Makan malam mengesalkan bagi Erwin telah berakhir, namun tidak untuk James yang masih ingin mengenal Ellena lebih dekat. Kini James dengan tidak pengertiannya membuntuti Ellena ke dapur untuk mencuci piring.
"Mau kubantu?" Tawar James ramah.
"Tidak perlu, ini pekerjaan yang mudah," tolak Ellena halus.
"Sejak kapan kamu bekerja di sini?"
"Belum lama," sahut Ellena singkat, entah mengapa dia merasa ada aura menyeramkan mengelilinginya, untuk itu dia tergesa-gesa melakukan pekerjaannya agar cepat mengakhiri obrolan ini.
Ellena yang terburu-buru tidak sengaja menjatuhkan piring yang akan diletakkan di rak piring, dan suara akibat jatuhnya piring itu membuat orang yang berada di sekitar dapur panik, termasuk Erwin yang hendak pergi ke dapur untuk memanggil James.
"Auw ...." Ellena memekik pelan ketika jarinya tidak sengaja tergores pecahan piring itu, James yang melihatnya segera membungkuk untuk melihat jari Ellena.
Sedangkan Erwin Yang melErwin menyeringai melihat pintu Ellena tidak terkunci, malam ini mungkin memang kemujuran bagi Erwin, dan kesialan bagi Ellena. Tanpa mengulur waktu Erwin langsung membuka pintu itu, tampak Ellena tidur dengan posisi membelakanginya.Ellena yang menggunakan gaun tidur berbahan tipis semakin menambah gairah Erwin, tapi Erwin tidak akan pernah memberikan hukuman yang mudah untuk Ellena.Dengan cepat Erwin menyibakkan selimut yang menutupi kaki Ellena, dan dengan kasar Erwin menarik kaki Ellena. Ellena yang baru saja terlelap terkejut bukan main, lalu buru-buru dia bangun dan memandang Erwin bingung."Tuan, apa ada yang Anda inginkan?" Tanyanya terbata."Iya, aku ingin menghukummu!" ujar Erwin sinis.Erwin berkata seperti itu dengan menyeret tangan Ellena menuju kamar mandi.Ellena meronta mencoba melepas genggaman tangan Erwin yang membuat pergelangan tangannya sakit, namun
Erwin mengerjapkan matanya ketika sinar matahari menembus korden berwarna putih itu."Sial! lagi-lagi aku tidak bisa menahan hasrat ku," ujar Erwin saat dirinya sadar tidak ada pakaian sama sekali yang membungkus tubuh atletisnya.Lalu Erwin menolehkan kepalanya ke samping, melihat tanda merah bekas bibir nakalnya di punggung mulus Ellena yang tersebar indah.Jika semalam dia melakukannya karena cinta mungkin senyuman hangat yang akan Erwin sematkan, namun yang tercetak di bibirnya adalah sebuah senyuman mengejek.Pandangan Erwin tidak akan pernah berubah, dia selalu memandang rendah Ellena."Dasar wanita bermuka dua," ujar Erwin sinis.Setelah mengatakan itu Erwin bangun dan memakai pakaiannya kembali, dia harus membersihkan diri karena semalam khilaf menyetubuhi Ellena.Setelah rapi dengan pakaian kasualnya Erwin kembali lagi ke kamar Ellena, Erwin tahu jika Ellena kelelahan, namun dia tidak akan membiarkan Ellena hidup enak, Ellena tet
Azkia yang mendengar kabar sakitnya Ellena langsung pergi menuju rumah Erwin, di dalam mobil Ellena tidak bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri, apakah dia benar-benar salah menyuruh mereka berdua menikah, tetapi dia akan lebih merasa bersalah jika Erwin tidak bisa mempertanggung jawabkan perbuatannya kepada Ellena.Setelah sampai di rumah Erwin, Ellena langsung menuju ke atas, Ellena sampai di kamar Ellena tepat di saat Erwin keluar dari kamar Ellena."Nona, kenapa Anda datang kemari?" Erwin terkejut dan panik melihat kedatangan Azkia."Aku mau menjenguk Ellena, setelah itu ada yang ingin aku bicarakan kepadamu," sahut Azkia dingin.Tanpa menunggu jawaban dari Erwin, Azkia bergegas masuk ke dalam kamar Ellena. Azkia tidak terkejut jika Ellena dan Erwin tidak satu kamar, Azkia akan selalu mendapat kabar dari salah satu pelayan yang disuruhnya untuk mengawasi Erwin dan Ellena, tanpa ada satu orang pun penghuni rumah ini yang mengetahuinya.Di ra
Setelah berbicara dengan Ellena, Azkia segera turun ke bawah untuk menemui Erwin, Azkia mengambil napas dalam-dalam ketika melihat Erwin sudah duduk di sofa ruang tengah, lelaki berparas tampan itu terlihat cemas menunggu, kira-kira apa yang ingin dibicarakan Azkia, pikirnya. Mendengar suara langkah kaki Azkia membuat Erwin segera menoleh, lalu Erwin segera berdiri dengan senyum tipis yang menghiasi wajah tampannya. "Kenapa Reynand tidak diajak?" tanya Erwin berbasa-basi setelah melihat Azkia duduk. "Dia ikut ayahnya ke kantor," sahut Azkia pendek. Erwin membuang napas kasar, dia tahu Azkia saat ini sedang marah kepadanya. "Erwin, kumohon berhentilah membodohi dirimu sendiri!" ujar Ellena tegas. "Aku tidak mengerti apa yang kau katakan!" Erwin membuang wajahnya ke samping, dia tidak ingin mendengar apa yang ingin dibicarakan Azkia selanjutnya. "Baik jika kamu tidak mengerti! Kalau begitu ... Lepaskan Ellena sekarang!" Erwin ref
Erwin mengerjapkan mata ketika sinar matahari mengusik tidur nyenyak nya, lalu pandangannya beralih ke arah sosok wanita yang berdiri mengambil baju di lemari. Sedikit terkejut karena mengingat seharusnya Ellena istirahat karena masih sakit, semalam Ema memberi tahu kondisi Ellena jika panasnya masih tinggi. Erwin memejamkan matanya ketika Ellena menoleh ke arah ranjang, lalu selang beberapa detik terdengar suara berisik di kamar mandi, sepertinya Ellena sedang menyiapkan air untuknya. Tidak lama kemudian Ellena keluar dari kamar Erwin, segera Erwin bangun dan langsung pergi menuju kamar mandi, lima belas menit kemudian Erwin keluar, lagi-lagi dia terkejut karena Ellena sudah berada di dalam kamarnya dan siap akan memakaikan pakaian untuknya. "Bukannya seharusnya dia marah denganku, bagaimana bisa dia bersikap seolah baik-baik saja. Dasar wanita bermuka dua!" gumam hati Erwin. Tanpa ada kata Ellena segera melakukan tugasnya, meskipun sedikit g
Tidak terasa satu bulan sudah rumah Erwin terasa damai, tidak ada suara teriakkan Erwin yang biasanya memarahi Ellena, Ellena tidak bisa menyangkal jika ada perasaan senang di dalam hatinya, meskipun nada bicara Erwin terdengar ketus, namun Erwin sudah tidak pernah meneriakinya."Anda mau membawa bekal yang mana?" tanya Ellena sopan."Terserah," sahut Erwin pendek. Namun beberapa detik kemudian. "Bawa dua porsi, setelah itu cepatlah ganti baju!""Ganti baju?" ulang Ellena bingung.Erwin malas menyahut, dia hanya melirik tajam Ellena yang berdiri di sampingnya. Merasa akan ada badai jika bertanya lagi, Ellena menutup rapat mulutnya hingga menggigit bibir bagian dalam. Tanpa menunggu perintah Erwin lagi, Ellena segera beranjak dari tempatnya, meninggalkan Erwin di ruang makan yang sedang membuang napas kasar.Lima menit berlalu, Ellena sudah siap dengan pakaian sederhana, gaun selutut berwarna navy yang harganya murah, namun dia tetap terlihat cantik
Di tempat yang tidak jauh dari danau yang dikunjungi Erwin dan Ellena, ada dua orang yang berada di dalam mobil melihat kepergian mereka berdua."Apakah kamu melihat apa yang aku lihat?" tanya James kepada Rose yang berada di sampingnya.Rose mengangguk menyetujuinya. "Bukannya dia hanya seorang pelayan? Bagaimana bisa bos pergi berdua bersamanya, bahkan bos menaiki mobil kesayangannya, yang kutahu nona Azkia saja belum pernah menaiki mobil itu," ujar Rose mulai mencurigai sesuatu."Mungkin mobil bos yang lain sedang rusak," sahut James santai.Rose menjitak kepala James kesal, bagaimana bisa James berpikiran konyol bahwa mobil Erwin rusak semua."Auwh ... Dasar wanita bar-bar, pantas saja bos tidak pernah melirikmu karena kamu wanita kasar.""Jangan berisik! Cepat jalan!""Siap, Nyonya!"James melajukan mobilnya kembali ke jalanan, mereka berdua tadi terkejut melihat mobil Erwin kenapa bisa berada di sana, namun mereka d
Ellena berjalan masuk ke rumah dengan ketakutan, dalam otaknya dia terus membayangkan bagaimana nanti murkanya Erwin karena melihat kejadian tadi. Saat hendak menaiki tangga, tiba-tiba ada seorang pelayan yang memanggil namanya. "Nona." Suara pelayan yang diketahui bernama Merry tersebut. "Iya, ada apa?" sahut Ellena ramah. "Maaf, bisakah saya meminta bantuan Nona, karena saya tidak tahu lagi meminta bantuan siapa lagi, di sini semua pelayan sibuk dengan tugasnya masing-masing," ujar Merry ragu. "Tidak masalah, apa yang harus aku lakukan?" "Bisakah Nona menggantikan saya pergi ke supermarket, semua persediaan sayur dan buah habis, dan sebentar lagi waktu makan siang tiba, saya sedang sakit perut dan itu tidak memungkinkan saya untuk pergi keluar," ujar Merry tidak enak. Mungkin Merry memang orang bodoh, bagaimana bisa dia meminta sang nyonya rumah untuk menggantikan tugasnya untuk berbelanja kebutuhan dapur, tapi mengingat jika
Beberapa hari kemudian...Semenjak kejadian itu, Ellena sering merenung sendirian. Namun, jika ada Erwin di rumah, Ellena menjadi sosok yang seperti biasanya. Sebab, Ellena tidak ingin Erwin melihat dirinya yang sebenarnya masih tertekan atas kejadian di hari itu.Sedangkan Erwin sendiri, ia sangat tahu apa yang dirasakan Ellena saat ini, meskipun Ellena selalu berusaha menutupinya.Namun, Erwin juga tidak akan memaksa Ellena agar mau bercerita kepadanya, Erwin mengerti jika Ellena butuh ruang untuk berdamai dengan batinnya sendiri.Ellena yang sedang melamun di balkon kamarnya, ia tersentak saat tiba-tiba Erwin memeluknya dan berbicara padanya."Sayang, maukah kamu menemaniku pergi ke rumah, Tuan Deffin?" tanya Erwin lembut."Sayang, kamu membuatku terkejut. Sejak kapan kamu pulang?""Sudah dari sepuluh menit yang lalu," sahut Erwin seraya mencium pipi Ellena. "Bagaimana dengan pertanyaanku yang tadi? Maukah kamu menemaniku ke rumah Tuan Deffin?"Ellena tersenyum, ia juga langsung men
Meskipun Erwin menyadari apa yang sedang dilakukan Camelia, Erwin tetap mengabaikannya, seolah-olah nyawanya memang tak berharga."Hei, letakkan pistolmu! Ataukah kau ingin mati juga?" teriak Lucas seraya mengacungkan pistol miliknya ke arah Camelia.Camelia tertawa frustasi. "Dia sudah membunuh Kakak ku, apakah kau pikir dia masih pantas untuk hidup?" Julian sebenarnya bukanlah kakak kandung Camelia. Namun, karena Julian pernah menyelamatkan hidupnya, Camelia menganggapnya sebagai kakak, dan karena Camelia telah melihat Erwin membunuh Julian, semua pandangan Camelia terhadap Erwin telah berubah, termasuk perasaannya. Yang ada kini hanyalah dendam yang membara.Mendengar keributan di sekelilingnya, Ellena sontak mendongakkan kepalanya, ia terkejut ketika melihat Camelia mengacungkan pistol ke arah suaminya. Namun, ia lebih terkejut karena Erwin tidak bereaksi sama sekali, justru Erwin masih asyik memeluknya untuk menenangkannya."Apakah kamu juga mencintainya? Kenapa kamu membiarkan
Maju mati, mundur pun mati. Inilah yang harus dilalui Camelia saat ini. Camelia tidak bisa kabur, ataupun bisa bunuh diri dengan mudah. Hari ini ia harus menjalankan semua rencana yang sudah ia dan laki-laki misterius itu susun sebelumnya.Sedangkan di seberang sana, lelaki itu tidak curiga sama sekali, jika rencana mereka dipercepat. Sebab, ia memang pernah mendengar, bahwa Camelia telah jatuh cinta dengan Erwin. Jadi, lelaki itu berpikir bukanlah masalah, karena baginya yang penting adalah ia bisa mendapatkan Ellena, dan akan lebih baik jika Ellena bisa membenci Erwin, karena Erwin telah menyelingkuhinya.Semuanya begitu lancar, seolah pagi ini memang tidak ada kejadian yang aneh. Ellena dan Erwin bisa menikmati sarapan seperti biasanya, setelah tadi Ellena membantu Camelia memandikan Erlena.Jadi, pada waktu sarapan hingga sesudahnya, Ellena sudah tidak mengurus Erlena, sebab Camelia akan mengasuh Erlena hingga Erlena tertidur, baru setelah Erlena nanti bangun, Ellena akan membantu
Camelia baru saja membaringkan Erlena yang tertidur ke dalam boks bayi, lalu kemudian sejenak ia melihat jam yang menggantung di dinding."Lima menit lagi, syukurlah aku masih punya waktu untuk bersiap," ujar Camelia seraya mengambil sisir dan kemudian dengan cepat menyisir rambutnya.Tidak lupa, ia semprotkan parfum dengan wangi yang menggoda, lalu kemudian mengambil lipstiknya yang berwarna merah menyala dan dioleskannya ke bibir tebalnya.Untung saja malam ini Erlena bisa diajak bekerja sama, ia sudah terbangun dan selesai menyusu dengan asi yang sudah diletakkan ke dalam botol, tepat sebelum tengah malam tiba. Padahal biasanya bayi itu terbangun ketika tepat tengah malam. Jadi itu artinya, malam ini Camelia bisa menemani Erwin dengan tenang.Camelia sekali lagi mematut dirinya di depan cermin, memastikan penampilannya sudah sempurna, dengan lingerie berwarna merah yang melekat ditubuhnya, Camelia sangat yakin bahwa malam ini ia bisa memuaskan Erwin di atas ranjang.Namun, Camelia
Ada yang retak, tapi bukan kaca. Kata-kata itu sedang menggambarkan perasaan Ellena pada saat ini. Selebihnya Ellena sudah tidak bisa mendengar lagi apa yang dikatakan oleh Wendy. Dalam benak Ellena, hanya berputar pernyataan, 'Tuan Erwin mengizinkan Camelia masuk ke dalam ruang kerjanya'.Sebenarnya itu hanyalah kalimat biasa, namun itu sudah seperti petir yang menggelegar di telinga Ellena.Padahal semua orang tahu bahwa tidak ada yang boleh masuk ke dalam ruang kerja Erwin, kecuali Erwin dan Lucas, dan juga Ellena tentunya. Namun, Ellena juga tidak bisa bebas keluar masuk. Bahkan Wendy pun juga harus mengantarkan kopi milik Erwin, hanya sampai di depan pintu ruangannya saja. Tapi, kenapa sekarang Erwin memperbolehkan Camelia masuk ke dalam ruang kerjanya Erwin?"Nyonya!" Wendy refleks mendekat ketika melihat Ellena terduduk lemas di atas sofa di dalam kamarnya, seraya memegangi dadanya yang berdenyut nyeri.Melihat Wendy cemas, Ellena memaksakan senyumnya. "Tidak apa-apa, Wendy.
Satu bulan kemudian..."Ellena ...." Ellena menolehkan kepalanya ke kiri, ketika ia mendengar suara Elma memanggilnya, dan benar saja, Elma sedang memanggilnya seraya melambaikan tangannya.Namun, bukan hanya Elma saja yang sedang berdiri di sana, ada Azkia, Jessie, beserta anak-anak mereka dan para pengasuhnya. Dan, tidak lupa juga dengan para pengawal yang selalu setia di belakang mereka, apalagi jika bukan karena perintah dari para suami posesif mereka, yaitu untuk menjaga keluarga tercinta mereka dari mara bahaya, terutama dari para lelaki yang tidak bisa menjaga matanya."Pagi, Nona Azkia, Kak Elma, Kak Jessie. Maaf kami terlambat," ujar Ellena yang tampak tidak enak. Jika saja pagi tadi Erwin tidak mengganggunya, Ellena tidak akan terlambat seperti ini."Tidak apa-apa, Ellena. Kita juga baru saja sampai," sahut Azkia seraya menepuk-nepuk pundak Ellena pelan."Hanya kamu dan Elma saja yang juga baru datang, sedangkan aku sudah tiba sejak lima belas menit yang lalu," sungut Jessi
Keesokan paginya, Erwin sudah berangkat ke kantor sejak satu jam yang lalu. Sedangkan Ellena, ia sedang menidurkan Erlena yang ada di dalam gendongannya."Permisi, Nyonya. Di bawah ada Tuan Lucas yang sedang menunggu Anda," ujar Wendy setengah berbisik. Ia takut jika berbicara lebih keras lagi, ia akan membangunkan Erlena."Iya, aku akan turun, dan kamu tolong jaga Erlena sebentar ya?" pinta Ellena."Baik, Nyonya."Setelah membaringkan Erlena ke dalam boks bayi, Ellena langsung turun ke lantai bawah.Di ruang tamu, tidak hanya Lucas saja yang masih berdiri menunggunya, namun juga ada seorang gadis yang berdiri di sampingnya."Selamat pagi, Nyonya," sapa Lucas, begitu juga dengan gadis yang ada di sampingnya."Pagi, kenapa kalian berdiri? Ayo, cepat duduk," sahut Ellena yang mempersilakan duduk mereka berdua.Lucas dan gadis itu sontak menuruti perintah Ellena. Lalu kemudian Lucas memperkenalkan gadis itu kepada Ellena, namanya Camelia, dia adalah pengasuh yang akan membantu merawat Er
Ellena seketika mematung melihat pemandangan yang ada di hadapannya, meski yang dilihatnya saat ini adalah hukuman yang tergolong ringan, namun melihat banyaknya orang yang dihukum, sama saja baginya. Seharusnya Erwin tidak melakukan hal ini kepada mereka semua.Ellena yang tadinya merasa haus dan berniat mengambil air minum di dapur, tiba-tiba saja rasa haus itu sudah pergi entah ke mana? Lebih tepatnya, Ellena sudah tidak nafsu lagi. Lalu dengan langkah gontai, Ellena kembali menuju kamarnya.Tidak lama setelah Ellena membaringkan tubuhnya di ranjang, terdengar suara pintu kamarnya dibuka. Erwin yang melihat istrinya masih tidur, ia menghembuskan napas lega.Namun, saat Erwin hendak mendudukkan diri di pinggiran ranjang, ia mendengar Ellena mengatakan, "Dari mana?" Tubuh Erwin sontak membeku mendengar Ellena bertanya dengan nada datar yang tak pernah didengarnya, dan juga tidak ada panggilan 'sayang'. Mungkinkah Ellena mengetahui kejadian di halaman belakang? Pikir Erwin panik."D
Sedangkan di kantor Ghrisam Group. Suasana kantor sudah tegang sejak tadi, yaitu sejak dimulainya rapat rutin untuk laporan bulanan. Para peserta rapat di ruangan tersebut dalam keadaan was-was, mereka takut jika hasil laporan bulan ini tidak sesuai dengan harapan sang pemilik perusahaan.Hanya ada satu orang yang duduk dengan cukup tenang di tempatnya, siapa lagi jika bukan Lucas orangnya. Namun, ketenangan itu tidak berjalan dengan lama, sebab ponselnya berdering dan menunjukkan nama seorang kepala pelayan rumah Erwin yang sedang menghubunginya."Wendy?" gumam Lucas pelan dengan dahi yang mengerut, sebab tidak biasanya kepala pelayan wanita itu menghubunginya di jam kerja, meski ada hal yang mendesak sekalipun. Namun, kecuali jika urusannya tentang Nyonya mereka.Merasa ada sinyal bahaya. Lucas segera meminta izin untuk keluar kepada Erwin, untuk mengangkat telepon tersebut. Namun, baru saja ia mengangkat panggilan tersebut, tubuh Lucas langsung menegang tatkala mendengar suara pan