Siska mendengar Yudha mengumpat di dekatnya.Dia menggelengkan kepalanya tak berdaya. Dia tidak ingin membuat Yara merasa malu, jadi dia keluar untuk mengambil air."Aku kemarin sakit." Yara menyaksikan Siska pergi keluar dan menjawab dengan lembut, "Maafkan aku."Tubuhnya belum pulih dan suaranya saat ini terdengar sangat lemah."Sakit apa?" Api kemarahan Yudha tampaknya sedikit padam."Nggak terlalu serius." Yara tanpa sadar meletakkan tangan di perutnya lagi. "Kita buat janji lagi kalau aku sudah pulih.""Kamu ingin menipuku lagi?""Sumpah nggak." Yara ingin menjelaskan beberapa patah kata, tetapi dia lalu melihat Felix masuk. Pria itu mengulurkan tangannya dan mengambil ponsel Yara dari tangannya.Dia lanjut bicara di telepon sambil berjalan ke luar. "Dia memang sakit, aku bisa menjamin."Mendengar suara ini, Yudha tidak bisa menahan rasa terkejutnya. Ini benar Kak Felix?Felix melanjutkan, "Aku di rumah sakit sekarang. Kamu mau melihat sendiri ke sini?""Kak Felix?" panggil Yudha
"Kamu sudah di sini?"Yudha mengerutkan keningnya. Dia tidak terbiasa melihat Yara yang begitu sakit dan lemah."Kamu ngapain lagi?"Yara tersenyum meminta maaf. "Gastroenteritis akut, mungkin karena salah pilih makanan."Yudha masih terlihat merendahkan. "Kamu sudah kerja lagi 'kan? Nggak bisa beli makan yang layak?""Iya, iya." Yara menjulurkan lidahnya."Jangan sok imut! Memangnya kamu masih anak-anak?" tegur Yudha dingin.Yara benar-benar sedang bahagia sekarang. Mendengar Yudha menyebut kata anak, senyumnya semakin lebar. "Anak-anak itu lucu 'kan?""Nggak, menjengkelkan!" Nada suara Yudha semakin tidak suka."Kamu pasti berubah pikiran kalau sudah menghadapi anakmu sendiri." Suara Yara sedikit lebih rendah, dan pandangan matanya penuh harap."Aku nggak akan punya anak sendiri," kata Yudha acuh tak acuh.Yara mengedipkan mata dengan sedikit rasa sedih dan berkata kepada anak-anak di dalam hatinya, "Sayang, kalian jangan sedih. Ayah belum tahu kalian ada. Kita beri dia kejutan nanti
"Bukan, bukan begitu ...." Yara terus menggelengkan kepalanya, tidak mampu menahan air mata."Jangan menangis, jangan menangis!" Dia berusaha tidak mendengarkan perkataan Yudha dan tetap menyemangati dirinya."Yudha, diam!" Felix kembali entah sejak kapan. Dia menatap Yudha mata berapi-api. "Ke sini."Yudha akhirnya berkata pada Yara, "Dengarkan aku baik-baik. Kita harus bercerai, nggak ada negosiasi lagi!""Yudha!" teriak Felix lagi, terlihat sangat marah.Yara menunduk, menggigit bibir, menghibur anak-anaknya di dalam hati, "Sayang, Ayah cuma marah, dia sebenarnya sayang pada kalian."Namun, saat ini, tidak peduli dengan cara apa dia menghibur diri, air matanya mengalir tak terbendung.Tak lama kemudian, Siska juga masuk. "Rara, kamu nggak apa-apa?"Yara terisak, menahan air matanya dan tersenyum pada Siska, "Aku nggak apa-apa.""Ini semua salah Felix!" Siska sudah tahu betul sifat bajingan Yudha, tetapi Felix? Apa haknya melarang Rara bercerai?Dia memeluk Yara dengan lembut. "Rara,
"Benarkah?" Yara tidak begitu percaya."Ya." Felix mengangguk, mengeluarkan ponselnya dan bertanya pada Yara, "Kamu mau telepon Kakek?""Boleh?" Yara sangat gembira.Felix segera memanggil nomornya. "Kakek, ini Felix, aku sedang bersama Rara. Kalian ngobrol sebentar, ponselnya aku berikan ke Rara."Yara dengan senang hati menerima ponsel itu dan mengobrol dengan Kakek Susilo.Siska melirik Felix dan sudah yakin bahwa permintaan maaf Yudha tadi palsu.Namun, dia tak ambil pusing, asalkan bisa membuat Rara bahagia.Beberapa hari berikutnya, Yudha tidak muncul lagi dan tidak menghubungi Yara, tetapi Felix datang hampir setiap hari.Dia selalu membawakan segala macam makanan enak dan terkadang beberapa mainan yang disukai anak-anak.Suasana hati Yara sangat positif. Apalagi, dia juga bisa mengobrol dengan Kakek Susilo setiap hari.Dia hanya merasa agak aneh. Setiap kali dia menelepon Kakek, bukankah Agnes juga di sana? Kenapa dia membiarkan?Seminggu kemudian, Yara bisa pulang dari rumah s
Pada pukul empat sore, Felix datang tepat waktu dan membawa Yara kembali ke rumah keluarga Lastana.Begitu memasuki pintu, Yara melihat Agnes dan Melanie di ruang tamu. Dia mengangguk dengan canggung, tetapi tidak bisa memanggil "Bu" kepada Agnes.Yang membuatnya terkejut, Agnes tidak langsung mengusirnya.Dia tahu ini pasti pekerjaan Felix, jadi dia tersenyum penuh terima kasih padanya."Ayo kita ke atas menemui Kakek dulu. Yudha dan yang lainnya juga di atas." Felix langsung membawa Yara ke atas.Melihat Agnes tidak melakukan apa-apa bahkan setelah mereka lewat, Melanie pun bertanya-tanya dengan suara dipelankan, "Kenapa Rara ada di sini?""Kata Felix, dia nggak setuju Yudha bercerai." Agnes mendesah pelan.Bahkan dia sedikit bimbang sekarang. Yudha sangat tegas soal tidak ingin memiliki anak. Jika Yara benar-benar diceraikan, akankah Yara menggugurkan kandungannya?Memikirkan hal ini, dia bertanya lagi pada Melanie, "Melly, apa kamu ... berhubungan intim dengan Yudha sekarang?"Waja
Menunggu sampai semua orang pergi, dia merendahkan suaranya dan bertanya, "Apa sebenarnya maksudmu?""Maksudku apa?" Tanto terlihat tidak sabar."Kamu nggak pernah menghubungi Siska akhir-akhir ini. Apa maksudmu?" Yara semakin marah pada Tanto."Bukankah ini yang kalian inginkan?" Tanto mencibir, "Kenapa? Menyesal?"Yara menggertakkan giginya. "Kalau begitu, ambil kontraknya dan hancurkan di depan kita.""Untuk apa?" Tanto menepis tangan Yara dan pergi turun terlebih dahulu.Yara mengikuti dengan langkah marah. Ketika meninggalkan ruangan, dia melihat Liana menunggu di lantai pertama, menatapnya dengan mata dingin.Setelah Tanto turun, mereka pergi bersama.Yara semakin merasa suram. Dia ingin menghilangkan pikiran itu dari benaknya, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.Saat makan malam, suasana cukup harmonis.Yudha duduk bersama Melanie, Tanto duduk bersama Liana, dan Yara duduk bersama Felix.Sepanjang waktu, mata Yara sering menyasar ke arah Tanto dan Liana.Ini harusnya kesempat
Sementara itu, Melanie mengirim pesan kepada Zaina dalam perjalanan kembali ke rumah sakit."Yudha sebentar lagi naik ke atas. Kalian desaklah dia untuk segera menikah."Tidak ada jalan lain. Reaksi Agnes malam ini terlalu meresahkan. Urusan antara dirinya dan Yudha tidak bisa ditunda lagi."Yudha." Melanie menunduk dan bersuara pelan. "Aku nggak nyangka Rara datang ke makan malam keluarga hari ini.""Itu ide Kakak." Sama seperti Agnes, dia juga menyalahkan Felix.Melanie tersenyum pahit. "Kadang-kadang aku iri sama Rara. Entah itu Kakek, Kak Felix, atau Paman, mereka semua suka dia. Nggak seperti aku, aku bodoh dan nggak bisa apa-apa."Yudha tidak berkata apa-apa."Yudha." Melanie berkata lagi. "Kamu nggak akan membenciku, 'kan? Aku juga ingin menyenangkan mereka, tapi aku nggak tahu bagaimana caranya."Akulah yang ingin menikah denganmu, jadi dirimu sendiri saja." Sambil berbicara, Yudha memarkir mobilnya di basement rumah sakit. "Keluarlah, sudah sampai.""Yudha, ayo ikut aku." Mela
"Kalau begitu, kapan kamu mau menceraikan Yara?" Santo bertanya langsung.Sejak dia kembali, dia selalu mendengar Melanie mengeluh bahwa Yara tidak mau melepaskan Yudha dan mereka belum kunjung bercerai.Namun Santo merasa bahwa Yudha lebih bersalah soal ini. Siapa Yara? Punya latar belakang dan kemampuan apa dia? Jika Yudha bertekad untuk menceraikan Yara, mana mungkin Yara bisa menahannya?Hanya saja, dia tidak bisa mengatakan ini pada putrinya yang bodoh.Mata ketiga orang itu seketika terfokus pada wajah Yudha, menunggu dia menjelaskan."Harusnya sudah selesai beberapa hari yang lalu," kata Yudha jujur. "Tapi Yara tiba-tiba jatuh sakit dan akhirnya tertunda ...""Alasan!" Santo mendengus tidak puas.Zaina menarik Santo lagi dan bertanya penuh perhatian, "Rara sakit? Dia kenapa?"Setelah bertanya, dia merasakan tatapan tajam Melanie."Katanya gastroenteritis akut. Harus dirawat beberapa hari.""Kenapa malah kamu pedulikan dia?" Santo terlihat tidak senang. "Anak itu jelas-jelas seda