"Rara!"Santo membuang muka dengan susah payah. Tatapan mata anak itu membuatnya merasa sangat sesak.Namun, bagaimana mungkin dia, sebagai ayah Melanie, membiarkan seseorang merusak pernikahan putrinya?"Rara, Paman mohon, pergilah!""Cepat!" Silvia mengerahkan sekuat tenaga untuk menyeret Yara, dan dengan kejam mencubit perut Yara keras-keras. "Anjing jalang, jangan mimpi merusak pernikahan Melly!"Yara menangis karena rasa sakitnya, tetapi dia malah semakin tidak ingin menyerah.Dia segera mengambil keputusan dan memelankan suaranya untuk mengingatkan Santo, "Paman, ada sesuatu yang lain yang terjadi di balik kematian Bibi."Apa?Santo seperti disambar petir dan menatap Yara dengan mata terbelalak.Yara melawan Silvia sekuat tenaga dan terus merayu Santo, "Bantu aku, aku akan memberitahumu."Dia tidak bisa berkata banyak pada saat ini, tetapi informasi itu saja sudah cukup untuk membuat jantung Santo berdebar kencang.Benar saja, saat Yara hampir berhasil ditarik, Santo meraih lenga
Yudha akhirnya mengalihkan pandangannya dari Melanie dan menatap pendeta di depannya dan perlahan berkata, "Saya ...""Tunggu!" Suara teriakan yang tiba-tiba itu menarik perhatian semua orang seketika itu juga.Yara melangkah ke arah kedua mempelai pengantin itu. "Yudha, sebelum kamu berjanji, menurutku ada sesuatu yang perlu kamu ketahui."Melanie terkejut dan mengangkat kerudung tipisnya. "Yara? kenapa kamu ada di sini? Apa yang kamu inginkan?"Di tempat duduknya, Agnes menatap dengan tajam. "Ada apa ini? Apa yang diinginkan Yara sekarang?"Dia ingin bangkit dan menghampiri Yara untuk mengusirnya."Bu!" Felix menahannya dan menggeleng. "Biarkan saja dulu."Di sisi lain, wajah Kakek Susilo yang tadinya tanpa ekspresi seketika berubah cerah. "Rara datang untuk menghalangi pernikahan.""Ayah!" Agnes benar-benar tak berdaya."Melanie, apa yang kamu takutkan?" Yara maju selangkah. "Kalau kamu dan Yudha memang benar-benar saling mencintai, kenapa kamu takut dengan kehadiran mantan istrinya
"Apa maksudmu?"Yudha tampak tidak percaya.Namun, Yara tidak menjawab. Dia berbalik dan berjalan keluar pintu."Berhenti!" teriak Yudha. "Apa yang sebenarnya terjadi?"Yara berbalik dan tersenyum padanya. "Kalau kamu ingin tahu yang sebenarnya, ikuti aku.""Yudha!" Melanie menghampiri dan merangkul lengan Yudha. "Jangan percaya, jangan ikut dia."Agnes melihat ada yang tidak beres dan segera berdiri ke depan. "Ada apa Yudha, apa yang ingin kamu lakukan?"Yudha masih sangat terkejut. Dia menoleh ke arah Felix. "Benarkah yang dikatakan Yara? Gadis yang waktu itu benar-benar Yara?"Felix mengangguk.Yudha menatap Melanie dengan tajam. "Kamu menipuku?""Nggak, aku nggak bohong." Melanie berteriak getir. "Yudha, percayalah, aku nggak bohong padamu.""Aku akan menyelesaikan masalah denganmu ketika aku kembali nanti!" Yudha saat ini jelas sudah mempercayai perkataan Yara. Melihat Yara telah membuka pintu, dia segera mengibaskan tangan Melanie dan berlari mengejar."Yudha!""Yudha!"Agnes dan
"Kenapa kamu nggak pernah bilang apa-apa sebelumnya?"Yara mendesah pelan. "Waktu itu, setelah kalian pergi, Silvia dan suaminya memarahiku habis-habisan. Jadi ... kalau boleh memilih, aku lebih ingin melupakan kejadian itu selamanya."Rasa sakit hati muncul dari tatapan terdalam Yudha. "Kenapa?""Kenapa? Kalau ditanya kenapa, mungkin karena rasa benci?" Yara masih tidak melirik ke arah Yudha. "Kalau sudah dibenci, bernapas pun salah.""Yara, tatap mataku," kata Yudha tiba-tiba.Mereka seakan selalu berselisih jalan. Untungnya, kali ini tidak.Yara perlahan-lahan menoleh ke samping. Sebelum dia sempat berbicara, Yudha mencium bibirnya.Ciuman ini terjadi berkali-kali dalam mimpi Yudha. Untuk sesaat, dia kehilangan akal sehatnya.Dia sudah sangat, sangat lama merindukan sensasi rasa ciuman ini.Pikiran Yara kosong sesaat, dan dia mendorong Yudha dengan keras. "Apa yang kamu lakukan?"Yudha mengerutkan keningnya. "Bukankah ini yang kamu inginkan?"Wanita ini datang ke sini khusus untuk m
Begitu Yudha muncul di depan pintu IGD, Silvia menamparnya."Tega-teganya kamu?" Silvia terisak. "Teganya kamu meninggalkan Melanie di upacara pernikahan dan pergi dengan si anjing Yara itu?"Yudha menarik napas panjang dan menahan amarahnya. "Bagaimana keadaannya?""Overdosis Valium." Santo duduk di samping, raut kemarahan terpancar di wajahnya.Dia tidak menyangka akan menjadi seperti ini.Tatapannya tajam ke arah Yudha. "Di mana Yara?""Sudah pulang."Santo bangkit, berniat menemui Yara. Dia harus menanyakan tentang Zaina."Kakak, mau ke mana?" Silvia menghentikannya. "Melly masih kritis di dalam. Mau ke mana kamu sekarang?"Santo mengerutkan kening. "Aku mau pergi telepon.""Dia itu anakmu atau bukan?" Silvia menerjang, memukul dan memaki-maki Santo. "Kalau bukan karena kamu yang membiarkan Yara masuk, mana mungkin semuanya akan jadi seperti ini? Mana mungkin Melly mencoba bunuh diri?"Santo hanya diam, membiarkan Silvia mencakar wajahnya sampai terlihat beberapa bekas merah, tanpa
"Bagaimana mungkin? Tipuan apa yang sedang dia rencanakan? Dia ingin membunuh Melly?"Silvia menggertakkan gigi. "Melly saat itu sangat menderita setelah menyelamatkan kalian, bahkan dokter mengatakan dia nggak akan bisa mengandung."Wanita itu meraih lengan Yudha. "Tahu nggak Melly menderita depresi berat waktu itu? Dia harus selalu minum obat sampai sekarang."Yudha melangkah mundur tidak percaya. Yara membohonginya lagi? Kenapa?"Ada apa? Yara bilang dia menyelamatkanmu dan akan menggunakan ini untuk memaksamu kembali bersamanya?" Silvia bertanya dengan ragu-ragu.Yudha menggeleng. Karena inilah yang tidak dia mengerti, untuk apa Yara melakukan semua ini?Silvia percaya diri. Untungnya Melly anak kesayangannya sangat pintar dan merencanakannya dengan baik.Dia pun menangis tersedu-sedu. "Yudha, buka matamu. Yara sudah bersama Felix, dia melakukan semua ini hanya untuk membalas dendam kepada Melly."Dia lalu menatap Santo. "Dia mungkin akan melakukan sesuatu yang lebih parah untuk me
Yara gelisah sejak dia kembali ke rumah."Dia berani bunuh diri?" Kemarahan Siska meluap-luap. "Aku akan berdoa untuknya sekarang, berdoa semoga dia selamat sampai tujuan."Melihat Yara terdiam, Siska melanjutkan, "Rara, nggak ada yang perlu dikhawatirkan. Nggak mungkin dia mau bunuh diri. Itu semua cuma sandiwara, dia nggak mungkin mati, dia hanya ingin ...""Ingin Yudha datang padanya. Aku takut dia punya rencana lagi," ucap Yara menyelesaikan perkataan Siska.Hanya ada satu perasaan di hati Siska. Betapa beratnya mencintai seseorang. Terutama karena selalu ada wanita jalang yang berusaha merebut pria itu.Dia menggelengkan kepalanya. "Dia sudah mati sejak tadi, kenapa kita pusing-pusing di sini?""Pfft!" Yara seketika merasa geli.Dia teringat kejadian siang tadi. "Ngomong-ngomong, Siska, Tanto mau apa mencarimu tadi?""Apa lagi kalau bukan itu?" Siska tersentak dan tertawa. "Memintaku mengobati dia.""Mengobati?" Yara terdengar kebingungan."Iya." Siska mengangkat sudut bibirnya. "
Dia terdiam beberapa saat, dan ketika dia melihat Yara tidak berniat untuk bicara lagi, dia menutup telepon.Yara terlihat semakin tertekan. Semuanya menjadi hening dan sunyi."Rara," panggil Siska, agak khawatir. "Sekarang masih sore, ayo kita nonton sesuatu?"Yara menggeleng. "Aku agak capek, aku mau tidur dulu.""Masih sore begini?""Ya." Yara bangkit dan menyeret dirinya kembali ke kamar.Dia benar-benar merasa lelah dan tidak ingin memikirkan apa pun.Felix langsung pergi ke rumah sakit setelah menutup telepon. Saat melihat Yudha, tangan Yudha masih dalam genggaman Melanie.Wajahnya langsung beranjak kelam. "Keluarlah sebentar."Yudha menatap Melanie yang tampak tertidur dan mencoba menarik tangannya, tetapi Melanie langsung membuka mata begitu dia bergerak.Matanya dipenuhi kepanikan. "Yudha, kamu mau ke mana?""Aku mau keluar sebentar, nggak lama." Yudha menutupi tubuhnya dengan selimut. "Cuma di depan pintu, kamu bisa panggil aku kalau butuh sesuatu."Melanie mengangguk sedih d
Pada hari yang telah disepakati, Yudha menerima telepon dari Revan di pagi hari."Pak Yudha, saya di Meria sekarang, sedang menunggu penerbangan pulang. Seluruh informasinya sudah hampir lengkap.""Bagus." Yudha agak terkejut. Dia tidak menyangka Revan perlu pergi ke Meria. dia menambahkan, "Hati-hati di perjalanan. Aku tunggu kepulanganmu.""Pak Yudha." Revan menatap dokumen di tangannya. "Saya akan pergi ke rumahmu setelah sampai di sana. Sebelum itu ... siapkan mentalmu.""Oke." Yudha menutup telepon. Dia sebenarnya merasakan sedikit firasat buruk dalam hatinya.Dia menatap kalender dan melihat hari persidangan perceraiannya akan tiba dua hari lagi. Masih ada waktu.Satu hari terasa sangat panjang bagi Yudha. Dia meninggalkan semua pekerjaan dan kembali ke rumah keluarga besar untuk bermain sebentar dengan Agnes dan Yovi, lalu kembali ke vilanya dan menunggu.Agnes bertanya, "Kerjaanmu hari ini sudah selesai 'kan? Kenapa buru-buru pergi? Temani anakmu lebih lama lagi."Sejak ada Yov
Saat masuk ke ruang tamu, Santo jelas merasa agak malu, tapi Felix dan Gio bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan bicara dengannya seperti biasa.Yara membawa album foto yang baru diambilnya dan mereka semua berkumpul untuk melihat."Ayah, lihat, ini foto pernikahanmu. Kalian masih sangat muda waktu itu, sangat tampan dan cantik."Santo tersenyum dan mengulurkan tangan untuk menyentuh Zaina di foto itu."Senyum Ibu sangat cantik di foto ini. Yang ini, Ayah, kamu sangat tampan ...."Sambil berbicara, Yara memperhatikan ekspresi Santo. Di dalamnya banyak foto-foto Melanie. Dia berusaha untuk menyebutnya sesedikit mungkin.Lambat laun, raut wajah Santo menjadi semakin serius.Tiba-tiba, air mata menetes membasahi album foto."Ayah, kamu kenapa?" Yara sedikit panik dan berusaha menyingkirkan album foto itu. "Kita lihat besok lagi saja, nggak apa-apa."Santo menunduk. Tangannya membelai wanita yang ada di foto tersebut dengan penuh kasih sayang. "Kenapa aku nggak pulang lebih cepat
Segera setelah pintu kamar mandi terbuka, bau menyengat menghantam. Ada noda air berwarna kuning di lantai. Tidak perlu ditanya lagi apa itu.Santo membelakangi semua orang, meringkuk di sudut ruangan. Seluruh tubuhnya gemetar."Kalian keluar dulu." Yara merasa dadanya sangat sesak dan meminta semuanya pergi."Rara, nggak apa-apa, biarkan aku membantumu." Siska bergegas berkata."Nggak usah." Yara menggeleng dan menatap mereka dengan memohon, "Keluar dulu, oke? Keluar!""Ayo, kita tunggu di ruang tamu." Gio akhirnya merespons, mengangguk kepada Yara, dan menarik pergi Felix dan Siska.Yara berdiri di ambang pintu, mengendus-endus, dan berseru lirih, "Ayah, mereka sudah pergi. Nggak apa-apa."Santo masih meringkuk di pojokan.Dia adalah kepala keluarga Lubis, yang berwibawa dan terhormat seumur hidup. Tapi sekarang ... pikirannya sudah tidak jernih lagi dan menghadapi hal semacam ini saja tidak bisa."Ayah!" Yara dengan hati-hati melangkah maju dan menarik lembut pakaian Santo. "Ayah, n
Yara juga berdiri dan menatap mata Melanie. "Bahkan meski mereka tahu kebenarannya dan menukar kita kembali, mereka tetap akan sangat mencintaimu dengan kasih sayang yang sama.""Melanie, kamu kehilangan dua orang yang paling menyayangimu. Kamu benar-benar nggak menyesalinya?" Yara sedikit emosional."Nggak!" kata Melanie dengan sangat tegas. "Yara, asal kamu tahu, nggak ada kata "menyesal" dalam kamus hidupku. Ambil barang-barangmu dan cepat pergi. Nggak usah ngoceh nggak jelas di sini."Yara menggelengkan kepalanya, mengambil album foto itu dan mengatakan satu hal lagi, "Jaga dirimu baik-baik."Dia keluar dari vila, mengucapkan selamat tinggal kepada Amel, dan segera pergi.Amel kembali ke vila dan melihat Melanie melamun sambil memandangi foto Zaina. Dia bertanya dengan suara kecil, "Bu, kamu juga kangen ibumu?""Dia bukan ibuku." Melanie mengambil foto itu dari dinding dan melemparkannya ke lantai. "Aku nggak kangen dia. Nggak sedikit pun!"Orang yang paling disayangi Zaina semasa
Setelah kehilangan Santo sekali, Yara dan yang lainnya tidak berani ceroboh lagi, terutama Siska."Rara, aku janji nggak akan membiarkan Paman Santo lepas dari pandanganku."Yara tertawa sambil menggelengkan kepalanya. "Oke, tutup pintunya, dia nggak akan bisa keluar. Aku keluar sebentar."Karena Santo selalu bicara soal menemui Zaina, Yara ingin pergi ke rumah keluarga Lubis untuk mengambil foto-foto Zaina. Dia sudah menelepon Melanie.Sampai di sana, dia melihat Amel sudah menunggunya dari kejauhan."Bibi Rara!" Amel melihat kedatangannya dan langsung berlari menghampiri. "Bibi Rara, kamu di sini."Yara memeluk Amel. "Wah, Amel sudah tambah tinggi dan cantik.""Bibi Rara juga tambah cantik," balas si kecil bermulut manis.Yara membawanya masuk ke dalam vila. Melanie sudah menunggu di ruang tamu."Barangnya di lantai atas, mungkin di kamar mereka." Melanie bangkit dan berjalan ke arah tangga. "Ayo kuantar ke atas.""Terima kasih." Yara meminta Amel bermain sendirian dan mengikuti ke a
Ini pertama kalinya Amel melihat Yudha berbicara sangat serius dengannya. Wajahnya langsung terlihat takut dan dia berbisik, "Amel kasihan sama Ibu.""Ibumu kenapa?" Yudha berjongkok dan sedikit melunakkan nada bicaranya.Amel menggeleng dan mengulangi, "Ibu kasihan sekali."Yudha tidak bertanya lagi dan mengelus kepala si kecil. "Amel, mungkin suasana hati ibumu sedang buruk. Paman akan menghiburnya, tenang saja.""Terima kasih, Paman." Amel menghela napas dan melanjutkan bermain.Yudha duduk di sofa dan menunggu. Pikirannya terus terbayang penampilan Melanie barusan. Gelagatnya seperti orang mabuk, tapi tidak ada bau alkohol sama sekali di dalam kamar. Bau itu ...Yudha belum pernah merasakan bau seperti itu sebelumnya. Menyengat dan sangat tidak enak.Dia menunggu beberapa saat dan kemudian melihat Melanie turun. Melanie sudah berganti pakaian dan menata rambutnya, nyaris seperti orang yang berbeda, membuat Yudha bertanya-tanya apakah yang dilihatnya tadi itu hanya ilusi."Yudha, ke
Selama beberapa hari berikutnya, Yara menghabiskan waktu bersama Yola dan Santo di siang hari. Lalu malamnya mengerjakan desain perhiasan bertemakan "Pulau" itu.Tapi, inspirasinya seakan sedang surut dan ide-ide yang dia pikirkan masih kurang memuaskan.Sidang perceraiannya semakin dekat.Di suatu sore, Yudha menerima telepon dari Amel sebelum pulang dari kantor."Paman sedang sibuk?" ucap gadis kecil itu dengan suara manis. "Amel sudah lama nggak ketemu Paman. Paman sedang sibuk bersama adikku ya?"Yudha terdiam. Beberapa waktu telah berlalu sejak Yovian datang ke rumah. Dia memang sudah lama belum bertemu Amel.Sejenak, dia merasa malu. "Paman minta maaf. Malam ini Paman ke rumahmu, oke?""Sekarang saja. Ayo makan di luar bersama Ibu." Amel tertawa usil. "Tapi jangan bilang Ibu. Beri dia kejutan.""Oke." Yudha menjawab ringan.Dia membereskan pekerjaannya sebentar dan segera pergi ke rumah keluarga Lubis. Tak disangka, Amel sudah menunggu di depan pintu."Amel ...""Ssst!" Amel mene
"Nggak mungkin." Yara berpikir, satu-satunya pria yang dekat dengannya baru-baru ini adalah Felix.Menurutnya, dengan sifat Felix, dia tidak mungkin punya ini seperti ini. Saran dari Gio juga rasanya tidak mungkin sampai ke sini.Dia tidak tahu siapa lagi yang mungkin."Rara, gawat!"Yara tiba-tiba mendengar suara Siska dari belakangnya. Dia buru-buru menutup telepon. "Safira, aku ada urusan mendadak. Sampai di sini dulu ya, terima kasih!""Ada apa?" Dia menatap Siska dengan cemas."Ayahmu ... ayahmu hilang." Siska terengah-engah karena kelelahan. Dia jelas sudah mencari di sekitar untuk mencoba mencarinya sebelum memberi tahu Yara.Suaranya seperti menahan tangisan. "Kami terlalu fokus dengan Yola. Aku nggak tahu sejak kapan ayahmu pergi.""Nggak apa-apa. Tolong jaga Yola dulu, aku akan mencarinya." Yara menenangkan Siska dan segera menelepon polisi.Setelah menelepon polisi, dia menelepon Felix dan Gio."Oke, jangan khawatir, kami akan membantu mencari." Felix menenangkan Yara dan me
Keesokan harinya setelah sarapan, cuaca di luar sangat cerah. Yara ingin mengajak Yola dan Santo berjalan-jalan."Aku ikut juga." Siska melambaikan kedua tangannya. Reaksi kehamilannya sudah jauh membaik akhir-akhir ini. Usia kandungannya sudah lima minggu.Yara meminta pengasuh memakaikan baju kepada Yola sementara dia pergi membantu Santo."Ayah, ganti baju dulu, lalu pergi jalan-jalan, oke?""Jalan-jalan?" Santo berpikir sejenak, "Ketemu Zaina?"Hati Yara terasa pilu. Dia hanya bisa berbohong, "Ya, jalan-jalan, menemui ibuku. Ayo Ayah, aku bantu pakai baju.""Oke, ketemu Zaina, ketemu Zaina ..." Santo terus bergumam dan segera berganti pakaian.Mereka turun ke bawah dan pergi ke lapangan kompleks. Yola di dalam kereta dorong bayi. Mata lebarnya berkedip-kedip, melihat ke mana-mana penuh rasa ingin tahu.Yara awalnya khawatir anaknya terlalu kecil untuk dibawa keluar. Tapi pengasuhnya mengatakan bahwa Yola tumbuh dengan sangat baik. Cuacanya sedang bagus, tidak terlalu dingin dan tid