"Itu dia kan pakai anting-anting," sahut Jonathan seraya menunjuk ke arah sepasang perhiasan emas mungil berbentuk lingkaran yang melekat pada masing-masing telinga bayi tersebut.
Theresia terkekeh geli. "Oh, iya. Aku sampai lupa. Saking terpesonanya dengan bayi manis ini," katanya sambil menicum pipi si bayi berulang-kali.
"Boleh aku menggendongnya?" tanya sang suami menawarkan diri. Istrinya mengangguk.
"Hati-hati ya, Mas," pesannya. "Anak ini masih rapuh sekali."
Jonathan mengangguk. Theresia lalu memindahkan putri kecil itu pelan-pelan ke dalam gendongan suaminya. Entah kenapa dada laki-laki itu berdesir halus saat berada begitu dekat dengan bayi yang masih merah itu. Seperti ada ikatan batin yang sanga kuat antara mereka berdua.
"Wow, kamu luwes sekali menggendongnya, Mas. Seakan-akan sudah biasa melakukannya," komentar sang istri menyaksikan suaminya menimang-nimang si bayi
Dilihatnya Mina yang tengah menatapnya dengan ekspresi datar. Laki-laki itu tersenyum dan menyapanya ceria, "Hai, Min. Lama nggak kelihatan. Apa kabarmu? Tumben nggak ganti model rambut lagi."Mina yang rambutnya kini berwarna hitam alami dan lurus sebahu itu menggeleng. "Bosan," jawabnya singkat. Lalu diulurkannya tangannya pada Jonathan sambil berkata, "Selamat, ya. Udah jadi Papa. Kedengarannya tadi kamu sama istrimu heboh banget mengurus anak kalian.""Iya, nih. Hehehe...," sahut Jonatahan membenarkan. "Melelahkan, tapi asyik juga. So fun. Kamu sendiri gimana? Kata Bastian, kamu juga jarang nge-gym akhir-akhir ini. Asyik pacaran terus, ya? Hahaha....""Heh, kamu!" seru perempuan itu sembari berpura-pura memelototi Bastian. "Jangan bikin gosip sembarangan, ya.""Hush! Galak bener," tukas Bastian tidak mau kalah. "Entar kalau ketahuan siapa cowokmu sama si Jon, baru tahu rasa! Heh
"Sudahlah," tukas Mina galak. "Daripada kamu penasaran dan aku juga nggak tenang pacaran sama Eric, mendingan kubuka saja semuanya sekarang!" Wanita itu menatap serius sahabatnya. Lalu dia berkata, "Theresia mengancam akan bunuh diri di depan Karin dan Tante Rosa kalau gadis itu tidak meninggalkanmu dan memberikan anak kalian padanya!" "Bohong!" seru Jonathan tidak percaya. Para penghuni restoran sampai menengok ke arahnya. Dia lalu mengucapkan permintaan maaf sambil mengangguk dengan ekspresi malu. "Syukurin!" kata sahabatnya puas. Jonathan mengernyitkan dahinya. Kok Mimin jadi sentimen sama aku sekarang? pikirnya tak terima. "Ok-lah, Min. Sekarang tolong ceritakan padaku semuanya. Aku percaya kamu tidak akan berbohong. Aku akan mendengarkanmu baik-baik dan tidak berkomentar lagi." Wanita di depannya mengangguk setuju. Lalu dia mulai menceritakan kisah yang sesungguhny
Wanita itu lalu terdiam. Hatinya begitu sedih mengenang perpisahan memilukan yang menimpa dua sahabat yang sangat dikasihinya.Jadi Valentina adalah darah dagingku sendiri, batin Jonathan pedih. Pantas hatiku merasa begitu dekat dengannya sejak aku pertama kali melihatnya.Kini diperhatikannya anak yang mulai tertawa-tawa akibat digoda-goda oleh Theresia itu. Kalau diamati baik-baik, bentuk muka dan warna kulitnya memang ada kemiripan dengan Karin, aku Jonathan dalam hati.Laki-laki itu menghela napas panjang. Karin kekasihku, betapa bodohnya aku percaya kamu sanggup menggugurkan buah cinta kasih kita, sesalnya dalam hati. Aku Jonathan Aditya memang bodoh sekali! Bodoh sekali!"Mas Jon," kata Theresia ceria. "Lihatlah. Valentina juga menyayangiku. Dia tak sanggup berpisah denganku. Kumohon maafkanlah aku, Mas. Beri aku kesempatan untuk menebus kesalahanku dengan cara membahagiakan dirimu
Sang istri menelan ludah. Dia berusaha berkata dengan tenang, "Kemarin aku membawa Valentina ke dokter untuk divaksin. Lalu dokter merasa heran melihat kedua kakinya tidak bergerak-gerak sebagaimana anak seusianya. Beliau lalu melakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Hasilnya keluar besok. Ehm..., maukah kamu menemaniku menemui dokter besok malam, Mas? Biar kita sama-sama tahu diagnosisnya. Valentina dan Bi Sum kita ajak juga. Bagaimana?" Jonathan mendelik ke arahnya. "Kenapa kau tidak rajin melatih kaki Valen?!" tanyanya dengan nada menuduh. "Niat nggak sih, mengasuhnya? Apa perlu kucarikanbaby sitter untuk merawatnya? Ngomong aja terus terang!" Air mata Theresia berlinang. Hati suaminya sedikit berdesir melihatnya. Timbul perasaan kasihan, tapi disembunyikannya rapat-rapat. Dia tetap memasang wajah garang. Gengsi sekali kalau sampai kelihatan dirinya menaruh iba pada sang istri. "Aku melatihnya set
Theresia terperangah. Jadi akulah penyebab cacatnya kaki Valentina, batinnya tak percaya. Aku yang memaksakan kehendakku pada ibu kandungnya. Membuatnya tertekan hingga mengalami pendarahan dan mengakibatkan janin yang dikandungnya tumbuh tak sempurna!Dirinya jatuh terduduk. Berteriak melolong-lolong, menangis-nangis histeris. Memohon ampun pada Yang Maha Kuasa. Betapa dirinya sangat menyesali perbuatannya memisahkan Karin dengan darah dagingnya. Betapa dirinya merasa sangat berdosa atas kelumpuhan yang dialami Valentina....Jonathan diam saja memperhatikannya. Hatinya tak kalah terluka. Dia turut merasa bersalah atas keadaan putri kandungnya. Seandainya saja dirinya mampu menahan hawa nafsu dan tak berhubungan intim dengan Karin. Seandainya saja dia bersabar menunggu hingga resmi bercerai dengan Theresia. Seandainya saja....Demikianlah pasangan suami istri itu meratapi nasib bayi malang mereka. Bayi yang diharapkan Th
"Terimalah kenyataan,Bro," nasihat Mina. "Tuhan telah menempatkanmu bersama Theresia dan Valentina sekarang. Meskipun cara yang dilakukan istrimu itu tidak dapat dibenarkan, tapi buktinya kalian sekarang hidup bersama...."Ucapan kawan baiknya itu seakan menohok ulu hati Jonathan. Pria itu diam terpaku. Sementara itu Mina semakin tak ragu meneruskan ucapannya, "Kisah indahmu dengan Karin telah berlalu. Relakanlah dia. Maafkanlah Theresia dan dirimu sendiri. Jangan biarkan pengorbanan Karin sia-sia. Bahagiakanlah istri dan anakmu...."Jonathan mendesah. "Benarkah sudah tak ada harapan diriku bersama kembali dengan Karin, Min?" tanyanya pilu. Ditatapnya Mina dengan sorot mata penuh luka.Wanita itu menghembuskan napas panjang. "Aku tidak tahu, Jon. Itu sudah menjadi wewenang Tuhan. Yang kutahu sekarang anakmu membutuhkan perhatian lebih dari kedua orang tuanya. Yaitu kamu dan Theresia. Kalau kalian berdua ma
Satu tahun kemudian. Kedua kaki Valentina masih belum dapat digerakkan. Padahal fisioterapi telah dijalaninya secara rutin setiap hari. Tiga bulan terakhir anak perempuan itu bahkan menjalani terapi akupuntur sesuai anjuran dokter. Namun tak ada perkembangan sama sekali.Theresia tidak putus asa. "Kurasa sebaiknya kita membawa Valen kontrol ke dokter rehab medik di Malaysia, Mas," katanya pada sang suami. "Aku telah mendapat informasi tentang dokter yang terbaik di bidang itu di sana. Kapan ya, kamu bisa menemaniku membawa Valen menemui dokter itu, Mas?""Kapanpun, Sayang," jawab Jonathan mesra. "Sekarang kan sudah ada Bastian di kantor. Dia sudah resmi mengundurkan diri dari pekerjaannya supaya bisa fokus mengembangkan bisnis properti kami. Mimin juga bisa membantunya selama aku tidak ada."Sang istri bergelayut manja pada dada bidang laki-laki itu. "Kamu beruntung punya sahabat-sahabat yang baik dan berkenan menj
Dia lalu duduk di samping istrinya. Diraihnya tangan wanita itu. Diciuminya punggung tangannya dengan penuh kasih sayang."Kita pulang ke Indonesia saja, yuk. Menenangkan diri sejenak sembari mencari-cari informasi lagi tentang pengobatan buat Valentina," ajaknya sembari tersenyum lembut pada Theresia."Kamu capek ya, Mas, bolak-balik Surabaya-Singapore terus?" tanya istrinya seraya mengusap pipi Jonathan mesra."Nggak juga. Udah biasa, kok. Cuma aku menguatirkan kesehatanmu, Sayang. Aku mau mengajakmu berlibur mencari udara segar di pegunungan seperti Batu atau Tretes gitu. Setelah refreshing selama beberapa hari, pikiranmu pasti akan lebih rileks. Tubuh juga menjadi lebih segar. Kamu nggak akan terus-terusan pusing seperti ini. Bagaimana?"Sang istri mengangguk pasrah. Dia lalu bergelayut manja pada pundak suaminya. "Kupikir-pikir aku juga kangen sama rumah kita di Surabaya, Ma
"Terima kasih, Min," sahut Jonathan sembari menerima uluran tangan sahabatnya. Suasana mulai diliputi keharuan."Kudoakan Valentina segera memperoleh kesembuhan,Bro," kata Bastian sembari menepuk-nepuk bahu kawan baiknya itu. "Jadi kalian sekeluarga bisa cepat kembali ke negeri ini dan kita bersama-sama mengembangkan kantor ini lagi.""Thanks a lot, Bro."Begitulah ketiga orang itu kemudian saling berpelukan. Hati mereka terenyuh sekali. Mina sampai menitikkan air mata. Dia sangat menyayangi Jonathan layaknya saudara sendiri. Kepergiannya kali ini yang entah sampai kapan membuatnya merasa sangat kehilangan.Keesokkan harinya Bastian dan Mina mengadakan acara perpisahan kecil-kecilan di kantor. Mereka memesan sejumlah hidangan prasmanan untuk disantap bersama. Jonathan berpidato singkat di hadapan segenap anak buahnya. Dia mengucapkan terima kasih atas kerja keras mereka
"Aku senang sekali bertemu Karin, Mas. Terima kasih sudah membawanya padaku," ucap Theresia lirih. Seulas senyum bahagia tersungging di bibirnya. Sorot matanya tampak teduh, menenangkan hati Jonathan yang memandanginya."Apa lagi yang kau inginkan, Sayang? Akan berusaha kupenuhi," kata pria itu sepenuh hati. Dirinya benar-benar hendak membahagiakan istrinya ini di sisa-sisa hidupnya.Tangan Theresia menyentuh wajah suaminya. Terasa rambut-rambut kasar di sekeliling mulut laki-laki itu. "Dulu kamu rajin sekali bercukur, Mas. Kenapa sekarang malas?" tanyanya ingin tahu.Jonathan mendesah. Dia memang sudah tak memperhatikan penampilannya lagi semenjak dokter berkata umur istrinya tinggal menunggu waktu. Kesedihan dalam hatinya begitu besar sehingga tak ingin apapun selain menemani Theresia sepanjang waktu. Pekerjaannya pun ditinggalkannya untuk sementara. Untungnya Bastian dan Mina tak keberatan. Mereka memahami sang
"Aku tahu apa saja permintaan Theresia padamu, Karin. Dia ingin kamu menikah denganku sepeninggal dirinya. Lalu kita dan Valentina pergi menyusuri klinik-klinik di Tiongkok sesuai data yang dikumpulkannya. Aku yakin kau takkan sanggup menolaknya. Kondisi istriku yang mengenaskan membuat siapapun yang masih punya hati nurani pasti mengabulkan apapun permintaannya. Aku mengerti jika kamu pun demikian. Tapi jika kau keberatan menjadi istriku, tak usah memaksakan diri. Cukup di depan There saja kau berjanji. Tak perlu kau korbankan masa depanmu demi menikah dengan laki-laki tua seperti diriku." "Cukup!" sela gadis itu seraya menutup mulut Jonathan dengan telapak tangannya. "Aku memang berjanji pada Mbak There. Tapi bukan karena terpaksa. Aku...aku...bersedia melakukannya dengan setulus hati." "Benarkah itu?" tanya laki-laki itu memastikan. Ekspresi wajahnya mulai melembut. Karin mengangguk. "Aku bukan sedang berbahagia
Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar dibuka. Karin terperanjat. Di depan pintu muncullah seorang gadis kecil yang... ya, Tuhan. Mirip sekali dengan dirinya semasa kecil! Bedanya anak perempuan itu duduk di atas kursi roda yang didorong ayahnya. Sedangkan si Karin kecil dulu bebas berjalan dan berlarian kemana pun dia suka."Mama, kenapa menangis? Tante ini juga. Apa yang membuat kalian sedih?" tanya anak itu polos. Dia memandang kedua wanita itu bergantian. Tatapan matanya menyiratkan rasa ingin tahu yang besar.Anak ini kritis sekali, puji Karin dalam hati. Dia juga mempunyai empati yang tinggi terhadap orang lain. Dia adalah...anak kandungku!Theresia langsung meminta Jonathan agar menaruh anak mereka di atas ranjang, supaya dekat dengan dirinya dan Karin. Suaminya menyanggupi. Diangkatnya sang putri dari atas kursi roda dan didudukkannya di depan dua wanita tersebut."Valen, kenalkan ini...Mama K
Tak lama kemudian mobilMercedes Benz berwarna hitam itu sampai di depan pintu gerbang berwarna hitam yang berdiri kokoh. Seorang petugas sekuriti mengangguk dan memberi hormat pada Jonathan yang membuka kaca jendela. Tak lama kemudian laki-laki berkumis tebal dan berbadan tegap itu menghubungi seseorang melalui walkie-talkie. Beberapa saat kemudian pintu gerbang terbuka lebar secara otomatis. Mobil Jonathan langsung meluncur masuk ke dalam. Pintu gerbang otomatis menutup kembali. Dada Karin mulai berdebar-debar. Akhirnya aku sampai juga ke rumah ini, batinnya gundah. Untuk bertemu dengan musuh bebuyutanku. Tapi kali ini dia tak bisa bersikap arogan dan sewenang-wenang lagi. Sebaliknya dia justru akan memohon ampun atas dosa-dosanya. Sontak Karin menggigit bibirnya. Tapi...bukankah aku sendiri juga bersalah kepadanya? batinnya pilu. *** "There, lihat siapa yang da
Sang pimpinan yang mengetahui bahwa Karin berasal dari kota buaya menawarinya pertama kali dibandingkan guru-guru lainnya. Gadis itu tak mampu menolak karena merasa sungkan dengan kebaikan dan bimbingan orang itu selama dia bekerja. Akhirnya diterimanya tawaran tersebut dengan berdoa dalam hati semoga dia tidak diusik oleh masa lalunya kembali.Gadis itu berusaha menghibur diri dengan berpikir tak ada salahnya kembali ke kampung halaman. Dia bisa berkumpul kembali dengan Rosa bibinya dan Mina sahabat baiknya. Jonathan dan Theresia selama ini tak pernah terdengar kabarnya. Tak mungkin mereka tiba-tiba datang mengusiknya.Berbulan-bulan dia hidup tenang di kota kelahirannya ini. Kalaupun berjalan-jalan ke mal, tak pernah sekalipun dia kebetulan bertatap muka dengan orang-orang dari masa lalu yang tak ingin ditemuinya kembali. Hidupnya benar-benar tenteram. Pekerjaannya menyenangkan. Sesekali dia berkunjung ke rumah Rosa dan Mina untuk se
Jonathan terperangah. Benar kata Mimin, cetusnya dalam hati. Karin sudah bukan gadis lugu seperti dulu. Penderitaan yang dialaminya bertahun-tahun telah mengasahnya sedemikian rupa sehingga menjadi seorang wanita dewasa yang tegas dan berkarakter kuat.Sorot mata tajam gadis itu membuat hati Jonathan menciut. Dia menghela napas panjang lalu berkata, "Aku minta maaf sudah mengganggumu, Rin. Seandainya bukan karena terpaksa sekali, aku pun takkan datang menemuimu...."Jonathan menelan ludahnya. Dia merasa tak percaya diri berhadapan dengan gadis yang dulu pernah mengisi hari-harinya. Pria itu menunduk, tak berani menatap wajah Karin.Rupanya gadis itu tersentuh dengan perkataan mantan kekasihnya. Sikapnya mulai melunak. "Duduklah, Mas," katanya datar. "Ceritakan maksud dan tujuanmu datang kemari."Pria tersebut mengangguk. Dia lalu duduk di salah satu bangku. Sementara itu Karin menarik sal
"Sudahlah, Sayang," hibur Jonathan seraya memeluk istrinya yang histeris. "Tenangkanlah dirimu. Apappun yang terjadi kita akan selalu bersama-sama. Hentikan menghujat Tuhan. Kita sekarang belum tahu apa rencanaNya. Tapi aku yakin, segala sesuatu akan indah pada waktuNya.""Kurang apa aku selama ini, Mas? Apa kesalahanku sehingga aku diberi penyakit mematikan seperti ini? Apa dosaku?" isak wanita itu tak henti-hentinya. Tiba-tiba dia terperangah mendengar perkataannya sendiri. Tangannya sampai menutup mulutnya saking terkejutnya. Ya, Tuhan! jeritnya dalam hati. Inikah hukuman atas dosaku pada Karin?Ingatannya melayang pada gadis yang beberapa tahun lalu diancamnya sampai menangis histeris seperti dirinya saat ini. Karin, gadis yang waktu itu tengah mengandung Valentina, buah cintanya bersama Jonathan."Ini karma akibat dosaku pada Karin, Mas," ucapnya lirih. Dia sudah tidak histeris lagi. Tapi air matanya masih mengucur
Dia lalu duduk di samping istrinya. Diraihnya tangan wanita itu. Diciuminya punggung tangannya dengan penuh kasih sayang."Kita pulang ke Indonesia saja, yuk. Menenangkan diri sejenak sembari mencari-cari informasi lagi tentang pengobatan buat Valentina," ajaknya sembari tersenyum lembut pada Theresia."Kamu capek ya, Mas, bolak-balik Surabaya-Singapore terus?" tanya istrinya seraya mengusap pipi Jonathan mesra."Nggak juga. Udah biasa, kok. Cuma aku menguatirkan kesehatanmu, Sayang. Aku mau mengajakmu berlibur mencari udara segar di pegunungan seperti Batu atau Tretes gitu. Setelah refreshing selama beberapa hari, pikiranmu pasti akan lebih rileks. Tubuh juga menjadi lebih segar. Kamu nggak akan terus-terusan pusing seperti ini. Bagaimana?"Sang istri mengangguk pasrah. Dia lalu bergelayut manja pada pundak suaminya. "Kupikir-pikir aku juga kangen sama rumah kita di Surabaya, Ma