereka.Merasa ada sinyal bahaya. Lucas segera meminta izin untuk keluar kepada Erwin, untuk mengangkat telepon tersebut. Namun, baru saja ia mengangkat panggilan tersebut, tubuh Lucas langsung menegang tatkala mendengar suara pan