Tidak terasa satu bulan sudah rumah Erwin terasa damai, tidak ada suara teriakkan Erwin yang biasanya memarahi Ellena, Ellena tidak bisa menyangkal jika ada perasaan senang di dalam hatinya, meskipun nada bicara Erwin terdengar ketus, namun Erwin sudah tidak pernah meneriakinya.
"Anda mau membawa bekal yang mana?" tanya Ellena sopan.
"Terserah," sahut Erwin pendek. Namun beberapa detik kemudian. "Bawa dua porsi, setelah itu cepatlah ganti baju!"
"Ganti baju?" ulang Ellena bingung.
Erwin malas menyahut, dia hanya melirik tajam Ellena yang berdiri di sampingnya. Merasa akan ada badai jika bertanya lagi, Ellena menutup rapat mulutnya hingga menggigit bibir bagian dalam. Tanpa menunggu perintah Erwin lagi, Ellena segera beranjak dari tempatnya, meninggalkan Erwin di ruang makan yang sedang membuang napas kasar.
Lima menit berlalu, Ellena sudah siap dengan pakaian sederhana, gaun selutut berwarna navy yang harganya murah, namun dia tetap terlihat cantik
Di tempat yang tidak jauh dari danau yang dikunjungi Erwin dan Ellena, ada dua orang yang berada di dalam mobil melihat kepergian mereka berdua."Apakah kamu melihat apa yang aku lihat?" tanya James kepada Rose yang berada di sampingnya.Rose mengangguk menyetujuinya. "Bukannya dia hanya seorang pelayan? Bagaimana bisa bos pergi berdua bersamanya, bahkan bos menaiki mobil kesayangannya, yang kutahu nona Azkia saja belum pernah menaiki mobil itu," ujar Rose mulai mencurigai sesuatu."Mungkin mobil bos yang lain sedang rusak," sahut James santai.Rose menjitak kepala James kesal, bagaimana bisa James berpikiran konyol bahwa mobil Erwin rusak semua."Auwh ... Dasar wanita bar-bar, pantas saja bos tidak pernah melirikmu karena kamu wanita kasar.""Jangan berisik! Cepat jalan!""Siap, Nyonya!"James melajukan mobilnya kembali ke jalanan, mereka berdua tadi terkejut melihat mobil Erwin kenapa bisa berada di sana, namun mereka d
Ellena berjalan masuk ke rumah dengan ketakutan, dalam otaknya dia terus membayangkan bagaimana nanti murkanya Erwin karena melihat kejadian tadi. Saat hendak menaiki tangga, tiba-tiba ada seorang pelayan yang memanggil namanya. "Nona." Suara pelayan yang diketahui bernama Merry tersebut. "Iya, ada apa?" sahut Ellena ramah. "Maaf, bisakah saya meminta bantuan Nona, karena saya tidak tahu lagi meminta bantuan siapa lagi, di sini semua pelayan sibuk dengan tugasnya masing-masing," ujar Merry ragu. "Tidak masalah, apa yang harus aku lakukan?" "Bisakah Nona menggantikan saya pergi ke supermarket, semua persediaan sayur dan buah habis, dan sebentar lagi waktu makan siang tiba, saya sedang sakit perut dan itu tidak memungkinkan saya untuk pergi keluar," ujar Merry tidak enak. Mungkin Merry memang orang bodoh, bagaimana bisa dia meminta sang nyonya rumah untuk menggantikan tugasnya untuk berbelanja kebutuhan dapur, tapi mengingat jika
Bukan hanya Ellena saja yang terkejut, tapi Erwin dan Ema juga terkejut dengan kedatangan Ellena yang tiba-tiba. Namun Erwin orang yang pandai menyembunyikan ekspresi, meski sorot matanya tajam bak elang yang hendak menerkam mangsanya, tapi wajahnya tetap datar. Erwin tambah semakin marah melihat Ellena yang kini mengetahui sisi aslinya, lalu dengan suara dingin dia berkata kepada Ema. "Bik, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan bukan?!" "Iya, Tuan! Saya mengerti," ujar Ema lugas. Setelah itu Erwin beranjak pergi, ketika hendak melewati Ellena, ada pandangan yang susah diartikan ketika melihat Ellena yang hanya menundukkan kepalanya ketakutan. Sedangkan Merry yang merasa kesakitan, dengan susah payah dia berdiri tegak, Merry menundukkan kepalanya ketika melihat Ema datang mendekat. "Beruntung ada malaikat sungguhan yang menyelamatkan nyawamu, temui aku setelah aku selesai berbicara dengan nona!" ujar Ema setengah berbisik.
Beruntung Ema berada di belakang Ellena, dengan cepat Ema menangkap tubuh Ellena yang limbung, Erwin yang panik langsung menghampiri mereka berdua, namun Erwin tidak langsung menolong Ellena, Erwin malah sibuk mengeluarkan kalimat protesnya terlebih dahulu."Bik! Kenapa kau membawanya kesini?!" ujar Erwin setengah berteriak. jika Ema tidak andil ikut membesarkannya, maka Erwin tidak segan-segan melayangkan tinjunya kepada wanita paruh baya itu."Ampun Tuan! Nona Ellena sudah sangat lama penasaran dengan tempat ini, saya rasa tidak akan masalah membawanya datang kemari, bagaimanapun juga nona harus mengetahui semua tentang Anda," sahut Ema dengan memangku kepala Ellena.Erwin mendengus, dia berusaha mengontrol emosinya. Lalu dua penjaga yang berada di dekat mereka bermaksud membantu Ema dengan membopong tubuh Ellena, namun baru saja mereka menunduk dan menjulurkan tangan, suara murka Erwin kembali menggelegar."Apa yang kalian lakukan!!! Aku potong tangan
Sesuai dengan janjinya, mulai hari ini Ellena akan menghujani Erwin dengan cinta dan perhatian, jika kemarin-kemarin Ellena memang melayani Erwin karena sebuah tugas, meskipun Ellena melakukannya dengan tulus, tapi rasanya tidak melegakan seperti hari ini.Kali ini Ellena merasa lebih bebas, dia merasa tidak takut lagi setelah kemarin ia berbicara dengan Erwin, Ellena juga ingin membuktikan bahwa selama ini dia bukan wanita bermuka dua yang seperti Erwin tuduhkan.Erwin Yang baru saja membuka mata terperanjat melihat wajah Ellena yang berada tidak jauh dari wajahnya, bahkan senyum manis Ellena terukir indah menghiasi wajah cantiknya."Selamat Pagi," sapa Ellena ramah."Saya sudah menyiapkan semua keperluan Tuan, permisi ...." Ellena hendak meninggalkan kamar Erwin, namun Erwin terlebih dahulu mencegahnya."Tunggu! Kau tunggu aku di sini saja," ujar Erwin datar.
Setelah makan siang Erwin tidak menyuruh Ellena pulang, Erwin malah menyuruh Ellena untuk menunggunya bekerja, rencananya Erwin akan mengajak Ellena berbelanja kebutuhan anak panti dan anak-anak jalanan yang tinggal di rumah singgah milik Azkia.Setelah cukup lama akhirnya pekerjaan Erwin selesai, ketika mendongak Erwin melihat Ellena yang tengah tertidur pulas di sofa singel dengan posisi duduk, wajah Ellena yang cantik begitu tampak damai, dan tanpa sengaja membuat Erwin menarik sedikit kedua sudut bibirnya.Ketukan pintu mengganggu momen langka itu, membuat Erwin berdecak kesal, dengan lantang Erwin menyuruh orang itu masuk, hingga membuat Ellena terbangun dari tidurnya.Merasa malu karena sudah ketiduran, Ellena bergegas pergi ke kamar mandi di dalam ruangan Erwin, dia akan mencuci wajahnya untuk menghilangkan jejak kantuknya.Sedangkan orang yang mengetuk pintu itu adalah Julian, dia sedang mengantarkan kopi dan jus yang tadi sempat dipesan Erwin kep
Satu tahun kemudian.Hubungan pernikahan Ellena dan Erwin tetap berjalan di tempat, mereka berperan layaknya majikan dan pelayan dengan kedok sebuah pernikahan. Namun tanpa diketahui siapapun, sebenarnya ada yang aneh dengan sikap Erwin, jika diperhatikan dengan seksama, semakin lama semakin ke sini Erwin terlihat suka mencari perhatian Ellena, tentu dengan cara yang tidak disadari oleh siapa pun.Seperti saat ini, Erwin harus berpura-pura sakit untuk mendapatkan perhatian Ellena. Tubuh atletis Erwin kini tampak terbaring lemah di ranjang, suhu badannya tidak panas sama sekali, namun ia mengeluh perutnya terasa mual dan ulu hatinya terasa nyeri. Erwin mengaku jika asam lambungnya naik, jadi ia sekarang sedang berpura-pura tidak nafsu makan."A ...." Ellena memperagakan dengan membuka mulutnya untuk Erwin agar segera membuka mulutnya, satu sendok bubur sudah berada di depan mulut Erwin, namun Erwin masih enggan membuka mulutnya."Tidak mau, pahit," ujarnya
Beberapa hari kemudian...Setelah beberapa hari menikmati drama sakit, akhirnya hari ini Erwin mulai kembali bekerja.Jika saja Ellena tidak bersikeras ingin menghubungi dokter pribadi Erwin, dikarenakan ia sangat khawatir dengan penyakit Erwin yang 'tak kunjung sembuh, sudah dapat dipastikan, saat ini Erwin masih bisa menikmati sandiwaranya untuk mengerjai Ellena. Namun sayangnya, Erwin memang harus menyudahi sandiwaranya sebelum Ellena curiga kepadanya.Hari ini demi tidak dicurigai oleh semua orang yang berada di sekitarnya, Erwin meminta sekretaris sekaligus pengawal pribadinya untuk menjadi sopirnya hari ini, dia harus masih berpura-pura lemas untuk menyempurnakan sandiwaranya.Erwin sengaja menyuruh Lucas, yaitu sekretarisnya yang masih berumur dua puluh tahun, seorang pemuda yang tampan dan juga pintar, tidak hanya itu, kemampuan bela dirinya juga tidak main-main, karena dia dididik langsung oleh Erwin sepe
Beberapa hari kemudian...Semenjak kejadian itu, Ellena sering merenung sendirian. Namun, jika ada Erwin di rumah, Ellena menjadi sosok yang seperti biasanya. Sebab, Ellena tidak ingin Erwin melihat dirinya yang sebenarnya masih tertekan atas kejadian di hari itu.Sedangkan Erwin sendiri, ia sangat tahu apa yang dirasakan Ellena saat ini, meskipun Ellena selalu berusaha menutupinya.Namun, Erwin juga tidak akan memaksa Ellena agar mau bercerita kepadanya, Erwin mengerti jika Ellena butuh ruang untuk berdamai dengan batinnya sendiri.Ellena yang sedang melamun di balkon kamarnya, ia tersentak saat tiba-tiba Erwin memeluknya dan berbicara padanya."Sayang, maukah kamu menemaniku pergi ke rumah, Tuan Deffin?" tanya Erwin lembut."Sayang, kamu membuatku terkejut. Sejak kapan kamu pulang?""Sudah dari sepuluh menit yang lalu," sahut Erwin seraya mencium pipi Ellena. "Bagaimana dengan pertanyaanku yang tadi? Maukah kamu menemaniku ke rumah Tuan Deffin?"Ellena tersenyum, ia juga langsung men
Meskipun Erwin menyadari apa yang sedang dilakukan Camelia, Erwin tetap mengabaikannya, seolah-olah nyawanya memang tak berharga."Hei, letakkan pistolmu! Ataukah kau ingin mati juga?" teriak Lucas seraya mengacungkan pistol miliknya ke arah Camelia.Camelia tertawa frustasi. "Dia sudah membunuh Kakak ku, apakah kau pikir dia masih pantas untuk hidup?" Julian sebenarnya bukanlah kakak kandung Camelia. Namun, karena Julian pernah menyelamatkan hidupnya, Camelia menganggapnya sebagai kakak, dan karena Camelia telah melihat Erwin membunuh Julian, semua pandangan Camelia terhadap Erwin telah berubah, termasuk perasaannya. Yang ada kini hanyalah dendam yang membara.Mendengar keributan di sekelilingnya, Ellena sontak mendongakkan kepalanya, ia terkejut ketika melihat Camelia mengacungkan pistol ke arah suaminya. Namun, ia lebih terkejut karena Erwin tidak bereaksi sama sekali, justru Erwin masih asyik memeluknya untuk menenangkannya."Apakah kamu juga mencintainya? Kenapa kamu membiarkan
Maju mati, mundur pun mati. Inilah yang harus dilalui Camelia saat ini. Camelia tidak bisa kabur, ataupun bisa bunuh diri dengan mudah. Hari ini ia harus menjalankan semua rencana yang sudah ia dan laki-laki misterius itu susun sebelumnya.Sedangkan di seberang sana, lelaki itu tidak curiga sama sekali, jika rencana mereka dipercepat. Sebab, ia memang pernah mendengar, bahwa Camelia telah jatuh cinta dengan Erwin. Jadi, lelaki itu berpikir bukanlah masalah, karena baginya yang penting adalah ia bisa mendapatkan Ellena, dan akan lebih baik jika Ellena bisa membenci Erwin, karena Erwin telah menyelingkuhinya.Semuanya begitu lancar, seolah pagi ini memang tidak ada kejadian yang aneh. Ellena dan Erwin bisa menikmati sarapan seperti biasanya, setelah tadi Ellena membantu Camelia memandikan Erlena.Jadi, pada waktu sarapan hingga sesudahnya, Ellena sudah tidak mengurus Erlena, sebab Camelia akan mengasuh Erlena hingga Erlena tertidur, baru setelah Erlena nanti bangun, Ellena akan membantu
Camelia baru saja membaringkan Erlena yang tertidur ke dalam boks bayi, lalu kemudian sejenak ia melihat jam yang menggantung di dinding."Lima menit lagi, syukurlah aku masih punya waktu untuk bersiap," ujar Camelia seraya mengambil sisir dan kemudian dengan cepat menyisir rambutnya.Tidak lupa, ia semprotkan parfum dengan wangi yang menggoda, lalu kemudian mengambil lipstiknya yang berwarna merah menyala dan dioleskannya ke bibir tebalnya.Untung saja malam ini Erlena bisa diajak bekerja sama, ia sudah terbangun dan selesai menyusu dengan asi yang sudah diletakkan ke dalam botol, tepat sebelum tengah malam tiba. Padahal biasanya bayi itu terbangun ketika tepat tengah malam. Jadi itu artinya, malam ini Camelia bisa menemani Erwin dengan tenang.Camelia sekali lagi mematut dirinya di depan cermin, memastikan penampilannya sudah sempurna, dengan lingerie berwarna merah yang melekat ditubuhnya, Camelia sangat yakin bahwa malam ini ia bisa memuaskan Erwin di atas ranjang.Namun, Camelia
Ada yang retak, tapi bukan kaca. Kata-kata itu sedang menggambarkan perasaan Ellena pada saat ini. Selebihnya Ellena sudah tidak bisa mendengar lagi apa yang dikatakan oleh Wendy. Dalam benak Ellena, hanya berputar pernyataan, 'Tuan Erwin mengizinkan Camelia masuk ke dalam ruang kerjanya'.Sebenarnya itu hanyalah kalimat biasa, namun itu sudah seperti petir yang menggelegar di telinga Ellena.Padahal semua orang tahu bahwa tidak ada yang boleh masuk ke dalam ruang kerja Erwin, kecuali Erwin dan Lucas, dan juga Ellena tentunya. Namun, Ellena juga tidak bisa bebas keluar masuk. Bahkan Wendy pun juga harus mengantarkan kopi milik Erwin, hanya sampai di depan pintu ruangannya saja. Tapi, kenapa sekarang Erwin memperbolehkan Camelia masuk ke dalam ruang kerjanya Erwin?"Nyonya!" Wendy refleks mendekat ketika melihat Ellena terduduk lemas di atas sofa di dalam kamarnya, seraya memegangi dadanya yang berdenyut nyeri.Melihat Wendy cemas, Ellena memaksakan senyumnya. "Tidak apa-apa, Wendy.
Satu bulan kemudian..."Ellena ...." Ellena menolehkan kepalanya ke kiri, ketika ia mendengar suara Elma memanggilnya, dan benar saja, Elma sedang memanggilnya seraya melambaikan tangannya.Namun, bukan hanya Elma saja yang sedang berdiri di sana, ada Azkia, Jessie, beserta anak-anak mereka dan para pengasuhnya. Dan, tidak lupa juga dengan para pengawal yang selalu setia di belakang mereka, apalagi jika bukan karena perintah dari para suami posesif mereka, yaitu untuk menjaga keluarga tercinta mereka dari mara bahaya, terutama dari para lelaki yang tidak bisa menjaga matanya."Pagi, Nona Azkia, Kak Elma, Kak Jessie. Maaf kami terlambat," ujar Ellena yang tampak tidak enak. Jika saja pagi tadi Erwin tidak mengganggunya, Ellena tidak akan terlambat seperti ini."Tidak apa-apa, Ellena. Kita juga baru saja sampai," sahut Azkia seraya menepuk-nepuk pundak Ellena pelan."Hanya kamu dan Elma saja yang juga baru datang, sedangkan aku sudah tiba sejak lima belas menit yang lalu," sungut Jessi
Keesokan paginya, Erwin sudah berangkat ke kantor sejak satu jam yang lalu. Sedangkan Ellena, ia sedang menidurkan Erlena yang ada di dalam gendongannya."Permisi, Nyonya. Di bawah ada Tuan Lucas yang sedang menunggu Anda," ujar Wendy setengah berbisik. Ia takut jika berbicara lebih keras lagi, ia akan membangunkan Erlena."Iya, aku akan turun, dan kamu tolong jaga Erlena sebentar ya?" pinta Ellena."Baik, Nyonya."Setelah membaringkan Erlena ke dalam boks bayi, Ellena langsung turun ke lantai bawah.Di ruang tamu, tidak hanya Lucas saja yang masih berdiri menunggunya, namun juga ada seorang gadis yang berdiri di sampingnya."Selamat pagi, Nyonya," sapa Lucas, begitu juga dengan gadis yang ada di sampingnya."Pagi, kenapa kalian berdiri? Ayo, cepat duduk," sahut Ellena yang mempersilakan duduk mereka berdua.Lucas dan gadis itu sontak menuruti perintah Ellena. Lalu kemudian Lucas memperkenalkan gadis itu kepada Ellena, namanya Camelia, dia adalah pengasuh yang akan membantu merawat Er
Ellena seketika mematung melihat pemandangan yang ada di hadapannya, meski yang dilihatnya saat ini adalah hukuman yang tergolong ringan, namun melihat banyaknya orang yang dihukum, sama saja baginya. Seharusnya Erwin tidak melakukan hal ini kepada mereka semua.Ellena yang tadinya merasa haus dan berniat mengambil air minum di dapur, tiba-tiba saja rasa haus itu sudah pergi entah ke mana? Lebih tepatnya, Ellena sudah tidak nafsu lagi. Lalu dengan langkah gontai, Ellena kembali menuju kamarnya.Tidak lama setelah Ellena membaringkan tubuhnya di ranjang, terdengar suara pintu kamarnya dibuka. Erwin yang melihat istrinya masih tidur, ia menghembuskan napas lega.Namun, saat Erwin hendak mendudukkan diri di pinggiran ranjang, ia mendengar Ellena mengatakan, "Dari mana?" Tubuh Erwin sontak membeku mendengar Ellena bertanya dengan nada datar yang tak pernah didengarnya, dan juga tidak ada panggilan 'sayang'. Mungkinkah Ellena mengetahui kejadian di halaman belakang? Pikir Erwin panik."D
Sedangkan di kantor Ghrisam Group. Suasana kantor sudah tegang sejak tadi, yaitu sejak dimulainya rapat rutin untuk laporan bulanan. Para peserta rapat di ruangan tersebut dalam keadaan was-was, mereka takut jika hasil laporan bulan ini tidak sesuai dengan harapan sang pemilik perusahaan.Hanya ada satu orang yang duduk dengan cukup tenang di tempatnya, siapa lagi jika bukan Lucas orangnya. Namun, ketenangan itu tidak berjalan dengan lama, sebab ponselnya berdering dan menunjukkan nama seorang kepala pelayan rumah Erwin yang sedang menghubunginya."Wendy?" gumam Lucas pelan dengan dahi yang mengerut, sebab tidak biasanya kepala pelayan wanita itu menghubunginya di jam kerja, meski ada hal yang mendesak sekalipun. Namun, kecuali jika urusannya tentang Nyonya mereka.Merasa ada sinyal bahaya. Lucas segera meminta izin untuk keluar kepada Erwin, untuk mengangkat telepon tersebut. Namun, baru saja ia mengangkat panggilan tersebut, tubuh Lucas langsung menegang tatkala mendengar suara pan