Beranda / Romansa / Cinta yang Kau Bawa Pergi / Part 138 Sahabat Lama 1

Share

Part 138 Sahabat Lama 1

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Mas, kok diam?" tanya Delia sambil mendongak dan menggoyangkan tubuh Barra.

Biasanya mendengar nama itu disebut, kepala Barra mendadak seperti cerobong pabrik tebu yang mengeluarkan asap. Karena hatinya tiba-tiba terbakar. Tapi kali ini dia diam mematung.

"Mas, marah?" ulang Delia masih memandang suaminya. Antara khawatir dan bingung.

Barra membenahi dan menepuk-nepuk bantal. "Sudah malam. Ayo, kita tidur!" Tidak peduli dengan sang istri yang masih memandangi, Barra malah membimbingnya untuk merebahkan diri. Kemudian menarik selimut untuk mereka berdua.

Bukan Delia kalau menyerah begitu saja tanpa mendapatkan jawaban. Wajahnya di dekatkan pada wajah sang suaminya yang saat itu telah memejam. "Mas, nggak suka?" tanya Delia sekali lagi.

Sang suami membuka mata. "Nggak, siapa bilang Mas nggak suka. Ayo, tidur!" tangan Barra mengusap-usap lengan istrinya.

"Mas, pasti nggak suka."

"Sayang, sudah malam. Cepet tidur sebelum mas berubah pikiran," jawab Barra sambil menatap istrinya. Senyum
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (8)
goodnovel comment avatar
nur arifah RA mutiara hati hadir arifah
apa judul ceritanya ya Thor yg mengisahkan Yuda dan mahika
goodnovel comment avatar
istriyangdisyng
duh ternyata pak perwira jodohnya nur
goodnovel comment avatar
Lis Susanawati
hu um .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 139 Sahabat Lama 2

    Anak-anak telah selesai makan lebih dulu. Mahika memutarkan film kartun di salah satu channel televisi. Sementara para orang tua masih duduk di meja makan untuk berbincang-bincang."Biasanya jam berapa rutan ngasih kesempatan untuk para pembesuk?" tanya Yuda pada Mahika."Jam delapan pagi sampai setengah dua siang. Pembesuk hanya di kasih waktu tiga puluh menit saja untuk ngobrol dengan kerabat yang ingin ditemui," jawab Mahika. Kecuali jam besuk untuk Mahika tentu saja tidak sama. Apalagi jika mereka melewatkan kebersamaan di sebuah tempat khusus. Paling tidak diberi waktu satu jam, terkadang bisa juga lebih."Kalau gitu kita bisa langsung ke sana saja!" ajak Yuda."Tapi anak-anak jangan diajak, ya!""Aku tahu.""Biar aku yang jagain mereka di sini, Mbak." Aisyah menyela. "Aku nggak enak kalau pergi berdua dengan Yuda," sergah Mahika. "Nggak apa-apa, Mbak. Aku dan Mas Yuda sudah membahas hal ini di kendaraan tadi."Mahika dan Yuda saling pandang sebentar. Wanita itu kemudian berali

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 140 Baby Girl 1

    Terlambat bagi Barra untuk mengajak istrinya menghindar. Lagipula kondisi hujan lebat yang membuatnya kesulitan untuk memgajak Delia menghindar dari sana."Mas, Mbak Mahika kenapa ada di sini? Apa dia hamil?" tanya Delia pada sang suami yang tengah menutup payung dan meletakkan di dekat pilar. Delia heran kenapa Mahika ada di dokter kandungan.Barra mengangguk. "Ya, Bu Mahika sudah menikah, Sayang." Tak mungkin menyangkal tidak, karena Delia tahu kalau mereka adalah rekan kerja. Kemudian Barra mengekori sang istri yang tergesa menghampiri Mahika. Satu hal yang masih jadi kebiasaan Delia semenjak kehamilan pertamanya. Yaitu suka sekali berjalan dengan langkah cepat. Barra terkadang hanya bisa menggelengkan kepala karena jengkel."Mbak Mahika," panggil Delia pada wanita yang tengah berbincang dengan asistennya. Mahika kaget saat menoleh dan melihat Delia sudah berdiri di sebelahnya. Pada saat yang bersamaan, Mahika menatap sejenak Barra yang berada di belakang sang istri. Lelaki itu me

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 141 Baby Girl 2

    Lelaki setengah baya itu menarik napas dalam-dalam sambil bersandar pada punggung kursi. "Dua hari yang lalu, Om bicara banyak dengan papamu. Sampai sekarang dia masih menyayangkan keputusanmu menikah dengan Johan.""Ya, meskipun diam. Aku tahu kalau papa masih belum bisa menerima. Padahal Johan sudah banyak berubah, Om. Aku juga sudah cerita banyak kan tentang apa yang terjadi dibalik peristiwa itu.""Papamu keras kepala, Ka. Juga tidak mau berkaca dengan apa yang telah ia perbuat di masa lalu.""Allah saja memberikan pengampunan pada manusia yang benar-benar bertaubat. Tapi sudahlah, itu hak papa untuk menentukan sikapnya.""Kamu yang sabar. Om support kamu, juga ada mamamu dan Marina yang selalu dukung kamu. Sikap papamu yang seperti itu karena sebenarnya dia sangat menyayangimu."Mahika mengangguk. Kemudian pamitan ingin membesuk Johan siang itu. Tidak sabar rasanya untuk segera memberitahu sang suami tentang jenis kelamin anak mereka.* * *Senyum bahagia jelas terlihat di bibir

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 142 Daddy's Little Princess 1

    Bayi cantik itu nyaman di gendongan sang papa. Tak henti Barra mengagumi duplikatnya dalam versi perempuan. Alisnya yang tebal, hidungnya, bentuk dagu dan matanya semua milik Barra. Benar kata Mei, karena jengkel setengah mati sama Barra di awal kehamilan, akhirnya si anak lahir persis seperti Barra dan hanya jenis kelaminnya yang sama seperti Delia."You're daddy's girl, baby," bisik Barra sambil mendekatkan wajahnya ke wajah si cantik. Kebahagiaannya tidak bisa ia lukiskan dengan kata-kata. Delia hanya bisa berdecak lirih melihat ulah sang suami dan bayi kecilnya. "Barra, nggak usah bolak-balik kamu ciumi. Dia masih rentan banget itu," tegur Bu Diyah pada putranya. Geram juga sama sang anak yang asyik nguyel-nguyel bayinya."Sini, dibaringkan saja." Bu Diyah mengambil sang cucu dari gendongan Barra. Kemudian menidurkan di box bayi sebelah tempat tidur Delia."I love you. Mas mau pulang dulu ya. Mau jemput Riz," pamitnya pada sang istri. Tidak sungkan mengecup kening Delia, meski a

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 143 Daddy's Little Princess 2

    Mahika duduk di tepi pembaringan sambil menunggu telepon dari Aksara. Dari pantulan cermin lemari di hadapan, ia bisa melihat perubahan bentuk tubuhnya yang kian bulat berisi. Dada membusung, panggulnya membesar, dan lengannya sudah tak alang kepalang bentuknya. Berat badannya naik berkilo-kilo. Ia iri pada Delia yang baru saja melahirkan, tapi tubuhnya tetap ramping. Perutnya saja yang masih bergelambir. Tapi untuk pulih tak butuh waktu lama. Sebulan kemudian dijamin Delia sudah kembali seksi. Mahika jadi iri. Mungkin setelah dirinya bersalin nanti, butuh waktu lama untuk kembali melangsingkan diri. Seperti ketika setelah melahirkan Jelita dulu. Habis uang berapa saja untuk menunjang tubuhnya kembali ke bentuk semula. Di samping dia juga rajin berolahraga saat itu.Namun apapun perubahan tubuh, Mahika sangat menikmatinya. Dia lebih mengedepankan kebahagiaan untuk Johan dan dirinya sendiri. Ia yakin Johan tak akan mempermasalahkan dirinya yang berubah menjadi perempuan gemuk. Ponse

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 144 Kecewa 1

    Barra dan Delia duduk berdua di atas ranjang setelah memastikan anak-anak tidur semua di temani Mak Ni. Delia terlihat masih dingin, sedangkan Barra tampak tak sabar ingin segera tahu apa yang sebenarnya terjadi."Apa yang Mas rahasiakan dariku?" tanya Delia menatap mata Barra yang dinaungi alis tebal."Rahasia apa? Mas nggak ngerahasiain apapun darimu." Barra tidak mengerti maksud pertanyaan istrinya."Yakin?" sahut Delia cepat."Sayang, Mas nggak paham." Barra bingung."Aku sudah tahu apa yang sebenarnya Mas ketahui selama ini. Aku tahu Mbak Mahika menikah dengan Johan. Mas, sudah tahu tapi menutupi itu semua, bahkan menjawab nggak ngerti setiap kali kutanya. Mas selalu bilang tidak tahu dan tidak tahu. Apa yang ingin Mas lindungi?"Sekarang Barra mengerti masalah itu yang menjadi puncak sikap dinginnya Delia. Ditariknya napas dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaan istrinya."Mas nggak melindungi apapun. Kamu sedang hamil dan Mas harus tetap menjaga supaya emosimu stabil. Mas nggak

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 145 Kecewa 2

    Sementara Delia yang kecewa, hanya berusaha untuk membuat dirinya kembali tenang. Ia paham posisi Barra. Ia mengerti dengan keprofesionalan yang berusaha di jaga suaminya. Namun ia juga tidak memungkiri kalau hatinya sangat kecewa. Apalagi merasa dibohongi apapun alasan Barra harus berbohong padanya.Kepergian Melia memang sudah takdir, tapi caranya pergi yang membuat Delia butuh beberapa tahun lagi untuk benar-benar bisa menghilangkan traumanya. Peristiwa kelam itu sampai kapanpun rasanya tidak akan pernah bisa ia lupakan. Namun pasti bisa ia terima dengan lapang dada tanpa trauma. Hanya butuh waktu untuk itu.Satu jam saling diam dan hanya dibatasi tembok. Akhirnya Barra bangkit dan membuka pintu ruang kerja perlahan lalu menghampiri Delia yang diam memejam. "Sayang, Fia nangis," ucapnya pelan.Tanpa memandang sang suami, Delia bangkit dan langsung naik ke kamar anak-anak. Sedangkan Barra kembali menunggu di sofa luar sambil menikmati suara derasnya hujan di luar.* * *Pagi yang di

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 146 Luruh 1

    "Sayang, kamu masih marah sama mas?" tanya Barra setelah mereka sampai di kamar. Saat itu Delia sedang membuka pintu kaca untuk mengambil baju ganti di walk in closet."Nggak," jawab Delia singkat. "Aku nggak akan lagi mencampuri urusanmu, Mas." Jawaban yang justru membuat Barra malah khawatir karena itu sudah menjadi bentuk respon ketidakpedulian. "Sayang, maafkan mas. Nggak ada maksud apapun dengan mas menyembunyikan semua ini. Tahu kan alasan Mas apa?""Aku nggak akan mempermasalahkan hal itu lagi. Itu hak kamu. Aku nggak akan ikut campur internal perusahaan, Mas. Aku tahu Mas profesional." Delia menatap sekilas lantas masuk kamar mandi.Bunyi kran menyala untuk beberapa lama. Di luar kamar Barra gelisah menunggu. Ia ingat apa yang di katakan oleh Samudra kemarin. Inilah kali pertama Barra curhat dengan kakak iparnya. Beruntung Samudra pria yang bijaksana. Mungkin sebenarnya juga kecewa, tapi dia bisa bersikap realistis dan berpikir secara logis. Sedangkan wajar kalau Delia selalu

Bab terbaru

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 157 Hari yang Indah 2

    Tangan Johan membingkai wajah sang anak. Mereka saling tatap dalam diam. Mata bening itu memandang sang ibu. Minta penjelasan, siapa pria yang bolak-balik menciuminya."Ini Bapaknya Ubed." Mahika bicara sambil tersenyum, meski hatinya menangis haru.Saat tangan Johan terulur untuk menggendong, Ubed tidak menolak. Meski masih kebingungan, bocah itu tidak memberontak meski diciumi bapaknya berulang kali.Mereka bertiga melepaskan rindu. Mahika juga mengabadikan momen pertemuan perdana itu dengan kamera ponselnya."Agustus ini aku dapat remisi, Ka," ucap Johan dengan mata berbinar."Alhamdulillah. Aksara sudah memberitahuku waktu dia baru pulang dari menjengukmu, Mas.""Ya, Alhamdulillah banget. Semoga segalanya dipermudahkan," kata Johan sambil mencium kening Mahika. Mahika juga menceritakan tentang kedua orang tuanya. Papanya ingin rujuk, tapi sang mama masih belum terbuka hatinya."Doakan saja semoga mereka bisa bersatu lagi," ucap Johan."Aamiin. Aku harap juga begitu, daripada hidu

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 156 Hari yang Indah 1

    "Mama sudah nyaman hidup seperti ini, Ka. Fokus ibadah saja sekarang," jawab wanita yang selama ini terbiasa dipanggil Bu Raul. Bahkan setelah bercerai pun para tetangga masih memanggilnya dengan sebutan itu. Wanita yang masih menampakkan gurat kecantikannya memandang sang anak yang duduk di sampingnya."Papa tampak bersungguh-sungguh, Ma." Mahika mencoba meyakinkan. Sebab tadi papanya sampai menangis mengutarakan penyesalannya. Meski Mahika pernah murka, tapi rasa iba untuk sang papa tetap ada."Papamu hanya lelah hidup sendiri nggak ada yang ngurusi. Berapa kali dia sudah mengkhianati mama. Selama ini mama diam pura-pura nggak tahu. Demi keutuhan rumah tangga ini. Mama pikir dia hanya bermain-main lalu kembali pulang. Nyatanya ada benihnya yang tumbuh di rahim wanita lain."Mahika senyap. Tidak mungkin akan memaksakan jika mamanya merasa tidak nyaman. Sang mama sendiri sebenarnya sudah tidak ingin mengingat hal menyakitkan itu lagi. Dia juga sudah bilang memaafkan perbuatan suaminya

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 155 Lamaran 2

    Jam tiga mereka telah bersiap untuk berangkat. Mak Ni menggandeng Riz masuk mobil dan mendudukkan di car seat. Sedangkan Delia menggendong Fia. Samudra juga telah bersiap hendak mengajak keluarganya berakhir pekan di rumah mertuanya. Sudah lama mereka tidak menginap di sana. Tinggallah Pak Irawan dan Bu Hesti yang melambaikan tangan ke arah anak, menantu, dan cucunya yang bergerak pergi dengan kendaraan masing-masing. "Tahun depan, kita hanya tinggal berdua di rumah, Pa. Nira pasti ikut suaminya juga," kata Bu Hesti sambil memandang Pak Irawan."Iya. Sudah semestinya begitu, Ma. Tugas kita membesarkan anak-anak dan mengantarkan mereka bertemu jodohnya. Setelah itu kita harus ridho jika akhirnya harus berjauhan. Toh mereka juga bisa datang sewaktu-waktu. Kalau kita kangen sama cucu juga nggak jauh kalau ingin menemui." Pak Irawan menghibur istrinya sambil mengajak wanita yang telah mendampinginya puluhan tahun masuk ke dalam rumah.* * *Agustus merupakan puncak musim kemarau. Walau

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 154 Lamaran 1

    Tiga bulan kemudian ....Rumah megah itu terlihat semarak di pagi yang cerah. Beberapa mobil terparkir di halaman depan rumah. Para kerabat dengan sabar duduk menunggu acara di mulai. Mereka berpakaian laiknya menghadiri sebuah acara resepsi.Hari itu memang acara lamarannya Xavier dan Nira. Di salah satu sudut dinding ada backdrop dengan nuansa putih berkombinasi kuning keemasan. Hiasan bunga hidup semerbak wangi memenuhi penjuru ruangan. Bunga yang terdiri dari mawar putih, mawar merah muda, melati, dan bunga peony kesukaan Nira. Warnanya beraneka macam di sana. Ada putih, merah, kuning, dan merah muda. Bunga yang melambangkan bentuk cinta, romansa, dan keindahan.Nira yang memakai kebaya warna tosca tampak duduk anggun di dampingi Delia dan Diva. Dua kakaknya itu kini berhijab rapi sudah dua bulan ini. Sepulang dari umroh, Bu Hesti mengajak dua anak perempuannya dan sang menantu untuk berhijab. Ajakan yang disambut baik oleh mereka. Tepat jam sembilan pagi beberapa mobil memasuki

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 153 Damai 2

    Di tempat lain, Cintiara tidak bisa tidur karena harus menggendong keponakannya yang sejak tadi menangis. Bayi perempuan yang baru dilahirkan dua minggu yang lalu itu tidak mau di tidurkan di kasur.Sementara Siska tidak mau menyusui. Wanita itu memilih meringkuk memeluk guling. Tidak peduli."Tidurkan saja, nanti kamu capek dan besok kamu harus kerja," seloroh seorang wanita yang tidak lain adalah ibunya Cintiara."Kasihan, Ma. Sebenarnya dia kehausan dan mau minum ASI.""Kasihkan saja susu yang kamu buat tadi.""Dia nggak mau," jawab Cintiara sambil terus menimang-nimang bayi tak berdosa itu.Kegagalan usaha Siska untuk menggugurkan kandungannya telah berakibat fatal pada bayinya. Kelopak matanya yang indah hanya bisa berkedip-kedip menatap lurus ke atas, tapi telinganya tidak bisa merespon suara apapun yang ada di sekitarnya. Tidak ada reflek kaget saat ada suara keras di dekatnya. Bahkan matanya tidak berkedip atau mengerutkan wajah seperti pada umumnya bayi yang terkejut.Cintia

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 152 Damai 1

    Setiap pilihan pasti akan ada konsekuensinya. Dampak dari lingkungan, circle pertemanan, dan pekerjaan. Mahika juga harus siap jika muncul banyak pertanyaan saat anaknya masuk sekolah nanti. Sebelumnya semua itu sudah ia pikirkan secara detail. Perjalanannya pun tentu tidak akan mudah setelah ini. Namun ia yakin Ubaidillah akan tumbuh menjadi anak yang kuat.Mahika menyusut air mata kemudian melipat lagi kertas istimewa itu dan menyimpannya ke dalam tas. Dipandanginya bayi mungil yang terlelap di dalam kelambu. Lalu beralih melihat ke arah ponselnya yang berpendar. Ada pesan masuk dari Aisyah yang mengucapkan selamat atas kelahiran putranya, juga mengabari bahwa besok mereka akan datang sekeluarga untuk menengok Mahika dan anaknya.[Besok kami akan datang, Mbak. Anak-anak aku izinkan nggak masuk sekolah sehari, aku dan Mas Yuda juga akan libur. Ibu, Nur, dan anaknya juga akan ikut. Tapi suaminya nggak bisa ikut karena lagi tugas.]Buru-buru Mahika membalas pesan itu. Dia bahagia menun

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 151 Ketulusan Hati 2

    Di dalam mobil, Barra menunggu Delia yang masih diam. Mereka sekarang sudah berada di parkiran rumah sakit. Parcel buah dan kado telah siap di bangku tengah. Tapi seandainya Delia berubah pikiran, Barra langsung mengajaknya pergi. "Ayo, kita turun, Mas!" ajak Delia pada akhirnya. Barra mengangguk dan langsung membuka pintu. Kemudian mengambilkan parcel dan kado yang tadi mereka beli dalam perjalanan. Pria itu tersenyum pada wanita cantik yang mengaitkan tangan di lengannya. Dengan senyuman, ia ingin menguatkan wanita hebat yang amat dicintainya.Mereka menaiki lift untuk ke lantai dua, di mana Mahika di rawat. Sayangnya tadi Delia tidak sempat mengabari Samudra kalau mau menjenguk Mahika. Kalau hari aktif kerja, pasti kakaknya itu ada di rumah sakit. Tapi hari Minggu begini, biasanya dia mengajak istri dan anaknya ke rumah mertua atau ke rumah orang tua mereka sendiri.Sekarang Barra dan Delia berdiri di depan kamar perawatan Mahika. Tampak di depan pintu ada beberapa pasang sandal.

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 150 Ketulusan Hati 1

    Kebahagiaan menyelimuti Mahika dan Johan. Pria itu tidak sedetikpun beralih beralih dari anak dan istrinya. Baik keluarga Johan maupun Mahika memberikan ruang untuk pasangan suami istri itu menikmati kebersamaan yang tak lebih dari sehari semalam.Mereka juga tidak peduli dengan kasak kusuk di luar kamar karena status Johan yang masih menjadi narapidana. Tentu saja perbincangan itu bermula dari beberapa orang yang melihat Johan di antar oleh petugas rutan, kemudian diceritakan kepada pengunjung lainnya. Namun pihak rumah sakit juga sudah diberitahu sebelumnya. Samudra termasuk mengambil peran, memberikan masukan bahwa Johan tidaklah berbahaya.Johan sendiri hanya ingin memanfaatkan waktu bersama putranya tanpa peduli telah menjadi bahan pergunjingan."Mas, masih ingat dokter Samudra 'kan?" tanya Mahika saat keduanya makan buah apel. Mahika sudah bisa berjalan dan kini mereka duduk berhadapan. Johan duduk di kursi menghadap Mahika yang duduk di tempat tidurnya.Sementara Bu Hanum dan m

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 149 Buka Puasa 2

    Matahari pagi terbit dari balik gunung di sebelah timur sana. Cuaca lumayan cerah setelah kemarin sore hujan deras mengguyur mayapada. Mahika berdiri di balkon apartemen sambil mencari sinar mentari pagi. Pertemuannya dengan Delia, Barra, dan Samudra beberapa minggu yang lalu masih ia pikirkan hingga sepagi ini. Sebenarnya apapun penerimaan dan pendapat mereka tentang dirinya dan Johan, tak menjadi masalah baginya. Mahika juga paham bagaimana perasaan keluarga Delia setelah terjadi kasus itu. Dirinya tidak bisa memaksa mereka untuk benar-benar tulus memaafkan. Namun Mahika berdoa supaya kelak, pintu maaf dengan keikhlasan dari keluarga besar Pak Irawan akan diberikan untuk Johan. Semoga mereka juga mengerti dan percaya bahwa kejadian itu ada andil besar teman-teman Johan.Mahika juga tidak bisa mengontrol pemikiran orang sesuai keinginannya. Tidak bisa. Apalagi untuk menyetir pemahaman orang lain tentang semua penjelasannya. Namun ia bisa mengontrol diri supaya menerima apapun pandan

DMCA.com Protection Status