"Felix, bagaimanapun juga, Yara sedang mengandung anak-anak keluarga Lastana. Kalau mereka benar-benar bercerai ..."Setelah naik ke atas, Agnes tidak sabar bicara. "Jangan sampai anak-anak itu terlantar."Bagaimana mungkin anak-anak keluarga Lastana dibiarkan tinggal bersama Yara?Ekspresi Felix berubah. "Bu, apa maksudmu?""Apa maksudmu?" Wajah Agnes berubah dingin. "Mana mungkin kita biarkan darah daging keluarga Lastana memanggil orang lain sebagai ayah mereka? Apakah pantas?"Dia kembali bertanya kepada Felix, "Yara benar-benar mengandung anak kembar?"Felix dengan wajah seriusnya tidak menjawab."Bicara!" Agnes mau tidak mau meninggikan suaranya."Hah?" Felix tersentak. Jelas, dia tidak mendengar apa yang baru saja dikatakan ibunya."Aku tanya, Yara benar-benar mengandung anak kembar?"Felix mengangguk. "Seharusnya begitu."Agnes menggeleng. "Aku nggak percaya dia bisa mengandung anak kembar. Padahal dia nggak terlihat seperti orang yang diberkati."Memikirkan anak kembar itu, di
Dia diam-diam mengeluh, betapa sulitnya ingin bercerai.Jadi dia menunggu satu jam lagi. Yudha masih belum muncul juga. Kesabarannya benar-benar sudah habis.Yara hampir yakin Yudha sengaja mempermainkan dia untuk membalas dendam. Pria itu terkadang terlalu kekanak-kanakan.Biarlah, dia akan pergi besok. Yudha tidak akan punya kesempatan untuk menyiksanya lagi.Yang terpenting, dia tidak ada rencana untuk menikah lagi. Tidak ada bedanya dia bercerai atau tidak. Jika saatnya tiba, Yudha-lah yang akan memohon-mohon padanya untuk kembali!Yara mengumpat dan berjalan keluar, tetapi seseorang menghentikannya sebelum pergi jauh.Saat dia mendongak, ternyata itu Yudha."Kenapa? Menyesal? Nggak ingin bercerai lagi?" Yudha menatapnya merendahkan. Matanya penuh dengan arogansi."Tuan Muda Lastana yang terhormat, akhirnya kamu datang juga. Bisakah kita masuk dan menyelesaikan prosesnya sekarang?" Yara terlalu malas untuk melayaninya. Dia berbalik dan masuk lagi.Yudha mengikuti dari belakang deng
"Bukan urusanmu." Yara meletakkan pulpennya dan memimpin untuk mengambil nomor antrean dan menunggu.Tidak banyak orang yang datang untuk bercerai hari ini. Sepertinya masih ada dua pasangan di depan mereka. Yara mencari tempat duduk.Setelah beberapa saat, Yudha pun datang menghampiri. Dia melihat sekeliling dan duduk berselang satu kursi di samping Yara. Revan duduk di barisan di belakang mereka.Yudha menoleh ke arah Yara dan menyadari bahwa dia bahkan tidak berniat membuka mulut sedikit pun.Dia tiba-tiba merasa sedikit kesal, berbalik kepada Revan dan menggeram dengan suara pelan, "Kenapa kamu duduk jauh sekali?"Revan terdiam sejenak. Sejak dulu dia tahu Yudha tidak suka duduk bersama orang lain. Jadi, setiap mereka ada di luar, dia akan berdiri atau duduk di barisan belakang.Apa maksudnya sekarang?Dia tidak bisa mengerti apa yang sedang terjadi, jadi dia harus memberanikan diri dan duduk di barisan yang sama dengan Yudha, berselang satu kursi.Alhasil, bosnya masih tidak senan
Dia menundukkan kepalanya dan cepat-cepat membubuhkan tanda tangan, tidak lagi memperhatikan pria di sebelahnya.Pria itu masih terus mengoceh. "Bukan begitu maksudku. Bukankah hidup kita sudah semakin membaik akhir-akhir ini? Kita sudah ganti rumah, ganti mobil, apa lagi yang kamu inginkan? Aku sudah bekerja sangat keras di luar ..."Yudha menyentuh dagunya dan mengambil kesimpulan tanpa pikir panjang, "Wanita ini akan segera menyesal."Yara memelototinya."Apa aku salah?" Yudha beralasan, "Jelas pria ini bisa menghasilkan uang dan memberikan kehidupan yang baik untuk wanita ini. Sebaliknya, si wanita ..."Namun, sebelum dia selesai mengatakannya, wanita yang tidak jauh dari situ sudah selesai tanda tangan dan berdiri hendak pergi. Pada saat yang sama, tidak ada yang menyangka bahwa pria di sebelahnya, yang baru saja bicara sok kuat tiba-tiba berlutut.Laki-laki itu memeluk betis si wanita. "Maafkan aku, aku tahu aku salah. Jangan bercerai. Jangan bercerai, oke?""Lepas! Aku sudah mua
"Halo," kata Yara dengan suara kering. "Kami bercerai secara sukarela. Bisakah kita melanjutkan prosesnya secepat mungkin?"Yudha menoleh ke arahnya. Suasana hati yang tadinya tenang menjadi jengkel lagi.Mereka sudah duduk di sini, kenapa Yara masih harus bersikap tidak sabaran seperti itu?Dia berkata dengan nada dingin, "Ikuti prosedurnya."Yara kembali menatapnya dengan mata merah.Suara Yudha masih tetap dingin seperti biasanya. "Sudah keinginan keluarga sejak awal. Kakekku sangat menyukainya, dan ibunya juga sangat puas denganku."Mata Yara melebar beberapa saat. Dia tidak menyangka Yudha akan mengatakannya seperti itu.Dia menghela hidungnya dan berganti posisi duduknya, merasa tidak nyaman."Jadi itu artinya, kalian berdua nggak ada perasaan sama sekali?" Pegawai itu bertanya lagi."Benar."Yara mendengar jawaban Yudha dan merasakan telinganya bergemuruh. Dia hanya ingin semua ini segera berakhir.Pegawai itu meletakkan akta nikah dan mulai memeriksa perjanjian perceraian."Sud
Dia berjalan pergi secepat mungkin tanpa menoleh ke belakang, dan dia tidak akan menoleh ke belakang.Yudha terdiam disana, menyaksikan sosok Yara yang perlahan mengecil dan akhirnya menghilang.Dia tiba-tiba tertawa pelan, menoleh ke arah Revan. "Apa-apaan wanita itu. Kita bukannya nggak akan ketemu lagi."Revan tiba-tiba mendengar seperti ... suara bosnya tercekat?Dia tidak berani berkata apa-apa, tetapi dia melihat jelas kata-kata perpisahan dari punggung Yara. Kali ini, dia benar-benar tidak ingin mempertahankan Yudha lagi.Saat Yudha kembali ke mobil, dia berkata ingin makan. Dia agak merasa kosong dalam dirinya, pasti karena lapar.Revan bertanya ragu-ragu, "Nona Lubis ingin dipanggil juga?""Nggak, dia pergi terburu-buru tadi, dia pasti sangat sibuk."Revan tidak berkata apa-apa. Faktanya, dia tidak pernah memanggil Yara dengan sebutan Nona Lubis. Nona Lubis yang dia sebut adalah Melanie.Yudha pasti langsung menyadari hal ini dan wajahnya berubah suram.Pada saat inilah, telep
Malam harinya, Yudha dipanggil pulang ke rumah keluarga besar lagi.Begitu Yudha datang, Agnes menariknya ke samping dan bertanya, "Beneran sudah bercerai? Kudengar perceraian itu sangat merepotkan sekarang, ada semacam masa tenang.""Bu, apa yang kamu inginkan?" Sepanjang hari ini, Yudha merasa kesal. "Bukannya ibu yang setiap hari ingin kami bercerai?"Agnes mendesah. "Ibu nggak pernah bilang nggak setuju, cuma ... ah, pikirkan saja sendiri."Saat makan malam, semua orang diam membisu. Entah kenapa, suasananya sangat menyedihkan."Kakek." Felix yang pertama memecah keheningan. "Akhir-akhir ini Rara nggak di Selayu. Kalau Kakek kangen ...""Nggak di Selayu?" tanya Yudha dengan suara berat. "Ke mana dia?"Felix meliriknya dan lanjut berkata kepada Kakek Susilo, "Kamu bisa telepon kapan saja.""Baguslah, biar nggak terlihat, nggak jadi pikiran." Nada bicara Kakek Susilo terdengar tidak senang."Rara juga perlu keluar jalan-jalan," kata Tanto di samping untuk mencairkan suasana. "Biarkan
Tak lama kemudian, dia segera tersadar.Setelah Yudha dan Melanie menikah, Melanie pasti akan pindah ke kamar itu. Barang-barangnya pasti merusak pemandangan.Akan tetapi, dia sudah mau berangkat besok. Satu-satunya kesempatan untuk pergi ke sana adalah malam ini."Oke, aku ambil sekarang." Yara menutup teleponnya, menoleh ke arah Siska dan berkata, "Aku harus pergi ke rumah keluarga besar.""Kenapa? Kakek ..." Siska agak khawatir sejenak."Nggak." Yara tersenyum pahit. "Yudha minta aku pergi mengambil barang-barang dari sana."Siska tertawa jengkel. "Bajingan ini memang penuh drama, sebanyak uang yang dia punya."Melihat Yara benar-benar akan pergi, dia bangkit untuk mencegahnya. "Dibuang sajalah. Nggak bisa?"Dia mau tak mau mulai menebak-nebak, "Mungkinkah Yudha enggan melepaskanmu dan berubah pikiran, ingin menemuimu dengan segala cara?""Jangan khawatir, aku pergi ke sana cuma untuk bertemu Kakek." Yara sudah lama menyadari obsesi Yudha terhadap hal semacam ini dan tidak ingin tam